Tak perlu menunggu waktu lama. Anak buah Marci datang dengan membawa pesanan Marci. Yakni sebuah ponsel baru, dan rekening untuk Victory.“Kamu boleh pergi,” ucap Marci meminta anak buahnya untuk keluar dari kamar Victory.Marci menyerahkan ponsel yang masih terbungkus Box, menandakan jika ponsel itu memang masih baru.Mata Victory berbinar saat membuka box ponsel. Ia tak menyangka, akan memiliki ponsel mahal ini.“Kita memiliki ponsel yang sama,” kata Marci.Seperti biasa, Marci selalu menebar senyuman.Karena Victory sudah kebal dari senyuman palsu Marci, Victory jadi bisa bersikap biasa saja. Tidak seperti dulu yang selalu terpesona setiap kali Marci tersenyum.(“Kepalaku pusing. Aku ingin pergi tidur. Kamu bisa pulang?”)Marci agak kecewa saat Victory mengusir dirinya. Namun, Marci tak mungkin memaksakan kehendaknya.“Sepertinya, kamu memang harus beristirahat. Aku sudah terlalu lama di sini. Aku pulang dulu,” pamit Marci.Sebenarnya Marci tak rela meninggalkan Victory. Ia masih i
Hime keluar dari lift yang langsung menuju ke ruangan makan. Ia tersenyum begitu melihat Marci yang sedang duduk nyaman di salah satu kursi.“Sarapan apa hari ini?” tanya Hime menghampiri Marci.“Koki masak nasi goreng,” jawab Marci.Hime menganggukkan kepala sambil duduk di samping Marci.“Nasi goreng, makanan favoritku,” ucap Hime basa-basi.“Tapi, tidak untuk sarapan. Terlalu berat,” balas Marci.Hime melihat piring Marci yang berisi telur, dan kentang rebus.“Kamu masih menjaga pola makanmu? Wah, kamu mengagumkan.” Hime mencibir Marci.“Tidak ada yang mencintai tubuhku, sehebat aku,” timpal Marci.Hime tertawa kecil mendengar perkataan Marci.“Kamu masih muda. Tidak perlu terlalu berlebihan,” balas Hime menggelengkan kepala, heran dengan gaya hidup Marci.“Nikmati saja hidupmu,” tambah Hime mengambil satu centong nasi ke piringnya.“Kamu lah yang harus menikmati hidupmu, selagi kamu tinggal di sini,” sahut Marci.“Negara ini sangat aman, dan menyenangkan,” terang Marci.“Bagiku, t
"Mas Han, aku pengen kayak gini terus," ucap Cani sambil mengelus dada sang suami yang terekspos. Han tersenyum dengan memejamkan matanya. Ia makin mengeratkan pelukannya pada pinggang Cani yang sangat pas di genggaman Han. "Kamu senang, Sayang?" tanya Han terkesan menggoda istrinya. "Senang ples puas, Mas. Apalagi, Mas Han kuat banget, bisa main beronde-ronde, sampai bikin aku lemas tak berdaya," ungkap Cani bangga pada suaminya. Perkataan Cani sukses membuat Han tersipu malu. Niatnya ingin menggoda, malah tergoda balik. "Terima kasih, Mas Han. Aku senang sekali," imbuh Cani menggerakkan kepalanya, mencari posisi ternyaman di bahu Han."Syukurlah ... Sayang puas, Mas lemas," kelakar Han diselingi suara tawa kecil. Mereka berdua baru saja selesai mengaduk kasih di atas ranjang. Saling menukar cinta dalam balutan adegan panas yang dipenuhi gerakan erotis. "Gimana engga lemas?" kekeh Cani menepuk-nepuk pela
Kedua mata Victory yang berkaca-kaca terbuka dengan lebar. Badan Victory juga bergetar hebat, menandakan jika sang pemilik tubuh tengah diliputi rasa takut yang amat luar biasa.Victory tahu betul bagaimana sakitnya saat lidahnya dipotong oleh Indra. Dan sekarang, Hime akan mengambil hidungnya? Victory memang pasrah apabila ia harus mati. Namun, Victory sama sekali tidak siap jika ia disiksa terlebih dahulu sebelum dibunuh.“Aku bakal bikin hidung kamu mancung kayak hidungku,” desis Hime kesetanan.Hime sengaja tak langsung melukai wajah Victory dengan pisau. Ia masih menikmati ekspresi takut yang terpantri di wajah elok Victory.“Kamu sangat suka mencibir, dan mengolok orang lain. Kamu pasti sangat menderita saat kehilangan lidahmu. Aku turut prihatin,” cerocos Hime.Suara lirih Hime masih mampu didengar oleh telinga Victory yang tidak tuli.“Bisa dibilang kamu sudah kehilangan senjatamu. Jadi, sekarang kamu tidak mung
“Dimakan? Memangnya Mas Han kanibal?” Cani menimpali perkataan nyeleneh Marci.“Mungkin saja,” balas Marci seadanya. Cani menggelengkan kepalanya, dan lebih memilih untuk tak melanjutkan obrolan yang menurutnya tidak akan ada ujungnya jika terus diladeni.“Setelah ini apa?” tanya Han seakan tidak sabar ingin mempermainkan Indra.“Sabar dulu. Kita harus menunggu waktu yang pas. Seperti ketika kebun kelapa sawit Indra mulai panen,” jawab Marci menyeringai lebar.***Haily keluar dari dalam kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Ia baru saja membersihkan tubuhnya, setelah seharian menjalani aktivitas yang cukup melelahkan.Haily duduk santai di meja rias. Ia sangat terkejut, bahkan sempat berteriak, ketika melihat sosok Hime dari pantulan cermin di depannya. Sontak Haily langsung menoleh ke belakang. “Ngapain kamu di sini? Kok kamu bisa masuk ke dalam kamarku?” sungut Haily
Cani tak mampu menutupi keterkejutannya. Apa mungkin, Indra menyiksa Victoru karena memergoki hubungan terlarang yang pernah terjalin antara Marci dan Victory? Tapi, tetap saja, kekerasan dalam rumah tangga, tidak pernah bisa dibenarkan. Apalagi sampai membuat adiknya cacat permanen. Indra harus mendapat ganjaran atas perbuatannya. Keputusan Cani sudah bulat. Tidak mungkin berubah. "Bapak Indra yang terhormat. Aku pertegas sekali lagi. Mulai sekarang, perusahaan ini tidak menjalin kerja sama apa pun dengan perkebunan milikmu."Mendengar pernyataan itu, Indra jadi naik pitam. Kedua tangannya yang terkepal sudah siap untuk menghantam kepala Cani. Indra melangkahkan kakinya mendekati Cani, begitu ada di dekat Cani, Indra mengayunkan tangannya, berniat untuk memukul Cani. Namun, tangannya terhenti, ada seseorang yang menahan. "Berani memukul istriku?" tekan Han. Han mendorong Indra hingga membuat tubuh Indra mundur ke
Suasana di rumah Cani dan Han terasa berat. Cani, dengan tegar, memeluk Victory erat-erat, meyakinkan adiknya bahwa ia tetap dicintai dan didukung. Air mata Victory mengalir deras, tanpa suara, menceritakan kesedihan yang tak terucapkan. Cani terus mengusap punggung Victory, membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bisa sedikit meringankan beban batin adiknya yang terluka. Han duduk di samping mereka, tangannya terulur untuk ikut mengusap rambut Victory dengan lembut, sentuhan yang penuh empati dan pengertian. Ekspresi wajah Han sulit diartikan. Ia terlihat tenang, namun ada semburat kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya. Bukan berarti Han tidak mendukung Victory, tetapi keheningan Victory, ketiadaan suara untuk menjelaskan semuanya, membuat Han semakin sulit untuk sepenuhnya memahami situasi.Han mengerti bahwa ada yang disembunyikan, lebih banyak lagi yang tak bisa diungkapkan oleh Victory karena keterbatasanny
Persidangan atas kasus penyebaran video tak senonoh yang dilakukan oleh Indra telah membuahkan hasil. Semua sesuai dengan keinginan Han. Indra hanya dihukum selama tiga tahun kurungan penjara, dan denda sebanyak satu juta rupiah.Bagi Cani dan Victory, hukuman tersebut sangatlah ringan, tak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh Victory. Belum lagi, Indra juga melaporkan Victory atas tuduhan perzinahan.Sepertinya Cani tak mau kalah. Ia juga berniat untuk melaporkan Indra karena Indra telah melakukan kekerasan terhadap Victory. Akan tetapi, Victory tidak ingin masalah ini makin panjang. Sehingga Cani terpaksa menahan diri.“Hanya dihukum tiga bulan? Hakim itu pasti sudah disuap sama Indra!” Sedari tadi Cani ngedumel. Menunjukkan ketidakterimaannya terhadap putusan sang hakim agung.“Indra sudah tidak memiliki uang. Mustahil jika ia bisa menyuap hakim,” sahut Marci membela hakim yang ternyata kenalannya sendiri.“Sebelum memutuskan h
Detik-detik setelah mengetahui jika Cani sedang bersama Rio, wajah Han menegang. Amarah membara di matanya. "Rio, si bajingan itu, berani-beraninya menculik istriku!"Tanpa ragu, Han langsung menghubungi Marci menggunakan ponselnya. Han menceritakan semua yang menimpanya kepala Marci. "Marci, lacak Cani. Pakai semua yang kamu punya," perintah Han dingin dan penuh ancaman.Marci yang dari dulu sudah terbiasa dengan sifat tegas bosnya, segera menjalankan tugas. Ia mengakses sistem pelacak canggih yang terhubung ke perangkat kecil di bawah kulit Cani, sebuah alat yang ditanamkan Han tanpa sepengetahuan Cani. Data lokasi Cani muncul di layar monitor, titik bergerak cepat menuju bandara. "Cani menuju bandara, sepertinya Rio akan membawa Cani ke Meksiko. Tidak ada tempat lain selain Meksiko," lapor Marci dengan napas tersengal.Han langsung tancap gas. Ia melaju dengan kecepatan tinggi menuju bandara. Adrenalinnya memuncak saat bayangan wajah Cani yang ketakutan terbayang di benaknya. I
Mobil bagaikan sebuah peti mati yang beroda. Gelap, sempit, dan mencekik. Tali nilon yang melilit pergelangan tangan Cani terasa semakin mengerat, menciptakan rasa sakit yang membakar.Cani mencoba lagi, dan lagi, menarik-narik tali itu, namun hanya rasa perih yang menusuk kulitnya. Di bibirnya, lirih dan putus asa, terucap hanya satu kalimat, "Mas Han ... Tolong aku ...." Kalimat itu bergema dalam kegelapan, sebuah permohonan yang mungkin tak akan pernah sampai.Di luar, kegelapan pedesaan berganti dengan pemandangan jalan raya yang semakin ramai. Lampu-lampu kota mulai bermunculan, tapi bukan kota yang dikenalnya. Cani menyadari, ia dibawa jauh, jauh dari tempat tinggalnya. Jalan raya berganti dengan jalan yang menuju bandara.Hati Cani mencelos. Ia jelas sudah dibawa ke luar kota, dan sekarang ... Sebuah bandara? Ke mana ia akan dibawa? Keputusasaan mencengkeram Cani lebih erat."Mas Han ... Kamu di mana?" isakannya terdengar di antara giginya yang terkatup.Cani menendang k
Kedatangan Rio membuat Han makin memperketat penjagaannya. Terutama pada Cani yang sepertinya diincar oleh Rio. Han ingin melakukan pertemuan kembali dengan Rio, guna mempertanyakan maksud, dan tujuan Rio datang ke Indonesia. Akan tetapi, Rio seperti belut yang licin. Tak mudah untuk bertemu Rio lagi. Bahkan Han tak mampu melacak keberadaan Rio. "Ke mana si keparat itu?" geram Han meremas gelas yang ia genggam. "Entah lah, apa mungkin dia kembali? Tapi, aku sudah mengecek di seluruh bandara, dan pelabuhan. Rio belum keluar dari negara ini," jelas Marci. "Mungkin Rio hanya menggertak saja," sahut Hime. Semua orang tampak panik, dan gelisah saat mengetahui Rio mengunjungi Han, kecuali Hime yang terlihat biasa saja, malah cenderung ke santai. "Rio itu pembisnis, kalau boleh menebak, mungkin ada pekerjaan di sini, berhubung dia tahu kamu bersembunyi di sini, Rio mengunjungimu," urai Hime. Han menyipitkan matanya saat mendengar celoteh Hime. "Jadi, Rio sudah tahu aku bersembunyi d
Seiring berjalannya waktu, akhirnya hari ini Indra bebas dari penjara. Indra merasa sangat lega. Ias sempat mengumpat, dan bersumpah tidak akan sudih kembali lagi ke tempat mengerikan seperti penjara. Indra turun dari mobil yang ia tumpangi tepat di depan gerbang rumahnya. Baru saja Indra membuka gerbang, ia dikejutkan dengan dua buldoser yang terparkir di halaman rumahnya. "Apa-apaan ini!" geram Indra mengetahui jika tamanan hias ratusan juta miliknya telah digilas oleh roda buldoser. Seorang pria bertubuh tinggi turun dari buldoser. Ia tersenyum menyambut kedatangan Indra. "Han?" lirih Indra terkejut. "Ngapain kamu di sini?" sungutnya risih. "Aku ingin menyambutmu. Aku sudah menyiapkan hadiah yang bagus untukmu," ringis Han. "Tutup mulutmu! Pergi dari rumahku!" usir Indra. "Rumahmu? Sepertinya kamu melupakan sesuatu. Sebelum kamu di penjara, rumahmu sudah disita pihak bank, karena kamu tidak sanggup membayar hutang," ujar Han. Indra tak mampu menutupi keterkejutannya, kedua
Persidangan atas kasus penyebaran video tak senonoh yang dilakukan oleh Indra telah membuahkan hasil. Semua sesuai dengan keinginan Han. Indra hanya dihukum selama tiga tahun kurungan penjara, dan denda sebanyak satu juta rupiah.Bagi Cani dan Victory, hukuman tersebut sangatlah ringan, tak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh Victory. Belum lagi, Indra juga melaporkan Victory atas tuduhan perzinahan.Sepertinya Cani tak mau kalah. Ia juga berniat untuk melaporkan Indra karena Indra telah melakukan kekerasan terhadap Victory. Akan tetapi, Victory tidak ingin masalah ini makin panjang. Sehingga Cani terpaksa menahan diri.“Hanya dihukum tiga bulan? Hakim itu pasti sudah disuap sama Indra!” Sedari tadi Cani ngedumel. Menunjukkan ketidakterimaannya terhadap putusan sang hakim agung.“Indra sudah tidak memiliki uang. Mustahil jika ia bisa menyuap hakim,” sahut Marci membela hakim yang ternyata kenalannya sendiri.“Sebelum memutuskan h
Suasana di rumah Cani dan Han terasa berat. Cani, dengan tegar, memeluk Victory erat-erat, meyakinkan adiknya bahwa ia tetap dicintai dan didukung. Air mata Victory mengalir deras, tanpa suara, menceritakan kesedihan yang tak terucapkan. Cani terus mengusap punggung Victory, membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bisa sedikit meringankan beban batin adiknya yang terluka. Han duduk di samping mereka, tangannya terulur untuk ikut mengusap rambut Victory dengan lembut, sentuhan yang penuh empati dan pengertian. Ekspresi wajah Han sulit diartikan. Ia terlihat tenang, namun ada semburat kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya. Bukan berarti Han tidak mendukung Victory, tetapi keheningan Victory, ketiadaan suara untuk menjelaskan semuanya, membuat Han semakin sulit untuk sepenuhnya memahami situasi.Han mengerti bahwa ada yang disembunyikan, lebih banyak lagi yang tak bisa diungkapkan oleh Victory karena keterbatasanny
Cani tak mampu menutupi keterkejutannya. Apa mungkin, Indra menyiksa Victoru karena memergoki hubungan terlarang yang pernah terjalin antara Marci dan Victory? Tapi, tetap saja, kekerasan dalam rumah tangga, tidak pernah bisa dibenarkan. Apalagi sampai membuat adiknya cacat permanen. Indra harus mendapat ganjaran atas perbuatannya. Keputusan Cani sudah bulat. Tidak mungkin berubah. "Bapak Indra yang terhormat. Aku pertegas sekali lagi. Mulai sekarang, perusahaan ini tidak menjalin kerja sama apa pun dengan perkebunan milikmu."Mendengar pernyataan itu, Indra jadi naik pitam. Kedua tangannya yang terkepal sudah siap untuk menghantam kepala Cani. Indra melangkahkan kakinya mendekati Cani, begitu ada di dekat Cani, Indra mengayunkan tangannya, berniat untuk memukul Cani. Namun, tangannya terhenti, ada seseorang yang menahan. "Berani memukul istriku?" tekan Han. Han mendorong Indra hingga membuat tubuh Indra mundur ke
“Dimakan? Memangnya Mas Han kanibal?” Cani menimpali perkataan nyeleneh Marci.“Mungkin saja,” balas Marci seadanya. Cani menggelengkan kepalanya, dan lebih memilih untuk tak melanjutkan obrolan yang menurutnya tidak akan ada ujungnya jika terus diladeni.“Setelah ini apa?” tanya Han seakan tidak sabar ingin mempermainkan Indra.“Sabar dulu. Kita harus menunggu waktu yang pas. Seperti ketika kebun kelapa sawit Indra mulai panen,” jawab Marci menyeringai lebar.***Haily keluar dari dalam kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Ia baru saja membersihkan tubuhnya, setelah seharian menjalani aktivitas yang cukup melelahkan.Haily duduk santai di meja rias. Ia sangat terkejut, bahkan sempat berteriak, ketika melihat sosok Hime dari pantulan cermin di depannya. Sontak Haily langsung menoleh ke belakang. “Ngapain kamu di sini? Kok kamu bisa masuk ke dalam kamarku?” sungut Haily
Kedua mata Victory yang berkaca-kaca terbuka dengan lebar. Badan Victory juga bergetar hebat, menandakan jika sang pemilik tubuh tengah diliputi rasa takut yang amat luar biasa.Victory tahu betul bagaimana sakitnya saat lidahnya dipotong oleh Indra. Dan sekarang, Hime akan mengambil hidungnya? Victory memang pasrah apabila ia harus mati. Namun, Victory sama sekali tidak siap jika ia disiksa terlebih dahulu sebelum dibunuh.“Aku bakal bikin hidung kamu mancung kayak hidungku,” desis Hime kesetanan.Hime sengaja tak langsung melukai wajah Victory dengan pisau. Ia masih menikmati ekspresi takut yang terpantri di wajah elok Victory.“Kamu sangat suka mencibir, dan mengolok orang lain. Kamu pasti sangat menderita saat kehilangan lidahmu. Aku turut prihatin,” cerocos Hime.Suara lirih Hime masih mampu didengar oleh telinga Victory yang tidak tuli.“Bisa dibilang kamu sudah kehilangan senjatamu. Jadi, sekarang kamu tidak mung