Anggara akan kembali menemui Akira, tunggu up bab besok pagi ya 😊🫰
Anggara mengajak serta Ruth dan Rumi, untuk mempermudah langkahnya. Tentu Argi sudah mewanti-wanti pada pihak rumah sakit, untuk memantau pada tamu yang akan mengunjungi Akira.“Kami keluarga pasien Magdalena Akira,” ucap Ruth pada petugas yang berjaga di depan.“Maaf bisa tahu nama nyonya dan hubungan nyonya dengan pasien?” “Saya mama dari pasien, dan ini cucu saya, anak Akira. Tolong jangan dipersulit, sus. Cucu saya rindu ingin bertemu dengan ibunya,” ucap Ruth memohon.“Maaf nyonya, saya hanya melakukan perintah dari tuan Argi.” “Oma, dimana mami? Ash mau ketemu mami,” Ashley mulai merengek di gendongan Rumi. Tangannya menggapai ke arah Ruth.Hal itu tertangkap di mata petugas resepsionis, hingga sejenak dia memalingkan wajahnya untuk melihat wajah bocah perempuan itu.“Apa ini putri tuan Argi, nyonya? Sudah besar ya,” suster teringat akan bayi perempuan yang lahir prematur dua tahun lalu, merupakan bayi Akira dan suaminya.“Ash mau ketemu mami, dimana mami Ash, tante?” ucap Ash
Argi tengah berada di perjalanan menuju tempat pertemuan, bersama asistennya Bayu. Sementara Clara sudah lebih dulu berada di lokasi tujuan dan menunggu di depan lobi. Membutuhkan waktu hingga tiga jam untuk mencapai lokasi. Di pertengahan jalan, Soni sang supir menghubunginya. “Katakan, ada apa?” Argi terdiam mendengar supirnya berbicara. Namun tak lama, wajahnya terlihat mengerut. “Sudah kau pastikan jika anak itu tidak di rumah? Apa yang mereka katakan?” “Lalu kapan mereka pulang? Kembali nanti sore, dan pastikan kau membawa putriku dan pengasuhnya,” ucap Argi mengakhiri panggilan. Argi segera mengirim pesan pada salah satu anak buah yang dia minta untuk mengawasi rumah Anggara. [Awasi terus rumah itu, jika kalian melihat anak perempuan itu datang. Beritahu aku secepatnya.] Bayu melirik ke arah belakang, lewat kaca spion. Setidaknya dia mendengar perkataan Argi, meskipun dia tidak mendengar ucapan dari lawan bicaranya. Semenjak Argi menikahi memang jarang sekali Bayu mendeng
“Selamat siang, pak Argi Rinega. Silahkan duduk,” ucap Taufan terdengar ramah. Argi segera duduk di salah satu kursi empuk yang terletak mengelilingi meja besar berbentuk lingkaran, diikuti oleh Clara dan Bayu. Ruangan luas yang tampak nyaman, dengan aroma pengharum ruangan yang begitu menenangkan. Perpaduan warna putih dan hitam yang mendominasi, membuat penampakan perusahaan ini terlihat elegan. “Apa kau pemilik perusahaan ini?” tanya Argi yang baru kali ini melihat wajah Taufan. “Mohon maaf sebelumnya, pak Argi. Saya hanyalah direktur di perusahaan ini. Mendadak owner mengabari saya jika memiliki urusan yang sangat mendesak. Urusan yang tidak bisa ditinggalkan, dan berhubungan dengan keluarganya,” jelas Taufan dengan lancar, karena dari pagi dia sudah mempersiapkan jawaban jika kliennya menanyakan perihal pemilik perusahaan. “Hum, bukankah kau mengatakan jika ownernya langsung yang akan memimpin pertemuan ini?” “Iya memang benar, namun ada hal yang lebih mendesak, sehing
Akira tersentak mendengar pertanyaan Anggara. “Maksudku jika kamu sudah merasa bahagia bersama Argi, maka ijinkan aku untuk menjauhimu. Aku hanya tidak ingin membuatmu bingung untuk memilih. Mengenai Ashley kita bisa bergantian menjaganya,” jelas Anggara. Namun ucapan itu justru membuat hati Akira terasa hancur. Apakah itu artinya Anggara hendak menceraikannya? Mengapa Akira merasa tidak rela? Lidahnya terasa kelu untuk menjawab, namun buliran bening mulai terbendung di pelupuk mata. Berusaha menahannya agar tidak keluar, namun dia gagal. Air matanya jatuh kembali, dan hal itu membuat Anggara bingung. “Maaf, apa aku salah berucap?” Anggara beranjak dari kursi dan duduk di tepi ranjang. Akira menunduk sembari terus menangis, sungguh Akira tidak menginginkan perpisahan ini. Anggara adalah cinta pertamanya, sampai saat ini pun Akira tidak mampu menghapus rasa cinta itu. Anggara menyentuh pipi Akira, ibu jarinya menghapus lelehan air mata yang membasahi pipi wanita yang begitu
