“Emangnya, Ibu ada bukti? Kalau aku sama Albert berhubungan layaknya suami istri?” kelit Victory.“Kalau nggak punya bukti. Jangan menuduh sembarangan, Bu,” imbuh Victory tidak terima.Bu Helena tak kunjung menanggapi ocehan putrinya. Dia lebih memilih untuk diam, dan menelisik mimik wajah Victory.“Ibu curiga sama aku?” tanya Victory menatap nyalang ibunya.“Firasat seorang ibu tidak pernah salah,” jawab Bu Helena tanpa ragu.“Ya ampun, Ibu ... Albert itu tidak menyukai wanita,” tandas Victory.“Mangkanya, Mas Indra mengizinkan Albert main di sini. Bahkan, Mas Indra sendiri yang kerap meminta Albert untuk menginap di rumah, ketika Mas Indra pergi ke luar kota,” jelas Victory.“Kali ini firasat, Ibu keliru,” tambah Victory menepuk pundak sang ibu.“Masak, sih salah?” gumam Bu Helena meragukan Victory.Victory menganggukkan kepalanya.“Namanya juga manusia, Bu. Tempatnya salah,” timpal Victory enteng.Victory kembali duduk nyaman di sofa. Tangannya meraih ponsel pintar miliknya.“Terus
“Barusan kamu ngomong apa? Kamu ingin mengakhiri hubungan kita?” tanya Albert menatap tajam Victory.“Mau sampai kapan kamu memperlakukan aku seperti ini? Aku memiliki batas,” ungkap Victory.Wajah Victory terlihat sendu. Wanita muda itu tak bisa menutupi betapa lelah dirinya. Kelakuan Albert luar biasa menguras tenaga hidup Victory.Kehidupan seperti ini sama sekali tak pernah terlintas di otak Victory. Albert jauh lebih sadis ketimbang Marci.“Kamu bekerja untuk Hime. Mangkanya, kamu giniin aku,” tuduh Victory.Albert berdecap. “Hime saja tidak tahu tentang hubungan kita. Kenapa kamu selalu menyangkut-pautkan aku dengan Hime?” tanya Albert mengeluarkan ekspresi polos.“Lantas, kenapa kamu memaksa aku untuk melakukan hal-hal gila?” sungut Victory menuntut kejelasan dari Albert.Albert menghela napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Setelah sudah sedikit tenang. Albert duduk di sofa yang ada di sebelah ranjang. Mata Albert tak pernah lepas dari Victory.“Ingatkah kamu? Aku per
“Maaf, barusan kamu ngomong apa? Tolong diulang. Aku takut salah dengar,” pinta Indra ingin memastikan.“Lupakan, aku hanya bercanda tadi,” jawab Haily bete.Indra tersenyum sembari terus memperhatikan penampilan Haily yang anggun. Jujur saja, sebagai seorang lelaki normal, visual Haily sangat menarik perhatian Indra.Wajah Haily yang elok, kulit seputih salju. Serta pakaian mewah yang membalut tubuh ideal Haily. Memperlihatkan betapa parnipurna sosok Haily.“Hey, kenapa kamu bengong?” kata Haily menyentuh punggung tangan Indra.Indra tiba-tiba gugup karena merasakan aura begitu kuat yang terpancar dari Haily.“Maaf, aku sedang memikirkan banyak hal. Jadi, sampai dari mana obrolan kita?” Indra tersadar dari lamunan.“Memangnya kita sedang mengobrol? Kita bahkan belum berkenalan,” kata Haily sedikit kesal.“Perkenalkan, namaku Indra. Aku pemilik seluruh perkebunan kepala sawit di kota ini,” ucap Indra membanggakan diri.“Wah ... Kamu bukan orang biasa. Aku harus memperlakukanmu dengan
“Mas Indra punya teman cewek? Kok nggak pernah cerita ke aku?” protes Victory mengerucutkan bibir.Melihat sang kekasih merajuk, Indra yang awalnya bersikap tenang, berubah panik. Indra pun langsung berkilah dengan mengatakan jika Haily masih saudara jauh. Jadi, Victory tak perlu cemburu.“Yang dikatakan Mas Indra benar. Kita masih bersaudara,” sambung Haily mmebenarkan kehobongan Indra.Meskipun jawaban Indra masuk akal. Tapi, entah mengapa, perasaan Victory tidak enak. Seperti ada kejanggalan di hubungan Indra dan Haily.“Kalian lagi makan, aku boleh ikut, nggak?” pinta Haily tak tahu diri.Sebelum mendapatkan izin dari pemilik rumah, Haily sudah duduk di salah satu kursi.“Victory ... Ibu ... Ayo kita lanjut makan.” Indra mengembalikan suasa agar kondusif.Setelah mengambil sedikit makanan, lalu meletakkannya ke dalam pising. Haily melahap makanan tersebut.“Aduh ... Aku jadi nggak enak, nih. Kayaknya aku datang di saat yang tidak tepat ya?” ujar Haily memecah kehelingan yang sempa
“Mana mungkin kamu melakukannya sendiri. Kamu memang hebat. Tapi, kamu tetap seorang wanita,” kata Albert sedikit meremehkan Haily.“Terdengar tidak masuk akal. Nyatanya, itulah yang terjadi,” balas Haily menyesap rokok elektronik miliknya.“Sebelumnya kamu mengatakan jika kamu dibantu oleh keluargamu.” Albert tak ingin percaya begitu saja.“Keluargaku sangat hebat,” ucap Haily menghela napas.“Namun, itu hanya berlaku di masa lalu. Di saat kartelku masih utuh. Sekarang, mereka sama sekali tidak berdaya,” lanjut Haily menjelaskan.Haily tak ragu utnuk menceritakan mengenai keadaan keluarganya yang sesungguhnya kepada Albert. Toh, Haily sudah lelah berpura-pura di hadapan orang lain.“Jadi, kamu yang membebaskan dirimu sendiri?” tanya Albert menatap nyalang Haily.“Semua terjadi karena ada kesempatan,” jawab Haily enteng.Haily mencodongkan tubuhnya ke arah Albert.“Anak buahmu membuat kesalahan. Aku menghukum mereka untuk meringankan pekerjaanmu.” Secara tidak langusng, Haily mencibir
Han merupkan seorang Godfather. Kedudukan tertinggi di tahta mafia. Han lahir dengan nama Mark Hanzei George. Dari pasangan Mark dan Lusi. Han memiliki kakak angkat laki-laki, dan kembaran perempuan. Han seharusnya menjadi Presdir Geo Grup menggantikan posisi ayahnya. Namun, dunia bawah tanah, lebih membuat Han jatuh hati. ketimbang harus terjun ke dunia bisnis. Sebelum menjadi Godfather, Han memiliki 80% saham Geo Grup. Hal tersebut dijadikan celah oleh musuh-musuh Han. Mereka yang tidak bisa mengalahkan Han. Beralih mengusik Keluarga George. Kondisi tersebut mengakibatkan tewasnya Mark, ayah kandung Han. Dan menjadi titik balik Han. Kematian sang ayah membuat Han sangat murka. Meskipun dirinya tak akrap dengan ayah kandungnya. Han tetap menghormati orang tuanya. Han pun mengambil keputusan besar. Ia menyerahkan seluruh saham Geo Grup yang ia miliki kepada kakak angkatnya. Dan menunjuk sang kakak angkat menjadi Presdir Geo Grup. Setelah memastikan ibunya aman. Han memutuskan un
Seiring berjalannya waktu, usaha Cani makin maju. Bahkan Cani sudah mulai berani menjajal bisnis online. Semua langkah berani Cani selalu didukung oleh Han. Han juga lah yang dengan telaten menghajari Cani. Selain melayani Han, Cani disibukkan dengan mengurus bisnis kripik pisang miliknya. Cani tak menyia-nyiakan media sosial yang ada untuk terus mempromosikan dagangannya. Lahan kosong di belakang toko barunya, sudah berubah menjadi pabrik kecil untuk mengolah kripik pisang. Karena permintaan yang makin membeludak. Mau tak mau Cani memperkerjakan beberapa anak muda di desanya. Kehidupan Cani agaknya berubah. Cani yang sudah memiliki banyak uang, mengubah penampilannya menjadi sedikit lebih rapi, dan enak dipandang. Namun, Cani tetap tak ingin menunjukkan kemewahan. Karakter Cani yang sederhana dan rendah hati. Masih menjadi melekat pada diri Cani. “Bos lagi ngapain nih? Kayaknya seru banget!” ujar Hime berjalan menghampiri Cani yang sedang duduk santai di depan layar laptop
“Kapan, Ibu berangkat ke Thailand?” tanya Victory.“Ibu sudah berkemas dari jauh hari. Tapi, belum juga pergi.” Victory duduk di sebelah ibunya yang sedang menata perlengkapan obat.“Nanti malam ibu akan terbang ke Thailand, bareng temang-teman ibu yang super kaya itu. Untung aku punya mantu tajir. Aku jadi bisa jalan-jalan ke luar negeri. Senangnya ....” jawab Bu Helena sumringah.“Ibu langsung mengganti teman, setelah mendapatkan menantu seperti Indra. Ibu benar-benar membuang teman lama,” sindir Victory tanpa bermaksud menyalahkan sikap Bu Helena.“Teman lama ibu itu tidak berguna. Mereka dari kalangan orang miskin. Kalau ibu terus bersama mereka. Bisa-bisa, aura miskin mereka melekat ke ibu terus. Ya, nggak mau lah. Ibumu ini ‘kan sudah menjadi sosialita.” Bu Helena begitu angkuh saat mengatakannya.“Kamu juga harus gitu. Mangkanya, waktu kamu pengen bertemu teman-teman lamamu. Ibumu ini selalu melarang. Daripada kamu nanti dimanfaatkan,” tambah Bu Helena melirih Victory.“Aku sel
Setelah menghancurkan tablet tersebut hingga tak berbentuk, tiba-tiba layar televisi di sampingnya menyala sendiri, menampilkan adegan di mana Hime mengakui segala kebohongannya mengenai kemandulan Han. Seketika tubuh Hime melorot dan terjatuh di atas lantai.Perhatian Hime kembali fokus pada layar televisi ketika sosok Han tampil di sana. Han menyatakan jika kini ia sudah tidak peduli kepada Hime. Han juga telah mengeluarkan Hime dari Black Ice. Han mencabut segala fasilitas yang ia berikan pada Hime.Di akhir ocehan Han, pria itu tersenyum dan berterima kasih pada Hime. Namun Han berjanji akan menjaga keselamatan Hime.“Sialan! Beraninya kamu membuangku setelah semua yang aku lakukan untukmu!” geram Hime melempar piring berisi makanan ke layar telivi yang masih menyala.Hime berteriak seperti orang kehilangan akal. Semua rencanya berantakan, dan sekarang justru rencana itu berbalik menusuknya. Dia sama sekali tak menyangka jika Han aka
Setelah makan malam romantis, Han mengajak Hime ke sebuah hotel bintang lima yang sangat terkenal di kota. Keduanya menikmati suasana nyaman yang tersaji dari balkon kamar, dengan Han yang memeluk Hime dari belakang.“Han ... Apa kamu benar-benar menyukaiku?” tanya Hime mamastikan.“Tak hanya menyukaimu, aku juga mencintaimu,” jawab Han cepat.Hime tertawa kecil. “Tapi ... Kita tidak bisa bersama.”“Kenapa?” Han membalik tubuh Hime agar menghadap dirinya.“Karena ada Cani,” bisik Hime menenggerkan kedua lengannya pada pundak lebar Han.Han tertawa renyah, ia berkata, “Itu bisa diatur.”“Jadi, kamu akan menceraikan wanita kampung itu?”Han tidak menjawab, ia justru menggendong Hime, dan membawa tubuh sexy Hime menuju ranjang. Han melempar tubuh Hime di atas kasur, lalu menindihnya.“Han? Kamu serius?” Hime melototkan kedua matanya. Apalagi saat Han merobek gaun indah yang dikenakan Hime.“Hime, apa kamu tahu? Cani sedang hami sekarang,” ucap Han bernada rendah.Sontak Hime terkejut, na
Jika memang benar Cani hamil sebelum diculik oleh Rio, maka bayi yang dikandung Cani merupakan darah daging Han. Demi membuktikan, dan meluruskan segalanya, hari ini juga Han mengunjungi klinik dokter kenalan Hime yang menyatakan bahwa ia mandul.Begitu sampai di klinik, Han langsung mengobrak-abrik tempat praktik dokter tersebut. bahkan Han juga menyandera para asisten dokter guna makin memberi tekanan.Han memaksa Dokter untuk mengatakan yang sebenarnya, jika tidak, Han akan melubangi kepala Dokter dengan peluru. Tak hanya itu, Han juga mengancam akan membuat kematian Dokter terasa sangat menyakitkan. Dalam kata lain, Han tak ‘kan begitu saja melenyapkan nyawa Sang Dokter.Dengan ekspresi penuh ketakutan, Dokter akhirnya mengaku jika ia dibayar Hime untuk membohongi Han mengenai kesuburan. Darah Han seketika mendidih ketika Dokter mengungkapkan segalanya.Han yang berada dalam kendali amarah, langsung memasukkan ujung pistol ke dalam mulut Dokter, dan melepas peluru yang membuat kep
Hime tersenyum tipis. “Yang memintaku tinggal di sini adalah Han. Tapi, jika Kepala Keluarga Ditmer mengusirku, aku akan hengkang.”Albert mencengkeram pergelangan tangan Hime ketika wanita itu hendak beranjak meninggalkannya. Ia sangat ingin membahas mengenai dokter perkebunan yang meninggal mengenaskan, namun Albert menundanya. Entah mengapa, perasaannya tidak enak.“Kembalilah mengurus Kartel, aku membutuhkan bantuanmu,” pinta Albert.Hime melipat kedua tangan pada dada. Ia menghela napas sebelum berkata, “Kamu masih membutuhkan bantuanku untuk mengurus Kartel? Bukankah aku di sini untuk membantu Cani?” Hime mengernyitkan dahi.“Sudah banyak pelayan yang membantu Cani,” sahut Albert. “Biarkan Cani mengurus segala urusan di rumah ini sendirian,” tandasnya menatap lurus Hime.Dengan amat sangat terpaksa, Hime menyetujui permintaan Albert.“Aku menurutimu karenam neghomatimu sebagai Pemimpin Black Ice,” pungkas Hime berlalu meninggalkan Albert yang terdiam.Dari sekian banyak pria di
Beberapa hari berlalu, Han melangkah pelan ke sisi ranjang, tangannya terulur untuk meraih tangan Cani yang dingin. Han tahu istrinya masih bersedih, masih terombang-ambing dalam kenyataan pahit tentang siapa ayah dari bayi di perutnya.Tanpa berkata apa pun, Han menggenggam tangan Cani, memberikan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh sentuhan lembut seorang suami.Cani terisak, sesekali mengusap perutnya yang masih tampak rata. Kehamilannya, seharusnya menjadi kabar gembira, namun malah membuatnya hancur."Sayang ...." bisik Han lembut. "Percayalah, aku tak peduli siapa ayah bayi kita. Yang penting, bayi ini akan tumbuh dalam keluarga kita, dengan cinta dan kasih sayang kita berdua. Aku akan menjadi ayahnya, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya."Air mata Cani kembali menetes, kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan haru. Han bersungguh-sungguh, Cani dapat melihatnya dari sorot mata Han yang penuh kasih sayang."Kenapa? Aku telah mengkhianatimu, Mas," lirih Cani mengalihka
Senja menyelimuti kediaman keluarga Albert. Di ruang kerjanya yang luas, Albert, kepala keluarga yang disegani, duduk termenung dengan ditemani secangkir kopi yang masih hangat di tangannya. Pikiran Albert dipenuhi oleh cerita Eila, pelayan pribadi sekaligus sahabat Nyonya Ditmer, tentang kecurigaan Eila terhadap sikap aneh Hime.Setelah beberapa saat berpikir, Albert mengambil keputusan. Ia bangkit dari kursinya, wajahnya dipenuhi dengan keraguan. Ia memanggil anak buahnya yang berada tak jauh darinya. "Ya, Tuan?"“Aku perlu kau melakukan sesuatu. Awasi Hime. Laporkan setiap gerak-geriknya kepadaku. Lakukan dengan hati-hati, jangan sampai ia menyadari hal ini.” Suara Albert terdengar tegas. Pria tinggi tegap itu mengangguk hormat, menerima perintah tanpa bantahan.***Di sisi lain, angin yang berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma tanah basah dan sedikit bau anyir dari kandang buaya raksasa.Hime memandang Han yang berdiri sambil memperhatikan buaya peliharaannya, beberapa ekor buay
Cani terbangun dengan kepala yang terasa pusing. Cahaya redup menyinari wajahnya. Bau disinfektan klinik memenuhi hidungnya. Ia mengerjapkan mata, pandangannya masih kabur. Sebuah tangan hangat menggenggam tangan Cani. Ia menoleh dan melihat Hime duduk di sampingnya, wajah Hime tampak lelah namun dihiasi senyum lembut.“Cani ... Kamu sudah sadar,” bisik Hime, suaranya lembut seperti sutra.Cani mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mengingat kejadian sebelum ia pingsan. Kenangan samar-samar berkelebat, perkebunan yang luas, aroma tanah basah, lalu gelap.“Mbak Hime ... Aku dimana? Apa yang terjadi?” tanya Cani, suaranya masih lemah.“Kamu pingsan di perkebunan,” jawab Hime, “Untungnya, tidak terjadi apa-apa yang serius.”Hime meraih tangan Cani, matanya berkaca-kaca. Ia memiliki raut wajah yang serius."Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, Cani,” lirih Hime, suaranya sedikit gemetar. Ia menggenggam tangan Cani lebih erat. “Dokter sudah memeriksakanmu tadi ....” Ia berhenti s
Semakin Hime mendekati Han, semakin Hime tahu bahwa yang ada di otak dan pikiran Han hanyalah Cani seorang. Hime seperti tidak ada celah untuk merebut hati Han. "Jika aku tidak bisa merebut Han, maka akan aku buat hubungan mereka berdua berantakan." Janji telah meluncur dari bibir Hime. Membangkitkan gairah amarah pada diri Hime. Seiring berjalannya waktu, Hime berhasil mengambil hati Cani, dan menjadikannya sebagai orang paling dipercaya Cani, menggeser posisi Eila. Hime juga memutuskan untuk membantu Cani mengurus segala keperluan dan masalah di kediaman Keluarga Ditmer. Hal tersebut membuat Hime mengetahui seluk beluk kegiatan di rumah. Termasuk sektor perkebunan yang nilainya fantastis. Hime begitu takjub, selama ini ia hanya membantu pekerjaan Han tanpa mengetahui kegiatan sesungguhnya di rumah Keluarga Ditmer. "Hasil perkebunan langsung dijual ke pemerintah?" tanya Hime pada Cani. Cani yang sedang membawa catatan menoleh ke arah Hime. "Iya, Mbak. Katanya untuk membantu ra
Rio menatap tajam Xander yang sudah ketakutan melihat Rio mengayunkan katana. "Tuan Rio! Tolong ampuni saya!" mohon Xander bersujud di kaki Rio. Rio mendesis, "Orang sepertomu, yang mengkhianati kartelmu."Xander mendongak guna melihat wajah Rio. "Terlebih kelakuanmu, yang membuat Kania bersedih, tak akan pernah termaafkan!" tandas Rio penuh penekanan di nada bicaranya. Ketika Rio hendak menebas leher Xander, kedatangan Mizu membuatnya berhenti. Mizu meminta agar Xander tak dilenyapkan, sebab, Xander masih bisa digunakan untuk kepentingan Kartel. Karena Rio sangat percaya pada Mizu, dan mempertimbangkan perkataan Mizu, akhirnya Rio lebih memilih menurut pada Mizu. Ia menyerahkan Xander pada Mizu.Rio juga menegaskan jika Xander melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Cani, maka Mizu harus menyerahkan nyawa Xander padanya. "Baik, Tuan. Aku pastikan, Xander berada di bawah kendaliku," tegas Mizu mantap. Rio menyembunyikan katanya, lalu bergegas keluar dari ruang bawah tanah, m