“Maaf, saya hanya menduga. Saya sudah pernah bilang ke nyonya jika kondisi kandungannya lemah. Dan saya sudah meminta nyonya untuk menenangkan pikiran dan mengambil istirahat yang cukup.” Dokter kembali fokus pada tubuh pasien. Menjelaskan apapun pada orang seperti Argi, tak akan menyelesaikan masalah. Hingga dia memutuskan untuk kembali memeriksa. Dokter harus memastikan jika janin dalam kandungan masih bisa dipertahankan. Hingga tak lama, dokter bernafas lega, ketika alat cek jantung masih memperlihatkan jantung bayi masih berdetak meski sedikit lemah. “Saya akan memberi obat penguat kandungan, dan untuk beberapa hari ke depan nyonya harus dirawat inap,” ujar dokter wanita tanpa menoleh ke arah Argi. Malam itu, akhirnya Akira bisa tertidur pulas, ketika rasa sakit itu menghilang setelah dokter memberinya obat penghilang nyeri. Suster telah mengganti piyamanya dengan baju rumah sakit. Sementara Argi baru menyadari jika kaosnya dipenuhi oleh darah istrinya. “Son, pulang ke rumah,
“Ashley?” Mendengar nama putrinya dipanggil tentu memancing reaksi Anggara untuk menoleh ke sumber suara.Seketika mata wanita melebar melihat wajah Anggara. Ya, bagaimana dia tak mengingat wajah suami dari sahabatnya.Dany Juwita memandang terkejut, hingga dia berusaha mencubit lengannya sendiri saking tidak mempercayai penglihatannya sendiri.“Septian Anggara? Apa benar itu kamu?” tanya Dany, sembari menelisik pada pria jangkung yang sama-sama dibuat terkejut, dengan pertemuan tak terduga.Seketika Anggara baru menyadari akan keteledorannya tak memakai penutup wajah. Anggara beralih kembali ke arah kasir untuk membayar total belanjanya. Lalu menurunkan Ashley dari gendongan.Ashley yang merasa mengenali anak perempuan berusia lima tahun di atasnya, langsung melangkah menghampiri Gladys, anak Dany.Anggara menenteng belanjaan miliknya lalu melangkah menghampiri Dany yang masih mematung di depan pintu masuk.“Dan, apa kau sedang buru-buru? Bisa kita bicara sebentar?” ucap Anggara sem
“Mami sakit?”“Akira sakit?”Pertanyaan yang terlontar bersamaan dari mulut Anggara dan Ashley.“Iya non, mas Aang. Semalam tuan Argi membawa non Akira ke rumah sakit. Bibi juga belum tahu apa yang membuat non Akira dibawa ke rumah sakit,” jelas Rumi dengan raut wajah sedih.Pagi-pagi Argi sudah menghubunginya untuk menyiapkan baju milik Akira juga milik Argi. Dan majikannya memberitahu jika sebentar lagi supir akan mengambilnya, tanpa menjelaskan apa yang terjadi pada Akira. Sebelum Rumi sempat bertanya, Argi telah mengakhiri panggilan.“Bik Umi, Ash mau ikut mami ke rumah sakit!” ucap Ashley setengah memohon. Namun Rumi tak mampu menuruti permintaan Ashley. Karena Argi tentu tak akan mengizinkan mereka mengunjungi Akira.“Gak bisa non, papa belum memberi ijin ke kita untuk menjenguk mami,” jawab Rumi sembari mengusap punggung Ashley yang terlihat sangat sedih.“Di rumah sakit mana Argi membawa Akira, bik?” tanya Anggara penuh rasa cemas.“Bibi juga tidak tahu, tapi waktu non Akira s
