Sarah mundur beberapa langkah, wajahnya tampak pucat. Segala pikiran buruk mulai menerpa pikirannya, membuatnya merasa takut. Dia merasa seolah-olah dia kembali ke masa lalu, saat seseorang mencoba mencelakainya. Bayangan kelam itu membuatnya merasa ketakutan, membuatnya merasa seolah-olah dia kembali ke masa lalu yang kelam.“Jangan mendekat!” teriak Sarah dengan suara yang penuh ketakutan. Suaranya menggema di ruangan itu, membuat Zavar terdiam di tempat. Dia tampak terkejut, tidak mengerti apa yang membuat Sarah merasa takut.Setelah memastikan bahwa Zavar tidak bergerak, Sarah berbalik dan berlari menuju pintu. Dia membuka pintu itu dengan cepat, seolah-olah dia sedang dikejar oleh bayangan masa lalunya. Dan dengan langkah yang cepat, dia segera pergi dari ruangan Zavar, meninggalkan Zavar yang masih terdiam di tempat, bingung dan tidak mengerti apa yang baru saja terjadi.Fando, asisten yang selalu setia mendampingi Zavar, menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan. “Kenapa denga
Di tengah gemuruh jalan yang sunyi, terdengar suara putus asa menerobos keheningan. “Siapa saja, tolong aku!” seru Sarah, suaranya terengah-engah, penuh ketakutan, meminta pertolongan sekuat tenaga. Namun, seruan itu seakan terhanyut oleh gelak tawa keji dari sang preman yang melingkari dirinya. Ekspresi wajahnya begitu gelap, matanya menyimpan keganasan, menatap Sarah yang terjepit, kelemah-lembutan menarik senyum jahat di bibirnya.Sinar lampu jalan yang redup memantulkan bayangan menyeramkan di wajah preman itu, menyoroti kesenjangan kekuatan yang jelas antara mereka. Sarah, dalam keadaan gemetar, mencoba untuk berdiri tegak, namun kakinya gemetar tak berdaya di bawah ancaman yang mencekam.Tawa preman itu semakin menggema, memenuhi udara dengan kepuasan yang ganas. Sementara itu, Sarah semakin terjepit, gelombang rasa takut memenuhi dirinya. Dia mencoba mencari bantuan dengan pandangan mata yang memelas, tetapi keadaannya semakin terperangkap dalam jerat ketakutan.Seketika itu, s
Dalam sekejap, preman tersebut dilumpuhkan oleh gerakan cepat Zavar. Tubuh preman itu terhuyung-huyung, kehilangan keseimbangan, dan akhirnya roboh ke tanah. Dengan pandangan penuh kemarahan, preman tersebut meludahi tanah di depannya, menggertakkan gigi, dan melepaskan umpatan pedas, “Bedebah, brengsek! Sialan kau!” Seruan kasar itu terhambur seperti panah menusuk udara, menciptakan atmosfer tegang di sekitarnya. Makian yang terus-menerus meluncur dari bibir preman yang sekarang terkapar di tanah. Sarah yang menjadi sasaran preman tersebut, hanya bisa menatap preman dengan tatapan tajam, tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Namun, keheningan itu segera terputus ketika Zavar, pria berwajah tegas yang sebelumnya dengan gesit melangkah maju. Meskipun Sarah telah dilindungi dari ancaman preman, ia tetap terpaku di tempatnya, tercengang melihat kehebatan Zavar yang tak pernah Sarah sangka. Zavar menegaskan pada Fando, “Laporkan mereka pada polisi!” Suaranya menggelegar, member
Zavar memandang Sarah dengan senyum lembut. “Loh? Bukannya tadi kamu mencubit tanganmu sendiri? Aku sengaja membantumu supaya kamu sadar bahwa semua ini bukanlah mimpi,” ujarnya dengan suara yang tenang, mencoba menjelaskan situasi. Tetapi, Sarah merespon dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan rasa sakit. Tangannya masih terasa ngilu akibat cubitan tadi. Ia mencoba meredakan rasa sakit dengan mengusap-usapnya perlahan. “Ya, tapi nggak sesakit itu juga kali!” keluh Sarah, wajahnya menunjukkan ketidak percayaan terhadap intensitas rasa sakit yang baru saja dia alami. “Ngilu, tau!” lanjutnya. Zavar mengangguk dengan penuh pengertian, sambil terkekeh. Namun, ekspresi wajahnya berubah menjadi penuh penyesalan. “Maafkan aku karena sudah membuatmu kesakitan,” ucapnya dengan nada rendah, suaranya seperti angin lembut yang mencoba menghapus rasa sakit di hati Sarah. Sarah, meskipun masih merasakan nyeri di tangannya, merespon dengan bijaksana. “Tak apa, jangan ulangi lagi,” ucapny
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan gemerincing pelan. Ina, masuk ke kamar Sarah membawa nampan. Nampan berisi sarapan terhormat diangkat, sementara senyum lembut terukir di wajahnya. Akhirnya, setelah berpikir cukup lama, Ina menemukan panggilan yang tepat untuk Sarah. Dia berharap Sarah suka dengan panggilan itu, meskipun dia tidak yakin apakah Sarah akan menerimanya atau tidak. Ina bertanya dengan lembut pada Sarah yang terlihat begitu terburu-buru di dalam kamar saat mengantarkan sarapan.“Nona mau kemana?” tanya Ina dengan nada penasaran pada Sarah yang tampaknya sedang terburu-buru. Ina menatap Sarah dengan tatapan penuh tanya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.“Ke kantor, Ina,” jawab Sarah tanpa memandang wanita itu. Sarah sibuk membenahi pipinya dengan make up yang sudah tersedia di meja rias, tak terlalu fokus dengan sebutan yang dilontarkan oleh Ina padanya. “Apakah ada pakaian untuk ku?” tanya Sarah lagi, pada Ina, sambil masih sibuk dengan cermin dan kosme
Sarah menoleh ke belakang, mencari asal suara yang baru saja ia dengar. Mata coklatnya membelalak saat melihat sosok yang sudah dikenalnya. Zavar, pria yang selalu membuatnya merasa terganggu beberapa hari ini kini berdiri tepat di belakangnya.“Kenapa wajahmu cemberut seperti itu?” tanya Zavar dengan nada santai. Senyum miringnya membuat Sarah semakin kesal. Zavar terus berjalan melangkahkan kakinya mengikis jarak diantara mereka berdua.Sarah mendengus, “Kamu yang kenapa, tiba-tiba mengapa mencegah diriku bekerja!” ujarnya dengan nada kesal, menunjukkan rasa frustrasinya.Zavar hanya tersenyum, “Sebab kamu tidak cocok menjadi pegawaiku,” jawabnya dengan nada datar.“Maksud kamu?” Sarah merasa bingung dan marah dengan pernyataan Zavar.“Ya, kamu lebih cocok menjadi nyonya Zavar ketimbang menjadi pegawaiku,” ujar Zavar dengan nada serius.Mendengar penjelasan Zavar, Sarah merasa jantungnya berhenti sejenak. Ia merasa panas memenuhi wajahnya. Tiba-tiba, wajah Sarah bersemu merah, mence
Sarah menatap Zavar dengan tatapan kosong, seolah-olah dia tidak mengerti apa yang baru saja diucapkan oleh Zavar. “Aku-aku tak mengerti apa maksudmu,” ucap Sarah dengan suara yang penuh kebingungan.Zavar menghela nafas panjang, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk menjelaskan maksudnya. Dia menatap Sarah dengan tatapan yang penuh harapan dan cinta. “Aku mau mengadakan pesta pernikahan untuk kita,” ucap Zavar dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan.Sarah terkejut mendengar ucapan Zavar. “A-apa?” tanya Sarah dengan suara yang gemetar. Dia merasa seperti jantungnya berhenti sejenak, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.Zavar tersenyum melihat reaksi Sarah. Dia meraih tangan Sarah dan menatap matanya dengan penuh kasih sayang. “Aku mau mengadakan pesta, sebab beberapa bulan yang lalu kita menikah sangat sederhana,” lanjut Zavar mengulangi ucapannya. Dia berharap Sarah bisa mengerti maksudnya.Sarah masih terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dia den
Lena merespons dengan suara yang penuh keyakinan, matanya terlihat terasa pilu. “Saya sangat yakin, Roy,” ujarnya sambil menatap dengan penuh perasaan.Roy langsung menanggapi, “Tentu saja, saya akan segera menyelesaikan permintaan Nyonya.” Pemuda itu, terbiasa dengan situasi seperti ini, tidak akan pernah menolak, terutama ketika ada dorongan dari Lena.Lena memerinci rencananya dengan suara rendah pada Roy, “Baiklah, siapkan dirimu. Kita akan menyewa sebuah kamar di hotel. Aku tidak ingin ada yang mengetahui aktivitas kita. Jika dilakukan di rumah, akan banyak yang melihat kita, tak terkecuali Bagas.” Bisikannya terdengar jelas meski pelan.“Baik, saya akan segera siap,” jawab Roy. Tanpa menunggu lama, pria berusia 35 tahun itu bergerak cepat, seketika menghilang dari taman dan bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengganti pakaiannya.Tidak butuh waktu lama, keduanya segera berangkat. Lena sudah menunggu di dalam mobil sejak lama, begitu Roy masuk, mereka melaju dengan cepat menuju