Share

Ke Mana Semalam?

Author: Lisnaasaarii
last update Last Updated: 2025-01-24 16:43:27

“MAS!”

Bening terpaksa membuka mata setelah tangannya yang merabai sisi kanan-kiri tak mendapati sang suami. Ia menarik tubuh tengkurapnya dan menyunggingkan senyum puas. Teringat peristiwa indah semalam.

Ia telah menyerahkan diri kepada sang suami. Setelah 28 tahun menjaganya. Oh indahnya!

Kesadaran yang perlahan diperoleh pun membawa pandangan Bening mengitari ruangan. Serba putih. Tapi, ini bukan kamarnya. Bukan kamar pengantinnya.

Matanya membola. Bibirnya pun ternganga. “I-ini kamar siapa?”

Tubuh Bening berjingkat seketika. “Mas! MAS!”

“Mas Cakra!”

Bening lebih kaget lagi saat ia hendak menuruni ranjang. Tubuhnya hanya berbalut selimut putih dan dari sana ia mulai sadar bahwa ia sedang berada di hotel.

Astaga!

“Mas Cakra yang bawa aku ke sini, kan?” gumam Bening kebingungan.

Hoek!

Perutnya mual tiba-tiba. Ia dengan cepat menuju ke kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Cairan kuning terakhir yang keluar resmi membuat kerongkongannya pahit bukan main.

Ketika tangannya menyeka permukaan mulut hingga seluruh wajah, barulah Bening mulai menyadari sesuatu. Puing-puing ingatannya mulai lahir ke permukaan kepala.

Bukankah semalam ia memergoki suaminya berada di kamar kakaknya?

Bukankah semalam ia lari dan pergi dari rumah masih dengan gaun pengantinnya?

Ia disodori air minum beraroma menyengat dan terasa pahit oleh seseorang. Laki-laki mengerikan yang hendak berbuat asusila kepadanya. Hingga datang seorang malaikat penolong.

“Terus aku ke sini sama siapa?” Bening masih tak paham dengan apa yang terjadi.

Astaga!

Mungkinkah dengan malaikat penolong itu?

Bukannya semalam ia sedang bersama Cakra dan menunaikan ibadah malam pertama sebagai sepasang suami-istri? Ya Tuhan!

Bening buru-buru keluar kamar mandi. Mencari gaun pengantinnya yang tergantung di lemari terbuka dan memakainya segera. Masih basah di beberapa bagian, tetapi bukan itu yang harus dipedulikan.

“Ya ampun, Beniiing!” Tangan Bening mengusak rambutnya kasar. Jam dinding sudah menunjuk ke angka sembilan pagi.

Apa sebenarnya yang sudah terjadi? Atau jangan-jangan ia melakukan ‘hal itu’ bukan dengan Cakra?

“Nggak, nggak. Kayaknya itu mimpi buruk. Atau aku yang teler,” ucap Bening bermonolog teringat ia telah meneguk minuman aneh dari orang asing.

“Malaikat penolong cuma datang, bawa aku ke sini, dan udah. Tiba-tiba pagi.” Segudang kalimat terus ia gumam guna meyakinkan dirinya sendiri bahwa semalam tidak ada sesuatu penting yang telah terjadi.

“Oke. Cu-ma mim-pi.” Sekali lagi Bening menegaskan kepada diri sendiri sebelum kakinya benar-benar keluar dari kamar hotel tersebut.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat dihindar.

Keluar dari Kamar Bening baru menyadari bahwa ia terdampar hingga ke pusat kota tempatnya tinggal. Uang dan ponsel pun tak ada dalam genggaman. Ia harus memutar otak keras-keras.

“Mikir, Bening! Gimana caranya pulang.”

“Makanya kalau mau minggat bawa hape!” rutuknya kepada diri sendiri.

Bening berjalan ke arah resepsionis. Ia memasang wajah melas dan meminta tolong kepada staf di sana untuk membantunya agar bisa pulang. Dengan segala keahlian akting dan drama, akhirnya ia yang sedang kalang kabut duduk di jok belakang ojek online.

Sepanjang jalan pulang Bening sibuk merangkai kata. Bersiap mental saat bertemu dengan suaminya, kakaknya, dan juga orang tua. Mengingat peristiwa semalam kembali hati Bening mencelos. Sakit luar biasa. Dadanya seperti dikuliti hidup-hidup.

“Aku maafin kamu, Mas. Tapi dengan syarat ... .”

“Kita mungkin perlu waktu buat sendiri-sendiri dulu! Saling introspeksi sebenernya kita nikah buat apa?” Bening terus melafalkan kalimat tersebut dalam benak. Ia akan menyerang Cakra agar merasa bersalah. Dengan demikian, Cakra akan tetap bertahan dengannya.

Tak bisa dipungkiri. Ia sungguh cinta kepada Cakra.

Bahkan, mungkin ia tak akan sanggup hidup tanpa lelaki yang dicintainya itu. Cinta memang bodoh!

Rumah dengan halaman luas sudah di depan mata. Tampak sunyi seperti tiada apa-apa. Kecuali sisa-sisa tenda pernikahan yang belum dibereskan, tak ada pertanda kehidupan di sana.

“Makasih ya, Mas!” ucap Bening mengembalikan helm kepada driver.

Buru-buru ia masuk ke halaman rumah. Was-was jika ada tetangga yang melihatnya baru keluar masih dengan gaun pengantin. Akan menambah masalah hidupnya kelak.

Pintu terbuka dan ...

“Astaga, Beniiing! Kamu ke mana aja, Nduk?” Suara dan wajah lembut Bu Hidayah –Ibunda Bening menyambut.

Membuat Bening mematung. Demi melihat raut wajah sang ibu, ia tak mungkin menceritakan kebenarannya. Beberapa detik ia diam, berakhir hanya memberi senyuman.

Tangan sang ibu meremas lengan atasnya erat. “Kamu dari mana?”

“Kata Cakra kamu pergi pagi-pagi betul,” ucap sang ibu sembari meneliti penampilan Bening dari atas hingga ujung kaki. “Masih pakai baju pengantin begini.”

Bening kembali tersenyum. “Ada masalah di toko, Buk. Tapi syukurnya udah selesai.” Akhirnya ia berbohong. Demi tak ingin membuat resah hati ibunya.

Napas lega terdengar kemudian. “Ya wis. Kamu masuk! Mandi, ganti baju, terus makan!”

“Cakra pasti khawatir!”

“Lain kali kalau pergi kabari suamimu. Cakra itu sekarang sudah jadi suamimu, Nduk. Jangan main pergi seenak udel!” sergah sang ibu. Bening hanya mengangguk. Pahit.

Persis seperti yang ibunya minta. Bening segera masuk. Ia menuju kamar dan berharap menemukan suaminya di sana. Kembali kepalanya terasa panas tatkala tanpa diinginkan ia berpapasan dengan kakaknya, Sinta.

“Pulang juga kamu, Dek? Mbak kira bakalan minggat.”

Enteng sekali bibir itu berujar demikian. Seperti tidak ada kesalahan. Seperti tak punya dosa. Tapi, sekuat tenaga Bening mengendalikan diri. Meski rasanya ia ingin memaki dan meludahi Sinta.

Sungguh! ia tak pernah menyangka bahwa akan mengalami tragedi mengenaskan seperti cerita halu yang berseliweran di media sosial.

Mencengangkannya lagi, Sinta justru berani menatapnya dan memberinya peringatan.

“Awas aja kalau kamu ngadu ke Ibu! Kamu sendiri yang bakal rugi, Dek! Ibu pasti bakalan shock, tensinya naik, dan ... . Kamu bayangin sendiri ajalah!”

“Mengerikaaaan!” Sinta benar-benar tak merasa bersalah. Bahkan meminta maaf pun tidak. Kakak macam apa itu?

Wajah licik Sinta kini secara leluasa diumbar. “Inget! Jangan sekali-kali kamu ngadu! Atau kamu yang bakalan nyesel! Seumur hidup!” ancam Sinta lagi. Bening tak banyak bereaksi. Ia tak punya pilihan.

Ibunya yang mungkin akan jantungan atau Cakra yang justru hilang dari genggaman. Keduanya sama merugikan. Biarlah sakit itu ia rasakan sendiri. Toh, suaminya hanya khilaf.

“Semoga Tuhan yang membayar semua! Secara lunas!” gumam Bening dalam hati. Setelah Sinta melenggang pergi.