Pikiran Taufan diliputi berbagai pertanyaan. Akira? Bukankah itu nama istri Alex? Apa selama ini Alex belum berhasil menemui istrinya? Entahlah, Taufan tidak ingin terlalu mencampuri urusan pribadi temannya. Bagi Taufan sekarang hanya ingin membantu teman barunya. Lima belas menit kemudian, Taufan kembali memasuki kamar dimana Anggara dirawat. “Istrimu dirawat di ruangan VVIP, ada di lantai paling atas,” ujar Taufan sebelum Anggara bertanya. “Apa kecelakaan yang terjadi, karena kamu ingin menemui istrimu, Lex? Apa perlu aku memberitahu keadaanmu pada istrimu?” “Tidak, Fan. Jangan beritahu Akira! Biarkan seperti ini dulu, mungkin nanti aku yang akan menemuinya.” Taufan hanya mengangguk, dia tak ingin mencampuri urusan pribadi temannya meskipun di pikirannya terbesit berbagai pertanyaan. Mungkin saja temannya sedang bertengkar dengan istrinya, seperti yang sering terjadi pada kehidupan rumah tangga lainnya, begitu pikir Taufan. Anggara telah menelepon asistennya, pak Beni, untuk
Anggara hanya melirik sekilas ke arah Argi, namun tak menjawab dan terus melanjutkan langkah memasuki lift. Membuat Argi begitu penasaran dengan sosok pria gondrong yang wajahnya tertutup masker. Tatapannya masih tertuju pada wajah Anggara hingga pintu lift tertutup.Argi kembali melangkah menghampiri sang suster yang berjaga di depan pintu."Siapa pria tadi? Apa yang dia lakukan disini?" ujar Argi dengan mata memicing."Maaf tuan, saya juga tidak tahu dia siapa. Tadi ketika saya bertanya, dia hanya menjawab keluarga nyonya Akira. Namun saya berani bersumpah jika pria tadi tidak masuk ke kamar nyonya,” jelas suster dengan wajah gemetar karena takut.'Keluarga Nyonya Akira? Itu berarti orang tadi sangat mengenal Akira, hingga menyebut dirinya adalah keluarga,' batin Argi dipenuhi praduga."Baiklah, aku kembali memperingatkan mu! Aku melarang semua orang asing untuk berada di lantai ini. Apa kau butuh satu sekuriti untuk membantumu melaksanakan tugas itu?" Sang suster mengangguk denga
Anggara kembali bekerja, meskipun Baskoro melarangnya, dan meminta untuk ambil cuti hingga beberapa hari ke depan. Namun semangat Anggara begitu kuat. Dia ingin segera membangkitkan kembali perusahaan keluarganya.Itulah satu-satunya cara agar dia bisa segera membayar hutang pada keluarga Rinega.Anggara tak ingin keluarganya berada di bawah kekuasaan Argi. Bahkan dia kini berhasil menambah satu kantor cabang di kota lain, tapi masih di wilayah Jakarta. Tentunya tanpa sepengetahuan Argi. Dia meminta Taufan untuk mengawasi kantor cabang yang nantinya akan dijadikan Anggara sebagai tumpuan. Dengan kemampuannya yang handal, Anggara berhasil menarik para investor asing yang dulunya pernah bekerja sama dengan perusahaan inti.Meskipun sedikit kerepotan mengurus dua perusahaan, apalagi Taufan belum terlalu mahir dalam menghandle semua pekerjaan. Anggara mampu mengatasinya, dengan memantau kondisi perusahaan barunya secara daring. Tentu Taufan akan terus menelpon Anggara untuk bertanya, seh
Sementara itu di ruang kerja, Taufan mulai menghubungi Anggara untuk memberitahu perihal kedatangan Bayu. “Perusahaan Rinega Corp mengutus satu orang untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan ini. Bagaimana Ang menurutmu?” tanya Taufan di panggilan yang terhubung. Anggara terdiam beberapa saat, hingga akhirnya menjawab, “Jangan terima kerja sama itu. Dan jika ada orang dari perusahaan Rinega datang, tolong tolak.” Tak hanya sekali Anggara menolak kerja sama, dia akan menolak perusahaan yang menurutnya tidak berkompeten. Namun Taufan sedikitnya mengetahui profil perusahaan Rinega dari media yang diberitakan. Taufan merasa aneh mendengar penolakan Anggara terhadap perusahaan Rinega yang menurutnya termasuk perusahaan besar. “Apa ada alasan yang bisa aku utarakan nantinya pada mereka?” “Tidak ada, bilang saja jika perusahaan kita sudah menutup kerjasama dengan perusahaan lain,” jawaban Anggara membuat Taufan semakin bingung. Tentu hal itu tidak masuk akal, karena baru kemarin Angga
Rumi segera menghampiri mobil dimana Soni telah menunggu. Setelah berpamitan, dan tentunya Ashley tampak sedih dengan pertemuan singkat. Namun Rumi tak ada cara lain selain memaksa.“Daddy berjanji kita akan segera bersama Ash. Sekarang Ash harus pulang, kasihan mami menunggu di rumah,” jelas Anggara tadi, mampu meyakinkan putrinya.“Bik umi, mengapa Ash dan mami tidak tinggal di rumah Daddy saja?” pertanyaan Ashley yang membuat Rumi kebingungan menjawab. Kini mereka berdua telah duduk di dalam mobil.Sebelum menjawab, Rumi dapat melihat sekilas jika Soni menatap ke arahnya dari spion. Sehingga dia mengurungkan niat untuk menjawab. Rumi takut jika Soni akan melapor pada Argi.Rumi segera mengalihkan perhatian Ashley dengan mainan yang sudah dibelikan Anggara, hingga akhirnya bocah perempuan itu melupakan pertanyaannya.***Akira memandang pada buket bunga yang diberikan Rumi padanya. Rumi mengatakan jika itu pemberian dari Ruth untuknya, dia juga menjelaskan jika tadi tak sengaja bert
Dokter wanita menghembuskan nafas pelan, lalu kembali memandang Akira. “Jangan khawatir nyonya Akira, bayi-bayi anda tumbuh dengan baik. Kabar yang akan kalian dengar justru adalah kabar baik.” Dokter menjeda ucapannya. Anggara yang sedari tadi memperhatikan ucapan dokter dengan serius, kini bisa bernafas lega. Dokter mengalihkan pandangan ke Anggara lalu berkata, “pak Anggara, istri anda tengah mengandung bayi kembar.” Ucapan dokter sontak membuat Anggara terkejut hingga matanya membulat sempurna. Namun hanya sesaat, raut wajahnya berganti dengan kebahagiaan. “Benarkah?” tanyanya seakan ingin memastikan perkataan dokter. Dokter wanita itu segera menunjuk ke arah monitor, memperlihatkan rahim Akira yang memiliki dua kantong janin yang terpisah. Masing-masing kantong terlihat calon buah hati mereka yang terlihat sangat kecil. Rasa kebahagian Akira kini semakin lengkap. Kehilangan putra tercinta setahun yang lalu, namun kini Tuhan menggantinya dengan dua anak sekaligus. Tak henti
“Seperti dugaan saya, nyonya Akira hamil. Dan usia kandungannya masih lima Minggu,” ucap dokter Arya. “Nanti jika ingin mengetahui detailnya, anda bisa mengunjungi rumah sakit. Kami bisa melakukan USG untuk memastikan.” Orang-orang yang berdiri mengelilingi Akira sangat terkejut, terlebih Anggara yang sudah berbulan-bulan menantikan kabar baik ini. “Secepatnya kami akan mengunjungi rumah sakit. Lalu apa ada obat untuk mengurangi mual? Hari ini istri saya sering merasakan mual,” tanya Anggara sembari menggenggam erat tangan Akira. “Saya akan resepkan obat mual dan vitamin. Nanti tolong pak Anggara menebusnya di apotik terdekat.” Dokter pun segera menulis resep dan memberikannya pada Anggara. “Terima kasih, dok.” Anggara hendak mengantarkan dokter itu, namun Baskoro menahannya. “Temanilah istrimu! Biar papa yang mengantar dokter Arya,” ucap Baskoro terdengar seperti sebuah perintah. Anggara pun mengangguk, kembali menghampiri istrinya dan duduk di sisi ranjang. “Kau dengar? Anak k
Karena tamu undangan sudah hadir, maka acara segera dimulai. Anggara dan Akira berdiri di samping putri kesayangannya.Ashley tampak cantik dengan balutan dress putih. Rambut hitam lebatnya terurai berhiaskan sebuah mahkota di atas kepala.Lagu selamat ulang tahun berkumandang, mengiringi orang-orang yang bernyanyi. Setelah lagu selesai, Ashley meniup lilin angka tiga itu dengan antusias.Kini giliran Ashley menyuapkan kue pertama pada kedua orang tuanya. Ashley mengambil sesendok kue, hendak memberikan suapan pertama pada ibunya.Akira menerima suapan itu, lalu mencium kening Ashley dengan penuh kasih. Namun saat hendak menelan kue, mendadak perutnya bergejolak. Diapun segera menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Ada apa sayang?” tanya Anggara dengan raut wajah panik. Namun Akira hanya menepuk bahu Anggara dan segera menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.Anggara kehilangan konsentrasi, namun tak mungkin jika dirinya pergi dari sana meninggalkan putrinya sendiri. Maka dari
Dalam sepekan, Anggara dan keluarganya menghabiskan waktu liburnya di Pulau Dewata, tentu waktu yang membahagiakan dan banyak kenangan yang terukir.Janji Anggara dua tahun lalu sudah digenapi. Sebelum dia berangkat ke Jepang, Anggara telah berjanji akan mengajak istrinya untuk berlibur ke Bali. Namun karena kasus kematian palsunya, membuat janji itu tertunda.Namun takdir kembali mempertemukan dirinya dengan Akira dan keluarga kecilnya.Waktu berjalan sangat cepat, kehidupan rumah tangga Akira dan Anggara hanya dipenuhi oleh kebahagian.Pagi itu keluarga Anggara tengah menyiapkan sebuah pesta untuk ulang tahun Ashley yang ketiga.Pekarangan rumah telah ditata oleh tim pendekor yang sengaja disewa Anggara. Dekorasi layaknya pesta kebun. Dengan sebuah panggung kecil di tengah taman. Serta beberapa pernak pernik anak perempuan, dari bunga dan balon warna-warni.Anggara sengaja meliburkan seluruh karyawannya agar bisa datang memeriahkan acara. Juga tetangganya yang memiliki anak kecil ju
Malam semakin larut, ketika mereka tiba di tempat penginapan. Jarak yang tak terlalu jauh, namun karena kondisi macet membuat perjalanan terasa lambat.Kini Anggara dan Akira berada di kamar mereka yang berada di bangunan terpisah dengan bangunan utama, dimana kedua orangtuanya beristirahat.“Mas Aang, mau mandi duluan?” tanya Akira yang merasa tubuhnya terasa lengket karena perjalanan panjang.“Mandilah terlebih dulu, nanti aku menyusul,” jawab Anggara, lalu membimbing istrinya untuk memasuki kamar mandi terlebih dulu.Akira memutuskan untuk merendam tubuhnya dalam bathup yang telah terisi dengan air hangat. Mungkin dengan ini, bisa membuat tubuhnya rileks dan rasa lelahnya hilang.Akira segera mengikat rambut panjangnya dan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhnya, lalu melangkah memasuki bathup.Dan benar, tubuhnya terasa rileks ketika terendam dalam air hangat yang dipenuhi busa itu.Hingga beberapa menit berlalu, Akira menyadari jika suaminya tak kunjung datang. Bukanka
Anggara sudah merencanakan liburan keluarga. Selama satu pekan menghabiskan liburan di Pulau Dewata. Menyerahkan segala tugas kantornya pada Taufan dan Bayu.Meskipun awalnya Anggara hendak melakukan bulan madu berdua, namun hatinya tidak tenang jika tidak mengajak Ashley.Baskoro dan Ruth turut serta dalam perjalanan kali ini.“Ang, papa dan mama tinggal di rumah saja. Bukankah ini liburan untuk kalian berdua? Maksud mama, kamu dan istrimu?” “Justru itu ma, aku akan tenang jika putriku juga ikut. Maka dari itu, Aang meminta mama dan papa juga ikut. Kita bisa menghabiskan akhir tahun di sana,” jelas Anggara.Hingga akhirnya Ruth dan Baskoro pun menuruti permintaan putranya, karena Anggara sudah terlanjur memesan tiket untuk semua keluarganya.“Baiklah, anggap saja mama jadi pengasuh Ash nanti dan kalian cepatlah memiliki momongan lagi. Mama tidak sabar ingin menggendong cucu lagi,” balas Ruth mengerlingkan mata ke arah menantunya. Membuat Akira tersipu dengan pipi merona merah."Ini
