Hari telah berganti, namun perasaan sayang Cani ke Han tak pernah berganti, apalagi berubah. Justru Cani makin tergila-gila dengan suaminya yang begitu perhatian. Meskipun semenjak menikah dengan Han, hidup Cani selalu ditimpa banyak rintangan. Kebahagiaan yang Cani rasakan jauh lebih besar. Cani merasa sangat beruntung, telah memiliki Han di sisinya. Setidaknya, itulah yang dirasakan Cani saat ini. Kehidupannya bisa dibilang sempurna. “Cani! Kamu ngapain di sini? Cari siapa?” sapa Dewi menghampiri Cani. Dewi merupakan menantu Mak Ti yang bekerja di pabrik sepatu, sama seperti Han. Namun Dewi sebagai pegawai pabrik. Sedangkan Han merupakan satpam. “Eh? Mbak Dewi. Ini, aku lagi nyari suamiku. Mau ngasih bekal makanan. Kasihan, tadi pagi nggak sempat sarapan. Aku bangun kesiangan,” jelas Cani tersenyum ramah. “Suamimu kerja di sini? Emangnya kamu sudah nikah? Ko
Haily berdecap melihat Victory yang tak menghiraukan dirinya. Haily kembali berbicara. Namun, lagi-lagi Victory tak peduli. Victory justru fokus pada novel yang ia baca. Karena geram tak dianggap ada. Haily yang sedikit kesal pun merebut buku yang digenggam Victory. Tindakan Haily yang tiba-tiba, sukses mengejutkan Victory. Perhatian Victory langsung sepenuhnya tertuju pada Haily. "Sebenarnya, kamu dari tadi dengar aku, atau tidak?" tanya Haily mencoba menghilangkan kekesalannya. Kedua mata Victory berkaca-kaca waktu melihat sosok Haily. "Haily, keluarkan aku dari sini." Hanya kalimat itu yang terlontar dari mulut Victory. Victory bahkan sampai besimbah di kaki Haily. Berharap Haily akan membantunya kali ini. "Aku tahu, kamu adalah orang kepercayaan suamiku. Tolong yakinkan suamiku, agar mau melepasku. Aku siap diceraikan," mohon Victory merengek di kaki Haily. Mendengar ocehan Victory, Haily makin senang. Itu artinya, rencana Haily akan berjalan lancar, sesuai dengan keingin
Tentu Victory menerima tawaran menggiurkan dari Haily. Lagipula, Victory memang sudah tak memiliki pilihan lain. Saat ini, tak ada satu pun orang yang membantu Victory, kecuali Haily. “Iya, aku mau,” kata Victory yakin. “Tapi, ingat! Kamu harus nurut sama aku. Jangan melakukan hal yang tidak aku perintahkan. Bagaimana? Kamu bersedia?” tanya Haily memastikan jika Victory akan menurut. Victory tak kunjung mengeluarkan suara. “Ini semua demi kebaikanmu. Yang terpenting, kamu harus bebas dari cengkeraman Indra. Tubuhmu yang indah, tidak boleh makin hancur.” Haily mengelus pipi tirus Victory sembari terus meyakinkan adik kandung Cani itu. Victory menatap Haily penuh harap. “Kamu baik sekali,” lirih Victory. “Jika sudah ditolong orang. Kamu harus menunjukkan rasa terima kasihmu. Kamu mengerti?” balas Haily melempar senyuman ke arah Victory.
