Bagaimana jadinya kalau kedua suami Akira bertemu?? Ditunggu besok ya 🫶🤍
Setelah menemani Akira menjenguk bayinya, Argi segera bersiap-siap pergi. Bayu sudah menunggunya di lobi depan.Akira melihat penampilan suaminya yang hanya mengenakan kaos dan celana panjang. Membuatnya bingung, hendak pergi kemana Argi?“Aku akan menjemput putri kita. Kau tunggu saja di sini, aku hanya sebentar,” ucapan Argi membuat Akira terkejut.“Mas, biarkan Ash tinggal sementara di rumah mama. Dia bahagia tinggal bersama Omanya,” pinta Akira. Bagaimana mungkin dia merasa tenang jika sebentar lagi kedua suaminya akan bertemu?“Bukankah kau akan senang jika Ash tinggal di sini bersama kita?” ujar Argi dengan sebelah alis terangkat. Dia berjalan mendekat ke ranjang pasien.“Tentu aku senang, hanya aku merasa belum betul-betul pulih. Mungkin Ash akan lebih aman jika bersama mama Ruth,” jawab Akira sembari mengalihkan pandangannya. Argi mencondongkan wajahnya untuk melihat ekspresi Akira.“Aku yang akan menjaga putri kita. Bukankah aku sudah berjanji akan berubah seperti dulu?” A
“Bukakan pintu!” perintah Argi dengan ekspresi angkuh. Dewa sedikit menundukkan tubuhnya, untuk mengamati pria yang ada di balik kemudi. Pria asing yang tak pernah dia lihat sebelumnya. “Anda siapa? Dan ada keperluan apa?” tanya Dewa dengan mata memicing. “Aku ingin bertemu dengan pemilik rumah ini. Dan aku memintamu untuk membukakan pintu!” jawab Argi dengan rasa tak sabar. “Anda siapa? Apa sudah ada janji sebelumnya dengan bos kami?” Dewa masih mencoba menahan Argi. “Apakah janji itu perlu? Hah?” sentak Argi dengan suara meninggi. Amarah Argi mulai muncul, melihat pria berotot yang menahan langkahnya. Dan keributan itu memancing Slamet untuk menghampiri rekannya di depan. “Dewa, apa yang terjadi? Siapa yang—,” ucapan Slamet terhenti tatkala melihat wajah Argi yang muncul dari dalam mobil. “Mas Argi? Apa kabar mas?” ucap Slamet dengan senyum ramah. Membuat wajah Dewa mengerut bingung. Dia menyadari kesalahannya dalam bersikap, mungkin pria arogan di hadapannya adalah kerabat d
“Hei, apa yang kau lakukan di rumahku!” hardik Baskoro, berdiri di antara kedua pria.Argi tersenyum sinis sebelum menjawab, “Ini bukan urusanmu, pak Baskoro. Ajari putramu untuk berlaku sopan padaku! Sudahkah kau memberitahunya apa yang sudah aku lakukan untuk keluargamu ini saat dirinya menghilang?”“Aku sudah membayar lunas semua hutang-hutang keluargaku. Kau sudah tidak bisa mengaturku lagi! Dan satu hal lagi, apa orang tuamu tidak mengajarimu untuk bersikap sopan?” ucap Baskoro geram.Argi justru tertawa renyah mendengar jawaban Baskoro. Memang benar Baskoro sudah melunasi seluruh hutangnya, namun Argi tidak rela jika keluarga Anggara kembali bangkit.“Baiklah, aku tidak ingin berlama-lama berada di tempat ini. Katakan dimana kalian menyembunyikan putriku!”“Ashley bukan putrimu! Dia adalah keturunan keluarga Anggara. Apa kau tak bisa melihatnya? Kau sudah merebut istri putraku! Apa kau juga berniat merebut putrinya?”Nafas Baskoro terlihat tersengal, dia begitu geram menghadapi
Dua hari telah berlalu. Hasil test DNA antara dirinya dan Ashley, akhirnya keluar. Anggara segera menemui pengacara untuk mengurus proses hak asuh. Anggara tidak ingin mengulur-ulur waktu, karena dia tahu Argi akan menagih janjinya. “Berapa lama anda bisa mengurusnya?” tanya Anggara pada sang pengacara, Kim. “Saya akan menyiapkan berkas-berkas pendukung segera. Apa boleh saya bertanya sesuatu?” Pria berusia empat puluh tahunan itu, membaca lembaran hasil tes DNA, dan segera menyimpan dalam tas kotak hitam. “Hum, apa kau memerlukan persyaratan lainnya?” Lim mengangguk, “Bagaimana hubungan pak Anggara dengan ibu anak ini? Apa kalian telah berpisah?” tanya Kim penasaran. Dia harus tahu alasan pemindahan hak asuh. Karena selama ini yang tertera di akta kelahiran Ashley ada nama ibu kandungnya. Anggara menghela nafas, sebelum menjawab, “Saya belum menceraikan istriku, Kim. Tapi aku bisa memastikan jika istriku akan menyetujui hal ini.” Kedua alis Kim saling bertaut, jawaban
