Akira masih terdiam, menatap Baskoro dengan tatapan pilu.“Baiklah, ijinkan papa menghubungi suamimu.” Baskoro tak memerlukan jawaban Akira, dia memutar langkahnya keluar dari ruangan untuk menghubungi Argi.Panggilan pertama tak ada jawaban, Baskoro masih mengulangi, hingga ketiga kali. Hingga akhirnya panggilannya dijawab.“Datanglah ke klinik Husada! Istrimu dirawat di sini.” Ucap Baskoro singkat, lalu segera mengakhiri panggilan.Pikiran Baskoro diliputi praduga. Keadaan Akira saat ini tentu erat kaitannya dengan suaminya. Namun dia akan menunggu sampai dugaannya terbukti. Baskoro yakin Argi akan datang kemari.Baskoro kembali duduk di kursi tunggu, menunggu hingga Argi datang. Jarak antara rumah Argi dengan klinik tak jauh. Dia pasti akan segera datang.Tak lama, lima belas menit berlalu. Baskoro melihat sosok Argi dari kejauhan. Melangkah dengan tergesa semakin mendekat ke arahnya.Baskoro bangkit berdiri, ketika Argi hampir sampai. Menatap tajam ke arah pria arogan di hadapanny
Malam itu juga Akira dipindahkan ke rumah sakit Medika Utama, rumah sakit milik keluarga Rinega. Meskipun tak ingin, Akira terpaksa mengikuti kemauan suaminya. Akira masih ingin bertemu dengan Ruth, dan berharap Ruth akan menjenguknya. Namun dengan kepindahan mendadak, membuatnya seperti hidup dalam kungkungan. Kini Akira berada di ruangan VVIP, ruangan yang begitu luas dan penuh fasilitas. Meski ruangan begitu nyaman, hati Akira begitu tertekan dan tersiksa. Jam sudah menunjuk tengah malam namun Akira tak juga bisa memejamkan mata. Pikirannya begitu penuh, memikirkan putrinya Ashley juga kedua mantan mertuanya. Akira ingin menanyakan kabar putrinya, mungkin saat ini Ashley sedang rewel karena sedari siang ditinggal pergi ibunya. Ingin hati menyampaikan keluh kesahnya pada Argi, dan berharap Argi mau membawa Ashley kesini. Namun Akira masih sakit hati, hingga dia tidak ingin mengatakan apapun pada suaminya. Suasana di ruangan begitu sunyi, Akira melihat pada jam dinding sudah menun
“Ash?” Ucap Akira seakan tak percaya dengan apa yang dilihat. Rumi berdiri di ambang pintu, dengan menggendong putri kesayangannya.Bocah perempuan berusia dua tahun berlari menghampiri ranjang Akira, sembari memanggil ibunya.“Mami, mami..” teriak Ashley dengan wajah yang dipenuhi kebahagiaan. Setelah seharian menunggu ibunya yang tak kunjung pulang ke rumah, akhirnya kini bisa bertemu wanita yang sangat dia sayangi.Ashley meminta pengasuh untuk menurunkannya dari gendongan. Tubuh kecilnya berlari menuju ranjang Akira.Karena tubuhnya pendek, Ashley tidak mampu naik ke atas ranjang dan hanya melompat-lompat di samping ranjang. Tangan mungilnya terus menggapai selimut Akira.Rumi yang berada di belakang Ashley, segera membantu balita itu untuk naik ke ranjang.Ashley begitu bahagia, hingga dia memeluk erat Akira dan mulai menangis saking bahagianya.“Ash, maafkan mami. Mami kemarin malam tidak pulang dan belum sempat mengabari Ash.” Ucap Akira dengan penuh penyesalan. Tangannya membe
Alex bersemangat mengantarkan penumpang pertamanya, seorang laki-laki usia 40 tahunan yang menjadi petugas cleaning service di rumah sakit.Bermodal motor tua tahun 90an serta ponsel android yang harganya murah, Alex mengantar lelaki itu menuju tempat tujuan.Selama menempuh perjalanan yang begitu padat, Alex merasakan perasaan aneh yang menyelimuti hatinya. Dadanya berdebar seperti seseorang yang akan menemui orang yang spesial. Alex pun tak mengerti. Apakah ini karena orderan pertamanya? Apa Taufan juga merasakan hal ini ketika pertama kali mengantar penumpang pertamanya?Hingga laju motornya memasuki kawasan rumah sakit yang tampak megah.“Mas, sudah sampai sini saja.” Ucap lelaki paruh baya sembari menepuk pundak Alex.Alex menghentikan motornya tepat di depan pos sekuriti. Setelah menerima uang dari pria tua itu, Alex kembali menghidupkan motornya.Namun entah mengapa perasaan Alex ingin berada di sana untuk waktu yang lebih lama. Mata Alex memandang pada bangunan megah itu, deng
“Mas Argi? Baru pulang?” Suara Akira membuat Argi sedikit terkejut. Senyum menghilang dari bibir, dia pun menarik tangannya dan menatap Akira dengan tatapan kembali dingin. “Bagaimana kondisimu?” Tanya Argi sembari memasukan kedua tangannya dalam saku celana. “Hum, aku sudah membaik, mas.” Jawab Akira mengulas senyum tipis. Kini Akira baru sadar jika putrinya tidak ada di sampingnya. Akira sangat ingat jika sebelumnya Ashley tidur bersamanya di ranjang ini. Lalu tatapannya kembali mencari keberadaan Rumi. “Mereka sudah pulang.” Ujar Argi yang mengetahui kemana arah pikiran Akira. “Pulang? Mas yang menyuruh mereka pulang? Mengapa tidak membangunkan aku?” Ucap Akira dengan raut kecewa. “Untuk apa? Kau tidur, dan sudah ada aku di sini.” Jawab Argi, memutar tubuhnya melangkah menuju kamar mandi. Akira tak lagi bertanya, dia begitu kecewa dengan keputusan Argi yang menyuruh putrinya pulang. Padahal semenjak kedatangan Ashley, membuat Akira bisa sedikit menghapus rasa kesedihan karena
“Mas Aang?” Hanya dengan melihat mata pria itu, Rumi bisa menebak jika pria itu adalah anak laki-laki yang pernah dia asuh sewaktu kecil. Entah mengapa pikiran Rumi menduga pria itu adalah Anggara. Padahal Rumi sendiri tahu, jika Anggara telah lama tiada.Alex terdiam di tempat, walau dia tahu bukan namanya yang disebut. Namun Alex merasa dirinya yang dimaksud.Rumi melangkah menghampiri pria berjaket ojek. Ashley terlihat semakin takut, hingga memeluk erat leher Rumi dan menenggelamkan wajahnya di bahu Rumi.Rumi kini berdiri tepat di belakang Alex. Dia hanya ingin memastikan penglihatannya. Meski sedikit ragu, bahwa pria itu bukanlah Anggara yang dia maksud. Namun dirinya begitu ingin menatap wajah pria di hadapannya.“Maaf, mas apa boleh saya melihat wajah mas?” Tanya Rumi penasaran. Hatinya berdegup kencang. Meskipun Rumi ragu jika dugaannya akan meleset, namun hatinya ingin melihat wajah sang pria.Alex kembali memutar tubuh, menghadap pada wanita yang berbicara padanya. Rumi ya
Alex kini kembali ke jalanan. Pertemuan tak terduga dengan wanita tua yang mengenalnya, cukup membantu membuka sedikit masa lalu.Rumi harus segera pulang ke rumah, karena Argi memintanya pulang. Namun Rumi berjanji akan menemuinya keesokan hari di tempat yang sama. Alex juga sudah memberikan nomor teleponnya pada Rumi. Rumi mengatakan jika besok dia akan mengantarkan Alex pulang ke rumah orang tuanya.Selama di perjalanan pikiran Alex dipenuhi pertanyaan. Jika memang benar dia masih memiliki keluarga dan istri, lalu mengapa keluarganya tak berusaha mencarinya?Alex mencoba menyimpan pertanyaan itu, dan akan mencari jawaban keesokan hari.Selama seharian ini Alex merasa lebih bersemangat dari sebelumnya. Bekerja hingga larut malam, agar esok hari datang lebih cepat.Mendapat cukup banyak uang, dan segera pulang. Di malam hari Alex tak dapat memejamkan mata. Foto pernikahan yang dikirim Rumi terus dia lihat tanpa bosan.Hingga Taufan menyadari perubahan sikap temannya.“Lex, apa ada se
“Anggara?” Ucap Baskoro dan Ruth bersamaan. Membuat Alex memutar tubuh dan memandang ke arah mereka.Baskoro menatap tak percaya pada pria yang berdiri di depannya. Rasanya seperti mimpi bisa melihat kembali putra kebanggaannya.Meskipun penampilan Anggara sangat berbeda. Bahkan baju yang dikenakan Anggara sangat lusuh dan tidak pantas dikenakan, namun Baskoro sangat yakin jika pria itu tak lain adalah Anggara putranya.Baskoro melangkah menghampiri Alex dengan mata berkaca-kaca.“Anggara? Apa benar kamu Anggara, nak?” Ucap Baskoro penuh keharuan.Ruth yang tak kuasa menahan kerinduan, segera berhamburan memeluk tubuh putranya.“Mama tidak percaya, putra mama masih hidup.” Ucap Ruth terisak di pelukan Alex.Alex merasakan perasaan hangat yang mengalir di hatinya, hingga tak sadar tangannya bergerak membalas pelukan Ruth. Tangannya mengusap punggung Ruth yang tengah menangis dalam pelukannya. Sementara mata Alex menatap pada pria tua di hadapannya, Baskoro menangis. Baru kali ini dia
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim