Alex kini kembali ke jalanan. Pertemuan tak terduga dengan wanita tua yang mengenalnya, cukup membantu membuka sedikit masa lalu.Rumi harus segera pulang ke rumah, karena Argi memintanya pulang. Namun Rumi berjanji akan menemuinya keesokan hari di tempat yang sama. Alex juga sudah memberikan nomor teleponnya pada Rumi. Rumi mengatakan jika besok dia akan mengantarkan Alex pulang ke rumah orang tuanya.Selama di perjalanan pikiran Alex dipenuhi pertanyaan. Jika memang benar dia masih memiliki keluarga dan istri, lalu mengapa keluarganya tak berusaha mencarinya?Alex mencoba menyimpan pertanyaan itu, dan akan mencari jawaban keesokan hari.Selama seharian ini Alex merasa lebih bersemangat dari sebelumnya. Bekerja hingga larut malam, agar esok hari datang lebih cepat.Mendapat cukup banyak uang, dan segera pulang. Di malam hari Alex tak dapat memejamkan mata. Foto pernikahan yang dikirim Rumi terus dia lihat tanpa bosan.Hingga Taufan menyadari perubahan sikap temannya.“Lex, apa ada se
“Anggara?” Ucap Baskoro dan Ruth bersamaan. Membuat Alex memutar tubuh dan memandang ke arah mereka.Baskoro menatap tak percaya pada pria yang berdiri di depannya. Rasanya seperti mimpi bisa melihat kembali putra kebanggaannya.Meskipun penampilan Anggara sangat berbeda. Bahkan baju yang dikenakan Anggara sangat lusuh dan tidak pantas dikenakan, namun Baskoro sangat yakin jika pria itu tak lain adalah Anggara putranya.Baskoro melangkah menghampiri Alex dengan mata berkaca-kaca.“Anggara? Apa benar kamu Anggara, nak?” Ucap Baskoro penuh keharuan.Ruth yang tak kuasa menahan kerinduan, segera berhamburan memeluk tubuh putranya.“Mama tidak percaya, putra mama masih hidup.” Ucap Ruth terisak di pelukan Alex.Alex merasakan perasaan hangat yang mengalir di hatinya, hingga tak sadar tangannya bergerak membalas pelukan Ruth. Tangannya mengusap punggung Ruth yang tengah menangis dalam pelukannya. Sementara mata Alex menatap pada pria tua di hadapannya, Baskoro menangis. Baru kali ini dia
“Bagaimana bisa mereka menawanmu, Ang? Siapa orangnya? Katakan, papa akan mencari mereka!” Ucap Baskoro dengan amarah yang membuncah, setelah mendengar cerita Anggara. Rahangnya mengeras, tangan terkepal hingga buku jarinya memutih.Bagaimana mungkin dia menerima putra kesayangannya diperlakukan seperti ini? Apalagi Baskoro merasa tertipu dengan berita kematian Anggara. Putranya masih hidup, lalu jasad siapa yang disemayamkan dua tahun lalu?“Aku tidak mengenal mereka, tapi aku mengingat wajah mereka. Mereka berada di daerah Bogor.” jawab Anggara. Meskipun dirinya belum bisa mengingat, namun Anggara sangat yakin jika yang bersamanya saat ini adalah orang tuanya.“Baiklah, papa pastikan dua orang itu akan mendapatkan hukuman setimpal karena telah menawanmu.” Ucap Baskoro dengan penuh keyakinan. Melihat putranya kembali, dia merasakan semangat hidupnya muncul.“Siapa yang menolongmu selama ini, Ang?” Tanya Ruth yang terus memeluk lengan putranya.“Ada orang desa bernama pak Hartono, bel
Ruth menepuk bahu Anggara, untuk membangunkan putranya. Anggara melihat senyum Ruth, tatkala matanya terbuka.“Kamu pasti lelah, Ang. Mandilah, papa sudah menunggu di bawah. Kita akan makan bersama.” Ucap Ruth dengan suaranya yang lembut.Saat Ruth hendak beranjak, Anggara menahan tangan Ruth.“Bisakah aku mengetahui dimana Akira?” Tanya Anggara yang sedari tadi penasaran dengan sosok wanita yang menjadi bagian hidupnya.Ruth mengurungkan niat, dan kembali duduk di tepi kasur.“Mungkin kamu akan terkejut mendengarnya Ang. Mama juga tidak mengerti mengapa bisa seperti ini.” Ruth menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ucapannya.“Akira istrimu, telah menikah lagi. Baru satu bulan lalu. Bukan salah Akira, Ang. Akira menganggap kamu telah tiada, jadi dia menerima pinangan Argi. Apa kau ingat Argi? Sahabatmu dulu?” Tanya Ruth dengan wajah pilu.“Aku tak mengingatnya. Lalu dimana Akira sekarang? Lalu Ashley?” Anggara berusaha menahan perasaannya. Terkejut tentu sudah pasti, bagaimana mungk
“Alex?” Taufan menatap tak percaya pada teman barunya, yang penampilannya sangat berbeda.“Fan, aku kesini mau memberitahumu jika aku sudah bertemu dengan orang tuaku. Perkenalkan ini papaku!” Ucap Anggara menggeser tubuhnya agar Baskoro terlihat.“Taufan, terima kasih sudah membantu Anggara selama ini. Aku sangat berhutang budi padamu.” Ujar Baskoro sembari mengulurkan tangan.Taufan menyambut uluran tangan Baskoro dengan senyum tulus. “Sama-sama, om.” Sesuai dugaannya, jika teman barunya adalah anak orang kaya.Taufan mengajak kedua tamunya untuk duduk di teras, karena tidak mungkin jika masuk dalam kamar yang sempit dan panas. Setidaknya udara di luar bisa menjadi pendingin alami.Mendengar cerita Taufan, begitu mengiris hati Baskoro. Perjuangan Anggara sangat berat, membuat Baskoro menyesali karena tidak mencari Anggara selama ini. Baskoro bertekad akan membalas perlakuan orang yang menjadi dalang atas berita bohong dua tahun silam, sehingga membuat kehidupan putranya menderita se
Anggara kembali bekerja di perusahaan Anggara Widjaja Corp. Atas ijin Baskoro, dia menempati ruangan sang presdir. Keadaan perusahaan dengan pegawai yang lebih sedikit, membuat Anggara harus bekerja keras untuk mengembalikan keadaan. Beberapa pegawai yang melihat Anggara, nampak penasaran dengan orang baru yang menggantikan posisi Baskoro. Perawakan yang tak asing, namun begitu misterius. Karena Anggara memakai masker dan topi, serta penampilannya hanya mengenakan celana panjang dan jaket. Tak mencerminkan penampilan seorang bos. Kebanyakan pegawai tak mengenali Anggara, dan memanggilnya dengan tuan Alex. Seperti Baskoro memperkenalkan dirinya sebagai Alex. Satu-satunya orang yang mengetahui identitas Anggara hanya pak Beni, sang asisten kepercayaan Baskoro. Ketika di dalam ruangan, Anggara baru membuka topi dan masker. “Tuan Anggara? Bagaimana mungkin masih hidup?” Ucap Beni saat pertama kali melihat Anggara. Bos mudanya mengisyaratkan untuk tidak bicara terlalu keras agar ya
“Mama.”Ruth memutar tubuhnya ke belakang. Melihat keberadaan Akira, membuatnya terkejut hingga bola matanya melebar.“Akira?” Ruth melepas tangannya dari lengan Anggara. Lalu menghampiri Akira dan memeluknya. “Kamu sama siapa ke sini, nak? Bagaimana kondisimu? Maafkan mama, belum sempat menjenguk. Mama tidak tahu dimana kamu dirawat.” Jelas Ruth setelah mengurai pelukannya.“Akira baik, ma. Maafkan Akira tak sempat memberitahu mama.” Ujar Akira dengan raut wajah menyesal. Semenjak kejadian itu, ponsel Akira rusak karena terkena hujan. Dan terlambat untuk memperbaikinya. Namun kini Argi sudah memberinya ponsel dan nomor baru, membuat Akira kehilangan kontak dengan Ruth.“Tidak masalah sayang, akhirnya kita bisa bertemu. Dimana Ashley? Apa dia tidak ikut?” Tanya Ruth merasa begitu rindu dengan cucunya.“Ash di rumah dengan bik Rumi. Mama ke sini sama siapa?” Tanya Akira yang tadi sempat melihat Ruth menggandeng seorang pria. Dan sekarang tatapan Akira tertuju pada pria yang berdiri mem
Beberapa hari telah berlalu.Pagi itu Rumi mendapatkan pesan dari Ruth untuk menemuinya di taman kota. Tempat yang tidak terlalu jauh dari lokasinya. Ruth sangat merindukan Ashley cucunya, dan ingin mengajak Anggara untuk mempertemukannya dengan Ashley. Dan hari ini Anggara tengah mengambil libur setelah sekian lama menghabiskan waktu dengan bekerja.Selama ini Ruth hanya berkomunikasi dengan Rumi. Karena Akira tidak pernah menghubunginya semenjak kejadian di rumah sakit. Bahkan nomor Akira sudah tidak aktif, Ruth tidak mengetahui jika Akira sudah berganti nomor telepon.Rumi menyanggupi permintaan Ruth, namun Ruth tidak mengatakan jika Anggara akan ikut serta, sehingga ketika Akira meminta untuk ikut, Rumi pun mengiyakan.Argi sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota untuk beberapa hari ke depan, sehingga mempermudah Rumi untuk keluar rumah.“Aku ikut bi, aku juga ingin bertemu mama.” Permintaan Akira yang membuat Rumi tidak bisa menolak. Tentu Ruth nantinya akan senang bisa b
“Bagaimana kabarmu?” tanya Raditya dengan pandangan menelisik. Dia hendak memastikan kebenaran dari ucapan putranya.Hingga tatapannya tertuju pada perut Clara, yang terlihat masih datar. Tak lama, tatapannya pun kembali pada wajah Clara.“Kondisi saya seperti yang anda lihat. Andai pak Anggara tidak memberikan pekerjaan ini, mungkin saja hidup saya luntang-lantung,” ucap Clara menjelaskan.“Bolehkah aku bertanya?”Clara kembali memandang ke arah Raditya dengan mata memicing.“Silahkan, pak Radit!”“Apa benar kau telah mengandung benih putraku, Clara?” tanya Raditya sengaja mengurangi volume suaranya agar obrolan mereka tidak didengar orang lain.Clara menundukkan pandangan, jari jemarinya saling meremas di atas paha. Entah apa maksud dari kedatangan Raditya kesini, namun haruskah Clara menjawab jujur?Clara masih trauma akan sikap Argi yang kasar padanya sejak pertemuan terakhir mereka. Perkataan Argi yang tidak terima jika dirinya mengandung calon bayi keluarga Rinega, masih terngia
Argi Rinega menerima hukuman pidana penjara selama dua belas tahun. Itulah keputusan dari hakim yang menangani kasusnya.Tentu hal ini membuat orang tua Argi kecewa. Putra semata wayangnya harus menjalani hukuman berat.Meskipun pihak dari pengacara yang disewa oleh Raditya meminta pengajuan banding untuk meringankan hukuman. Namun dengan tegas putranya malah menolak.“Biarkan aku menjalani hukumanku. Mungkin dengan ini putraku akan memaafkan kesalahanku,” ucapnya sembari memeluk ibunya yang tengah terisak.Hati Lina hancur. Ibu mana yang tidak merasa sedih jika harus hidup terpisah dengan putranya.“Kami sudah tua nak, dua belas tahun itu bukan waktu yang sebentar. Biarkan pengacara papa untuk kali ini membantumu. Setidaknya untuk memotong masa hukumanmu,” ucap Lina sembari terisak.Argi bergeming, tangannya mengusap pelan punggung wanita yang telah melahirkannya.“Maaf, aku sudah mengecewakan kalian dengan perbuatanku,” hanya itu yang mampu terucap di mulut Argi. Hingga salah beber
Akira segera menjalani perawatan di sebuah klinik. Hal ini karena Anggara hanya menemukan klinik yang terdekat dengan lokasi pemakaman.“Dari kalian, siapa yang menjadi suami pasien?” tanya seorang petugas nakes yang bertugas. Melihat pada dua pria tampan yang mengantar satu wanita, tentu petugas tampak bingung.Anggara sedikit terkejut mendengar pertanyaan suster, sedari tadi dia tidak menyadari keberadaan Argi yang ternyata mengikutinya hingga klinik.“Saya suami pasien,” jawab Anggara setelah menoleh sekilas ke belakang.“Baik, ikuti saya. Dokter ingin berbicara dengan anda,” ucap suster, lalu membuka pintu ruangan lebih lebar.Anggara segera memasuki ruangan, sementara suster mencegah Argi yang hendak masuk.“Maaf, hanya suami pasien. Anda bisa menunggu di luar.”Suster segera menutup pintu ruangan. Lalu mengantar Anggara untuk menghampiri dokter.Sekilas Anggara melihat pada Akira yang tengah berbaring di atas ranjang pasien. Kondisinya masih memprihatinkan, kedua matanya masih t
Selama di perjalanan, mobil Anggara terus mengikuti mobil milik Argi yang berada di depannya.Perjalanan menuju ke suatu tempat yang entah kemana.“Mas, aku takut,” ucap Akira yang entah mengapa hatinya mendadak diliputi rasa khawatir dan ketakutan. Padahal Argi akan mengantarkan mereka untuk bertemu putranya.Namun mengapa justru Akira merasakan dadanya terasa sakit tanpa sebab. Air mata terus jatuh bercucuran. Apakah karena kerinduan yang mendalam pada putranya?Anggara menggenggam tangan Akira dengan tatapan fokus ke depan. Dia tidak ingin kehilangan jejak Argi, tentu Anggara sedikit merasa was-was akan ajakan Argi.Mungkinkah Argi semudah itu menyerah untuk memberikan putranya pada Akira?Atau apakah ini sebuah jebakan?“Bersabarlah, kita akan segera bertemu dengan putra kita. Tidak perlu takut, sayang. Ada aku!” ucap Anggara menenangkan hati istrinya.Anggara dibuat terkejut tatkala mobil mereka terhenti di sebuah pemakaman umum. Kedua alisnya saling bertaut, wajahnya terlihat me
Anggara mulai mengorek informasi dari media berita yang kini dia telusuri. Dan memang benar ucapan Bayu, sudah seminggu berlalu perusahaan itu di tutup.Lalu kemana perginya Argi? Mengapa di saat seperti ini justru dia menghilang? Apakah ini sebuah kesengajaan yang merupakan cara Argi untuk menghindar dari hukumannya?Tapi mengapa dia meminta pengacaranya untuk menolak gugatan cerai?Anggara mengalami jalan buntu, berhari-hari mencari keberadaan Argi namun hasilnya nihil. Hingga hari itu dia mendapatkan kabar dari anak buahnya.“Bos Anggara, kami sudah mengecek di bandara, jika sepuluh hari yang lalu ada penumpang atas nama Argi Rinega, serta Raditya Rinega dan istrinya melakukan penerbangan ke luar negeri,” ucap Dewa dari seberang telepon.“Kemana tujuan mereka?”“Singapura.”Anggara kembali terdiam. Haruskah dia mencari putra Akira hingga ke negeri Singa?Selama persidangan cerai belum usai, maka dia tidak bisa berbuat apapun untuk merebut putra Akira. Tentu hal asuh harus jatuh ke
“Baiklah, karena berkas sudah lengkap, nanti saya akan segera mengurusnya,” ucap pengacara Kim pada Anggara dan Akira, yang saat itu berkunjung ke kantornya.“Kapan persidangan pertama akan dilakukan, Kim?” tanya Anggara memastikan.“Nanti akan saya kabari, pak Anggara. Kemungkinan besar satu hingga dua Minggu ke depan, tergantung dari pihak pengadilan yang memberi jadwal. Mungkin dua hari ke depan kita akan mengirim surat gugatan cerai kepada yang bersangkutan. Jika pihak yang digugat menyetujuinya, maka proses akan semakin cepat,” jelas Kim.Tentu hal itu tidak mungkin terjadi, Anggara tahu betul bagaimana ucapan terakhir Argi. Dia tidak akan semudah itu melepaskan Akira. Namun apapun yang terjadi, Anggara akan mengusahakan untuk gugatan cerai itu diterima.“Tolong hubungi aku tentang perkembangan prosesnya nanti,” ucap Anggara akhirnya, sebelum memutuskan obrolan.***Hari berlalu sangat cepat, pihak kepolisian sudah berhasil membuktikan kesalahan pria yang melakukan penculikan, me
“Auwhhh! Apa kalian tidak bisa bekerja dengan benar?” sentak Argi pada suster yang tengah mengobati luka di wajahnya.“Maaf tuan, saya tidak sengaja,” suster menunduk dengan tangan gemetar karena ketakutan.“Pergilah! Dasar tidak becus!” Argi mengibas tangannya untuk mengusir suster yang merawatnya.Bayu yang berdiri tak jauh dari sana, tak heran dengan sikap arogan Argi. Namun dia ikut merasa prihatin atas apa yang menimpa teman sekaligus bosnya itu.Dia tidak menyangka akan terjadi keributan seperti tadi. Dua temannya saling berkelahi. Tentu menurut pandangan Bayu, Argi adalah pihak yang salah. Bagaimana tidak, jika Argi memukul lebih dulu saat kondisi Anggara tidak fokus. Jadi wajar jika Anggara memberinya pelajaran.“Hey, apa kau sudah menghubungi para investor? Bagaimana? Apa mereka mau menerima tawaran kita?” pertanyaan yang ditujukan pada asistennya.“Hasilnya nihil, tidak ada satupun yang mau menginvestasi ke perusahaan kita. Mungkin kamu harus memulihkan nama baikmu dulu, bar
Anggara membawa Clara menuju rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Wajah Clara terlihat pucat dengan beberapa bekas tamparan yang masih membekas di pipinya. “Apa anda suaminya?” tanya dokter yang menangani Clara. “Bukan, aku hanya menolong,” balas Anggara singkat. “Apa yang terjadi dengan nona ini?” tanya dokter lagi. Sebelum memberikan tindakan, tentu dia harus mengetahui kronologi yang terjadi sehingga pasien seperti ini. “Beberapa orang menculiknya, dan aku berhasil menemukannya. Sepertinya dia mendapatkan perlakuan kasar, dan wanita ini sedang hamil,” jelas Anggara. Mata dokter melebar mendengar penjelasan Anggara. “Baiklah saya akan memberikan tindakan pertolongan, dan memeriksa kondisi janinnya. Apa anda bisa menghubungi keluarga nona ini?” tanya dokter lagi. “Akan saya usahakan,” jawab Anggara, meskipun dia tidak tahu perihal tentang Clara. Anggara pun digiring keluar ruangan, saat dokter mulai memeriksa keadaan pasien. Mungkin saat ini istrinya sedang kebi
“Permisi, Pa. Apa ada mas Anggara di dalam?” ucap Akira sembari mengetuk pintu ruang kerja ayah mertuanya. Meskipun pintu ruangan itu sedikit terbuka, namun Akira tidak langsung masuk. Karena takut mengganggu pembicaraan Baskoro dengan suaminya. Yang dia tahu Anggara berada di dalam.“Masuklah, Akira!” suara Baskoro terdengar dari dalam. Akira segera membuka pintu lebih lebar. Tatapannya merotasi ke sekeliling ruangan. Namun tak melihat keberadaan suaminya di sana.“Dimana mas Anggara, pa?” tanya Akira penasaran.“Aang masih ada urusan sebentar. Kamu tidak perlu khawatir,” jawab Baskoro dengan mimik datar. Sesuai dengan permintaan putranya, dia tidak akan memberitahu Akira.“Kemana, pa? Kok tumben mas Anggara gak ijin ke aku?” tanya Akira lagi dengan kedua alis saling bertaut, wajahnya masih terlihat cemas.Baskoro menghela nafas, memandang pada menantunya dari balik kacamatanya.“Tadi suamimu buru-buru, sepertinya ini mengenai perusahaan. Kamu tidak perlu khawatir, secepatnya suamim