Share

Dilema Pernikahan

Penulis: Lisnaasaarii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 01:47:40

Bening merasa tubuhnya menggigil. Pertanyaan Cakra seumpama palu godam yang menghantam tepat di jantungnya. Ia ingin menjawab, tetapi kata-kata seakan tercekat di tenggorokan. Ia tak pernah menyangka jika kaburnya semalam karena sakit hati justru menyusahkan diri sendiri.

“KAMU DARI MANA SEMALEM?”

“JAWAB, BENING!”

Suara Cakra benar-benar meninggi sekarang. Bening takut bukan main. Ia harus mengatakan apa?

“JAWAB!”

“A-aku ... aku pergi sama temen-temenku.” Dengan pelan Bening menjawab. Nada bicaranya diatur sedemikian tenang agar semua tampak meyakinkan. Tapi, justru itu terdengar bergetar. Bahkan di telingnya sendiri.

Dan tak dapat disangkal, sorot mata Cakra kini menatap penuh curiga. “Temen-temen? Siapa? Kamu nggak pernah kayak gini sebelumnya.”

Sengaja Bening menghindari tatapan mata suaminya. Ia menggigiti bibir untuk mendapatkan ketenangan diri. “Aku cuma butuh pelampiasan. Kamu nggak lupa kan apa yang terjadi semalem?” Nada bicaranya mulai kembali tegar demi mengingat peristiwa tragisnya semalam.

Harusnya Cakra tidak mengintimidasinya begini. Harusnya dirinyalah yang menyerang serta memojokkan suaminya itu.

“Karena kamu Mas aku jadi pergi. Nenangin diri. Jernihin pikiran.” Tak ingin kalah dari Cakra, Bening pun menekan-nekan kalimatnya.

“JERNIHIN PIKIRAN? Sama siapa? Di mana? Dan kenapa kamu bau alkohol, hah?”

Suara Cakra yang makin meninggi membuat dada Bening berdegup kencang. Ia sadar bahwa percakapan itu tak akan menemukan ujung. Tiada titik terangnya dan hanya akan saling ungkit.

"Mas, cukup! Aku nggak mau bahas ini sekarang!" Bening balas menaikkan suaranya, mencoba menguasai situasi meski dirinya sebenarnya sudah ketakutan.

Tapi Cakra tampaknya tak menyerah. "Enggak, Bening. Aku mau tahu! Aku ini suamimu, dan aku berhak tahu apa yang kamu lakuin semalam!"

“DI MANA DAN SAMA SIAPA?”

Bening memutar bola matanya. Ia malas dengan sikap Cakra. Bukankah Cakra juga bersalah semalam. Mengapa suaminya itu bersikap seakan-akan hanya dirinyalah yang pantas untuk dihakimi?

“Aku udah bilang, kan ... aku pergi sama temen-temen.”

“IYA. SIAPA?” Rahang Cakra sempurna mengeras. Tidak pernah Bening merasa ketakutan seperti ini.

“Kamu tinggal jawab namanya! Kenapa muter-muter sih, Bening! Aku butuh namanya.”

Kata-kata itu membuat Bening terdiam sejenak. Namun, sebelum ia bisa merespons, sebuah ketukan keras terdengar di pintu kamar.

Tok! Tok! Tok!

“Deeek! Cakraaaa!” Suara Sinta terdengar dari balik pintu.

Sekejap, ia dan Cakra sempat adu pandang. Entah apa yang ada dalam pikiran Cakra, Bening terlalu pusing untuk menerka. Ia merapatkan tubuh ke tembok kala Cakra berjalan menuju ke arah sumber suara. Matanya dipejamkan erat.

Entah ia harus bersyukur atau menangis. Ketukan itu memberinya jeda untuk berpikir tentang apa yang akan ia katakan kepada Cakra. Tetapi, ketukan dari Sinta itu pula yang membuat batin Bening kembali terpukul. Sejadi-jadinya.

Percaya diri sekali kakaknya itu. Sudah bersalah dan kini bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Di mana akal dan nuraninya?

Kala Bening membuka mata, ia sudah mendapati Sinta berdiri di ambang pintu. Dengan senyum sinis yang membuat darah Bening seketika mendidih. Keterlaluan.

“Kalian baik-baik aja, kan? Soalnya teriak-teriak sampai luar kedengeran,” ucap Sinta. Seolah peduli dengan apa yang terjadi.

“Sinta, pergi!” Suara Cakra terdengar tegas. “Kami baik-baik aja.”

Bukannya segera enyah, Sinta justru tampak melongokkan kepala. Matanya yang sinis persis membidik Bening yang kini masih berdiri menempel pada dinding.

“Masa, sih? Kalau baik-baik aja nggak mungkin sampai teriak-teriak dong!” ucap Sinta yang kini malah menyandarkan tubuh ke kusen pintu. Mata Sinta kini bergulir menatap Cakra. “Kamu nggak ngomong yang aneh-aneh ke Bening, kan? Soal tadi malem?”

Dunia Bening seperti berhenti mengitari matahari. Runtuh. Sengaja sekali kakaknya itu berucap demikian. Apa maksudnya?

“Cukup, Sinta!” sergah Cakra, yang kini terdengar semakin marah. “Kamu udah cukup bikin masalah. Jangan tambah keruh keadaan!”

Sinta hanya tertawa kecil sebelum melenggang pergi. Tapi, sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan, ia berbalik dan berkata, “Hati-hati, Cakra. Rahasia kecil kita bisa bikin segalanya makin menarik.”

Bening terhuyung. Kata-kata Sinta seperti pisau yang menusuk tepat ke hatinya. Rahasia apa? Kenapa Sinta mengatakan itu? Dan mengapa, seolah-olah, ia menjadi pion dalam permainan kakaknya?

Cakra menutup pintu dengan keras, lalu berbalik, menatap Bening yang kini terlihat lebih rapuh dari sebelumnya. “Jangan dengerin dia!”

Bening menunduk, ingatan semalam kembali naik ke permukaan kepala. Bagaimana Cakra dan Sinta begitu intim, mesra, dan saling menggebu. Padahal ia lah istri Cakra. Tak seharusnya kejadian semalam terjadi.

Jika Cakra semalam tak berada di kamar kakaknya, ia pun tak mungkin pernah keluar rumah dan berakhir di hotel entah dengan siapa. Aaaargh!

Air mata Bening kembali menetes. Ia menggenggam tangan sendiri, mencoba menenangkan diri. “Aku nggak tahu, Mas. Aku benar-benar nggak tahu.”

“Apa harus aku dengerin kamu?”

“Aku juga nggak tahu kalau seandainya kamu yang bohong.” Kalimatnya lemah dan lirih. Terserah! Ia bingung dengan semuanya.

Bahtera pernikahan yang indah dibayangkan, akankah karam dalam kurun waktu semalam?

“Aku nggak bohong, Sayang. Kakakmu itu yang bener-bener godain aku. Kamu harus percaya!”

Kepala Bening digeleng-gelengkan. “Aku nggak tahu.” Kakinya beringsut hendak menuju kamar mandi. Mungkin mengguyur kepala lebih menarik daripada berbicara muter-muter dengan sang suami.

Namun, tangannya ditarik oleh Cakra. Diremas kuat-kuat dan kembali ia mendapati tatapan menuntut suaminya. “Pertanyaanku belum kamu jawab, Bening Ayu! Semalem kamu ke mana? Pergi sama temenmu yang mana?”

Astagaa!

Menarik napas dalam-dalam, Bening mendongkakkan kepala. Seolah menantang Cakra. Ia tak lagi peduli. Toh, suaminya itu juga telah membuatnya sakit hati. Suaminya itu lah yang membuat ia sendiri tak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.

“Kalau pun aku kasih tau, kamu juga nggak kenal sama dia, Mas.”

Mata Cakra melotot. “Berani kamu bicara begini ke suamimu?”

“KENAPA? KAMU AJA UDAH MAIN GILA.”

PLAK!

Semua hening seketika. Air mata Bening yang belum sempurna habis tadi kembali menuruni pipi. Dunia memang edan ternyata! Harusnya ia yang Murka. Kenapa justru Cakra yang marah?

“S-sayang. Sayang. Aku minta maaf. Aku nggak sengaja!” Suara Cakra bergetar. Matanya menatap telapak tangannya sendiri yang baru saja dilayangkan ke pipi Bening.

“Kamu udah khianatin aku semalem. Dan barusan, kamu malah tampar aku, Mas.” Mata buram Bening menatap nanar ke arah Cakra. Menyedihkan!

“Aku minta maaf, Sayaang! Aku nggak sengaja!”

Bening hanya diam dan memejamkan mata sembari berbalik arah. Meninggalkan Cakra yang terus memanggil namanya.

Bening merasakan hatinya teriris dengan sikap Cakra pagi ini. Ditambah dengan ingatan kejadian semalam yang tidak akan mungkin pernah ia lupa seumur hidupnya. Tetapi sebenarnya sekarang, ia pun juga ketakutan mendapati kenyataan bahwa ia bangun di sebuah ranjang hotel.

Apa kata Cakra?

Apa yang akan ia jadikan alasan? Oh, Tuhaaaan!

Di kamar mandi, Bening semakin menyadari bahwa semalam ia tidak sedang bermimpi. Rasa perih di tubuhnya mengingatkan pada dosa yang telah ia lakukan. Dosa yang seharusnya tidak terjadi.

Ya Tuhan!

Jika suaminya hanya saling berpagutan, ia justru telah lebih dari sekadar itu.

Haruskah ia meminta maaf sekarang?

Bening keluar dan disambut pelukan oleh Cakra. Suaminya itu kembali menggaungkan kata maaf. “Aku minta maaf, Sayang. Aku khilaf.”

“Harusnya aku tetap di kamar. Aku nggak sengaja. Maaf udah nyakitin kamu!”

“Aku janji, aku nggak akan gitu lagi!”

“Kalau perlu, kita keluar dari sini dan cari kos!”

Hati Bening menghangat, meski sesak itu pun tak musnah sepenuhnya. Nada tulus Cakra sedikit meruntuhkan kekesalannya. Apa yang Cakra gumamkan masuk akal. Justru dalam hati Bening ia tengah sibuk merapal maaf karena telah berkhianat.

Namun, kesibukannya merangkai kata membawa pandangan matanya berhenti pada sebuah koper yang tampak siap di sebelah ranjang.

Arah pandangannya itu disadari oleh suaminya yang langsung memberi penjelasan. “Aku baru dapat kabar kalau aku harus ke Semarang malam ini, Sayang. Restoran yang di sana butuh aku handle!”

“Maksudnya?” Bening mengerutkan kening. “Kamu kan cuti, Mas.”

“Iya. Tapi nggak ada yang bisa selain aku, Sayang. Please kamu ngertiin posisi aku, ya!” Mata Cakra mengiba.

Heeeeh! Bening harus menarik napasnya dalam-dalam. “Berapa hari?”

“Satu ... .”

“Satu hari?” potong Bening.

Cakra mengalihkan pandangan. “Satu bulan, Sayang.”

*****

Bab terkait

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Firasat Seorang Istri

    “SATU BULAN?”“NGGAK KELAMAAN?”“Mas mau ngapain di sana sampai satu bulan?”Kepala Bening yang baru saja dingin sebab kucuran air shower, kini kembali panas. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Suaminya itu ... serius?“Resto di sana lagi terombang-ambing, Sayang. Dan aku yang dipercaya bisa atasi ini. Dilihat perkembangannya sebulan.”Alasan Cakra itu tak mampu masuk ke akal Bening. lebih-lebih Cakra akan pergi di saat seperti ini? Di hari kedua pernikahan mereka? Di saat mereka belum mendapati malam pertama sebagai sepasang suami-istri? Dan saat masalah –entah salah paham entah memang pengkhianatan antara Cakra dengan Sinta belum terselesaikan?Ya Tuhan!“Tapi, Mas. Kita ini baru nikah loh. Kamu juga udah ambil cuti. Ditambah masalah semalem ... apa nggak bisa ditunda?” Mata Bening terpejam, menahan gejolak emosi di dadanya.“Aku ngerti, Sayang. Ini berat. Bukan cuma buat kamu, aku pun juga berat. Tapi, ini juga demi kita. Aku janji bakalan terus kasih kabar!”Aneh. Sangat aneh.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-29
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Hasrat Terlarang

    “Ke mana sih kamu, Mas?”Sinta menggenggam ponselnya setengah was-was. Menunggu balasan pesan dari Cakra begitu membuatnya resah. Mungkinkah Cakra sibuk dengan pekerjaan? Atau jangan-jangan adik iparnya itu sengaja menghindar darinya.Pikiran itu tiba-tiba menyalakan bara di dada Sinta. Ia tidak mau jika sampai Cakra menghindar darinya. Terlepas fakta bahwa Cakra kini adalah suami adiknya sendiri, Sinta tidak peduli. Yang ia inginkan adalah menarik Cakra untuk semakin mendekat dan berakhir memujanya melebihi Bening.Ke sekian kalinya Sinta menatap sendu ke arah layar ponsel. Masih tidak ada pesan balasan dari Cakra. Keresahannya bertambah ganas. Sungguh khawatir jika sampai Cakra sengaja menghindar darinya.“Kalau 15 menit lagi dia nggak bales, aku telepon aja!” ujar Sinta bermonolog.Namun, tak perlu menunggu sampai 15 menit karena beberapa detik berikutnya sebuah notifikasi pesan muncul di layar gawai. Sinta menyungging senyum menyadari bahwa pesan itu berasal dari Cakra. Yang sekali

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Malam Pengantin

    “Mungkin Mas Cakra lagi terima telepon. Atau nyari udara segar dulu,” ucap Bening bermonolog. Sebab tak menemukan suaminya di kamar pengantin mereka.Bening tak ambil pusing akan hal itu. Ia mengedikkan bahu lalu kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Tersenyum dan kembali bahagia.Tentu saja Bening bahagia. Hari ini secara resmi: agama dan negara ... ia sah menyandang gelar sebagai Nyonya Cakra. Istri dari seorang pria yang menjadi cinta pertamanya bertahun-tahun silam. Sewaktu dirinya belum genap berusia 10 tahun.Tangan Bening yang hendak menghapus riasan pengantin pun diurungkan. Ia terkikik sendiri, membayangkan suaminyalah yang akan menghapus make-up itu dari wajahnya, lalu perlahan melepaskan gaun satin dari tubuhnya, dan ...“Aaaah. Jadi malu.” Tawa Bening kian merekah. Wajahnya pun memerah.Membayangkan malam ini membuat perutnya geli dan dadanya mengembang lantaran seperti ingin terbang. Saking bahagianya.“Mas Cakra!”Bening memutuskan untuk menjauhi cermin dan menuju

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-21
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Aroma yang Lain

    “Dasar wanita mabok!”Hanya itu kalimat dingin yang terucap dari pria di depan Bening. Masih berusaha melepaskan gelayut tangan Bening yang kian memohon untuk tak ditinggal.“Aku nggak mabuk, Mas!” Suara Bening terdengar kian berat. “Kamu boleh lakuin apapun ke aku! Aku rela!”Tangannya bahkan entah mengapa begitu gila hingga menggerayangi dada pria di depannya. Pria yang di mata Bening adalah Cakra –Suaminya. Ia merasa takut dan was-was jikalau laki-laki yang memberinya botol dengan label kusam itu akan kembali menggodai dirinya.“Ayo kita pergi!” ajak Bening menyusul kalimatnya sendiri. Karena pria di depannya masih tampak bingung dan linglung.“Ayo, Mas!” Begitu saja tangan Bening menarik pria di depannya. Tanpa peduli jika gaunnya yang basah menodai pakaian pria itu.“Nggak. Lepas!” Kalimat penolakan itu terdengar kian dingin. Disertai tepisan tipis tanda penolakan.Bening tak menyerah. Tangannya terus merayu dan mengajak supaya mereka lekas hengkang dari sana. “Ayo, Maaaas! Nanti

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Ke Mana Semalam?

    “MAS!”Bening terpaksa membuka mata setelah tangannya yang merabai sisi kanan-kiri tak mendapati sang suami. Ia menarik tubuh tengkurapnya dan menyunggingkan senyum puas. Teringat peristiwa indah semalam.Ia telah menyerahkan diri kepada sang suami. Setelah 28 tahun menjaganya. Oh indahnya!Kesadaran yang perlahan diperoleh pun membawa pandangan Bening mengitari ruangan. Serba putih. Tapi, ini bukan kamarnya. Bukan kamar pengantinnya.Matanya membola. Bibirnya pun ternganga. “I-ini kamar siapa?”Tubuh Bening berjingkat seketika. “Mas! MAS!”“Mas Cakra!”Bening lebih kaget lagi saat ia hendak menuruni ranjang. Tubuhnya hanya berbalut selimut putih dan dari sana ia mulai sadar bahwa ia sedang berada di hotel.Astaga!“Mas Cakra yang bawa aku ke sini, kan?” gumam Bening kebingungan.Hoek!Perutnya mual tiba-tiba. Ia dengan cepat menuju ke kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Cairan kuning terakhir yang keluar resmi membuat kerongkongannya pahit bukan main.Ketika tangannya menyeka p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24

Bab terbaru

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Hasrat Terlarang

    “Ke mana sih kamu, Mas?”Sinta menggenggam ponselnya setengah was-was. Menunggu balasan pesan dari Cakra begitu membuatnya resah. Mungkinkah Cakra sibuk dengan pekerjaan? Atau jangan-jangan adik iparnya itu sengaja menghindar darinya.Pikiran itu tiba-tiba menyalakan bara di dada Sinta. Ia tidak mau jika sampai Cakra menghindar darinya. Terlepas fakta bahwa Cakra kini adalah suami adiknya sendiri, Sinta tidak peduli. Yang ia inginkan adalah menarik Cakra untuk semakin mendekat dan berakhir memujanya melebihi Bening.Ke sekian kalinya Sinta menatap sendu ke arah layar ponsel. Masih tidak ada pesan balasan dari Cakra. Keresahannya bertambah ganas. Sungguh khawatir jika sampai Cakra sengaja menghindar darinya.“Kalau 15 menit lagi dia nggak bales, aku telepon aja!” ujar Sinta bermonolog.Namun, tak perlu menunggu sampai 15 menit karena beberapa detik berikutnya sebuah notifikasi pesan muncul di layar gawai. Sinta menyungging senyum menyadari bahwa pesan itu berasal dari Cakra. Yang sekali

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Firasat Seorang Istri

    “SATU BULAN?”“NGGAK KELAMAAN?”“Mas mau ngapain di sana sampai satu bulan?”Kepala Bening yang baru saja dingin sebab kucuran air shower, kini kembali panas. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Suaminya itu ... serius?“Resto di sana lagi terombang-ambing, Sayang. Dan aku yang dipercaya bisa atasi ini. Dilihat perkembangannya sebulan.”Alasan Cakra itu tak mampu masuk ke akal Bening. lebih-lebih Cakra akan pergi di saat seperti ini? Di hari kedua pernikahan mereka? Di saat mereka belum mendapati malam pertama sebagai sepasang suami-istri? Dan saat masalah –entah salah paham entah memang pengkhianatan antara Cakra dengan Sinta belum terselesaikan?Ya Tuhan!“Tapi, Mas. Kita ini baru nikah loh. Kamu juga udah ambil cuti. Ditambah masalah semalem ... apa nggak bisa ditunda?” Mata Bening terpejam, menahan gejolak emosi di dadanya.“Aku ngerti, Sayang. Ini berat. Bukan cuma buat kamu, aku pun juga berat. Tapi, ini juga demi kita. Aku janji bakalan terus kasih kabar!”Aneh. Sangat aneh.

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Dilema Pernikahan

    Bening merasa tubuhnya menggigil. Pertanyaan Cakra seumpama palu godam yang menghantam tepat di jantungnya. Ia ingin menjawab, tetapi kata-kata seakan tercekat di tenggorokan. Ia tak pernah menyangka jika kaburnya semalam karena sakit hati justru menyusahkan diri sendiri.“KAMU DARI MANA SEMALEM?”“JAWAB, BENING!”Suara Cakra benar-benar meninggi sekarang. Bening takut bukan main. Ia harus mengatakan apa?“JAWAB!”“A-aku ... aku pergi sama temen-temenku.” Dengan pelan Bening menjawab. Nada bicaranya diatur sedemikian tenang agar semua tampak meyakinkan. Tapi, justru itu terdengar bergetar. Bahkan di telingnya sendiri.Dan tak dapat disangkal, sorot mata Cakra kini menatap penuh curiga. “Temen-temen? Siapa? Kamu nggak pernah kayak gini sebelumnya.”Sengaja Bening menghindari tatapan mata suaminya. Ia menggigiti bibir untuk mendapatkan ketenangan diri. “Aku cuma butuh pelampiasan. Kamu nggak lupa kan apa yang terjadi semalem?” Nada bicaranya mulai kembali tegar demi mengingat peristiwa

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Ke Mana Semalam?

    “MAS!”Bening terpaksa membuka mata setelah tangannya yang merabai sisi kanan-kiri tak mendapati sang suami. Ia menarik tubuh tengkurapnya dan menyunggingkan senyum puas. Teringat peristiwa indah semalam.Ia telah menyerahkan diri kepada sang suami. Setelah 28 tahun menjaganya. Oh indahnya!Kesadaran yang perlahan diperoleh pun membawa pandangan Bening mengitari ruangan. Serba putih. Tapi, ini bukan kamarnya. Bukan kamar pengantinnya.Matanya membola. Bibirnya pun ternganga. “I-ini kamar siapa?”Tubuh Bening berjingkat seketika. “Mas! MAS!”“Mas Cakra!”Bening lebih kaget lagi saat ia hendak menuruni ranjang. Tubuhnya hanya berbalut selimut putih dan dari sana ia mulai sadar bahwa ia sedang berada di hotel.Astaga!“Mas Cakra yang bawa aku ke sini, kan?” gumam Bening kebingungan.Hoek!Perutnya mual tiba-tiba. Ia dengan cepat menuju ke kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Cairan kuning terakhir yang keluar resmi membuat kerongkongannya pahit bukan main.Ketika tangannya menyeka p

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Aroma yang Lain

    “Dasar wanita mabok!”Hanya itu kalimat dingin yang terucap dari pria di depan Bening. Masih berusaha melepaskan gelayut tangan Bening yang kian memohon untuk tak ditinggal.“Aku nggak mabuk, Mas!” Suara Bening terdengar kian berat. “Kamu boleh lakuin apapun ke aku! Aku rela!”Tangannya bahkan entah mengapa begitu gila hingga menggerayangi dada pria di depannya. Pria yang di mata Bening adalah Cakra –Suaminya. Ia merasa takut dan was-was jikalau laki-laki yang memberinya botol dengan label kusam itu akan kembali menggodai dirinya.“Ayo kita pergi!” ajak Bening menyusul kalimatnya sendiri. Karena pria di depannya masih tampak bingung dan linglung.“Ayo, Mas!” Begitu saja tangan Bening menarik pria di depannya. Tanpa peduli jika gaunnya yang basah menodai pakaian pria itu.“Nggak. Lepas!” Kalimat penolakan itu terdengar kian dingin. Disertai tepisan tipis tanda penolakan.Bening tak menyerah. Tangannya terus merayu dan mengajak supaya mereka lekas hengkang dari sana. “Ayo, Maaaas! Nanti

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Malam Pengantin

    “Mungkin Mas Cakra lagi terima telepon. Atau nyari udara segar dulu,” ucap Bening bermonolog. Sebab tak menemukan suaminya di kamar pengantin mereka.Bening tak ambil pusing akan hal itu. Ia mengedikkan bahu lalu kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Tersenyum dan kembali bahagia.Tentu saja Bening bahagia. Hari ini secara resmi: agama dan negara ... ia sah menyandang gelar sebagai Nyonya Cakra. Istri dari seorang pria yang menjadi cinta pertamanya bertahun-tahun silam. Sewaktu dirinya belum genap berusia 10 tahun.Tangan Bening yang hendak menghapus riasan pengantin pun diurungkan. Ia terkikik sendiri, membayangkan suaminyalah yang akan menghapus make-up itu dari wajahnya, lalu perlahan melepaskan gaun satin dari tubuhnya, dan ...“Aaaah. Jadi malu.” Tawa Bening kian merekah. Wajahnya pun memerah.Membayangkan malam ini membuat perutnya geli dan dadanya mengembang lantaran seperti ingin terbang. Saking bahagianya.“Mas Cakra!”Bening memutuskan untuk menjauhi cermin dan menuju

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status