Seiring berjalannya waktu, usaha Cani makin maju. Bahkan Cani sudah mulai berani menjajal bisnis online. Semua langkah berani Cani selalu didukung oleh Han. Han juga lah yang dengan telaten menghajari Cani. Selain melayani Han, Cani disibukkan dengan mengurus bisnis kripik pisang miliknya. Cani tak menyia-nyiakan media sosial yang ada untuk terus mempromosikan dagangannya. Lahan kosong di belakang toko barunya, sudah berubah menjadi pabrik kecil untuk mengolah kripik pisang. Karena permintaan yang makin membeludak. Mau tak mau Cani memperkerjakan beberapa anak muda di desanya. Kehidupan Cani agaknya berubah. Cani yang sudah memiliki banyak uang, mengubah penampilannya menjadi sedikit lebih rapi, dan enak dipandang. Namun, Cani tetap tak ingin menunjukkan kemewahan. Karakter Cani yang sederhana dan rendah hati. Masih menjadi melekat pada diri Cani. “Bos lagi ngapain nih? Kayaknya seru banget!” ujar Hime berjalan menghampiri Cani yang sedang duduk santai di depan layar laptop
“Kapan, Ibu berangkat ke Thailand?” tanya Victory.“Ibu sudah berkemas dari jauh hari. Tapi, belum juga pergi.” Victory duduk di sebelah ibunya yang sedang menata perlengkapan obat.“Nanti malam ibu akan terbang ke Thailand, bareng temang-teman ibu yang super kaya itu. Untung aku punya mantu tajir. Aku jadi bisa jalan-jalan ke luar negeri. Senangnya ....” jawab Bu Helena sumringah.“Ibu langsung mengganti teman, setelah mendapatkan menantu seperti Indra. Ibu benar-benar membuang teman lama,” sindir Victory tanpa bermaksud menyalahkan sikap Bu Helena.“Teman lama ibu itu tidak berguna. Mereka dari kalangan orang miskin. Kalau ibu terus bersama mereka. Bisa-bisa, aura miskin mereka melekat ke ibu terus. Ya, nggak mau lah. Ibumu ini ‘kan sudah menjadi sosialita.” Bu Helena begitu angkuh saat mengatakannya.“Kamu juga harus gitu. Mangkanya, waktu kamu pengen bertemu teman-teman lamamu. Ibumu ini selalu melarang. Daripada kamu nanti dimanfaatkan,” tambah Bu Helena melirih Victory.“Aku sel
Victory tak menyerah. Wanita itu bersusah payah merangkak ke arah Indra. Namun, sebelum Victory berhasil meraih kaki Indra kembali. Sang suami langsung menyepak kepala Victory seperti bola sepak. Victory tak bisa menahan tangisannya ketika darah keluar dari dalam mulutnya. “Tak hanya satu pria. Kamu melakukannya dengan banyak pria. Puluhan video dikirim padaku. Menjadi bukti ternyata atas kelakuan bejatmu,” ucap Indra terlalu sakit mengatakan kalimat itu. “Semua yang aku lakukan untukmu. Tak ada harganya,” lirih Indra menangis pilu. Victory menggelengkan kepalanya. Victory menangis sesenggukkan. “Sekarang, apakah kamu memiliki pembelaan?” tanya Indra memandang Victory dengan tatapan penuh kekecewaan. Victory menundukkan kepalanya. Memotong tatapan intens keduanya. “Aku dijebak,” jawab Victory lirih. Bukannya bersimp
“Kamu nggak berniat untuk membunuh istrimu sendiri ‘kan, Indra?” tanya Haily agak curiga dengan gelagat aneh Indra.“Untuk saat ini mungkin tidak. Tapi, jika aku lepas kendali. Aku tidak akan mengelak,” jawab Indra enteng.Sebelum melanjutkan kalimatnya. Indra menoleh ke kanan dan ke kiri. Memastikan jika sekeliling mereka tak ada orang yang menguping obrolan mereka.“Hey, mau aku beri tahu rahasiaku?” Indra mencodongkan tubuhnya ke arah Haily.“Rahasia apa?”Indra tersenyum miring, lalu berbisik, “Aku pernah melenyapkan beberapa nyawa. Hal itu sudah biasa di hidupku.”Haily mengeluarkan ekspresi terkejut. Tentu hanya sekedar kepura-puraan belaka. Haily sudah pernah mendengar mengenai Indra yang pernah menghabisi nyawa seseorang dari Albert.Namun, Haily tak menyangka, Indra akan mengakuinya sendiri. Padahal Indra hanya orang biasa yang hidup di negara paling damai di dunia. Tetap memberi kesan bagi Haily. Haily jadi pen