Tangannya memegang gagang pintu kamar, membuka, dan kembali menutupnya keras-keras saat tahu bahwa Cakra memang ada di dalam.

“Sayang!” Cakra membeliakkan mata dan segera beringsut mengetahui kehadirannya. Wajah suami Bening itu pun tampak sumringah.

Bening tak menggubris. Ia masih marah dan harusnya Cakra tahu itu. Suaminya itu mendekat. “Kamu dari mana aja, Sayang? Aku nyariin kamu.”

Bening masih membisu. Matanya menatap Cakra dengan sinis. Menegaskan jika ia masih tak sudi menganggap situasi baik-baik saja.

Namun, di sisi hatinya yang lain pun Bening mulai gusar. Jika Cakra masih mempertanyakan keberadaannya semalam. Lantas dengan siapa semalam ia meramu bahasa cinta? Astagaaa!

“Kamu jangan diem aja dong, Sayang!”

Kepala Bening semakin penuh rasanya. Haruskah ia menyampaikan kegusarannya kepada Cakra. Tapi, ia sedang marah.

“Aku minta maaf, Sayang!”

Bening masih tak mengindahkan. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Menebak dan mengantisipasi bagaimana jika memang ia telah bercinta dengan orang selain suaminya? Apa yang harus ia katakan nanti?

“BENING AYU!”

Bening baru sadar kala Cakra meninggikan suara.

“Aku ngomong sama kamu. Aku minta maaf! Aku khilaf. Mbakmu yang godain aku!” terang Cakra dengan wajah merah padam.

Rahang Cakra pun tampak mengeras sekarang. “Kamu sendiri dari mana semalam? Huh?” Tangan Cakra menyentuh dagu Bening dan memaksanya mendongak.

Mata Cakra memindai penampilannya yang memang porak poranda. “Kamu nggak aneh-aneh, kan?”

“Kamu masih istriku yang utuh kan, Sayang?”

Huh! Bening bingung menjawab apa. Matanya mulai panas menahan cairan sialan. Ketakutannya kini semakin menjadi.

“Jawab, Bening!”

“JAWAB!”

“Jangan samakan aku kayak kamu, Mas!”

Haah! Tangan Cakra melepaskan dagunya segera. Mengibas-ngibas udara kosong. Bening tak tahu mengapa. Yang jelas ia tahu wajah Cakra kian merah padam pertanda amarah.

“Bau al-ko-hol.”

Jantung Bening seakan terhenti. Mengapa ia tak menyadari hal itu? Ia menelan ludah dengan susah payah, mencoba meredakan rasa gugup yang menyeruak.

“PERGI KE MANA KAMU SEMALEM?”

*****

Related chapters

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Dilema Pernikahan

    Bening merasa tubuhnya menggigil. Pertanyaan Cakra seumpama palu godam yang menghantam tepat di jantungnya. Ia ingin menjawab, tetapi kata-kata seakan tercekat di tenggorokan. Ia tak pernah menyangka jika kaburnya semalam karena sakit hati justru menyusahkan diri sendiri.“KAMU DARI MANA SEMALEM?”“JAWAB, BENING!”Suara Cakra benar-benar meninggi sekarang. Bening takut bukan main. Ia harus mengatakan apa?“JAWAB!”“A-aku ... aku pergi sama temen-temenku.” Dengan pelan Bening menjawab. Nada bicaranya diatur sedemikian tenang agar semua tampak meyakinkan. Tapi, justru itu terdengar bergetar. Bahkan di telingnya sendiri.Dan tak dapat disangkal, sorot mata Cakra kini menatap penuh curiga. “Temen-temen? Siapa? Kamu nggak pernah kayak gini sebelumnya.”Sengaja Bening menghindari tatapan mata suaminya. Ia menggigiti bibir untuk mendapatkan ketenangan diri. “Aku cuma butuh pelampiasan. Kamu nggak lupa kan apa yang terjadi semalem?” Nada bicaranya mulai kembali tegar demi mengingat peristiwa

    Last Updated : 2025-01-27
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Firasat Seorang Istri

    “SATU BULAN?”“NGGAK KELAMAAN?”“Mas mau ngapain di sana sampai satu bulan?”Kepala Bening yang baru saja dingin sebab kucuran air shower, kini kembali panas. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Suaminya itu ... serius?“Resto di sana lagi terombang-ambing, Sayang. Dan aku yang dipercaya bisa atasi ini. Dilihat perkembangannya sebulan.”Alasan Cakra itu tak mampu masuk ke akal Bening. lebih-lebih Cakra akan pergi di saat seperti ini? Di hari kedua pernikahan mereka? Di saat mereka belum mendapati malam pertama sebagai sepasang suami-istri? Dan saat masalah –entah salah paham entah memang pengkhianatan antara Cakra dengan Sinta belum terselesaikan?Ya Tuhan!“Tapi, Mas. Kita ini baru nikah loh. Kamu juga udah ambil cuti. Ditambah masalah semalem ... apa nggak bisa ditunda?” Mata Bening terpejam, menahan gejolak emosi di dadanya.“Aku ngerti, Sayang. Ini berat. Bukan cuma buat kamu, aku pun juga berat. Tapi, ini juga demi kita. Aku janji bakalan terus kasih kabar!”Aneh. Sangat aneh.

    Last Updated : 2025-01-29
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Hasrat Terlarang

    “Ke mana sih kamu, Mas?”Sinta menggenggam ponselnya setengah was-was. Menunggu balasan pesan dari Cakra begitu membuatnya resah. Mungkinkah Cakra sibuk dengan pekerjaan? Atau jangan-jangan adik iparnya itu sengaja menghindar darinya.Pikiran itu tiba-tiba menyalakan bara di dada Sinta. Ia tidak mau jika sampai Cakra menghindar darinya. Terlepas fakta bahwa Cakra kini adalah suami adiknya sendiri, Sinta tidak peduli. Yang ia inginkan adalah menarik Cakra untuk semakin mendekat dan berakhir memujanya melebihi Bening.Ke sekian kalinya Sinta menatap sendu ke arah layar ponsel. Masih tidak ada pesan balasan dari Cakra. Keresahannya bertambah ganas. Sungguh khawatir jika sampai Cakra sengaja menghindar darinya.“Kalau 15 menit lagi dia nggak bales, aku telepon aja!” ujar Sinta bermonolog.Namun, tak perlu menunggu sampai 15 menit karena beberapa detik berikutnya sebuah notifikasi pesan muncul di layar gawai. Sinta menyungging senyum menyadari bahwa pesan itu berasal dari Cakra. Yang sekali

    Last Updated : 2025-02-04
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Malam Pengantin

    “Mungkin Mas Cakra lagi terima telepon. Atau nyari udara segar dulu,” ucap Bening bermonolog. Sebab tak menemukan suaminya di kamar pengantin mereka.Bening tak ambil pusing akan hal itu. Ia mengedikkan bahu lalu kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Tersenyum dan kembali bahagia.Tentu saja Bening bahagia. Hari ini secara resmi: agama dan negara ... ia sah menyandang gelar sebagai Nyonya Cakra. Istri dari seorang pria yang menjadi cinta pertamanya bertahun-tahun silam. Sewaktu dirinya belum genap berusia 10 tahun.Tangan Bening yang hendak menghapus riasan pengantin pun diurungkan. Ia terkikik sendiri, membayangkan suaminyalah yang akan menghapus make-up itu dari wajahnya, lalu perlahan melepaskan gaun satin dari tubuhnya, dan ...“Aaaah. Jadi malu.” Tawa Bening kian merekah. Wajahnya pun memerah.Membayangkan malam ini membuat perutnya geli dan dadanya mengembang lantaran seperti ingin terbang. Saking bahagianya.“Mas Cakra!”Bening memutuskan untuk menjauhi cermin dan menuju

    Last Updated : 2025-01-21
  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Aroma yang Lain

    “Dasar wanita mabok!”Hanya itu kalimat dingin yang terucap dari pria di depan Bening. Masih berusaha melepaskan gelayut tangan Bening yang kian memohon untuk tak ditinggal.“Aku nggak mabuk, Mas!” Suara Bening terdengar kian berat. “Kamu boleh lakuin apapun ke aku! Aku rela!”Tangannya bahkan entah mengapa begitu gila hingga menggerayangi dada pria di depannya. Pria yang di mata Bening adalah Cakra –Suaminya. Ia merasa takut dan was-was jikalau laki-laki yang memberinya botol dengan label kusam itu akan kembali menggodai dirinya.“Ayo kita pergi!” ajak Bening menyusul kalimatnya sendiri. Karena pria di depannya masih tampak bingung dan linglung.“Ayo, Mas!” Begitu saja tangan Bening menarik pria di depannya. Tanpa peduli jika gaunnya yang basah menodai pakaian pria itu.“Nggak. Lepas!” Kalimat penolakan itu terdengar kian dingin. Disertai tepisan tipis tanda penolakan.Bening tak menyerah. Tangannya terus merayu dan mengajak supaya mereka lekas hengkang dari sana. “Ayo, Maaaas! Nanti

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Hasrat Terlarang

    “Ke mana sih kamu, Mas?”Sinta menggenggam ponselnya setengah was-was. Menunggu balasan pesan dari Cakra begitu membuatnya resah. Mungkinkah Cakra sibuk dengan pekerjaan? Atau jangan-jangan adik iparnya itu sengaja menghindar darinya.Pikiran itu tiba-tiba menyalakan bara di dada Sinta. Ia tidak mau jika sampai Cakra menghindar darinya. Terlepas fakta bahwa Cakra kini adalah suami adiknya sendiri, Sinta tidak peduli. Yang ia inginkan adalah menarik Cakra untuk semakin mendekat dan berakhir memujanya melebihi Bening.Ke sekian kalinya Sinta menatap sendu ke arah layar ponsel. Masih tidak ada pesan balasan dari Cakra. Keresahannya bertambah ganas. Sungguh khawatir jika sampai Cakra sengaja menghindar darinya.“Kalau 15 menit lagi dia nggak bales, aku telepon aja!” ujar Sinta bermonolog.Namun, tak perlu menunggu sampai 15 menit karena beberapa detik berikutnya sebuah notifikasi pesan muncul di layar gawai. Sinta menyungging senyum menyadari bahwa pesan itu berasal dari Cakra. Yang sekali

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Firasat Seorang Istri

    “SATU BULAN?”“NGGAK KELAMAAN?”“Mas mau ngapain di sana sampai satu bulan?”Kepala Bening yang baru saja dingin sebab kucuran air shower, kini kembali panas. Bahkan lebih membara dari sebelumnya. Suaminya itu ... serius?“Resto di sana lagi terombang-ambing, Sayang. Dan aku yang dipercaya bisa atasi ini. Dilihat perkembangannya sebulan.”Alasan Cakra itu tak mampu masuk ke akal Bening. lebih-lebih Cakra akan pergi di saat seperti ini? Di hari kedua pernikahan mereka? Di saat mereka belum mendapati malam pertama sebagai sepasang suami-istri? Dan saat masalah –entah salah paham entah memang pengkhianatan antara Cakra dengan Sinta belum terselesaikan?Ya Tuhan!“Tapi, Mas. Kita ini baru nikah loh. Kamu juga udah ambil cuti. Ditambah masalah semalem ... apa nggak bisa ditunda?” Mata Bening terpejam, menahan gejolak emosi di dadanya.“Aku ngerti, Sayang. Ini berat. Bukan cuma buat kamu, aku pun juga berat. Tapi, ini juga demi kita. Aku janji bakalan terus kasih kabar!”Aneh. Sangat aneh.

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Dilema Pernikahan

    Bening merasa tubuhnya menggigil. Pertanyaan Cakra seumpama palu godam yang menghantam tepat di jantungnya. Ia ingin menjawab, tetapi kata-kata seakan tercekat di tenggorokan. Ia tak pernah menyangka jika kaburnya semalam karena sakit hati justru menyusahkan diri sendiri.“KAMU DARI MANA SEMALEM?”“JAWAB, BENING!”Suara Cakra benar-benar meninggi sekarang. Bening takut bukan main. Ia harus mengatakan apa?“JAWAB!”“A-aku ... aku pergi sama temen-temenku.” Dengan pelan Bening menjawab. Nada bicaranya diatur sedemikian tenang agar semua tampak meyakinkan. Tapi, justru itu terdengar bergetar. Bahkan di telingnya sendiri.Dan tak dapat disangkal, sorot mata Cakra kini menatap penuh curiga. “Temen-temen? Siapa? Kamu nggak pernah kayak gini sebelumnya.”Sengaja Bening menghindari tatapan mata suaminya. Ia menggigiti bibir untuk mendapatkan ketenangan diri. “Aku cuma butuh pelampiasan. Kamu nggak lupa kan apa yang terjadi semalem?” Nada bicaranya mulai kembali tegar demi mengingat peristiwa

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Ke Mana Semalam?

    “MAS!”Bening terpaksa membuka mata setelah tangannya yang merabai sisi kanan-kiri tak mendapati sang suami. Ia menarik tubuh tengkurapnya dan menyunggingkan senyum puas. Teringat peristiwa indah semalam.Ia telah menyerahkan diri kepada sang suami. Setelah 28 tahun menjaganya. Oh indahnya!Kesadaran yang perlahan diperoleh pun membawa pandangan Bening mengitari ruangan. Serba putih. Tapi, ini bukan kamarnya. Bukan kamar pengantinnya.Matanya membola. Bibirnya pun ternganga. “I-ini kamar siapa?”Tubuh Bening berjingkat seketika. “Mas! MAS!”“Mas Cakra!”Bening lebih kaget lagi saat ia hendak menuruni ranjang. Tubuhnya hanya berbalut selimut putih dan dari sana ia mulai sadar bahwa ia sedang berada di hotel.Astaga!“Mas Cakra yang bawa aku ke sini, kan?” gumam Bening kebingungan.Hoek!Perutnya mual tiba-tiba. Ia dengan cepat menuju ke kamar mandi dan menumpahkan isi perutnya. Cairan kuning terakhir yang keluar resmi membuat kerongkongannya pahit bukan main.Ketika tangannya menyeka p

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Aroma yang Lain

    “Dasar wanita mabok!”Hanya itu kalimat dingin yang terucap dari pria di depan Bening. Masih berusaha melepaskan gelayut tangan Bening yang kian memohon untuk tak ditinggal.“Aku nggak mabuk, Mas!” Suara Bening terdengar kian berat. “Kamu boleh lakuin apapun ke aku! Aku rela!”Tangannya bahkan entah mengapa begitu gila hingga menggerayangi dada pria di depannya. Pria yang di mata Bening adalah Cakra –Suaminya. Ia merasa takut dan was-was jikalau laki-laki yang memberinya botol dengan label kusam itu akan kembali menggodai dirinya.“Ayo kita pergi!” ajak Bening menyusul kalimatnya sendiri. Karena pria di depannya masih tampak bingung dan linglung.“Ayo, Mas!” Begitu saja tangan Bening menarik pria di depannya. Tanpa peduli jika gaunnya yang basah menodai pakaian pria itu.“Nggak. Lepas!” Kalimat penolakan itu terdengar kian dingin. Disertai tepisan tipis tanda penolakan.Bening tak menyerah. Tangannya terus merayu dan mengajak supaya mereka lekas hengkang dari sana. “Ayo, Maaaas! Nanti

  • Suami Khianat, Terbitlah Bos Dayat   Malam Pengantin

    “Mungkin Mas Cakra lagi terima telepon. Atau nyari udara segar dulu,” ucap Bening bermonolog. Sebab tak menemukan suaminya di kamar pengantin mereka.Bening tak ambil pusing akan hal itu. Ia mengedikkan bahu lalu kembali menatap pantulan dirinya di cermin. Tersenyum dan kembali bahagia.Tentu saja Bening bahagia. Hari ini secara resmi: agama dan negara ... ia sah menyandang gelar sebagai Nyonya Cakra. Istri dari seorang pria yang menjadi cinta pertamanya bertahun-tahun silam. Sewaktu dirinya belum genap berusia 10 tahun.Tangan Bening yang hendak menghapus riasan pengantin pun diurungkan. Ia terkikik sendiri, membayangkan suaminyalah yang akan menghapus make-up itu dari wajahnya, lalu perlahan melepaskan gaun satin dari tubuhnya, dan ...“Aaaah. Jadi malu.” Tawa Bening kian merekah. Wajahnya pun memerah.Membayangkan malam ini membuat perutnya geli dan dadanya mengembang lantaran seperti ingin terbang. Saking bahagianya.“Mas Cakra!”Bening memutuskan untuk menjauhi cermin dan menuju

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status