Beberapa hari telah berlalu.Pagi itu Rumi mendapatkan pesan dari Ruth untuk menemuinya di taman kota. Tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasinya. Ruth sangat merindukan Ashley cucunya, dan ingin mengajak Anggara untuk mempertemukannya dengan Ashley. Dan hari ini Anggara tengah mengambil libur setelah sekian lama menghabiskan waktu dengan bekerja.Selama ini Ruth hanya berkomunikasi dengan Rumi. Karena Akira tidak pernah menghubunginya semenjak kejadian di rumah sakit. Bahkan nomor Akira sudah tidak aktif, Ruth tidak mengetahui jika Akira sudah berganti nomor telepon.Rumi menyanggupi permintaan Ruth, namun Ruth tidak mengatakan jika Anggara akan ikut serta, sehingga ketika Akira meminta untuk ikut, Rumi pun mengiyakan.Argi sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota untuk beberapa hari ke depan, sehingga mempermudah Rumi untuk keluar rumah.“Aku ikut bi, aku juga ingin bertemu mama.” Permintaan Akira yang membuat Rumi tidak bisa menolak. Tentu Ruth nantinya akan senang bisa b
Anggara merasakan dadanya bergemuruh, melihat wanita yang dicintainya terluka. Namun masih terus berusaha berjalan ke arahnya. Apa mungkin dia harus muncul di hadapan Akira sekarang? Anggara tak kuasa melihat keadaan wanita yang dicintainya menangis. Sungguh hatinya terasa sesak, melihat wajah sedih Akira. Hingga tanpa sadar Anggara melangkahkan kakinya mendekat ke arah wanitanya. Buliran bening mulai terlihat muncul di kedua sudut matanya. Ketika langkahnya tepat berada di depan Akira, wanita itu berhambur memeluk tubuhnya. Anggara bisa merasakan debaran di dada Akira, sama dengan miliknya. “Mas Anggara? Aku tidak menyangka bisa bertemu kembali denganmu? Apa ini nyata? Atau aku tengah bermimpi?” Ucap Akira di tengah isak tangis yang mulai menjadi-jadi. Anggara tak mampu lagi menahan dirinya. Tangan yang tadinya hanya diam, kini bergerak membalas pelukan Akira. Rasa kerinduan yang selama ini dia pendam, akhirnya bisa diungkapkan lewat pelukan hangat itu. Anggara hanya terdiam, t
Mobil meluncur menuju rumah Akira. Ruth duduk di samping Anggara dengan Ashley yang berada di pangkuannya. Sementara Akira duduk bersama Rumi di kursi belakang. Posisi Akira tepat di belakang Anggara. Sesekali Akira melirik ke arah spion depan yang memperlihatkan wajah sang pengemudi. Namun Akira tidak bisa menangkap wajah pria itu, karena tertutup topi dan masker.Mengapa Akira begitu penasaran akan sosok pria yang tak lain adalah keponakan Ruth? Ucapan Rumi tempo hari kembali berputar di ingatannya. Ruth dan Baskoro tak memiliki saudara. Lalu apa benar pria ini adalah keponakan mereka?Ingin bertanya, namun Akira merasa tidak enak hati.Selama di perjalanan, Akira merasa terus ditatap oleh pria bernama Alex itu. Namun ketika Akira hendak membalas untuk menatap balik, justru Alex membuang mukanya seperti menghindar.Ashley terus berceloteh selama di perjalanan. Dia menceritakan apapun pada neneknya. Ruth pun menanggapinya dengan senang.“Oma.. Ini Daddy?” Ashley menunjuk pada pria y
“Apa Ash mau bermain dengan Daddy?” Ucap Anggara merentangkan kedua tangannya sembari tersenyum hangat ke arah putrinya.Ashley melihat ke arah Ruth seperti mencari jawaban, dan dia melihat Oma mengangguk. Akhirnya dia melangkah ke arah Anggara meski dengan perasaan was-was. Namun sepertinya bocah perempuan itu mulai mempercayai ucapan Ruth.Beberapa kali bertemu, putrinya tampak takut ketika melihatnya, kini Ashley sudah mulai menerimanya. Anggara akan memanfaatkan waktu sehari ini untuk menemani Ashley bermain.Anggara menggendong tubuh kecil putrinya, dan berlalu dari hadapan Baskoro dan Ruth.“Bagaimana bisa kamu membawa cucu kita kemari, Ruth?” Tanya Baskoro yang mulai penasaran.“Aku tadi meminta Rumi untuk menemuiku di taman. Ternyata Akira juga ikut bersama Rumi. Ash begitu lengket padaku, mas. Hingga dia menangis ketika aku mau pulang. Makanya aku punya ide untuk mengajaknya ke sini, sekalian ketemu opanya. Bukankah mas Bas belum pernah melihat cucu kita?” Jelas Ruth panjang
Di salah satu perusahaan milik keluarga Rinega, Argi terus mengamati layar laptop saat jam makan siang. Sedari tadi dia mengirim pesan untuk Akira, namun istrinya tak kunjung membalas. Bahkan telepon juga tak dijawab. Membuatnya ingin mengetahui kondisi rumah dengan melihat CCTV yang terhubung di ponsel dan laptopnya. Dia bisa melihat keberadaan Rumi yang tengah berada di depan kamarnya. Tak lama Akira muncul dari pintu. Argi terus melihat interaksi kedua wanita itu, dia tak dapat mendengar apa yang tengah mereka bicarakan. Namun Argi akan memantau gerak-geriknya. Tak lama Rumi terlihat memberikan ponsel miliknya pada Akira, lalu berjalan menuju dapur. Argi melihat bagaimana reaksi Akira yang tampak bahagia dengan layar ponsel di depannya, seperti tengah melakukan video call. Dengan siapa istrinya menelepon? Mengapa tak memakai ponselnya sendiri? Pertanyaan terus berputar dalam pikiran Argi. Membuatnya menduga jika terjadi sesuatu yang tak beres di luar sepengetahuannya. A
Setelah panggilan video berakhir, Akira hendak memberikan ponsel milik Rumi ke sang pemilik.Wajahnya terlihat ceria, melihat kebahagiaan putri kecilnya. Inilah yang begitu dirindukan Ashley, bermain bersama Oma dan Opa kandung.Namun ada satu hal yang membuat Akira penuh dengan pertanyaan. Hingga dia ingin menyampaikannya pada Rumi.“Bik, tadi aku sempat dengar Ash bicara tentang Daddy. Apa bibi mengerti maksud Ash?” Tanya Akira mencoba mengutarakan rasa penasarannya. Jawaban Ruth jika Daddy yang dimaksud adalah Baskoro, sungguh tidak membuat Akira puas. Karena Ash menyebut Opa, Oma dan Daddy. Tentu Daddy dan Opa adalah orang yang berbeda.Rumi sedikit terkejut mendengar pertanyaan Akira. Mungkin Daddy yang Ash maksud adalah Anggara. Namun Rumi tidak ingin membongkar rahasia itu karena janjinya pada Ruth dan Anggara.“Mungkin non Ashley melihat foto-foto mas Anggara di sana non. Atau—,” Rumi tampak memikirkan alasan yang tepat.“Atau Alex? Apa wajah Alex memiliki kemiripan dengan mas
“Mas Argi? Kok sudah kembali?”“Apa kau tidak senang melihatku kembali?” jawaban Argi begitu membuat Akira salah tingkah. Sepertinya Akira salah berucap. Argi berjalan melaluinya, memasuki kamar.“Dimana kopermu mas?” tanya Akira yang melihat Argi datang tanpa membawa koper.“Apa yang kau lakukan seharian ini?” Argi tak menjawab pertanyaan istrinya, justru balik bertanya. Tangannya bergerak melepas jas dan menaruhnya asal, lalu melepas dasi yang melilit di leher.“Aku? Tentu aku di rumah, mas. Mau kemana lagi, kau juga tak mengizinkanku keluar," jawab Akira, berjalan memungut jas yang teronggok di lantai. Lalu menggantungnya di lemari pakaian.“Lalu mengapa kau tidak membalas pesanku? Aku juga menelponmu berulang kali. Kenapa kau tidak menjawabnya?” Kini Argi memutar tubuhnya menghadap pada istrinya. Tatapan Argi begitu tajam penuh intimidasi.“Maaf mas, aku lupa menaruh ponselku. Aku sudah mencarinya ke seluruh sudut rumah, tapi aku belum menemukannya,” jawab Akira dengan kepala menu
“Hari ini kau aman, tapi besok aku akan menemui Dany untuk mencari kebenaran. Dan jangan sekali-kali mengajak sahabatmu itu untuk mendukungmu, Akira," ucap Argi dengan penuh penekanan, tepat di depan wajah Akira. Lalu segera berlalu menuju kamar mandi.Akira kembali membuka matanya, detik-detik sangat menegangkan yang baru kali ini Akira alami.Setelah mendengar bunyi air gemericik di lantai toilet, tubuh Akira luruh. Air mata kembali turun dengan begitu derasnya.‘Maafkan aku mas Argi, aku tidak bermaksud membohongimu. Hanya aku ingin melindungi orang-orang yang aku sayangi. Maafkan aku,’ ujar Akira dalam hati, dengan air mata yang terus mengalir.Mendadak perutnya merasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Buliran keringat mulai bermunculan di pelipis dan dahi. Akira menggigit bibir bawahnya, sembari tangan mencengkeram kain piyama yang membungkus tubuhnya.Dengan sekuat tenaga dia berdiri, berjalan tertatih menuju ranjang. Akira mencoba menarik nafas panjang, menghembuskannya perlahan. Be
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim