"Kita harus pulang sekarang Bang," terang Tika seraya memasukan ponsel ke dalam tas."Memangnya ada apa? Aku bahkan belum menyapa pengantinnya.""Plis. Kita harus pulang sekarang. Aku jelaskan nanti di jalan."Melihat kepanikan Tika sesaat setelah menutup panggilan, Dewa yakin pasti sesuatu telah terjadi. Ia yang sudah akan melangkah maju pun mengurungkan niatnya. "Kita pulang sekarang," tegasnya.Setelah berpamitan pada Aditya, Tika yang tidak sabar berjalan cepat mendahului Dewa. Tidak ingin sesuatu terjadi, terlebih Tika yang mengenakan high heels cukup tinggi, Dewa buru-buru menyusul. Mengabaikan tatapan heran Sudjatmiko, Sofia, dan juga Clara yang kebetulan melihatnya dari atas pelaminan."Perhatikan langkahmu, kau bisa tergelincir!" Seru Dewa di belakang Tika. Dan naasnya, belum sempat menutup mulut, gerakan cepat Dewa berhasil meraih lengan Tika yang hampir terjatuh. Sebelah heels Tika tersandung di sisi karpet. "Bisakah kau sedikit berhati-hati." Kendati sempat kesal dengan k
Teriakan Tika menggema hingga menembus kegelapan langit malam. Ia tidak habis pikir, setan mana yang telah merasuki tubuh adiknya sampai bisa berbuat sekejam itu pada darah dagingnya sendiri. Tidak bisa dibayangkan, apa jadinya jika tubuh kecil nan rapuh Bintang dilempar dari lantai dua hingga menghantam kerasnya lantai paving di bawah sana. Sungguh tragis.Tidak mampu menyaksikan kejadian mengerikan itu, Tika hanya bisa menutup mata rapat-rapat dengan kedua tangan membekap telinga. Berpasrah atas ketidakberdayaannya mencegah perbuatan nekat sang adik.Benarkah Baby Blues Inez semakin parah, atau memang karena kebenciannya pada Jimmy bisa membuat Inez setega itu pada bayinya sendiri?"Ibu macam apa kau Inez! Bukankah sudah kukatakan padamu, berikan dia padaku jika kau tidak mau merawatnya. Tapi kenapa… kenapa?!" Masih duduk bersimpuh, pun dengan kepala yang tertunduk—Tika terisak.Namun, tiba-tiba suara tangis Bintang yang nyaring menyentak kesadarannya, hingga memaksanya segera menga
"Semoga Inez lekas membaik.""Terima kasih, Abang mau mendukungnya.""Tapi aku rasa, jeruji besi saja tidak akan cukup menghukum lelaki itu. Jujur, rasanya aku ingin menghajarnya lagi "Enggan menanggapi ucapan terima kasih Tika, Dewa justru menarik selimut dan membawa tubuh sang istri tenggelam ke dalam benda hangat itu bersamanya. Menempelkan tubuh polos mereka sebelum menyambut mimpi. Mungkin terdengar gila. Tapi itulah faktanya. Beberapa saat setelah menenangkan Inez, Dewa dan Tika kembali ke kamar mereka. Naasnya, meski sudah dilalui beberapa saat yang lalu, kekesalan Dewa pada keluarga Sudjatmiko belum juga mereda. Alhasil Tika-lah peredamnya. Terlebih ketika tidak ada penolakan dari perempuan itu, Dewa si otak mesum pun tak ragu untuk melancarkan aksinya."Lakukan apa saja yang ingin Abang lakukan padanya. Aku juga tidak terima setelah tahu semua kebiadaban lelaki itu terhadap adikku.""Ini hanya perdiksi jangan dianggap serius. Dari yang aku lihat, sepertinya dia tidak mengin
"Rupanya di sekitar sini dia bersembunyi selama ini?" gumam seorang pemuda dari balik helm full face yang hanya dibuka kacanya saat memperhatikan motor sport lain—diyakini milik Dewa. Walaupun Dewa juga mengenakan helm yang sama dengannya, tapi pemuda itu jelas tidak salah mengenali. "Sebaiknya aku ikuti dia. Lama tak jumpa rasanya aku cukup merindukannya." Buru-buru pemuda itu menghidupkan mesin motor begitu Dewa melintas di depannya. Membuntuti dengan jarak aman, pemuda itu yakin Dewa tidak sadar jika ia ada di belakang.Sesampainya di depan gedung Laksmana Group, Dewa memutar badan ke samping guna membantu membukakan chin strap di helm Tika. Hal sepele yang selalu ia lakukan. Karena sampai sekarang pun, Tika tetap kesulitan ketika memasang atau melepas pengait tersebut."Maaf kau masih harus menyisir ulang rambutmu saat sudah didalam nanti," ujar Dewa merasa bersalah ketika menyisir rambut Tika yang kusut dengan jari.Karena memang Tika hanya mengenakan kemeja blouse putih dan men
Pada dasarnya setiap manusia bisa merasakan takut jika mengingat kesalahan yang pernah diperbuat, terlebih jika itu sudah fatal. Khawatir sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terlintas di kepala, secara tiba-tiba justru seperti mimpi buruk yang menjadi nyata. Kendati pepatah kuno mengatakan, 'Tidak mungkin ada asap tanpa api' tapi tetap saja penyesalan selalu muncul diakhir. Karena jika di depan, itu namanya pendaftaran. Memangnya siapa yang mau bertingkah konyol dengan mendaftar penyesalan? Namun, alangkah baiknya berpikir matang lebih dulu agar bisa menganalisis suatu tindakan yang akan ditentukan. Sebab, gegabah dalam bertindak ataupun pengaruh emosi bisa mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang tak jarang berakhir dengan penyesalan.Termasuk apa yang terjadi pada Dewa, satu kesalahan karena dorongan emosi nyatanya tidak bisa membuatnya berhenti untuk melakukan lagi dan lagi. Sampai akhirnya menyalahkan sang ayah yang dulu juga pernah bermalam dengan wanita, selain ibunya.