“Nggak usah bawa polisi segala.” Haily mencegah. “Loh? Kenapa, Mbak? Lebih aman kalau ada polisi juga,” terang Cani bingung. “Emangnya polisi di negara ini bisa melakukan pekerjaan mereka dengan baik?” Haily meremehkan pihak kepolisian. “Kamu percaya sama polisi?” tanya Haily. Mendengar semua perkataan Haily, Cani teringat akan kinerja polisi yang tahu. Seperti kasus di konter ponsel tetangga Cani. Dan masih banyak lagi. Cani jadi ragu sekarang. “Lantas, aku hanya pergi berdua dengan Mas Han? Tapi, kamu bilang Indra bahaya banget.” Haily tersenyum tipis. “Han itu seorang satpam. Meskipun tidak pernah terlihat berantem. Aku yakin, Han pasti bisa menghadapi Indra. Apalagi badan Han jauh lebih besar daripada Indra,” jelas Haily. Haily sengaja memberi arahan kepada Cani. Haily tidak ingin ada orang luar ikut campur.
Indra tertawa nyaring setelah mendengar perkataan penuh tekanan yang dilontarkan Han. “Apa? Kamu akan meratakan rumahku? Orang miskin, rupanya suka berhayal ya?” cemooh Indra. “Orang sepertimu mau meratakan rumahku? Jangan mimpi!” geram Indra. “Bos! Ada apa?! Kok ribut sekali?” Indra tersenyum senang melihat anak buahnya yang berbadan kekar menghampirinya. “Kamu tidak mengambil waktu liburanmu?” tanya Indra pada anak buahnya itu. “Mana mungkin aku meninggalkan Bos sendirian di rumah sebesar ini. Aku akan selalu menjagamu, Bos.” Anak buah Indra berdiri di depan Indra. Memberi penjagaan pada Indra. “Mereka siapa, Bos? Tamu?” “Mereka pengganggu. Usir mereka dari sini. Tapi, jangan melukai si wanita,” perintah Indra. “Cani, aku ini masih baik sama kamu. Mangkanya aku nggak mungkin nyur
Han melempar tongkat besi ke sembarang arah. Dengan cepat, Han sudah berdiri tepat di depan Indra. Sebelah tangan Han menarik kerah Indra, hingga membuat tubuh Indra terangkat ke atas. “Hey, Pendek. Mau sebanyak apa pun uang yang kamu miliki. Kamu tidak bisa melawanku,” ringis Han. Indra tiba-tiba takut dengan aura yang dikeluarkan Han. “Be-beraninya kamu!” jerit Indra berusaha melepasakan diri. Namun gagal. Kini, Indra merintih kesakitan saat Han beralih mencekik leher Indra hanya menggunakan satu tangan. “Mari kita lihat. Berapa lama uang berada dipelukanmu,” desis Han. Han menekan leher Indra. Hal tersebut membuat Indra tak sadarkan diri. Han menghempas tubuh Indra di atas sofa. “Sodah lama aku tidak melakukan ini. Rasanya, aku seperti kembali ke diriku dulu,” gumam Han menatap Indra yang pingsan. “A-anu, maaf. Apakah
Hime datang mengunjungi Cani yang kini tinggal di rumah sakit. Cani sama sekali tak ingin meninggalkan Victory sendirian di rumah sakit. Meskipun Victory berada di tempat yang nyaman. Tetap saja, Cani tidak tega. “Adikmu belum siuman?” tanya Hime duduk di depan Cani. “Iya, Mbak. Kata dokter, Victory sempat mengalami kritis akibat pendaran. Syukurlah, Victory mampu bertahan,” jelas Cani memberi tahu kondisi Victory pada Hime. Hime tersenyum lembut sambil menyemangati Cani. “Adikmu pasti akan segera bangun. Kamu percayakan saja pada dokter,” kata Hime. Hime menatap Victory yang berbaring di atas ranjang. “Aku dengar dari Marci, adikmu kehilangan lidah ya?” tanya Hime agak sungkan. Sebenarnya Cani sedih setiap kali ada yang bertanya mengenai lidah Victory yang terpotong. Namun, Cani tetap menjawab, “Tidak sepenuhnya hilang.
“Mas Han, tolong peluk Victory,” pinta Cani menarik kecil ujung kemeja Han. “Sayang, aku belum mandi. Badanku bau. Kasihan Victory, nanti bisa pingsan nyium aromaku,” tolak Han secara halus. “Kok tadi sempat peluk aku, Mas?” “Kalau itu beda lagi, Sayang. Kamu ‘kan istriku,” kelit Han menarik Cani ke dalam pelukannya lagi. “Mas! Jangan gini, ah!” Cani berusaha melepaskan diri. Namun hasilnya nihil. Victory cemburu menyaksikan interaksi antara Cani dan Han. Apalagi saat melihat senyuman mengembang di wajah cantik Cani. Makin bikin Victory geregetan. Victory melempar buku yang ia bawa. Tindakan Victory mengejutkan, sekaligus menghentikan aksi Han dan Cani. “Victory? Kamu kenapa?” Cani khawatir. Cani menghampiri Victory, mencoba menenangkan Victory yang menangis lagi. “Victory?” Cani menangkup kedua pipi
Hime terlihat begitu menikmati suasa pedesaan Meksiko di sore hari. di mana matahari mulai tenggelam, langit berwarna jingga dan ungu. Udara hangat dan tenang. Hime duduk di atas tembok rendah, memandang ke arah ladang jagung yang luasSetelah puas dengan apa yang ia lakukan, Hime beranjak dari tempatnya untuk menemui Han. Ada sesuatu yang ingin ia katakan pada lelaki yang sudah ia snggap sebagai keluarganya itu. Begitu sampai di ruang kerja Han, tanpa membuang-buang waktu, Hime langsung memberitahu Han mengenai keinginannya untuk pergi ke Indonesia. "Beri aku alasan yang tepat," pinta Han. "Aku sangat merindukan suamiku. Bolehkah aku bertemu dengannya?" dalih Hime. "Aku juga akan membawa beberapa anak buah," imbuhnya. Han memandang Hime, ada kecurigaan yang terlihat dari raut wajahnya. Hal itu wajar, mengingay Hime yang pernah bermain di belakanhnya. Namun, pada akhirnya Han tetap mengizinkan Hime untuk menemui suaminya. "Terima kasih," ucap Hime. Sebelum Hime meninggalkan rua
Tentu Cani tidak ingin adiknya ikut tinggal bersama dirinya di sini. Satu alasan, terlalu berbahaya. Cani tidak akan membiarkan adiknya berada di dalam situasi yang akan merugikannya, cukup Cani saja.Meski jauh di lubuh hati Cani, ia ingin sekali merawat adiknya yang kini sudah tidak mampu berbicara lagi. Tapi kali ini Cani harus mengeraskan hatinya, semua demi kebaikan, dan keselamatan Victory.“Huh ... Kenapa dari sekian banyak anak buah yang dimiliki Han, suamiku yang harus menjaga Victory? Padahal mereka pernah berselingkuh. Mungkin sekarang mereka juga sedang berselingkuh,” ujar Hime mengeluhkan hal tersebut.Cani yang awalnya melamun, kini memfokuskan dirinya pada Hime yang baru duduk di depannya.“Mbak Hime, mereka nggak mungkin selingkuh lagi. Jadi, Mbak Hime nggak perlu khawatir,” balas Cani mencoba memberi Hime pengertian yang ia percaya.“Oh ya? Meskipun mereka telah berjanji tidak akan kembali berselingkuh. Namun kesempatan selalu ada. Yeah, namanya juga manusia,” sanggah
"Bergantian? Aku bersedia," sahut Rio. "Gila kamu ya! Mana sudih aku berbagi," sosor Han menarik Cani cukup kencang hingga Cani langsung tersentak kepelukannya. "Cani hanya milikku, sialan," tegas Han melempar tatapan sinis pada saudara kembarnya. Zeilla memutar kedua matanya malas. Ia tahu persis sisi lain dari adiknya yang seperti anak kecil. Tapi, satu hal yang mengejutkan, Rio ternyata tak jauh beda dari Han. “Kania, kamu tahu sendiri kalau aku tidak memiliki teman selain kamu. Sekarang suamimu pun ingin merebutmu dariku,” ujar Rio sengaja mengeluarkan ekspresi memelas.Han berdecap ketika Cani menunjukkan gelagat iba pada Rio.“Kamu nggak kasihan sama aku?” tanya Rio penuh harap. “Kalau kamu ikut suamimu, pasti dia nggak bakal izinin kita bertemu,” imbuhnya.Cani hanya terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa. Pertemuannya dengan Han juga sangat mengejutkan. Bisa dibilang, Cani malu bertatap muka dengan suaminya, karena ia telah ditiduri pria lain, Rio.Di sisi lain, Cani juga
Rio memperhatikan Cani yang sedang sibuk memilih-milih pakaian yang pantas untuk ia kenakan di pertemuan nanti. Ada raut kesedihan yang Rio perlihatkan, jelas Rio tidak rela melepas Cani. Rio berjalan perlahan ke arah Cani, kemudian memeluk erat perut Cani, meletakkan kepalanya pada pundak wanita yang membuatnya tergila-gila itu. "Rio? Kok peluk aku? Aku lagi memilih baju loh. Katanya mau ngajak aku jalan-jalan," protes Cani berusaha melepaskan diri dari Rio. Rio sengaja tidak memberitahu Cani jika hari ini, Cani akan dikembalikan kepada Han. Rio tidak rela. "Aku masih ingin bersamamu, Kania," bisik Ruo menciumi pipi Cani. Cani menggelengkan kepalanya, bermaksud menghindari kecupan Rio. Entah sejak kapan hubungan keduanya terasa begitu dekat. Rio yang awalnya menjadi ancaman, kini berbalik 360 derajat. "Rio ... Nanti make up-ku berantakan, loh ...." keluhnya memukul-mukul prlan punggung tangan Rio yang melingkar di perutnya. "Panggil aku Mas juga. Sama seperti kamu memanggil s
Matahari sore menerobos celah tirai sutra tebal, menyorot debu-debu halus yang menari-nari di udara ruangan pribadi Han. Ruangan itu sendiri, mewah dan dingin, mencerminkan pemiliknya, seorang pemimpin kartel yang kejam namun terselubung di balik topeng keanggunan.Di sofa kulit berwarna gelap, duduklah dua sosok yang kontras, yakni Zeilla, Presiden Meksiko dengan aura kepemimpinan yang kuat, dan Han, adik kembarnya yang terbungkus aura misterius dan bahaya.Udara di antara mereka dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan, lebih dari sekadar canggung, itu adalah keheningan yang dipenuhi sejarah perselisihan."Kau terlihat baik, Han," ucap Zeilla memecah keheningan yang mencekam. Ia tersenyum tipis, sebuah senyum yang tak mampu menyembunyikan kekhawatiran di baliknya.Han hanya berdehem, matanya menatap ke arah jendela, mengamati kota yang terbentang di bawahnya."Seperti yang kau lihat," jawab Han singkat, tanpa sedikitpun minat.Han tampak acuh, seolah kehadiran Zeilla tak lebih dari
Gerimis mengguyur Dermaga Tua, air laut beriak pelan menghantam tumpukan kayu lapuk. Hime berdiri tegak dengan mantel hitamnya yang membalut tubuh rampingnya.Dinginnya angin laut menusuk kulitnya, namun amarahnya lebih menusuk lagi.Tak berselang lama, Haily datang terlambat dari jadwal perjanjian mereka. Ia dalam kondisi basah kuyup, dan rambutnya melekat di wajahnya yang pucat."Kenapa kamu berani mengkhianatiku, Haily?" suara Hime tajam, menusuk seperti pisau. "Kamu bicara pada Han tentang Cani."Haily yang bingung menggelengkan kepala dengan mata berkaca-kaca. "Kamu ngomong apa sih?" tanya Haily tidak mengerti. "Tidak usah berlagak seperti orang bodoh," ketus Hime, menggertak. "Sumpah! Aku tidak pernah bertemu Han. Lagian, ngapain juga aku bertemu denganya?" Haily menyangkalnya. Karena memang itu kenyataannya. "Bohong!" Hime mendekat, tangannya mengepal."Han tahu semuanya. Dia tahu kita terlibat dalam penculikan Cani. Han bilang kamu yang membocorkannya!""Apaan, sih? Han ya
Satu per satu pelayan datang, mereka berkumpul lalu berbaris rapi di depan Cani dan Rio. Rio meminta Mizu mengambil pistol kesayangannya yang sering ia pakai ketika beraksi. Sebagai anak buah, Mizu hanya bisa menurut, meski di benaknya terdapat banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada Rio. Mizu kembali dengan membuka kotak berisi sentaja, lalu menyerahkannya pada Rio. Melihat Rio memasukkan beberapa peluru pada pistol tersebut, para pelayan menjadi gugup, dan takut. "Kania, tunjuk pelayang yang sudah menyakitimu," pinta Rio berusara lembut. Cani belum mengetahui bahwa Rio memegang senjata di tangan kirinya. "Kania ...." Rio memanggilnya pelan. Kani yang bingung perlahan menggerakkan tangannya, jari telunjuknya mengacung pada salah satu pelayan secara acak. Dan .. Detik itu juga ... BANG! Suara tembakan terdengar hingga membuat semua orang di sana panik, tak terkecuali Cani yang berteriak kencang ketika melihat kening pelayan yang ia tunjuk berlubang sebelum pel
Ada apa dengan Bosnya? Tindakan Rio tidak seperti biasanya. Kendati merasa heran, Mizu tak mau ambil pusing, dan lebih memilih membereskan kekacauan yang dibuat Rio. Mizu juga mewanti-wanti anah buahnya yang lain agar menjaga sikap mereka, dan sebisa mungkin tidak membuat Rio kesal atau marah. Keesokan harinya, Cani terbangun dari tidurnya ketika seorang pelayan menguncang tubuhnya dengan kasar. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terisi, Cani memperhatian gerak-gerik pelayan yang terlihat kesal. "Enak ya? Jadi pemuas nafsu Tuan Rio?" sungutnya melempar tatapan sengit pada Cani. Cani terkejut atas pernyataan lantang pelayan itu. "Wanita sepertimu tidak layak tidur di kamar Tuan Rio!" teriaknya menoyor kepala Cani hingga Cani terhuyung ke samping. Tak sampai di situ, pelayan tersebut meraih kedua lengan Cani, lalu menarik Cani ke depan, membiarkan Cani terjungkal di atas karpet berbulu. Pantat Cani yang terekspos, mengeluarkan cairan putih milik Rio yang tidak mampu ia bendung.
Dengan kesadahan yang hampir sirna, Xixu panik melihat Mizu berjalan mendekati Cani yang berada di pangkuan Rio. "Bagaiman, Bos?" Alis Mizu bergerak naik turun, bermaksud menggoda Bosnya. "Jangan menodai istri Tuan Han!" Xixu berteriak kencang, membuat Mizu kembali padanya dan langsung menampar pipi Xixu. "Sepertinya obat yang aku beri terlalu sedikit," ketus Mizu tersenyum miring. Mizu memerintahkan anak buahnya beraksi lebih brutal dari sebelumnya. "Kalau bisa, sampai kelamin jalang ini hancur," desisnya. Perintah Mizu langsung dilaksanakan, jeritan mulai terdengar dari mulut kecil Xixu. Sementara Cani tak sanggup menyaksikan penderitaan Xixu. "Hentikan ...." lirih Cani menundukkan kepala. Pelayan yang masih ada di sana, justru sangat menikmati tontonan yang tersaji di depan mereka, di mana Xixu yang digagahi oleh banyak pria. Cani merasakan pelukan Rio makin mengerat, seolah ingin mencekiknya. "Kania ...." Rio memaksa Cani untuk menatap matanya yang sendu,