Anggara segera memacu kendaraan roda empatnya menuju rumah, pikiran berkecamuk.Baru tadi pagi dia membicarakan perihal pengajuan hak asuh pada pengacara, kini dia merasa belum mampu untuk mempertahankan putrinya. Apa yang harus dia lakukan untuk mempertahankan Ashley?Tentu Argi akan sangat mudah mengambil Ashley dari tangannya. Apalagi dalam akta kelahiran Ashley masih tertulis namanya.Anggara memfokuskan pandangannya pada jalanan yang sedikit padat. Berulang kali dia membunyikan klakson agar kendaraan di depan berjalan lebih cepat. Dia tidak sabar ingin segera sampai rumah.Beberapa menit kemudian Anggara sampai di depan rumah, dimana mobil Argi sudah terparkir di halaman rumahnya.Anggara menghela nafas berat sebelum keluar dari mobil.“Dimana Argi?” tanya Anggara pada sekuriti yang berjaga.“Beliau ada di dalam tuan Anggara,” jawab Dewa. Semenjak dia mengetahui jika Argi adalah kerabat sang majikan, Dewa mulai merubah sikapnya.Langkah Anggara terhenti di ambang pintu, pendengar
“Mami! Mami!” teriak Ashley ketika langkahnya memasuki pekarangan villa. Akira tengah berada di dapur, mendengar suara putrinya memanggil, segera melangkah terburu-buru keluar rumah. “Ash?” Akira menghentikan langkahnya di depan pintu, lalu merendahkan tubuhnya serta merentangkan kedua tangannya. Ashley berhambur memeluk tubuh Akira, untuk menyalurkan rasa rindunya setelah beberapa hari ini tidak bertemu dengan sang ibu. “Ash rindu mami, mami sudah sembuh?” Ashley mengurai pelukannya, kedua tangan masih berada di bahu Akira. Matanya menatap lekat wajah ibunya. “Mami sudah sembuh, sayang. Bagaimana kabar putri cantik mami?” Akira membelai lembut rambut panjang Ashley. “Ash senang bisa bertemu mami, tapi Ash sedih Daddy dan Oma tidak ikut kesini,” Ashley terlihat murung. Dari sudut matanya, Akira bisa melihat kehadiran Argi yang mulai mendekat. “Mami sudah membuatkan Ash makanan favoritmu. Ayo kita masuk, Ash pasti kangen masakan mami, bukan?” Akira menggendong tubuh Ashley menu
Ruth berjalan menuju pintu gerbang untuk melihat keberadaan tamu.“Siapa kamu?” Ruth memandang pada gadis berkulit sawo matang itu dengan penasaran.“Maaf, Bu. Saya Mona putri pak Hartono. Saya hanya ingin menyampaikan surat ini pada mas Alex. Namun sepertinya saya salah alamat,” jelas gadis itu sembari menunduk.Alex? Tentu Ruth mengerti maksud ucapan gadis itu. Alex adalah nama yang dipakai putranya saat dirinya hilang ingatan.“Masuklah dulu. Apa kamu datang dari kampung?” Ruth meminta Dewa untuk membuka lebih lebar pintu gerbang.Sedikitnya Ruth sudah mengetahui tentang cerita Anggara yang ditolong oleh pria tua bernama Hartono.“Tapi Bu, saya harus mencari rumah mas Alex,” Mona menolak untuk masuk, karena dia masih mengira salah alamat.“Alex yang kamu maksud adalah Anggara. Dia putraku.”Mona terhenyak untuk beberapa saat, “Maafkan saya Bu, saya belum tahu nama asli mas Alex,” ucap Mona dengan rasa bersalah.“Tidak masalah, masuklah!”Ruth membawa Mona memasuki rumahnya.Mona di
Anggara membawa ibunya untuk menjauh, dia tidak ingin Mona mendengar ucapan mereka. “Ma, aku tahu. Aku tak mungkin menikahi Mona. Aku masih memiliki istri. Tapi aku tak bisa mengabaikan permintaan pak Har. Aku sangat berhutang budi pada beliau. Mungkin kita bisa menolongnya dengan cara lain,” ujar Anggara menjawab pertanyaan Ruth. “Syukurlah Ang, mama kira kamu akan menikahi gadis itu. Tentu kita akan membantu Mona, kasihan hidupnya sendirian. Mungkin nanti kamu bisa memberikan pekerjaan di kantor barumu. Dan carikan tempat tinggal untuknya.” Ruth menghela nafas lega. “Mama tidak perlu khawatir, aku akan mengurusnya.” Anggara menepuk pundak Ruth lalu segera melangkah menaiki tangga menuju kamarnya. Setelah membersihkan diri, Anggara berbaring di atas kasur untuk sejenak melepas penat setelah seharian bekerja. Matanya menatap pada langit-langit kamar. Wangi khas putrinya masih terasa di indra penciumannya, membuat Anggara merasa rindu pada Ashley. Mendadak terlintas di pikiran A
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim