“Dari mana Victory mendapatkan uang sebanyak tiga miliyar rupiah?” kata Cani cemas. “Itu bukan urusanku,” sahut Indra. “Victory yang mengajukan perceraian. Victory harus membayar kerugian,” tandas Indra kemudian. “Aku mengerti. Tapi, tiga miliyar, bukankah terlalu berlebihan?” tanya Cani seakan meminta keringan dari Indra. “Tentu saja tidak berlebihan. Justru tiga miliyar masih terhitung kecil. Kamu mau aku menambahkan nominalnya?” gertak Indra. “Dengan uang tiga miliyar rupiah, kamu bersedia mengakhiri pernikahanmu,” tutur Hime kembali mengambil alih arah perbincangan. Indra tersenyum ke arah Hime. “Uang itu tidak banyak bagimu, Nyonya Hime. Kamu bisa meminjamkannya dulu kepada Victory,” saran Indra. “Indra, kamu berniat untuk memerass Mbak Hime?” tuduh Cani. Indra tertawa lalu berkata, “Lihatlah wan
"Sayang, kamu mempertanyakan pertanyaan aneh." Han enggan menjawab. "Enggak aneh kok, Mas. Emang, Mas Han beneran bukan asli orang sini?" Cani malah memperjelas dugaannya terhadap Han. "Tampang suamimu memang terlihat seperti orang dari negara latin. Tapi, Cani, suamimu tetap suamimu," sahut Hime geregetan. "Maksud, Mbak Hime apa?" tanya Cani bingung. Jawaban Hime justru makin membuat Cani merasa aneh. "Perasaanku nggak enak, Mas. Kayak ada yang janggal," ungkap Cani menyentuh dadanya. “Cani, otakmu sudah konslet gara-gara kebanyakan mikirin Victory. Sampai ada yang janggal segala.” Sosor Hime. “Biasanya kamu kalau pusing ‘kan pergi sembayang. Kayaknya kamu kurang mendekatkan diri sama Tuhanmu. Mangkanya perasaanmu nggak enak terus,” terang Hime. “Iya, Mbak. Pasti karena aku kurang berdoa akhir-akhir ini.” Cani menelan mentah-mentah pendapat Hime.
“Cani, pertanyaanmu itu aneh. Hubunganku dengan Victory sudah lama berakhir. Tentu saja aku tak memiliki perasaan apa pun padanya,” jawab Marci.Marci agak tercekat saat berbicara. Seakan kalimat yang ia ucapkan sangat sulit keluar dari bibirnya yang tipis.“Syukurlah ... Aku tidak ingin Victory dibenci Mbak Hime lagi.” Cani bernapas lega.“Bagaimana pun juga, dalam sebuah perselingkuhan, tak hanya pihak wanita yang bersalah,” terang Cani seperti memberi nasihat pada Marci.“Aku mengerti, Cani. Kamu jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin mengetahui kondisi Victory. Tidak lebih dari itu,” tukas Marci meluruskan.“Baiklah, kalian boleh mengobrol berdua. Tapi, jangan lebih dari tiga puluh menit ya.”Meskipun diliputi keraguan, Cani tetap memberi Marci kesempatan untuk berbincang bersama Victory. Lagi pula, uang yang Cani dapat berasal dari Marci.“Kamu tenang saja, aku tidak suka mengingkari janji,” balas Marci.Marci masuk ke dalam kamar di mana Victory berada. Rupanya, Victory tak ti
"Lihat! Siapa yang datang?" seru Bu Helena. Cani dan suaminya berjalan mendekati Bu Helena. Seperti biasa, Cani langsung mencium punggung tangan sang ibu. Namun, ketika suami Cani ingin menyentuh jari Bu Helena. Wanita itu langsung menarik tangannya, sambil melempar tatapan jijik ke arah sang menantu. "Aduh! Ngapain sih, Mbak! Kamu pakek datang segala? 'Kan sudah kubilang, enggak usah datang! Sebenarnya kamu baca pesan grup WA atau enggak sih?" cerocos Victory. Bu Helena merupakan ibu tiri Cani. Sedangkan Victory adalah adik kandung tunggal bapak. Maksudnya, Victory dan Cani beda ibu. Namun satu bapak. Bu Helena menikah dengan ayah Cani, lalu melahirkan Victory. "Ya … Nggak masalah dong, kalau aku hadir. Aku pengen lihat adikku menikah," terang Cani tetap tersenyum. Victory berdecap. Dia mengalihkan pandangannya kepada Han, suami Cani. "Lagian ngapain, Mbak ke sini bawa gembel? Bikin malu saja," ucap Victory sambil menatap rendah Han. Meskipun Cani sudah tahu ju
Rasanya, ingin sekali Cani memukul wajah menyebalkan yang ditampilkan oleh Victory. "Gayamu, Dek. Padahal dulu uang segitu sudah banyak buat kamu. Sekarang kamu sombong banget," ujar Cani. Cani agak miris melihat kelakukan congkak keluarganya. Mereka seakan melupakan kedihupan mereka sebelumnya. Terutama untuk Ibu Tiri dan adiknya. "Apaan sih, Mbak. Dulu ya dulu. Manusia itu mengalami peningkatan sosial. Bukan penurunan sosial kayak kamu!" ketus Victory. "Cani, ayo kita pulang," ajak Han menggenggam lengan Cani. "Pulang sana! Aku udah eneg ngelihat muka kalian berdua! Bikin noda di pestaku aja!" pungkas Victory. Dengan sedikit rasa kekesalan, Cani berlalu meninggalkan tempat pesta pernikahan. Mereka berdua pulang, dengan mengendarai motor butut milik Han. Selama perjalan menuju rumah. Cani tak bisa berhenti menggerutu. Tubuh Cani yang kecil dan pendek, berusaha mensejajarkan diri dengan tubuh besar sang suami. "Mereka tuh apa-apaan sih? Jadi kayak gitu! Songong amat ya
Dengan santai Han menjawab, “Aku tidak dipecat, Sayang. Hari ini atasan pabrik datang. Sehingga karyawan tidak diperkenankan untuk lembur. Mangkanya aku bisa pulang lebih awal.”Cani merasa lega.“Oh ... Kirain dipecat,” sahut Mbak Fatin. “Tapi ‘kan kalau enggak lembur bayarannya makin dikit. Mana ada duit buat beli rumah keprabon,” cibirnya kemudian.“Membeli rumah Keprabon?” tanya Han memastikan.Karena Cani tak ingin terjadi perdebatan. Wanita itu meminta sang suami untuk segera masuk ke dalam rumah. Han pun menuruti sang istri.“Kita bisa bicarakan nanti, Mbak. Lagi pula, Mas Han nggak ada hubungannya dengan warisan keluarga kita. Aku harap, Mbak Fatin tidak menyudutkan Mas Han,” tegas Cani.Cani masuk ke dalam rumah. Tanpa menunggu tanggapan dari kakaknya itu.Begitu masuk ke dalam rumah, Cani sudah disambut oleh Han yang ternyata menunggunya.“Maksud dari mbakmu apa, Sayang?” tanya Han bersuara lembut.Cani meletakkan barang bawaannya kemudian duduk di samping Han.“Mereka mulai
Perdebatan kecil tak terhindarkan. Saudara Cani yang lain mulai ikut menyudutkan Cani. Menyalahkan Cani. Dan menuduh Cani serakah. "Rumah keprabon harus dibagi!" bentak Mbak Fatin. “Sebelum ayah meninggal. Ayah sudah membagi tanah kosong samping rumah. Sedangkan rumah ini adalah hakku. Ayah sendiri yang mengatakannya,” urai Cani. “Mana buktinya kalau ayah kasih rumah ini sama kamu? Jangan asal ngoceh kamu!” tuntut Mbak Fatin. Cani menatap kakak pertamanya, dan Bu Helena yang menjadi saksi waktu itu. Namun, keduanya mengelak pernyataan Cani. Bu Helena malah menuduh jika Cani suka ngarang. “Ya Allah ... Kok tega kalian bohong?” ucap Cani. Cani mencegah Han yang ingin membantu dirinya berbicara. Cani tidak ingin Han diserang oleh saudara-saudaranya yang beringas. Alhasil, Han pun tak bisa mengeluarkan pendapatnya. Padahal Han sudah geregetan. “Kamu yang bohong! Mana ada ayahmu ngasih rumah keluarga kepadamu! Dasar halu!” cela Bu Helena. Cani langsung beristighfar sembari mengel
Han tersenyum tipis kemudian menjawab, “Uang ini milikku, Sayang.”Sontak Cani terkejut sekaligus tak percaya. Masa iya, suaminya memiliki uang sebanyak ini? Dari mana coba?“Mas Han jangan bohong ... Sekarang, Mas jawab jujur. Dapat uang ini dari mana?” tanya Cani sedikit mendesak Han agar segera menjawab dengan benar. Han menatap Cani intens. Sebelum menjawab, Han sempat menghela napas terlebih dahulu.“Jangan mikir aneh-aneh. Uang ini dari hasil penjualan tanah,” terang Han. “Apa? Tanah di mana? Kamu menjual tanah siapa?” cecar Cani mulai gelisah. Han menggelengkan kepalanya pelan. “Aku menjual tanah peninggalan nenekku yang diserahkan kepadaku,” kata Han santai. “Tanah peninggalan nenek? Kok, Mas nggak pernah kasih tahu aku sebelumnya? Mas mau main rahasia nih sama aku?” sungut Cani sedikit kesal dan merajuk. Han menyentuh kedua pundak Cani. Juga memberi sedikit rematan di sana agar Cani tenang. Dia tidak ingin menerima amukan dari istrinya tercinta. “Dengarkan aku dulu. S