“Lakukan, mas! Aku menginginkannya!” ujar Akira dengan nafas terengah-engah, menahan gejolak gairah yang mulai muncul.Anggara kembali memagut bibir Akira, sembari memasukkan miliknya dalam tubuh sang istri. Gerakan perlahan, hingga miliknya terbenam seluruhnya dalam rahim Akira.Menikmati sensasi yang membuat keduanya sama-sama tenggelam dalam lautan kenikmatan.“Mphhhhhh…” Akira mendesah tertahan, karena mulutnya yang terbungkam. Membiarkan lidah Anggara menjelajahi rongga mulutnya.Hingga tak lama, Anggara mengurai tautan bibirnya sebelum Akira kehabisan nafas. Lidahnya kembali menjelajahi daun telinga Akira hingga leher putihnya. Sensasi yang membuat milik Akira semakin basah. Namun Anggara masih dalam posisi diam, membiarkan miliknya terbenam dan terasa diurut.Akira sudah tidak tahan lagi, dia menginginkan lebih.“Mas Aang, bergeraklah! Aku tak tahan lagi!” rintih Akira dengan tatapan memohon. Keinginannya sudah tak bisa ditahan lagi, karena nafsunya yang sudah membumbung tinggi
Seharian ini, Akira menghabiskan waktu untuk bermain bersama putrinya di dalam kamar. Niatnya hanya untuk membayar waktu yang telah terbuang selama beberapa hari ini mengabaikan Ashley.“Mami mungkin bukan ibu yang terbaik, tapi mami akan selalu menyayangi Ash. Maafkan mami jika beberapa hari ini membuat Ash kesepian,” ucap Akira lirih sembari mencium pipi gembul putrinya yang sudah tertidur.“Tidak, kamu adalah ibu yang terbaik untuk anak-anak kita!” suara Anggara terdengar dari belakangnya. Membuat Akira seketika menoleh.“Mas?”Anggara tersenyum hangat, lalu melangkah menuju sisi ranjang.“Akira, aku selalu berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Berhentilah menyalahkan dirimu, dan yakinlah kita mampu melewati ini.”Anggara meraih tangan Akira lalu membawanya ke bibir. Sebuah ungkapan cinta yang selalu terdengar romantis di pendengaran Akira.Akira beranjak dari posisinya, duduk di samping Anggara.“Mas tidak perlu melakukan apapun, karena dicintai dengan cara sepert
Hari-hari berlalu terasa begitu menyesakkan bagi hati seorang ibu yang mengalami kehilangan buah hatinya.Semenjak putranya tiada, Akira selalu mengunjungi makam putranya. Bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berada di pusara sang putra.Meskipun kehadiran suami dan putri kecilnya menjadi pelipur lara, namun rasa sakit belum sepenuhnya hilang dari hati Akira.“Ikhlaskan kepergian putra kita, sayang. Apa kamu tahu, putra kita kini sudah bahagia di surga. Bisa bertemu dengan nenek dan kakeknya,” hibur Anggara yang kini duduk bersimpuh di samping istrinya.Tak henti-hentinya Anggara mencari cara untuk menghibur hati Akira. Kepergian putra Akira juga menjadi pukulan terberat untuknya.Akira memaksakan senyumnya. Dia tahu Anggara begitu cemas melihat kondisinya.“Mas, aku sudah ikhlas jika memang ini jalan yang terbaik untuk Odelio.”Akira menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Kepergian putranya bukan berarti membuat hidupnya terpuruk. Ada Ashley yang masih ha