“Apa yang kamu lihat? Ibu tiriku yang sangat baik? Kok kayaknya seru banget.” Suara Cani membuat Bu Helena tersentak. Bu Helena menoleh ke belakang. Ia menatap Cani yang terus berjalan mendekatinya. Cani duduk santai di seberang kiri Bu Helena. “Cani, ngapain kamu ada di sini?” tanya Bu Helena bingung. “Aku juga ingin melihat apa yang kamu lihat,” jawab Cani enteng. Cani menoleh ke arah layar besar yang menampilkan adegan panas yang dilakukan Victory bersama banyak pria. Dengan tersenyum, Cani berkomentar. “Adikku tercinta berbakat juga jadi bintang film porno. Baru aku tahu. Kamu pasti sangat bangga pada anakmu.” Bu Helena langsung panik. Ia meraih remot televisi di depannya. Bu Helena berusaha mematikan televisi yang menampilkan tubuh telanjang Victory yang sedang digagahi oleh bermacam-macam pria. Namun sayang, r
Hari telah berganti, namun perasaan sayang Cani ke Han tak pernah berganti, apalagi berubah. Justru Cani makin tergila-gila dengan suaminya yang begitu perhatian. Meskipun semenjak menikah dengan Han, hidup Cani selalu ditimpa banyak rintangan. Kebahagiaan yang Cani rasakan jauh lebih besar. Cani merasa sangat beruntung, telah memiliki Han di sisinya. Setidaknya, itulah yang dirasakan Cani saat ini. Kehidupannya bisa dibilang sempurna. “Cani! Kamu ngapain di sini? Cari siapa?” sapa Dewi menghampiri Cani. Dewi merupakan menantu Mak Ti yang bekerja di pabrik sepatu, sama seperti Han. Namun Dewi sebagai pegawai pabrik. Sedangkan Han merupakan satpam. “Eh? Mbak Dewi. Ini, aku lagi nyari suamiku. Mau ngasih bekal makanan. Kasihan, tadi pagi nggak sempat sarapan. Aku bangun kesiangan,” jelas Cani tersenyum ramah. “Suamimu kerja di sini? Emangnya kamu sudah nikah? Ko
Haily berdecap melihat Victory yang tak menghiraukan dirinya. Haily kembali berbicara. Namun, lagi-lagi Victory tak peduli. Victory justru fokus pada novel yang ia baca. Karena geram tak dianggap ada. Haily yang sedikit kesal pun merebut buku yang digenggam Victory. Tindakan Haily yang tiba-tiba, sukses mengejutkan Victory. Perhatian Victory langsung sepenuhnya tertuju pada Haily. "Sebenarnya, kamu dari tadi dengar aku, atau tidak?" tanya Haily mencoba menghilangkan kekesalannya. Kedua mata Victory berkaca-kaca waktu melihat sosok Haily. "Haily, keluarkan aku dari sini." Hanya kalimat itu yang terlontar dari mulut Victory. Victory bahkan sampai besimbah di kaki Haily. Berharap Haily akan membantunya kali ini. "Aku tahu, kamu adalah orang kepercayaan suamiku. Tolong yakinkan suamiku, agar mau melepasku. Aku siap diceraikan," mohon Victory merengek di kaki Haily. Mendengar ocehan Victory, Haily makin senang. Itu artinya, rencana Haily akan berjalan lancar, sesuai dengan keingin
Tentu Victory menerima tawaran menggiurkan dari Haily. Lagipula, Victory memang sudah tak memiliki pilihan lain. Saat ini, tak ada satu pun orang yang membantu Victory, kecuali Haily. “Iya, aku mau,” kata Victory yakin. “Tapi, ingat! Kamu harus nurut sama aku. Jangan melakukan hal yang tidak aku perintahkan. Bagaimana? Kamu bersedia?” tanya Haily memastikan jika Victory akan menurut. Victory tak kunjung mengeluarkan suara. “Ini semua demi kebaikanmu. Yang terpenting, kamu harus bebas dari cengkeraman Indra. Tubuhmu yang indah, tidak boleh makin hancur.” Haily mengelus pipi tirus Victory sembari terus meyakinkan adik kandung Cani itu. Victory menatap Haily penuh harap. “Kamu baik sekali,” lirih Victory. “Jika sudah ditolong orang. Kamu harus menunjukkan rasa terima kasihmu. Kamu mengerti?” balas Haily melempar senyuman ke arah Victory.
Tentu Cani tidak ingin adiknya ikut tinggal bersama dirinya di sini. Satu alasan, terlalu berbahaya. Cani tidak akan membiarkan adiknya berada di dalam situasi yang akan merugikannya, cukup Cani saja.Meski jauh di lubuh hati Cani, ia ingin sekali merawat adiknya yang kini sudah tidak mampu berbicara lagi. Tapi kali ini Cani harus mengeraskan hatinya, semua demi kebaikan, dan keselamatan Victory.“Huh ... Kenapa dari sekian banyak anak buah yang dimiliki Han, suamiku yang harus menjaga Victory? Padahal mereka pernah berselingkuh. Mungkin sekarang mereka juga sedang berselingkuh,” ujar Hime mengeluhkan hal tersebut.Cani yang awalnya melamun, kini memfokuskan dirinya pada Hime yang baru duduk di depannya.“Mbak Hime, mereka nggak mungkin selingkuh lagi. Jadi, Mbak Hime nggak perlu khawatir,” balas Cani mencoba memberi Hime pengertian yang ia percaya.“Oh ya? Meskipun mereka telah berjanji tidak akan kembali berselingkuh. Namun kesempatan selalu ada. Yeah, namanya juga manusia,” sanggah
"Bergantian? Aku bersedia," sahut Rio. "Gila kamu ya! Mana sudih aku berbagi," sosor Han menarik Cani cukup kencang hingga Cani langsung tersentak kepelukannya. "Cani hanya milikku, sialan," tegas Han melempar tatapan sinis pada saudara kembarnya. Zeilla memutar kedua matanya malas. Ia tahu persis sisi lain dari adiknya yang seperti anak kecil. Tapi, satu hal yang mengejutkan, Rio ternyata tak jauh beda dari Han. “Kania, kamu tahu sendiri kalau aku tidak memiliki teman selain kamu. Sekarang suamimu pun ingin merebutmu dariku,” ujar Rio sengaja mengeluarkan ekspresi memelas.Han berdecap ketika Cani menunjukkan gelagat iba pada Rio.“Kamu nggak kasihan sama aku?” tanya Rio penuh harap. “Kalau kamu ikut suamimu, pasti dia nggak bakal izinin kita bertemu,” imbuhnya.Cani hanya terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa. Pertemuannya dengan Han juga sangat mengejutkan. Bisa dibilang, Cani malu bertatap muka dengan suaminya, karena ia telah ditiduri pria lain, Rio.Di sisi lain, Cani juga
Rio memperhatikan Cani yang sedang sibuk memilih-milih pakaian yang pantas untuk ia kenakan di pertemuan nanti. Ada raut kesedihan yang Rio perlihatkan, jelas Rio tidak rela melepas Cani. Rio berjalan perlahan ke arah Cani, kemudian memeluk erat perut Cani, meletakkan kepalanya pada pundak wanita yang membuatnya tergila-gila itu. "Rio? Kok peluk aku? Aku lagi memilih baju loh. Katanya mau ngajak aku jalan-jalan," protes Cani berusaha melepaskan diri dari Rio. Rio sengaja tidak memberitahu Cani jika hari ini, Cani akan dikembalikan kepada Han. Rio tidak rela. "Aku masih ingin bersamamu, Kania," bisik Ruo menciumi pipi Cani. Cani menggelengkan kepalanya, bermaksud menghindari kecupan Rio. Entah sejak kapan hubungan keduanya terasa begitu dekat. Rio yang awalnya menjadi ancaman, kini berbalik 360 derajat. "Rio ... Nanti make up-ku berantakan, loh ...." keluhnya memukul-mukul prlan punggung tangan Rio yang melingkar di perutnya. "Panggil aku Mas juga. Sama seperti kamu memanggil s
Matahari sore menerobos celah tirai sutra tebal, menyorot debu-debu halus yang menari-nari di udara ruangan pribadi Han. Ruangan itu sendiri, mewah dan dingin, mencerminkan pemiliknya, seorang pemimpin kartel yang kejam namun terselubung di balik topeng keanggunan.Di sofa kulit berwarna gelap, duduklah dua sosok yang kontras, yakni Zeilla, Presiden Meksiko dengan aura kepemimpinan yang kuat, dan Han, adik kembarnya yang terbungkus aura misterius dan bahaya.Udara di antara mereka dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan, lebih dari sekadar canggung, itu adalah keheningan yang dipenuhi sejarah perselisihan."Kau terlihat baik, Han," ucap Zeilla memecah keheningan yang mencekam. Ia tersenyum tipis, sebuah senyum yang tak mampu menyembunyikan kekhawatiran di baliknya.Han hanya berdehem, matanya menatap ke arah jendela, mengamati kota yang terbentang di bawahnya."Seperti yang kau lihat," jawab Han singkat, tanpa sedikitpun minat.Han tampak acuh, seolah kehadiran Zeilla tak lebih dari
Gerimis mengguyur Dermaga Tua, air laut beriak pelan menghantam tumpukan kayu lapuk. Hime berdiri tegak dengan mantel hitamnya yang membalut tubuh rampingnya.Dinginnya angin laut menusuk kulitnya, namun amarahnya lebih menusuk lagi.Tak berselang lama, Haily datang terlambat dari jadwal perjanjian mereka. Ia dalam kondisi basah kuyup, dan rambutnya melekat di wajahnya yang pucat."Kenapa kamu berani mengkhianatiku, Haily?" suara Hime tajam, menusuk seperti pisau. "Kamu bicara pada Han tentang Cani."Haily yang bingung menggelengkan kepala dengan mata berkaca-kaca. "Kamu ngomong apa sih?" tanya Haily tidak mengerti. "Tidak usah berlagak seperti orang bodoh," ketus Hime, menggertak. "Sumpah! Aku tidak pernah bertemu Han. Lagian, ngapain juga aku bertemu denganya?" Haily menyangkalnya. Karena memang itu kenyataannya. "Bohong!" Hime mendekat, tangannya mengepal."Han tahu semuanya. Dia tahu kita terlibat dalam penculikan Cani. Han bilang kamu yang membocorkannya!""Apaan, sih? Han ya
Satu per satu pelayan datang, mereka berkumpul lalu berbaris rapi di depan Cani dan Rio. Rio meminta Mizu mengambil pistol kesayangannya yang sering ia pakai ketika beraksi. Sebagai anak buah, Mizu hanya bisa menurut, meski di benaknya terdapat banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Rio. Mizu kembali dengan membuka kotak berisi sentaja, lalu menyerahkannya pada Rio. Melihat Rio memasukkan beberapa peluru pada pistol tersebut, para pelayan menjadi gugup, dan takut. "Kania, tunjuk pelayang yang sudah menyakitimu," pinta Rio berusara lembut. Cani belum mengetahui bahwa Rio memegang senjata di tangan kirinya. "Kania ...." Rio memanggilnya pelan. Kani yang bingung perlahan menggerakkan tangannya, jari telunjuknya mengacung pada salah satu pelayan secara acak. Dan .. Detik itu juga ... BANG! Suara tembakan terdengar hingga membuat semua orang di sana panik, tak terkecuali Cani yang berteriak kencang ketika melihat kening pelayan yang ia tunjuk berlubang sebelum pel
Ada apa dengan Bosnya? Tindakan Rio tidak seperti biasanya. Kendati merasa heran, Mizu tak mau ambil pusing, dan lebih memilih membereskan kekacauan yang dibuat Rio. Mizu juga mewanti-wanti anah buahnya yang lain agar menjaga sikap mereka, dan sebisa mungkin tidak membuat Rio kesal atau marah. Keesokan harinya, Cani terbangun dari tidurnya ketika seorang pelayan menguncang tubuhnya dengan kasar. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terisi, Cani memperhatian gerak-gerik pelayan yang terlihat kesal. "Enak ya? Jadi pemuas nafsu Tuan Rio?" sungutnya melempar tatapan sengit pada Cani. Cani terkejut atas pernyataan lantang pelayan itu. "Wanita sepertimu tidak layak tidur di kamar Tuan Rio!" teriaknya menoyor kepala Cani hingga Cani terhuyung ke samping. Tak sampai di situ, pelayan tersebut meraih kedua lengan Cani, lalu menarik Cani ke depan, membiarkan Cani terjungkal di atas karpet berbulu. Pantat Cani yang terekspos, mengeluarkan cairan putih milik Rio yang tidak mampu ia bendung.
Dengan kesadahan yang hampir sirna, Xixu panik melihat Mizu berjalan mendekati Cani yang berada di pangkuan Rio. "Bagaiman, Bos?" Alis Mizu bergerak naik turun, bermaksud menggoda Bosnya. "Jangan menodai istri Tuan Han!" Xixu berteriak kencang, membuat Mizu kembali padanya dan langsung menampar pipi Xixu. "Sepertinya obat yang aku beri terlalu sedikit," ketus Mizu tersenyum miring. Mizu memerintahkan anak buahnya beraksi lebih brutal dari sebelumnya. "Kalau bisa, sampai kelamin jalang ini hancur," desisnya. Perintah Mizu langsung dilaksanakan, jeritan mulai terdengar dari mulut kecil Xixu. Sementara Cani tak sanggup menyaksikan penderitaan Xixu. "Hentikan ...." lirih Cani menundukkan kepala. Pelayan yang masih ada di sana, justru sangat menikmati tontonan yang tersaji di depan mereka, di mana Xixu yang digagahi oleh banyak pria. Cani merasakan pelukan Rio makin mengerat, seolah ingin mencekiknya. "Kania ...." Rio memaksa Cani untuk menatap matanya yang sendu,
Ketika malam semakin larut, ketika kondisi kediaman Rio makin sepi, Xixu menyelinap masuk ke dalam ruangan pribadi Rio. Sebelumnya, Xixu sudah mematikan seluruh kamera CCTV melalui ruang kontrol yang ada di ruang bawah tanah kastil. Tanpa membuang-buang waktu, Xixu langsung menggeledah seisi ruangan. Tak lupa, ia mengenakan pakaian tertutup serba hitam. Xixu tidak mungkin membiarkan sidik jarinya tertinggal. Saat sedang asyik membuka berbagai macam dokumen di dalam laptop Rio yang berhasil Xixu rentas, tanpa Xixu sadari, Mizu berdiri di belakang Xixu dengan senjata yang siap melubangi kepala Xixu. "Apa yang kau lakukan?" tanya Mizu santai. Xixu tersentak, tubuhnya tiba-tiba kaku tak kala merasakan dinginnya ujung pistol yang menempel di kulit lehernya. Secara perlahan, Xixu mencoba meraih pisau kecil yang telah ia siapkan sebelumnya di dalam kantong celananya. Akan tetapi, gerakannya langsung dihentikan oleh Xixu. Mizu mencengkeram pergelangan tangan Xixu, mengunci pegerakan Xi