Sabar dulu ya, sebentar lagi Anggara dan Akira akan kembali bersatu kok 😊 Jangan lupa komentar, ulasan dan dukungannya ya 😁, agar Thor lebih semangat menulis 🫶
“Mas, kita tidak bisa melakukannya! Aku tidak mau!” teriak Akira mencoba melawan. Namun kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan Argi.Argi mendorong pintu kamarnya dengan satu kaki, lalu melanjutkan langkah menuju ranjang. Meletakkan tubuh Akira di bawah kendalinya. Melupakan pintu kamar yang masih belum tertutup rapat.Jiwa kelelakiannya sudah tidak bisa ditahan lagi.Tubuh atletis Argi kini mengungkung Akira, bahkan tangan Akira yang tadinya menekan dada sang suami, sudah berhasil diambil alih. Argi mengunci kedua tangan Akira di atas kepala.Mata Argi menatap liar wajah Akira dengan penuh nafsu.“Aku harus mendapatkan apa yang aku mau!” suara Argi terdengar berat. Wajahnya semakin condong ke depan, bibirnya sudah terbuka hendak meraup bibir ranum istrinya. Namun Akira dengan cepat membuang wajahnya ke samping untuk menghindari ciuman yang tak diinginkannya.“Mas aku belum siap, aku masih dalam masa nifas,” ucap Akira lirih, hendak menyadarkan suaminya. Namun Argi seakan sengaja m
Akira menatap nanar ke arah putrinya yang terbaring lemah. Tangan kecil Ashley terus menggenggam tangan Akira, terasa panas. Dia memutuskan untuk mengompres dahi Ashley, karena sedari tadi mencari keberadaan obat penurun panas, dia tidak menemukannya. Ashley memang jarang sakit, sehingga selama ini Akira tidak pernah menyetok obat-obatan. Tanpa Rumi, Akira merasa sendiri. Ingin hati meminta bantuan Argi, namun semenjak kejadian semalam, Akira merasa enggan untuk menemui suaminya. “Daddy.. Mami..” lenguh Ashley dalam tidurnya. Membuat hati Akira teriris mendengarnya. “Mami di sini sayang, Ash cepat sembuh,” Akira terus mengecek tubuh putrinya. Namun hingga sejam berlalu, demam tak kunjung turun. Tak ada cara lain selain meminta tolong pada orang yang berada di dekatnya. “Tunggu sebentar sayang, mami mau nyari obat untuk Ash,” Akira melepas genggaman putrinya lalu segera beranjak keluar kamar. Meskipun hatinya masih ragu, namun putrinya harus mendapatkan pertolongan. Akira meraih
Argi terbangun merasakan gerakan seseorang pada bagian sensitifnya. “Ssshhhh..” desahan keluar dari bibirnya, merasakan miliknya begitu dimanjakan. Matanya kembali terpejam. Tangannya terulur meremas rambut panjang Clara yang berada di bawah.Pikirannya membayangkan wajah cantik Akira. Meskipun dia sadar bahwa yang bermain bersamanya semalaman bukanlah istrinya, melainkan sekretarisnya sendiri.Namun apa dikata, hasrat sudah diujung tanduk. Akira menolak, tentu dia akan menggunakan wanita seperti Clara untuk menuntaskan hasratnya.Clara bangkit dari posisinya dan bersiap memulai permainan inti.“Tunggu, kau melupakan pengaman!” ucap Argi sembari menahan pinggang Clara.“Kita tidak memerlukannya, sayang. Semalam kita melakukannya tanpa pengaman,” jawab Clara, lalu hendak meraup bibir Argi. Namun tubuhnya didorong menjauh.Wajah Clara mengerut bingung melihat Argi bangkit berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.“Sayang, permainan kita belum mulai. Mau kemana?” teriak Clara merasa tida
“Apa yang membuatmu sedih, Akira? Apa dia menyakitimu?” suara Anggara terdengar serak. Membuka mata dan kembali menatap wajah Akira yang terlihat sedih. “Aku baik-baik saja mas, hanya aku merasa sedih dengan kondisi Ash.” Tentu jawaban itu benar. Mana ada ibu yang kuat melihat putrinya sakit? Namun alasan Akira tak hanya itu, hubungan yang terjalin antara dirinya dan Argi telah membuat hidupnya tertekan. Anggara pun merasakan hal yang sama, meskipun jawaban Akira masuk akal, namun mengapa dalam hatinya ada hal lain yang terjadi? “Ash akan sembuh, percayalah! Jangan terlalu khawatir, bukankah dokter tadi mengatakan jika hanya demam biasa?” Akira mengangguk seraya menampilkan senyum yang terlihat kaku. Lalu segera memutar langkahnya. Namun belum sempat melangkah, tangan Anggara kembali menahannya. “Jika ada hal yang ingin kamu ceritakan, maka katakanlah! Aku akan mendengarkan, aku akan membantumu sebisaku, Akira.” Akira masih bergeming dengan posisi memunggungi Anggara. Namun kin
“Aku ingin hidup bersamamu, mas Aang. Bawa aku bersamamu!” Akira mengulangi ucapannya lagi. Raut wajah Anggara masih sama, matanya melebar dengan dahi mengerut. Tentu penuturan Akira membuatnya sangat terkejut.“Apa kamu yakin ingin ikut bersamaku?” suara Anggara terdengar lembut, namun terdengar sedikit tidak percaya.Akira mengangguk, ini merupakan keinginan hatinya yang terdalam. Keinginan yang sudah muncul sejak Akira mengetahui jika Anggara masih hidup.“Ikutlah bersamaku!” Anggara meraih tangan Akira, menuntunnya kembali menuju kamar putrinya.Sesampainya di kamar, Anggara melepas genggamannya. Lalu menggendong tubuh Ashley.“Tolong bawa obat Ash!” pintanya.Namun ketika Akira hendak mengemas baju putrinya, justru Anggara melarang.“Jangan bawa apapun dari rumah ini, aku akan membelikannya dengan yang baru.”Akira menuruti perintah Anggara, hanya membawa tas kecil berisi obat, ponsel dan dompet.Anggara segera melangkah keluar, diikuti oleh Akira yang berjalan di sisinya. Dia t
Seharian ini Argi berada di kantor, dia sengaja menyibukkan diri agar pikiran buruknya tentang penolakan Akira tidak mengganggu harinya. “Bos, sudah jam tujuh. Apa aku boleh pulang sekarang? Aku sudah menyelesaikan semua pekerjaan,” ucap Bayu yang kini berdiri di depan meja atasannya. Argi melirik ke jam yang melingkar di pergelangan tangan. Lalu menatap ke arah Bayu. “Pulanglah!” jawab singkat Argi. Bayu menunduk hormat, lalu segera memutar tubuhnya untuk keluar dari ruangan. Namun langkahnya terhenti ketika Argi kembali memanggilnya. “Bagaimana hasil kerja sama kita dengan perusahaan AA? Apa ada kabar dari mereka?” Bayu kembali memutar tubuhnya menghadap Argi, lalu menjawab, “kerja sama kita berjalan dengan baik, dan perbulan ini AA akan memberikan keuntungan sesuai dengan kesepakatan.” “Maksudku, aku ingin mengadakan pertemuan ulang. Aku masih ingin bertemu langsung dengan pemiliknya. Apa kau bisa mengaturnya? Hubungi Taufan dan pastikan jika pertemuan kedua nanti dihadiri pe
Akira merasakan debaran di hatinya, hingga membuatnya sulit untuk memejamkan mata. Beberapa menit berlalu, mendengar dengkuran halus dari putrinya dia yakin jika Ashley sudah tidur nyenyak.Perlahan Akira melepaskan genggaman Ashley, menatap sejenak ke arah Anggara yang ternyata juga sudah memejamkan mata. Lalu segera beranjak, namun suara Anggara menahan langkahnya.“Sayang, mau kemana?” Deg, apa Akira tidak salah dengar? Akira kembali menoleh ke belakang, melihat Anggara yang kini sudah dalam posisi duduk. Ternyata Anggara belum tidur.“Aku tidur di kamar sebelah saja mas,” jawabnya tanpa menoleh ke belakang. Akira segera melanjutkan langkahnya. Tanpa dia sadari Anggara pun mengikutinya.Hati Akira semakin berdebar, mendengar langkah Anggara dari belakang. Namun dia tetap meraih knop pintu, dan sebelum berhasil membukanya, Anggara kembali melayangkan pertanyaan.“Akira, bolehkan kita berbicara sebentar?”“Maaf mas, aku hanya tak ingin membuatmu tak nyaman. Mungkin mas merasa risih