Dewa masih duduk termenung di depan ruang ICU, setelah membuat laporan pada pihak berwajib atas apa yang terjadi pada gadis yang ia antar ke rumah sakit empat jam lalu. Dewa terpaksa melibatkan pihak berwajib untuk mencari tahu pihak keluarga korban. Lantaran tidak ada petunjuk apapun, termasuk ponsel yang tidak tahu terlempar kemana saat kejadian, atau memang gadis itu sengaja tidak membawanya. Sedangkan saat ini gadis itu dalam keadaan koma. Tidak hanya terdapat gumpalan darah di otak, gadis itu juga mengalami patah tulang belakang. Tidak tega harus meninggalkannya sendiri, Dewa memilih bertahan setidaknya sampai ada pihak keluarga yang datang."Kenapa harus kecelakaan lagi," ujarnya pelan disertai desahan pasrah.Ingatan Dewa kembali pada kecelakaan tunggal beberapa jam lalu, sebelum akhirnya ia melihat gadis yang kini terkulai tak sadarkan diri di dalam sana, sudah terpental jauh dari kendaraan yang ringseng setelah menerjang pembatas jalan. Apa yang menjadi pemicu kecelakaan saa
"Terima kasih sudah berkenan datang, Nona Tika dan Tuan." Selesai menyantap hidangan yang tersaji di privat room restoran jepang, Nyonya Liem mulai berbasa-basi.Lantaran sedikit terlambat datang, Tika dan Dewa langsung dipersilahkan makan malam seperti yang tengah pemilik acara lakukan.Tika yang pada dasarnya selalu tersenyum ramah pada siapapun, tak kuasa membiarkan lengkungan di bibirnya menyusut sebentar saja. Kendati sebenarnya merasa risih mengetahui Roland terus menatap ke arahnya. Laki-laki itu benar-benar tidak tahu diri. Alih-alih melirik istrinya yang ada di sebelahnya dan tak kalah cantik. Roland justru enggan beralih dari Tika.Sementara Dewa, sengaja mempertahankan sikap dingin. Karena menurutnya bersikap ramah pada orang asing tidak harus dilakukan, terlebih itu pada keluarga Liem."Maaf. Seharusnya aku memang mendengarkan saran suamiku untuk tidak mengganggu waktu kalian dengan datang di acara kami yang sederhana ini," sambung Nyonya Liem merasa tidak enak hati."Janga
"Mau apa lagi kalian datang!" tantang Dewa berkacak pinggang, menghadang kawanan geng motor yang berusaha mendobrak pintu proyek."Ck ck ck.. jadi seperti ini cara pemilik sirkuit menyambut teman lama, hm?" ujar seorang lelaki sengaja berbasa-basi di atas Harley Davidson jenis sportster miliknya, sambil melipat satu kaki. Firman pemuda pemilik wajah kebule-bulean itu sengaja menggoda Dewa agar semakin marah. Karena memang itu tujuannya datang. Melihat kemarahan Dewa merupakan peluang besar untuknya menghancurkan lelaki itu."Waktu satu tahun membuatmu banyak berubah, Dewa. Tapi itu tidak berarti apapun untukku. Bagiku, kau tetap saja Dewa si Dungu. Ini sangat mengesankan, bukan?" Firman melingkarkan tangan ke bahu pemuda lain yang berdiri di dekatnya. "Apa kau juga penasaran? Berapa si Dungu itu menjual spermanya pada para pelacur sampai bisa membangun sirkuit, hm?" Rocky yang berdiri di samping Firman, menyunggingkan tersenyum remeh. Suara tawa pun seketika menggelegar.Kendati sanga