“Nggak usah bawa polisi segala.” Haily mencegah. “Loh? Kenapa, Mbak? Lebih aman kalau ada polisi juga,” terang Cani bingung. “Emangnya polisi di negara ini bisa melakukan pekerjaan mereka dengan baik?” Haily meremehkan pihak kepolisian. “Kamu percaya sama polisi?” tanya Haily. Mendengar semua perkataan Haily, Cani teringat akan kinerja polisi yang tahu. Seperti kasus di konter ponsel tetangga Cani. Dan masih banyak lagi. Cani jadi ragu sekarang. “Lantas, aku hanya pergi berdua dengan Mas Han? Tapi, kamu bilang Indra bahaya banget.” Haily tersenyum tipis. “Han itu seorang satpam. Meskipun tidak pernah terlihat berantem. Aku yakin, Han pasti bisa menghadapi Indra. Apalagi badan Han jauh lebih besar daripada Indra,” jelas Haily. Haily sengaja memberi arahan kepada Cani. Haily tidak ingin ada orang luar ikut campur.
Indra tertawa nyaring setelah mendengar perkataan penuh tekanan yang dilontarkan Han. “Apa? Kamu akan meratakan rumahku? Orang miskin, rupanya suka berhayal ya?” cemooh Indra. “Orang sepertimu mau meratakan rumahku? Jangan mimpi!” geram Indra. “Bos! Ada apa?! Kok ribut sekali?” Indra tersenyum senang melihat anak buahnya yang berbadan kekar menghampirinya. “Kamu tidak mengambil waktu liburanmu?” tanya Indra pada anak buahnya itu. “Mana mungkin aku meninggalkan Bos sendirian di rumah sebesar ini. Aku akan selalu menjagamu, Bos.” Anak buah Indra berdiri di depan Indra. Memberi penjagaan pada Indra. “Mereka siapa, Bos? Tamu?” “Mereka pengganggu. Usir mereka dari sini. Tapi, jangan melukai si wanita,” perintah Indra. “Cani, aku ini masih baik sama kamu. Mangkanya aku nggak mungkin nyur
Han melempar tongkat besi ke sembarang arah. Dengan cepat, Han sudah berdiri tepat di depan Indra. Sebelah tangan Han menarik kerah Indra, hingga membuat tubuh Indra terangkat ke atas. “Hey, Pendek. Mau sebanyak apa pun uang yang kamu miliki. Kamu tidak bisa melawanku,” ringis Han. Indra tiba-tiba takut dengan aura yang dikeluarkan Han. “Be-beraninya kamu!” jerit Indra berusaha melepasakan diri. Namun gagal. Kini, Indra merintih kesakitan saat Han beralih mencekik leher Indra hanya menggunakan satu tangan. “Mari kita lihat. Berapa lama uang berada dipelukanmu,” desis Han. Han menekan leher Indra. Hal tersebut membuat Indra tak sadarkan diri. Han menghempas tubuh Indra di atas sofa. “Sodah lama aku tidak melakukan ini. Rasanya, aku seperti kembali ke diriku dulu,” gumam Han menatap Indra yang pingsan. “A-anu, maaf. Apakah
Hime datang mengunjungi Cani yang kini tinggal di rumah sakit. Cani sama sekali tak ingin meninggalkan Victory sendirian di rumah sakit. Meskipun Victory berada di tempat yang nyaman. Tetap saja, Cani tidak tega. “Adikmu belum siuman?” tanya Hime duduk di depan Cani. “Iya, Mbak. Kata dokter, Victory sempat mengalami kritis akibat pendaran. Syukurlah, Victory mampu bertahan,” jelas Cani memberi tahu kondisi Victory pada Hime. Hime tersenyum lembut sambil menyemangati Cani. “Adikmu pasti akan segera bangun. Kamu percayakan saja pada dokter,” kata Hime. Hime menatap Victory yang berbaring di atas ranjang. “Aku dengar dari Marci, adikmu kehilangan lidah ya?” tanya Hime agak sungkan. Sebenarnya Cani sedih setiap kali ada yang bertanya mengenai lidah Victory yang terpotong. Namun, Cani tetap menjawab, “Tidak sepenuhnya hilang.
“Mas Han, tolong peluk Victory,” pinta Cani menarik kecil ujung kemeja Han. “Sayang, aku belum mandi. Badanku bau. Kasihan Victory, nanti bisa pingsan nyium aromaku,” tolak Han secara halus. “Kok tadi sempat peluk aku, Mas?” “Kalau itu beda lagi, Sayang. Kamu ‘kan istriku,” kelit Han menarik Cani ke dalam pelukannya lagi. “Mas! Jangan gini, ah!” Cani berusaha melepaskan diri. Namun hasilnya nihil. Victory cemburu menyaksikan interaksi antara Cani dan Han. Apalagi saat melihat senyuman mengembang di wajah cantik Cani. Makin bikin Victory geregetan. Victory melempar buku yang ia bawa. Tindakan Victory mengejutkan, sekaligus menghentikan aksi Han dan Cani. “Victory? Kamu kenapa?” Cani khawatir. Cani menghampiri Victory, mencoba menenangkan Victory yang menangis lagi. “Victory?” Cani menangkup kedua pipi
“Apa? Surat perceraian dari Victory?” Indra tertawa keras. Menertawakan keputusan Victory yang ingin berpisah darinya. “Dasar wanita tidak tahu terima kasih. Sudah dibaikin, malah ngelunjak,” geram Indra. “Victory itu wanita yang tidak punya harga diri. Aku sudah mengangkat derajatnya. Tapi, apa balasan yang adikmu berikan padaku? Hanya sebuah penghianatan,” sembur Indra jengkel. “Peng-penghianatan?” “Ya! Adikmu sangat menjijikkan. Berkali-kali dia tidur dengan banyak pria di belakangku,” dengus Indra. Indra kesal mengingat kelakuan bejat Victory. Hati Indra juga masih sakit. Luka yang diakibatkan oleh Victory tak ‘kan pernah bisa sembuh. “Victory tidak mungkin seperti itu,” lirih Cani. “Sudah aku duga, kamu tidak mungkin percaya begitu saja. Maka dari itu, aku tetap menyimpan bukti,” kekeh Indra. Ind
“Dari mana Victory mendapatkan uang sebanyak tiga miliyar rupiah?” kata Cani cemas. “Itu bukan urusanku,” sahut Indra. “Victory yang mengajukan perceraian. Victory harus membayar kerugian,” tandas Indra kemudian. “Aku mengerti. Tapi, tiga miliyar, bukankah terlalu berlebihan?” tanya Cani seakan meminta keringan dari Indra. “Tentu saja tidak berlebihan. Justru tiga miliyar masih terhitung kecil. Kamu mau aku menambahkan nominalnya?” gertak Indra. “Dengan uang tiga miliyar rupiah, kamu bersedia mengakhiri pernikahanmu,” tutur Hime kembali mengambil alih arah perbincangan. Indra tersenyum ke arah Hime. “Uang itu tidak banyak bagimu, Nyonya Hime. Kamu bisa meminjamkannya dulu kepada Victory,” saran Indra. “Indra, kamu berniat untuk memerass Mbak Hime?” tuduh Cani. Indra tertawa lalu berkata, “Lihatlah wan
"Sayang, kamu mempertanyakan pertanyaan aneh." Han enggan menjawab. "Enggak aneh kok, Mas. Emang, Mas Han beneran bukan asli orang sini?" Cani malah memperjelas dugaannya terhadap Han. "Tampang suamimu memang terlihat seperti orang dari negara latin. Tapi, Cani, suamimu tetap suamimu," sahut Hime geregetan. "Maksud, Mbak Hime apa?" tanya Cani bingung. Jawaban Hime justru makin membuat Cani merasa aneh. "Perasaanku nggak enak, Mas. Kayak ada yang janggal," ungkap Cani menyentuh dadanya. “Cani, otakmu sudah konslet gara-gara kebanyakan mikirin Victory. Sampai ada yang janggal segala.” Sosor Hime. “Biasanya kamu kalau pusing ‘kan pergi sembayang. Kayaknya kamu kurang mendekatkan diri sama Tuhanmu. Mangkanya perasaanmu nggak enak terus,” terang Hime. “Iya, Mbak. Pasti karena aku kurang berdoa akhir-akhir ini.” Cani menelan mentah-mentah pendapat Hime.