Argi masih terus menghubungi semua rumah sakit dan klinik yang berada tak jauh dari lokasinya. Namun hasilnya nihil, Akira maupun anaknya tak berada dimanapun. “Sial, kemana kau pergi Akira? Apa pria pengkhianat itu yang membawamu?” tangan Argi terkepal menahan amarah atas dugaannya. Jika benar apa yang dipikirkannya terjadi, dia akan mencari keberadaan Anggara untuk membawa istrinya kembali. Argi kembali menghubungi Ruth dan Baskoro, namun hingga beberapa kali panggilannya tak kunjung terjawab. Membuatnya semakin yakin jika Anggara yang telah membawa pergi istrinya. “Aku harus mendatangi rumahnya, pasti istriku ada di sana,” ucap Argi bermonolog. Dia segera meraih kunci mobil, dan keluar rumah. Hari sudah sangat larut, namun Argi tak peduli. Dia harus membawa pulang istrinya. Malam ini juga. Tak lama, mobilnya telah memasuki gang perumahan. Berhenti di depan rumah Anggara. Menekan klakson beberapa kali, hingga pintu gerbang terbuka. Sekuriti berbadan atletis muncul di hadapanny
Dokter wanita menghembuskan nafas pelan, lalu kembali memandang Akira. “Jangan khawatir nyonya Akira, bayi-bayi anda tumbuh dengan baik. Kabar yang akan kalian dengar justru adalah kabar baik.” Dokter menjeda ucapannya. Anggara yang sedari tadi memperhatikan ucapan dokter dengan serius, kini bisa bernafas lega. Dokter mengalihkan pandangan ke Anggara lalu berkata, “pak Anggara, istri anda tengah mengandung bayi kembar.” Ucapan dokter sontak membuat Anggara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Namun hanya sesaat, raut wajahnya berganti dengan kebahagiaan. “Benarkah?” tanyanya seakan ingin memastikan perkataan dokter. Dokter wanita itu segera menunjuk ke arah monitor, memperlihatkan rahim Akira yang memiliki dua kantong janin yang terpisah. Masing-masing kantong terlihat calon buah hati mereka yang terlihat sangat kecil. Rasa kebahagian Akira kini semakin lengkap. Kehilangan putra tercinta setahun yang lalu, namun kini Tuhan menggantinya dengan dua anak sekaligus. Tak henti
“Seperti dugaan saya, nyonya Akira hamil. Dan usia kandungannya masih lima Minggu,” ucap dokter Arya. “Nanti jika ingin mengetahui detailnya, anda bisa mengunjungi rumah sakit. Kami bisa melakukan USG untuk memastikan.” Orang-orang yang berdiri mengelilingi Akira sangat terkejut, terlebih Anggara yang sudah berbulan-bulan menantikan kabar baik ini. “Secepatnya kami akan mengunjungi rumah sakit. Lalu apa ada obat untuk mengurangi mual? Hari ini istri saya sering merasakan mual,” tanya Anggara sembari menggenggam erat tangan Akira. “Saya akan resepkan obat mual dan vitamin. Nanti tolong pak Anggara menebusnya di apotik terdekat.” Dokter pun segera menulis resep dan memberikannya pada Anggara. “Terima kasih, dok.” Anggara hendak mengantarkan dokter itu, namun Baskoro menahannya. “Temanilah istrimu! Biar papa yang mengantar dokter Arya,” ucap Baskoro terdengar seperti sebuah perintah. Anggara pun mengangguk, kembali menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang. “Kau dengar? Anak k
Karena tamu undangan sudah hadir, maka acara segera dimulai. Anggara dan Akira berdiri di samping putri kesayangannya.Ashley tampak cantik dengan balutan dress putih. Rambut hitam lebatnya terurai berhiaskan sebuah mahkota di atas kepala.Lagu selamat ulang tahun berkumandang, mengiringi orang-orang yang bernyanyi. Setelah lagu selesai, Ashley meniup lilin angka tiga itu dengan antusias.Kini giliran Ashley menyuapkan kue pertama pada kedua orang tuanya. Ashley mengambil sesendok kue, hendak memberikan suapan pertama pada ibunya.Akira menerima suapan itu, lalu mencium kening Ashley dengan penuh kasih. Namun saat hendak menelan kue, mendadak perutnya bergejolak. Diapun segera menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Ada apa sayang?” tanya Anggara dengan raut wajah panik. Namun Akira hanya menepuk bahu Anggara dan segera menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.Anggara kehilangan konsentrasi, namun tak mungkin jika dirinya pergi dari sana meninggalkan putrinya sendiri. Maka dari
