“Dimakan? Memangnya Mas Han kanibal?” Cani menimpali perkataan nyeleneh Marci.
“Mungkin saja,” balas Marci seadanya.Cani menggelengkan kepalanya, dan lebih memilih untuk tak melanjutkan obrolan yang menurutnya tidak akan ada ujungnya jika terus diladeni.“Setelah ini apa?” tanya Han seakan tidak sabar ingin mempermainkan Indra.“Sabar dulu. Kita harus menunggu waktu yang pas. Seperti ketika kebun kelapa sawit Indra mulai panen,” jawab Marci menyeringai lebar.***Haily keluar dari dalam kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Ia baru saja membersihkan tubuhnya, setelah seharian menjalani aktivitas yang cukup melelahkan.Haily duduk santai di meja rias. Ia sangat terkejut, bahkan sempat berteriak, ketika melihat sosok Hime dari pantulan cermin di depannya. Sontak Haily langsung menoleh ke belakang.“Ngapain kamu di sini? Kok kamu bisa masuk ke dalam kamarku?” sungut HailyCani tak mampu menutupi keterkejutannya. Apa mungkin, Indra menyiksa Victoru karena memergoki hubungan terlarang yang pernah terjalin antara Marci dan Victory? Tapi, tetap saja, kekerasan dalam rumah tangga, tidak pernah bisa dibenarkan. Apalagi sampai membuat adiknya cacat permanen. Indra harus mendapat ganjaran atas perbuatannya. Keputusan Cani sudah bulat. Tidak mungkin berubah. "Bapak Indra yang terhormat. Aku pertegas sekali lagi. Mulai sekarang, perusahaan ini tidak menjalin kerja sama apa pun dengan perkebunan milikmu."Mendengar pernyataan itu, Indra jadi naik pitam. Kedua tangannya yang terkepal sudah siap untuk menghantam kepala Cani. Indra melangkahkan kakinya mendekati Cani, begitu ada di dekat Cani, Indra mengayunkan tangannya, berniat untuk memukul Cani. Namun, tangannya terhenti, ada seseorang yang menahan. "Berani memukul istriku?" tekan Han. Han mendorong Indra hingga membuat tubuh Indra mundur ke
Suasana di rumah Cani dan Han terasa berat. Cani, dengan tegar, memeluk Victory erat-erat, meyakinkan adiknya bahwa ia tetap dicintai dan didukung. Air mata Victory mengalir deras, tanpa suara, menceritakan kesedihan yang tak terucapkan. Cani terus mengusap punggung Victory, membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bisa sedikit meringankan beban batin adiknya yang terluka. Han duduk di samping mereka, tangannya terulur untuk ikut mengusap rambut Victory dengan lembut, sentuhan yang penuh empati dan pengertian. Ekspresi wajah Han sulit diartikan. Ia terlihat tenang, namun ada semburat kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya. Bukan berarti Han tidak mendukung Victory, tetapi keheningan Victory, ketiadaan suara untuk menjelaskan semuanya, membuat Han semakin sulit untuk sepenuhnya memahami situasi.Han mengerti bahwa ada yang disembunyikan, lebih banyak lagi yang tak bisa diungkapkan oleh Victory karena keterbatasanny
Persidangan atas kasus penyebaran video tak senonoh yang dilakukan oleh Indra telah membuahkan hasil. Semua sesuai dengan keinginan Han. Indra hanya dihukum selama tiga tahun kurungan penjara, dan denda sebanyak satu juta rupiah.Bagi Cani dan Victory, hukuman tersebut sangatlah ringan, tak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh Victory. Belum lagi, Indra juga melaporkan Victory atas tuduhan perzinahan.Sepertinya Cani tak mau kalah. Ia juga berniat untuk melaporkan Indra karena Indra telah melakukan kekerasan terhadap Victory. Akan tetapi, Victory tidak ingin masalah ini makin panjang. Sehingga Cani terpaksa menahan diri.“Hanya dihukum tiga bulan? Hakim itu pasti sudah disuap sama Indra!” Sedari tadi Cani ngedumel. Menunjukkan ketidakterimaannya terhadap putusan sang hakim agung.“Indra sudah tidak memiliki uang. Mustahil jika ia bisa menyuap hakim,” sahut Marci membela hakim yang ternyata kenalannya sendiri.“Sebelum memutuskan h
Seiring berjalannya waktu, akhirnya hari ini Indra bebas dari penjara. Indra merasa sangat lega. Ias sempat mengumpat, dan bersumpah tidak akan sudih kembali lagi ke tempat mengerikan seperti penjara. Indra turun dari mobil yang ia tumpangi tepat di depan gerbang rumahnya. Baru saja Indra membuka gerbang, ia dikejutkan dengan dua buldoser yang terparkir di halaman rumahnya. "Apa-apaan ini!" geram Indra mengetahui jika tamanan hias ratusan juta miliknya telah digilas oleh roda buldoser. Seorang pria bertubuh tinggi turun dari buldoser. Ia tersenyum menyambut kedatangan Indra. "Han?" lirih Indra terkejut. "Ngapain kamu di sini?" sungutnya risih. "Aku ingin menyambutmu. Aku sudah menyiapkan hadiah yang bagus untukmu," ringis Han. "Tutup mulutmu! Pergi dari rumahku!" usir Indra. "Rumahmu? Sepertinya kamu melupakan sesuatu. Sebelum kamu di penjara, rumahmu sudah disita pihak bank, karena kamu tidak sanggup membayar hutang," ujar Han. Indra tak mampu menutupi keterkejutannya, kedua
"Lihat! Siapa yang datang?" seru Bu Helena. Cani dan suaminya berjalan mendekati Bu Helena. Seperti biasa, Cani langsung mencium punggung tangan sang ibu. Namun, ketika suami Cani ingin menyentuh jari Bu Helena. Wanita itu langsung menarik tangannya, sambil melempar tatapan jijik ke arah sang menantu. "Aduh! Ngapain sih, Mbak! Kamu pakek datang segala? Sudah aku bilang, enggak usah datang! Sebenarnya kamu baca pesan grup WA atau enggak sih?" cerca Victory. Bu Helena merupakan ibu tiri Cani. Sedangkan Victory adalah adik kandung tunggal bapak. Maksudnya, Victory dan Cani beda ibu. Namun satu bapak. Bu Helena menikah dengan ayah Cani, lalu melahirkan Victory. "Ya … Nggak masalah dong, kalau aku hadir. Aku pengen lihat adikku menikah," terang Cani tetap tersenyum. Victory berdecap. Dia mengalihkan pandangannya kepada Han, suami Cani. "Lagian ngapain, Mbak ke sini bawa gembel? Bikin malu saja," ucap Victory sambil menatap rendah Han. Meskipun Cani sudah tahu julukan itu untuk su
Rasanya, ingin sekali Cani memukul wajah menyebalkan yang ditampilkan oleh Victory. "Gayamu, Dek. Padahal dulu uang segitu sudah banyak buat kamu. Sekarang kamu sombong banget," ujar Cani. Cani agak miris melihat kelakukan congkak keluarganya. Mereka seakan melupakan kedihupan mereka sebelumnya. Terutama untuk Ibu Tiri dan adiknya. "Apaan sih, Mbak. Dulu ya dulu. Manusia itu mengalami peningkatan sosial. Bukan penurunan sosial kayak kamu!" ketus Victory. "Cani, ayo kita pulang," ajak Han menggenggam lengan Cani. "Pulang sana! Aku udah eneg ngelihat muka kalian berdua! Bikin noda di pestaku aja!" pungkas Victory. Dengan sedikit rasa kekesalan, Cani berlalu meninggalkan tempat pesta pernikahan. Mereka berdua pulang, dengan mengendarai motor butut milik Han. Selama perjalan menuju rumah. Cani tak bisa berhenti menggerutu. Tubuh Cani yang kecil dan pendek, berusaha mensejajarkan diri dengan tubuh besar sang suami. "Mereka tuh apa-apaan sih? Jadi kayak gitu! Songong amat ya
Dengan santai Han menjawab, “Aku tidak dipecat, Sayang. Hari ini atasan pabrik datang. Sehingga karyawan tidak diperkenankan untuk lembur. Mangkanya aku bisa pulang lebih awal.”Cani merasa lega.“Oh ... Kirain dipecat,” sahut Mbak Fatin. “Tapi ‘kan kalau enggak lembur bayarannya makin dikit. Mana ada duit buat beli rumah keprabon,” cibirnya kemudian.“Membeli rumah Keprabon?” tanya Han memastikan.Karena Cani tak ingin terjadi perdebatan. Wanita itu meminta sang suami untuk segera masuk ke dalam rumah. Han pun menuruti sang istri.“Kita bisa bicarakan nanti, Mbak. Lagi pula, Mas Han nggak ada hubungannya dengan warisan keluarga kita. Aku harap, Mbak Fatin tidak menyudutkan Mas Han,” tegas Cani.Cani masuk ke dalam rumah. Tanpa menunggu tanggapan dari kakaknya itu.Begitu masuk ke dalam rumah, Cani sudah disambut oleh Han yang ternyata menunggunya.“Maksud dari mbakmu apa, Sayang?” tanya Han bersuara lembut.Cani meletakkan barang bawaannya kemudian duduk di samping Han.“Mereka mulai
Perdebatan kecil tak terhindarkan. Saudara Cani yang lain mulai ikut menyudutkan Cani. Menyalahkan Cani. Dan menuduh Cani serakah. "Rumah keprabon harus dibagi!" bentak Mbak Fatin. “Sebelum ayah meninggal. Ayah sudah membagi tanah kosong samping rumah. Sedangkan rumah ini adalah hakku. Ayah sendiri yang mengatakannya,” urai Cani. “Mana buktinya kalau ayah kasih rumah ini sama kamu? Jangan asal ngoceh kamu!” tuntut Mbak Fatin. Cani menatap kakak pertamanya, dan Bu Helena yang menjadi saksi waktu itu. Namun, keduanya mengelak pernyataan Cani. Bu Helena malah menuduh jika Cani suka ngarang. “Ya Allah ... Kok tega kalian bohong?” ucap Cani. Cani mencegah Han yang ingin membantu dirinya berbicara. Cani tidak ingin Han diserang oleh saudara-saudaranya yang beringas. Alhasil, Han pun tak bisa mengeluarkan pendapatnya. Padahal Han sudah geregetan. “Kamu yang bohong! Mana ada ayahmu ngasih rumah keluarga kepadamu! Dasar halu!” cela Bu Helena. Cani langsung beristighfar sembari mengel
Seiring berjalannya waktu, akhirnya hari ini Indra bebas dari penjara. Indra merasa sangat lega. Ias sempat mengumpat, dan bersumpah tidak akan sudih kembali lagi ke tempat mengerikan seperti penjara. Indra turun dari mobil yang ia tumpangi tepat di depan gerbang rumahnya. Baru saja Indra membuka gerbang, ia dikejutkan dengan dua buldoser yang terparkir di halaman rumahnya. "Apa-apaan ini!" geram Indra mengetahui jika tamanan hias ratusan juta miliknya telah digilas oleh roda buldoser. Seorang pria bertubuh tinggi turun dari buldoser. Ia tersenyum menyambut kedatangan Indra. "Han?" lirih Indra terkejut. "Ngapain kamu di sini?" sungutnya risih. "Aku ingin menyambutmu. Aku sudah menyiapkan hadiah yang bagus untukmu," ringis Han. "Tutup mulutmu! Pergi dari rumahku!" usir Indra. "Rumahmu? Sepertinya kamu melupakan sesuatu. Sebelum kamu di penjara, rumahmu sudah disita pihak bank, karena kamu tidak sanggup membayar hutang," ujar Han. Indra tak mampu menutupi keterkejutannya, kedua
Persidangan atas kasus penyebaran video tak senonoh yang dilakukan oleh Indra telah membuahkan hasil. Semua sesuai dengan keinginan Han. Indra hanya dihukum selama tiga tahun kurungan penjara, dan denda sebanyak satu juta rupiah.Bagi Cani dan Victory, hukuman tersebut sangatlah ringan, tak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh Victory. Belum lagi, Indra juga melaporkan Victory atas tuduhan perzinahan.Sepertinya Cani tak mau kalah. Ia juga berniat untuk melaporkan Indra karena Indra telah melakukan kekerasan terhadap Victory. Akan tetapi, Victory tidak ingin masalah ini makin panjang. Sehingga Cani terpaksa menahan diri.“Hanya dihukum tiga bulan? Hakim itu pasti sudah disuap sama Indra!” Sedari tadi Cani ngedumel. Menunjukkan ketidakterimaannya terhadap putusan sang hakim agung.“Indra sudah tidak memiliki uang. Mustahil jika ia bisa menyuap hakim,” sahut Marci membela hakim yang ternyata kenalannya sendiri.“Sebelum memutuskan h
Suasana di rumah Cani dan Han terasa berat. Cani, dengan tegar, memeluk Victory erat-erat, meyakinkan adiknya bahwa ia tetap dicintai dan didukung. Air mata Victory mengalir deras, tanpa suara, menceritakan kesedihan yang tak terucapkan. Cani terus mengusap punggung Victory, membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bisa sedikit meringankan beban batin adiknya yang terluka. Han duduk di samping mereka, tangannya terulur untuk ikut mengusap rambut Victory dengan lembut, sentuhan yang penuh empati dan pengertian. Ekspresi wajah Han sulit diartikan. Ia terlihat tenang, namun ada semburat kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya. Bukan berarti Han tidak mendukung Victory, tetapi keheningan Victory, ketiadaan suara untuk menjelaskan semuanya, membuat Han semakin sulit untuk sepenuhnya memahami situasi.Han mengerti bahwa ada yang disembunyikan, lebih banyak lagi yang tak bisa diungkapkan oleh Victory karena keterbatasanny
Cani tak mampu menutupi keterkejutannya. Apa mungkin, Indra menyiksa Victoru karena memergoki hubungan terlarang yang pernah terjalin antara Marci dan Victory? Tapi, tetap saja, kekerasan dalam rumah tangga, tidak pernah bisa dibenarkan. Apalagi sampai membuat adiknya cacat permanen. Indra harus mendapat ganjaran atas perbuatannya. Keputusan Cani sudah bulat. Tidak mungkin berubah. "Bapak Indra yang terhormat. Aku pertegas sekali lagi. Mulai sekarang, perusahaan ini tidak menjalin kerja sama apa pun dengan perkebunan milikmu."Mendengar pernyataan itu, Indra jadi naik pitam. Kedua tangannya yang terkepal sudah siap untuk menghantam kepala Cani. Indra melangkahkan kakinya mendekati Cani, begitu ada di dekat Cani, Indra mengayunkan tangannya, berniat untuk memukul Cani. Namun, tangannya terhenti, ada seseorang yang menahan. "Berani memukul istriku?" tekan Han. Han mendorong Indra hingga membuat tubuh Indra mundur ke
“Dimakan? Memangnya Mas Han kanibal?” Cani menimpali perkataan nyeleneh Marci.“Mungkin saja,” balas Marci seadanya. Cani menggelengkan kepalanya, dan lebih memilih untuk tak melanjutkan obrolan yang menurutnya tidak akan ada ujungnya jika terus diladeni.“Setelah ini apa?” tanya Han seakan tidak sabar ingin mempermainkan Indra.“Sabar dulu. Kita harus menunggu waktu yang pas. Seperti ketika kebun kelapa sawit Indra mulai panen,” jawab Marci menyeringai lebar.***Haily keluar dari dalam kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Ia baru saja membersihkan tubuhnya, setelah seharian menjalani aktivitas yang cukup melelahkan.Haily duduk santai di meja rias. Ia sangat terkejut, bahkan sempat berteriak, ketika melihat sosok Hime dari pantulan cermin di depannya. Sontak Haily langsung menoleh ke belakang. “Ngapain kamu di sini? Kok kamu bisa masuk ke dalam kamarku?” sungut Haily
Kedua mata Victory yang berkaca-kaca terbuka dengan lebar. Badan Victory juga bergetar hebat, menandakan jika sang pemilik tubuh tengah diliputi rasa takut yang amat luar biasa.Victory tahu betul bagaimana sakitnya saat lidahnya dipotong oleh Indra. Dan sekarang, Hime akan mengambil hidungnya? Victory memang pasrah apabila ia harus mati. Namun, Victory sama sekali tidak siap jika ia disiksa terlebih dahulu sebelum dibunuh.“Aku bakal bikin hidung kamu mancung kayak hidungku,” desis Hime kesetanan.Hime sengaja tak langsung melukai wajah Victory dengan pisau. Ia masih menikmati ekspresi takut yang terpantri di wajah elok Victory.“Kamu sangat suka mencibir, dan mengolok orang lain. Kamu pasti sangat menderita saat kehilangan lidahmu. Aku turut prihatin,” cerocos Hime.Suara lirih Hime masih mampu didengar oleh telinga Victory yang tidak tuli.“Bisa dibilang kamu sudah kehilangan senjatamu. Jadi, sekarang kamu tidak mung
"Mas Han, aku pengen kayak gini terus," ucap Cani sambil mengelus dada sang suami yang terekspos. Han tersenyum dengan memejamkan matanya. Ia makin mengeratkan pelukannya pada pinggang Cani yang sangat pas di genggaman Han. "Kamu senang, Sayang?" tanya Han terkesan menggoda istrinya. "Senang ples puas, Mas. Apalagi, Mas Han kuat banget, bisa main beronde-ronde, sampai bikin aku lemas tak berdaya," ungkap Cani bangga pada suaminya. Perkataan Cani sukses membuat Han tersipu malu. Niatnya ingin menggoda, malah tergoda balik. "Terima kasih, Mas Han. Aku senang sekali," imbuh Cani menggerakkan kepalanya, mencari posisi ternyaman di bahu Han."Syukurlah ... Sayang puas, Mas lemas," kelakar Han diselingi suara tawa kecil. Mereka berdua baru saja selesai mengaduk kasih di atas ranjang. Saling menukar cinta dalam balutan adegan panas yang dipenuhi gerakan erotis. "Gimana engga lemas?" kekeh Cani menepuk-nepuk pela
Hime keluar dari lift yang langsung menuju ke ruangan makan. Ia tersenyum begitu melihat Marci yang sedang duduk nyaman di salah satu kursi.“Sarapan apa hari ini?” tanya Hime menghampiri Marci.“Koki masak nasi goreng,” jawab Marci.Hime menganggukkan kepala sambil duduk di samping Marci.“Nasi goreng, makanan favoritku,” ucap Hime basa-basi.“Tapi, tidak untuk sarapan. Terlalu berat,” balas Marci.Hime melihat piring Marci yang berisi telur, dan kentang rebus.“Kamu masih menjaga pola makanmu? Wah, kamu mengagumkan.” Hime mencibir Marci.“Tidak ada yang mencintai tubuhku, sehebat aku,” timpal Marci.Hime tertawa kecil mendengar perkataan Marci.“Kamu masih muda. Tidak perlu terlalu berlebihan,” balas Hime menggelengkan kepala, heran dengan gaya hidup Marci.“Nikmati saja hidupmu,” tambah Hime mengambil satu centong nasi ke piringnya.“Kamu lah yang harus menikmati hidupmu, selagi kamu tinggal di sini,” sahut Marci.“Negara ini sangat aman, dan menyenangkan,” terang Marci.“Bagiku, t
Tak perlu menunggu waktu lama. Anak buah Marci datang dengan membawa pesanan Marci. Yakni sebuah ponsel baru, dan rekening untuk Victory.“Kamu boleh pergi,” ucap Marci meminta anak buahnya untuk keluar dari kamar Victory.Marci menyerahkan ponsel yang masih terbungkus Box, menandakan jika ponsel itu memang masih baru.Mata Victory berbinar saat membuka box ponsel. Ia tak menyangka, akan memiliki ponsel mahal ini.“Kita memiliki ponsel yang sama,” kata Marci.Seperti biasa, Marci selalu menebar senyuman.Karena Victory sudah kebal dari senyuman palsu Marci, Victory jadi bisa bersikap biasa saja. Tidak seperti dulu yang selalu terpesona setiap kali Marci tersenyum.(“Kepalaku pusing. Aku ingin pergi tidur. Kamu bisa pulang?”)Marci agak kecewa saat Victory mengusir dirinya. Namun, Marci tak mungkin memaksakan kehendaknya.“Sepertinya, kamu memang harus beristirahat. Aku sudah terlalu lama di sini. Aku pulang dulu,” pamit Marci.Sebenarnya Marci tak rela meninggalkan Victory. Ia masih i