Beranda / Pernikahan / Suami Muda Nyonya Ines / Kecurigaan dan Kemungkinan

Share

Kecurigaan dan Kemungkinan

Meski memperingatkan, Damian tetap menggunakan irama tenang serta senyuman, pada lelaki yang meringis kesakitan di bawahnya. Max bahkan memegangi pergelangan kaki Damian, kala putaran diciptakan menambah kesakitan dari injakan terus diperdalam.

“Aku tidak akan pernah melepaskanmu, Damian! Kau akan menyesal telah melakukan semua ini padaku!”

“Kita lihat saja, siapa yang akan menyesal dan tertawa.” Damian tersenyum, mengangkat kakinya. “Kau, atau aku.” Kening Max ditendang, kepala belakang membentur kencang lantai.

Damian pergi bersama Leon, begitu tenang seraya merapikan lengan kemeja. Mobil sedan hitam telah terbuka untuknya, siap dipergunakan untuk mengaspal.

Sedangkan Max, lelaki itu mengeluhkan rasa sakit teramat. Sekretarisnya mendekat hendak menolong, tapi ditepis kasar. “Kau memang tidak pernah berguna!” maki Max.

Max bangkit seorang diri, tanpa membebaskan tangan dari kepala bagian belakang. Mobil sport dinaiki olehnya, meninggalkan pasang-pasang mata menyaksikan tanpa tindakan.

Ya, keributan yang terjadi di depan perusahaan Ines, memang disaksikan oleh pegawai, serta pemegang saham yang hendak kembali ke kantor masing-masing.

Namun, satu pun tidak ada yang berani mendekat. Bukan tanpa alasan, mereka terngiang jelas peringatan Ines tadi, dan tidak berniat untuk membuat masalah dengan Walter.

Sementara semua orang coba melupakan apa telah ditangkap mata, Damian sudah mengaspal bersama Leon mengendalikan kereta besi ke perusahaan Xander.

“Berhentilah membuat masalah sekarang, atau istrimu akan menerkammu hidu-hidup.”

“Hahaha, aku sangat bermimpi untuk diterkam olehnya.” Damian tertawa. “Kau berbicara santai denganku? Kau ingin, aku melaporkan pada istriku sekarang?”

“Kau sedang berlindung di bawah ketiaknya?”

“Hahaha, menyebalkan.” Damian mendorong lengan Leon. “Ah, aku benar-benar ingin berada di ketiaknya, dan terlelap.”

“Ines tahu, kalau kau mesum seperti ini?!” tegas Leon menoleh.

“Beraninya kau memanggil nama. Kau sudah bosan hidup?” sambar Damian. “Kau akan dicincang tanpa perasaan, kalau sampai dia mendengarnya.”

Leon memahat senyum, kepala menggeleng samar dan mengembalikan perhatian ke jalanan. “Sampai kapan kau akan menyembunyikannya? Ines akan segera mengetahui semuanya.”

“Aku tahu, dan itu yang sedang aku pikirkan. Aku harus membuatnya jatuh cinta lebih dulu, sebelum semuanya terbongkar. Aku takut, dia akan meninggalkanku.”

“Bukan dia yang akan meninggalkanmu, tapi kau akan dilempar pergi kalau sampai dia tahu sebenarnya.”

“Ah, diamlah dan mengemudi saja! Entah kenapa setiap perkataanmu, selalu menyakiti hatiku.”

“Aku mengatakan sejujurnya. Belum lagi, kalau sampai kedua orang tuamu tahu hal ini. Kau akan dihabisi oleh mereka.”

“Sudahlah, aku tidak ingin membahasnya lebih dulu. Paling tidak, mereka berada di tempat aman sekarang.” Damian membuang muka keluar jendela. “Kau harus membuat mereka buta informasi.”

“Pastikan juga, kalau kau memerintahkan orang untuk mengawasi istriku. Aku tidak yakin dengan kelinci-kelinci yang dia pelihara, apa lagi setelah meeting pagi ini.”

“Siapa yang akan berani menyentuh istrimu? Kata-katanya saja sudah berhasil membuat orang ingin bunuh diri. Heran, bagaimana bisa ada wanita seperti itu di dunia ini.”

“Hahaha, itulah yang membuatnya menarik.”

“Tidak waras!” umpat Leon.

Damian mengarahkan senyuman pada Leon meski sejenak dan berakhir pada jalanan samping jendela. Bibir dibungkam olehnya, menghadirkan bayang akan wajah orang tua, selalu coba dilindungi melebihi nyawa sendiri.

Tentang apa dilakukan dan pasti mengundang murka, Damian sangat memahami. Tentang pernikahan bersama Ines, Damian pun tahu seperti apa reaksi akan ditunjukkan oleh kedua orang yang telah membesarkan dirinya.

Namun, sesuatu yang tak mampu dirangkai oleh bibir sebagai penjelasan awal, telah memaksa Damian untuk mengambil tindakan sekarang.

Setidaknya, lelaki berparas rupawan itu mampu meyakinkan, jika semua tidaklah membawa keburukan bagi siapa pun, dan telah dipertimbangkan matang.

Dalam waktu bersamaan, namun tempat berbeda, Ines baru keluar dari kamar mandi ruang kerjanya. Wajah segar mengiringi langkah menuju meja kerjanya, Ines mengurungkan niat duduk saat melihat adanya kelopak bunga di atas meja.

“Apa dia sedang mencicil untuk memberiku bunga?” lirih Ines, meraih kelopak mawar merah yang selalu didapatkan. Bukan hanya di ruang kerja, tapi juga di rumah kala ia terbangun dari tidur lelap.

“Anda tersenyum?” tanya Alex—lelaki yang sengaja menunggu, setelah memberikan pakaian ganti untuk atasannya.

Ines memudarkan ulasan senyum tercipta tanpa kesadaran, kemudian duduk dan membuka map hitam berlogo perusahaan Xander. “Damian sudah sampai kantor? Kamu sudah meminta orang mengikutinya?”

“Saya sudah melakukan semuanya.” Alex mendekat. “Kenapa Anda mengganti pakaian? Sepertinya, kita tidak memiliki janji di luar pagi ini.”

“Aku hanya tidak suka saat ada yang menyentuh pakaianku.”

“Tapi, sepertinya Anda menyukai saat Damian yang melakukannya. Apa Anda sudah jatuh cinta sekarang?”

Ines mengubah dingin nan sinis tatapan, menghela napas panjang. “Aku tidak membahas masalah pribadi, Alex.”

“Ya, siapa yang berharap untuk itu?” Lelaki bersetelan jas hitam tersebut, menyudahi keingintahuan. “Ini yang Anda minta.”

Sebuah flashdisk diserahkan oleh Alex. “Semua ada di dalam. Foto, video, juga artikel dari beberapa media.”

“Bungkam mereka semua, sebisa mungkin. Aku tidak ingin, kalau wajah Damian terpampang dengan berita yang bahkan tidak bisa mereka pertanggungjawabkan kebenarannya.”

“Ya, sepertinya kita harus membungkam media terus menerus.”

“Apa, maksudmu?”

Alex menunjukkan ponsel berisikan foto Damian. Mata Ines terbelalak, mengetahui perbuatan dari suaminya. “Berapa kali, aku harus mengingatkannya?”

“Tidakkah Anda merasa, kalau Damian terlalu berani untuk membuat masalah? Dia tidak terlihat takut dengan apa pun. Mungkinkah, dia memiliki orang di belakangnya? Maksudku, orang yang mampu membuatnya kebal dari masalah.”

“Maksudnya?”

“Entahlah. Saya hanya mencurigai hal itu, karena melihat sikapnya selama ini.”

“Keributan di malam penghargaan Vivian, dan cara Max menghajar tuan Damian, juga pagi ini. Bukankah, semua pantas untuk dicurigai? Ada banyak kejanggalan, saat kita benar-benar memperhatikannya.”

“Malam itu, tuan Damian terlihat sangat tidak berdaya dan ketakutan. Tapi, pagi ini tuan Damian terlihat sangat berani, seolah dirinya tidak akan pernah bisa tersentuh siapa pun.”

“Bukankah, itu terlihat aneh?”

“Belum lagi, Vivian. Mungkinkah, jika perempuan yang sudah meninggalkan dan menghina dengan sangat kejam, mau kembali begitu saja?”

“Kita sama-sama tahu, bahwa tuan Damian belum berhasil membangun perusahaan Xander. Alasan Vivian mencampakkan tuan Damian pun, kita sangat mengetahuinya.”

“Semua karena harta, kebangkrutan perusahaan Xander dan membuat Vivian merasa dirugikan jika terus menjalin hubungan.”

“Paling mustahil, adalah tuan Damian yang pernah diselingkuhi oleh Vivian dan Max. Mungkinkah, jika tuan Damian akan mau menjalin hubungan baik-baik saja dengan Vivian? Bahkan, mereka terlihat sangat romantis.”

“Apa maksudmu, Alex? Katakan saja, apa yang ingin kamu katakan jangan bertele-tele, aku tidak menyukainya.”

“Tidak ada. Saya hanya mencurigai tanpa bukti.” Alex memalsukan senyuman. “Saya permisi.”

Alex berbalik pergi, meninggalkan Ines yang mulai merangkai tiap peristiwa dengan segala perkataan menyeruak dalam telinga.

“Ada yang tidak beres. Aku harus mencari tahu, apa hubungan Damian, Max dan Vivian. Kenapa mereka ada di bar bersama malam itu? Ini bukan sebuah kebetulan.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ainun Umshar
si Alex tuh pihak ines ataw siapa ya, kaya ada yg di sembunyikan gtu lho, haaaa ines udah ada benih2 cinta untuk Damian
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status