Dalam sepekan, Anggara dan keluarganya menghabiskan waktu liburnya di Pulau Dewata, tentu waktu yang membahagiakan dan banyak kenangan yang terukir.Janji Anggara dua tahun lalu sudah digenapi. Sebelum dia berangkat ke Jepang, Anggara telah berjanji akan mengajak istrinya untuk berlibur ke Bali. Namun karena kasus kematian palsunya, membuat janji itu tertunda.Namun takdir kembali mempertemukan dirinya dengan Akira dan keluarga kecilnya.Waktu berjalan sangat cepat, kehidupan rumah tangga Akira dan Anggara hanya dipenuhi oleh kebahagian.Pagi itu keluarga Anggara tengah menyiapkan sebuah pesta untuk ulang tahun Ashley yang ketiga.Pekarangan rumah telah ditata oleh tim pendekor yang sengaja disewa Anggara. Dekorasi layaknya pesta kebun. Dengan sebuah panggung kecil di tengah taman. Serta beberapa pernak pernik anak perempuan, dari bunga dan balon warna-warni.Anggara sengaja meliburkan seluruh karyawannya agar bisa datang memeriahkan acara. Juga tetangganya yang memiliki anak kecil ju
Malam semakin larut, ketika mereka tiba di tempat penginapan. Jarak yang tak terlalu jauh, namun karena kondisi macet membuat perjalanan terasa lambat.Kini Anggara dan Akira berada di kamar mereka yang berada di bangunan terpisah dengan bangunan utama, dimana kedua orangtuanya beristirahat.“Mas Aang, mau mandi duluan?” tanya Akira yang merasa tubuhnya terasa lengket karena perjalanan panjang.“Mandilah terlebih dulu, nanti aku menyusul,” jawab Anggara, lalu membimbing istrinya untuk memasuki kamar mandi terlebih dulu.Akira memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam bathup yang telah terisi dengan air hangat. Mungkin dengan ini, bisa membuat tubuhnya rileks dan rasa lelahnya hilang.Akira segera mengikat rambut panjangnya dan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya, lalu melangkah memasuki bathup.Dan benar, tubuhnya terasa rileks ketika terendam dalam air hangat yang dipenuhi busa itu.Hingga beberapa menit berlalu, Akira menyadari jika suaminya tak kunjung datang. Bukanka
Anggara sudah merencanakan liburan keluarga. Selama satu pekan menghabiskan liburan di Pulau Dewata. Menyerahkan segala tugas kantornya pada Taufan dan Bayu.Meskipun awalnya Anggara hendak melakukan bulan madu berdua, namun hatinya tidak tenang jika tidak mengajak Ashley.Baskoro dan Ruth turut serta dalam perjalanan kali ini.“Ang, papa dan mama tinggal di rumah saja. Bukankah ini liburan untuk kalian berdua? Maksud mama, kamu dan istrimu?” “Justru itu ma, aku akan tenang jika putriku juga ikut. Maka dari itu, Aang meminta mama dan papa juga ikut. Kita bisa menghabiskan akhir tahun di sana,” jelas Anggara.Hingga akhirnya Ruth dan Baskoro pun menuruti permintaan putranya, karena Anggara sudah terlanjur memesan tiket untuk semua keluarganya.“Baiklah, anggap saja mama jadi pengasuh Ash nanti dan kalian cepatlah memiliki momongan lagi. Mama tidak sabar ingin menggendong cucu lagi,” balas Ruth mengerlingkan mata ke arah menantunya. Membuat Akira tersipu dengan pipi merona merah."Ini
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha