Di salah satu perusahaan milik keluarga Rinega, Argi terus mengamati layar laptop saat jam makan siang. Sedari tadi dia mengirim pesan untuk Akira, namun istrinya tak kunjung membalas. Bahkan telepon juga tak dijawab. Membuatnya ingin mengetahui kondisi rumah dengan melihat CCTV yang terhubung di ponsel dan laptopnya. Dia bisa melihat keberadaan Rumi yang tengah berada di depan kamarnya. Tak lama Akira muncul dari pintu. Argi terus melihat interaksi kedua wanita itu, dia tak dapat mendengar apa yang tengah mereka bicarakan. Namun Argi akan memantau gerak-geriknya. Tak lama Rumi terlihat memberikan ponsel miliknya pada Akira, lalu berjalan menuju dapur. Argi melihat bagaimana reaksi Akira yang tampak bahagia dengan layar ponsel di depannya, seperti tengah melakukan video call. Dengan siapa istrinya menelepon? Mengapa tak memakai ponselnya sendiri? Pertanyaan terus berputar dalam pikiran Argi. Membuatnya menduga jika terjadi sesuatu yang tak beres di luar sepengetahuannya. A
Setelah panggilan video berakhir, Akira hendak memberikan ponsel milik Rumi ke sang pemilik.Wajahnya terlihat ceria, melihat kebahagiaan putri kecilnya. Inilah yang begitu dirindukan Ashley, bermain bersama Oma dan Opa kandung.Namun ada satu hal yang membuat Akira penuh dengan pertanyaan. Hingga dia ingin menyampaikannya pada Rumi.“Bik, tadi aku sempat dengar Ash bicara tentang Daddy. Apa bibi mengerti maksud Ash?” Tanya Akira mencoba mengutarakan rasa penasarannya. Jawaban Ruth jika Daddy yang dimaksud adalah Baskoro, sungguh tidak membuat Akira puas. Karena Ash menyebut Opa, Oma dan Daddy. Tentu Daddy dan Opa adalah orang yang berbeda.Rumi sedikit terkejut mendengar pertanyaan Akira. Mungkin Daddy yang Ash maksud adalah Anggara. Namun Rumi tidak ingin membongkar rahasia itu karena janjinya pada Ruth dan Anggara.“Mungkin non Ashley melihat foto-foto mas Anggara di sana non. Atau—,” Rumi tampak memikirkan alasan yang tepat.“Atau Alex? Apa wajah Alex memiliki kemiripan dengan mas
“Mas Argi? Kok sudah kembali?”“Apa kau tidak senang melihatku kembali?” jawaban Argi begitu membuat Akira salah tingkah. Sepertinya Akira salah berucap. Argi berjalan melaluinya, memasuki kamar.“Dimana kopermu mas?” tanya Akira yang melihat Argi datang tanpa membawa koper.“Apa yang kau lakukan seharian ini?” Argi tak menjawab pertanyaan istrinya, justru balik bertanya. Tangannya bergerak melepas jas dan menaruhnya asal, lalu melepas dasi yang melilit di leher.“Aku? Tentu aku di rumah, mas. Mau kemana lagi, kau juga tak mengizinkanku keluar," jawab Akira, berjalan memungut jas yang teronggok di lantai. Lalu menggantungnya di lemari pakaian.“Lalu mengapa kau tidak membalas pesanku? Aku juga menelponmu berulang kali. Kenapa kau tidak menjawabnya?” Kini Argi memutar tubuhnya menghadap pada istrinya. Tatapan Argi begitu tajam penuh intimidasi.“Maaf mas, aku lupa menaruh ponselku. Aku sudah mencarinya ke seluruh sudut rumah, tapi aku belum menemukannya,” jawab Akira dengan kepala menu
“Hari ini kau aman, tapi besok aku akan menemui Dany untuk mencari kebenaran. Dan jangan sekali-kali mengajak sahabatmu itu untuk mendukungmu, Akira," ucap Argi dengan penuh penekanan, tepat di depan wajah Akira. Lalu segera berlalu menuju kamar mandi.Akira kembali membuka matanya, detik-detik sangat menegangkan yang baru kali ini Akira alami.Setelah mendengar bunyi air gemericik di lantai toilet, tubuh Akira luruh. Air mata kembali turun dengan begitu derasnya.‘Maafkan aku mas Argi, aku tidak bermaksud membohongimu. Hanya aku ingin melindungi orang-orang yang aku sayangi. Maafkan aku,’ ujar Akira dalam hati, dengan air mata yang terus mengalir.Mendadak perutnya merasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Buliran keringat mulai bermunculan di pelipis dan dahi. Akira menggigit bibir bawahnya, sembari tangan mencengkeram kain piyama yang membungkus tubuhnya.Dengan sekuat tenaga dia berdiri, berjalan tertatih menuju ranjang. Akira mencoba menarik nafas panjang, menghembuskannya perlahan. Be
“Maaf, saya hanya menduga. Saya sudah pernah bilang ke nyonya jika kondisi kandungannya lemah. Dan saya sudah meminta nyonya untuk menenangkan pikiran dan mengambil istirahat yang cukup.” Dokter kembali fokus pada tubuh pasien. Menjelaskan apapun pada orang seperti Argi, tak akan menyelesaikan masalah. Hingga dia memutuskan untuk kembali memeriksa. Dokter harus memastikan jika janin dalam kandungan masih bisa dipertahankan. Hingga tak lama, dokter bernafas lega, ketika alat cek jantung masih memperlihatkan jantung bayi masih berdetak meski sedikit lemah. “Saya akan memberi obat penguat kandungan, dan untuk beberapa hari ke depan nyonya harus dirawat inap,” ujar dokter wanita tanpa menoleh ke arah Argi. Malam itu, akhirnya Akira bisa tertidur pulas, ketika rasa sakit itu menghilang setelah dokter memberinya obat penghilang nyeri. Suster telah mengganti piyamanya dengan baju rumah sakit. Sementara Argi baru menyadari jika kaosnya dipenuhi oleh darah istrinya. “Son, pulang ke rumah,
“Ashley?” Mendengar nama putrinya dipanggil tentu memancing reaksi Anggara untuk menoleh ke sumber suara.Seketika mata wanita melebar melihat wajah Anggara. Ya, bagaimana dia tak mengingat wajah suami dari sahabatnya.Dany Juwita memandang terkejut, hingga dia berusaha mencubit lengannya sendiri saking tidak mempercayai penglihatannya sendiri.“Septian Anggara? Apa benar itu kamu?” tanya Dany, sembari menelisik pada pria jangkung yang sama-sama dibuat terkejut, dengan pertemuan tak terduga.Seketika Anggara baru menyadari akan keteledorannya tak memakai penutup wajah. Anggara beralih kembali ke arah kasir untuk membayar total belanjanya. Lalu menurunkan Ashley dari gendongan.Ashley yang merasa mengenali anak perempuan berusia lima tahun di atasnya, langsung melangkah menghampiri Gladys, anak Dany.Anggara menenteng belanjaan miliknya lalu melangkah menghampiri Dany yang masih mematung di depan pintu masuk.“Dan, apa kau sedang buru-buru? Bisa kita bicara sebentar?” ucap Anggara sem
“Mami sakit?”“Akira sakit?”Pertanyaan yang terlontar bersamaan dari mulut Anggara dan Ashley.“Iya non, mas Aang. Semalam tuan Argi membawa non Akira ke rumah sakit. Bibi juga belum tahu apa yang membuat non Akira dibawa ke rumah sakit,” jelas Rumi dengan raut wajah sedih.Pagi-pagi Argi sudah menghubunginya untuk menyiapkan baju milik Akira juga milik Argi. Dan majikannya memberitahu jika sebentar lagi supir akan mengambilnya, tanpa menjelaskan apa yang terjadi pada Akira. Sebelum Rumi sempat bertanya, Argi telah mengakhiri panggilan.“Bik Umi, Ash mau ikut mami ke rumah sakit!” ucap Ashley setengah memohon. Namun Rumi tak mampu menuruti permintaan Ashley. Karena Argi tentu tak akan mengizinkan mereka mengunjungi Akira.“Gak bisa non, papa belum memberi ijin ke kita untuk menjenguk mami,” jawab Rumi sembari mengusap punggung Ashley yang terlihat sangat sedih.“Di rumah sakit mana Argi membawa Akira, bik?” tanya Anggara penuh rasa cemas.“Bibi juga tidak tahu, tapi waktu non Akira s
Pikiran Taufan diliputi berbagai pertanyaan. Akira? Bukankah itu nama istri Alex? Apa selama ini Alex belum berhasil menemui istrinya? Entahlah, Taufan tidak ingin terlalu mencampuri urusan pribadi temannya. Bagi Taufan sekarang hanya ingin membantu teman barunya. Lima belas menit kemudian, Taufan kembali memasuki kamar dimana Anggara dirawat. “Istrimu dirawat di ruangan VVIP, ada di lantai paling atas,” ujar Taufan sebelum Anggara bertanya. “Apa kecelakaan yang terjadi, karena kamu ingin menemui istrimu, Lex? Apa perlu aku memberitahu keadaanmu pada istrimu?” “Tidak, Fan. Jangan beritahu Akira! Biarkan seperti ini dulu, mungkin nanti aku yang akan menemuinya.” Taufan hanya mengangguk, dia tak ingin mencampuri urusan pribadi temannya meskipun di pikirannya terbesit berbagai pertanyaan. Mungkin saja temannya sedang bertengkar dengan istrinya, seperti yang sering terjadi pada kehidupan rumah tangga lainnya, begitu pikir Taufan. Anggara telah menelepon asistennya, pak Beni, untuk
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim
Sementara itu, setelah mendengar kabar jika anak buahnya sudah mendapatkan wanita yang diminta, Argi segera memacu kendaraan roda empatnya menuju lokasi persembunyian.“Kita mau kemana?” tanya Bayu yang duduk di samping Argi. Terlihat bingung karena secara tiba-tiba bosnya mengajak keluar.“Kita akan menemui Clara,” jawab Argi tanpa menoleh ke samping. Tatapannya fokus ke jalanan, menyalip setiap kendaraan yang menghalangi jalannya.“Apa mereka sudah menemukannya?” tanya Bayu lagi. Sebenarnya Bayu masih bingung, kenapa dia diikutsertakan dalam urusan yang dia sendiri tidak terlibat.“Apa kau bodoh? Untuk apa aku pergi jika anak buahku belum menemukan wanita murahan itu!” jawab Argi dengan amarah. Entahlah, semenjak berita tentang dirinya menyebar, sikap Argi menjadi sangat sensitif. Hampir setiap waktu dia melampiaskan amarahnya pada orang terdekat.Bayu terdiam, dengan dada bergemuruh. Dia masih tak mengerti maksud temannya. Sifat Argi sangat berubah, tidak seperti dulu lagi. Namun