Di tengah kebahagiaan keluarga kecil Cani. Selalu saja ada yang mengganggu. Contohnya, ya satu ini. Kedatangan Mas Irawan yang tiba-tiba. Tanpa undangan, atau pemberitahuan terlebih dahulu.“Loh? Kok ada Han?” Mas Irawan tampak sangat terkejut. Kedua matanya melotot. Seperti ingin mengeluarkan isinya.Cani masih kesal terhadap kakak pertamanya. Bagi Cani, kelakuan Mas Irawan tidak bisa diampuni. Terlalu melampaui batas jahatnya.“Ada perlu apa, Mas Irawan datang ke sini?” ketus Cani.Mark sedikit terkejut melihat respons Cani. Han pikir, Cani akan letoy seperti yang sebelum-sebelumnya. Ternyata Han salah besar. Di sini Cani begitu tegas. Tidak menunjukkan sifat lembutnya.“Haduh, kamu jangan galak-galak dong, Ni,” protes Mas Irawan.Perhatian Cani tertuju pada sebuah map berwarna biru yang ada di genggaman Mas Irawan. Dengan kasar, Cani merebut map tersebut. Cani amat sangat murka, setelah mengetahui lembaran apa yang ada di dalam map itu.Cani pun menunjukkannya kepada sang suami. Ha
“Sth ... Jangan menyebutnya begitu. Nanti Bosku bisa ngambek,” goda Han menakut-nakuti Cani.“Eh? Aduh! Aku nggak maksud ngatain Pak Marci kok, Mas. Barusan refleks aja,” kilah Cani gelagapan.“Mas Han nggak bakal aduin aku ‘kan?” Cani mulai khawatir.Han tersenyum tipis, kemudian menjawab, “Enggak kok, Sayang. Kamu tenang saja. Lagi pula, aku tidak sedekat itu dengan Bosku.”Cani merasa lega. “Oh ya, Mas. Aku belum merayakan hari raya ketupat. Rencanaku sih besok. Kebetulan, Mas hari ini sudah gajian,” ujar Cani. “Hari raya ketupat? Itu seperti apa? Aku tidak mengerti,” tanya Han bingung sekaligus penasaran.“Mas ini orang Indonesia atau bukan, sih? Mas bukan orang Jawa ya?” Bukannya menjawab, Cani justru balik bertanya dengan mengeluarkan nada penuh curiga.Ekspresi Cani yang menyipitkan kedua matanya, membuat Han tergelitik.“Mas Han ih ... Jawab dong! Kok malah ketawa!” desak Cani tidak sabaran.“Waktu kita menikah. Keluarga, Mas nggak ada yang datang. Sampai sekarang, aku nggak
“Assalamualaikum, Mbak Melati,” ucap Cani begitu sampai di kediaman di mana istri Mas Irawan bekerja.Mbak Melati bekerja di rumah Bos pemilik peternakan bebek. Bukan untuk menjadi pembantu. Melainkan hanya menjadi juru masak di sana.Cani mengunjungi Mbak Melati di waktu senggang. Itulah mengapa, Mbak Melati bisa menemui Cani.“Ada apa, Cani? Kok tumben kamu datangi aku di tempat kerja?” tanya Mbak Melati. “Kamu ‘kan bisa, mampir di rumah saja. Oh ya, kamu datang ke sini sama siapa?” lanjutnya.“Aku tadi diantar suamiku, Mbak. Aduh, maaf ya, Mbak Melati. Kalau aku datang ke rumah. Nanti ketahuan Mas Irawan,” jelas Cani agak takut.Mbak Melati menaikkan sebelah alisnya.“Memangnya kenapa kalau suamiku tahu? Hubungan kalian masih belum membaik, setelah urusan warisan itu?” Mbak Melati penasaran.“Eh? Kok masalah warisan? Itu sudah lewat loh, Mbak. Ini ada masalah baru. Mbak Melati enggak tahu?” Cani cukup terkejut dengan respons Mbak Melati.Mbak Melati langsung menggelengkan kepala d
Mas Irawan tertawa penuh kemenangan saat melihat Han terkapar di atas lantai. “Sekarang gimana? Masih bisa sombong?” ejek Mas Irawan merasa puas. Sebelah tangan Han menutupi bekas tusukan dari Mas Irawan. Sebenarnya Han ingin bangkit. Namun, niatnya ia urungkan setelah mendengar suara gaduh dari beberapa orang yang masuk ke dalam rumah. Para polisi yang dihubungi oleh Cani rupanya telah tiba. Dengan sigap. Para polisi menangkap Mas Irawan yang hendak kabur. Mereka mengamankan Mas Irawan beserta pisau yang digunakan untuk melukai Han.Cani makin mengkhawatirkan suaminya setelah melihat Mas Irawan keluar dari dalam rumah, dengan diborgol oleh polisi. Ditambah tubuh Mas Irawan terdapat noda berwarna merah. Tak lama kemudian mobil ambulans tiba. Namun, para medis tak mendekati Mbak Melati. Melainkan langsung masuk ke dalam rumah. “Loh? Yang terluka ada di sini,” ujar Cani memanggil-manggil mereka yang melewatinya. Tubuh Cani langsung lemas. Begitu melihat suaminya berbaring di ata
Cani bergidik mendengar ucapan Marci yang asal ceplos tanpa berpikir terlebih dahulu. “Astagfirullah, Pak. Nggak boleh gitu. Jangan sampai menjadi orang yang doyan merusak pagar ayu,” tegur Cani. Marci tertawa canggung sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya. “Ey ... Jangan dianggap serius, dong. Aku ‘kan hanya bergurau saja,” tukas Marci meluruskan. “Owalah, hanya bercanda, toh?” timpal Cani mengerti. “Baiklah kalau begitu. Aku meluncur. Nanti akan aku hubungi jika aku sudah bertemu dengan Mbak Melati,” ujar Marci berpamitan. Sebelum Marci melangkah meninggalkan tempat. Cani sempat mengucapkan banyak terima kasih kepada Marci. “NP.” Begitulah jawaban Marci. Melihat Marci sudah menghilang dari hadapannya. Cani kembali duduk di sebelah Han. Cani sedikit memiringkan kepalanya. “Mas Han. NP itu apa? Kok Pak Marci barusan jawabnya gitu doang?” tanya Cani bingung. Han tertawa kecil. Ekspresi polos Cani terlihat begitu menggemaskan. “Mungkin No Problem, Sayang,” jawab
“Jangan gegabah, Mbak! Pikirkan soal istri dan kedua anak Mas Irawan!” pinta Victory lebih terdengar seperti sebuah perintah. “Justru karena aku memikirkan mereka. Orang macam Mas Irawan. Tidak boleh dibiarkan bebas,” tegas Cani tanpa ada keraguan. Victory terlihat sangat kesal dengan Cani yang mempertahankan pilihan. “Nggak masuk akal belas! Mas sendiri kok mau di penjara?” cibir Victory. Cani menghembuskan napas lelah. “Victory, kamu kok mau belain Mas Irawan? Bukannya, dari dulu kamu nggak suka sama Mas Irawan?” tanya Cani penuh curiga. Dengan gelagat sedikit gelagapan, Victory menyangkal dan berkata, “Jangan asal ngomong kamu, Mbak! Kapan aku bilang kalau aku nggak suka sama Mas Irawan? Dasar tukang ngarang.”“Loh, aku nggak ngarang. Aku berbicara kenyataan di lapangan,” tukas Cani enteng.“Lagian, aku heran. Kamu kok sekarang membela orang yang melakukan kekerasan? Bukankah, kamu masuk organisasi anti kekerasan? Kamu sudah pro kekerasan nih?” cecar Cani heran.Victory terdi
Marci bukan orang yang mudah, atau pun tak memiliki harga diri. Marci hanya sengaja mempermudah Indra untuk mengakses data dirinya yang telah ia persiapkan sebelumnya. Well, Marci sudah menduka jika Indra akan mencari tahu tentang dirinya.Meskipun tak pernah menanti. Akhirnya hari ini datang juga. Hari di mana Indra mengajak Marci kopi darat. Marci agak bernafsu. Bisa dibilang, Marci sudah tidak sabar untuk memainkan permainan yang telah ia, dan Han siapkan untuk menghancurkan Indra.“Senang berjumpa denganmu.” Indra menyambut kedatangan Marci dengan amat sangat baik.Keduanya saling berjabat tangan. Sebelum Indra meminta Marci duduk di hadapannya.Indra merasa terintimidasi dengan karisma Marci yang begitu kuat. Seperti terkena silau di kedua matanya. Indra sampai mundur ke belakang. Untungnya, keadaan itu tak berlangsung lama. Hanya sesaat namun bisa membuat Indra bergidik.“Silakan memesan makanan yang anda sukai,” pinta Indra berusaha menghilangkan rasa gugupnya.“Sayang sekal
“Aku tidak sama sepertimu, yang suka memanfaatkan orang lain,” timpal Han.“Apa kamu bilang? Aku memanfaatkan orang lain? Jangan asal bicara!” sungut Indra tidak terima.Han terkekeh kemudian berkata, “Kamu memanfaatkan saudara-saudara Cani untuk membuat hidup Cani tidak tenang.”Wajah Indra berubah tegang. Tak menyangka jika Han mengetahui tabiatnya selama ini. Indra memang masih menyimpan dendam terhadap Cani yang pernah menolaknya mentah-mentah, tanpa memberi Indra kesempatan terlebih dahulu.“Kenapa kamu melakukan hal murahan seperti itu?” tanya Han menatap datar Indra.“Tutup mulutmu, dan berhentilah berbicara omong kosong,” tegas Indra enggan mengakui perbuatannya. Apalagi di hadapan Han yang menurutnya bukan siapa-siapa.“Orang miskin sepertimu tidak layak berbicara lancang denganku,” cerca Indra.Sejujurnya Han ingin tertawa ketika mendapat perlakuan semena-mena dari Indra. Namun Han harus bisa menahan diri. Dan tetap berada di dalam karakter yang tengah ia ciptakan sendiri.