Argi menghadapkan layar ponsel di depan wajah Clara.“Oh, aku hanya iseng. Aku mengambil foto itu hanya untuk diriku sendiri. Jika aku merindukanmu, maka cukup hanya melihat foto itu, sudah sedikit menghapus rasa rinduku,” jelas Clara sedikit kikuk. “Benarkah? Apa kau yakin?” satu alis Argi terangkat sebelah, dengan mata menatap penuh intimidasi.“Tentu sayang, kau tahu jika aku mencintaimu. Aku hanya ingin mengabadikan momen kebersamaan kita,” ujar Clara berusaha meyakinkan Argi.“Hum, tapi sayangnya mulai hari ini aku ingin menyudahi hubungan kita. Aku akan memperbaiki hubungan pernikahanku. Dan aku harap kau jangan sekali-kali merusaknya!” ucap Argi sembari menekan layar ponsel untuk menghapus foto-fotonya yang tersimpan.Wajah Clara mengerut, “Maksudmu? Kau ingin membuangku?”“Bukankah hubungan kita hanya sebatas kesenangan untuk sesaat? Aku pikir itu tak akan menjadi masalah. Jika kau masih ingin bekerja di perusahaanku, maka jagalah sikapmu dan jangan melanggar perintahku!”Hat
“Katakan apa ada yang mengunjungi kamar istriku tadi?” tanya Argi pada salah satu petugas nakes yang duduk di balik meja resepsionis. “Benar tuan Argi, tadi putri anda datang menjenguk nyonya Akira,” jawab petugas itu. “Sama siapa putriku datang? Mengapa kau tak menghubungiku?” “Maafkan, saya kira putri tuan bukanlah orang lain. Jadi saya tidak menghubungi tuan. Tadi nona Ashley datang bersama Oma dan pengasuhnya,” ucap petugas dengan wajah menunduk. Tentu dia merasa takut jika hal itu menjadi sebuah kesalahan. Oma? Tentu Argi sudah bisa memastikan jika yang datang tak lain Ruth dan Rumi. “Apa hanya kedua wanita itu? Apa kau tak melihat seorang pria?” Suster memutar bola matanya mengingat, lalu menjawab, “Tidak tuan, saya pastikan jika dua wanita saja yang mengantar nona Ashley.” Argi kembali melangkah menuju lift yang akan membawanya ke lantai atas. Di dalam lift, dia kembali menghubungi supirnya. “Son, sepertinya putriku akan kembali ke rumah itu. Sekarang aku minta kau kemba
Setelah menemani Akira menjenguk bayinya, Argi segera bersiap-siap pergi. Bayu sudah menunggunya di lobi depan.Akira melihat penampilan suaminya yang hanya mengenakan kaos dan celana panjang. Membuatnya bingung, hendak pergi kemana Argi?“Aku akan menjemput putri kita. Kau tunggu saja di sini, aku hanya sebentar,” ucapan Argi membuat Akira terkejut.“Mas, biarkan Ash tinggal sementara di rumah mama. Dia bahagia tinggal bersama Omanya,” pinta Akira. Bagaimana mungkin dia merasa tenang jika sebentar lagi kedua suaminya akan bertemu?“Bukankah kau akan senang jika Ash tinggal di sini bersama kita?” ujar Argi dengan sebelah alis terangkat. Dia berjalan mendekat ke ranjang pasien.“Tentu aku senang, hanya aku merasa belum betul-betul pulih. Mungkin Ash akan lebih aman jika bersama mama Ruth,” jawab Akira sembari mengalihkan pandangannya. Argi mencondongkan wajahnya untuk melihat ekspresi Akira.“Aku yang akan menjaga putri kita. Bukankah aku sudah berjanji akan berubah seperti dulu?” A
“Bukakan pintu!” perintah Argi dengan ekspresi angkuh. Dewa sedikit menundukkan tubuhnya, untuk mengamati pria yang ada di balik kemudi. Pria asing yang tak pernah dia lihat sebelumnya. “Anda siapa? Dan ada keperluan apa?” tanya Dewa dengan mata memicing. “Aku ingin bertemu dengan pemilik rumah ini. Dan aku memintamu untuk membukakan pintu!” jawab Argi dengan rasa tak sabar. “Anda siapa? Apa sudah ada janji sebelumnya dengan bos kami?” Dewa masih mencoba menahan Argi. “Apakah janji itu perlu? Hah?” sentak Argi dengan suara meninggi. Amarah Argi mulai muncul, melihat pria berotot yang menahan langkahnya. Dan keributan itu memancing Slamet untuk menghampiri rekannya di depan. “Dewa, apa yang terjadi? Siapa yang—,” ucapan Slamet terhenti tatkala melihat wajah Argi yang muncul dari dalam mobil. “Mas Argi? Apa kabar mas?” ucap Slamet dengan senyum ramah. Membuat wajah Dewa mengerut bingung. Dia menyadari kesalahannya dalam bersikap, mungkin pria arogan di hadapannya adalah kerabat d
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim