“Anyeee!” Anyelira menoleh mendengar panggilan yang tak asing itu. benar saja, Ganesha sudah tidak jauh darinya. Dengan pakaian yang sudah bersih dan rapih.
Ganesha berlarian mendekatinya. Hanya saja, mungkin lelaki itu agak kesusahan untuk melewati kerumunan. Anyelira menoleh pada anak itu. wajahnya masih pucat sekalipun air laut sudah berhasil dikeluarkan dari kerongkongannya.“Iya, tolong segera datang.” Anyelira mengakhiri pembicaraan. Ia memilih untuk berdiri. Hendak menyusul suaminya yang tengah kesusahan. Hanya saja, seblum sempat ia melangkah lebih jauh, tangannya sudah digenggam erat oleh seseorang.Anyelira menoleh. Itu ibu-ibu yang tadi. “Kenapa kau sudah mau pergi? Katamu kau akan memanggil ambulans? Mana?!” tanyanya putus asa.Anyelira mengembuskan napas pelan, “mereka dalam perjalanan.”“Lalu kenapa kau sudah mau pergi? Jangan pergi dulu. Tunggu ambulans datang!”Mengernyit tak suka, jujur saja, Anyelira masih jenMalam itu, angin dari lait berembus begitu kencang. Menerbangkan dedaunan pohon kering di sekitar pantai hingga berjatuhan pada dua sejoli yang tengah berbincang serius.Cafe pinggiran itu nampak lumayan sepi. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Bukan waktu yang tepat juga tempat yang kurang memadai. Sebab lampu yang ada di sekitar hanyalah lampu neon dengan watt tak lebih dari angka lima.Sekalipun begitu, Saka masih bertahan. Menunggui dua manusia itu entah sedang dimabuk kasamaran tau justru pertikaian. Denab tak jarang tadi ia mendengar mereka bedebat. Hanya saja, mencuri dengar pedebatan mereka--Saka ragu, mereka adalah pasangan kekasih.Bagaimana ya?Perbincangannya tidak terdengar seperti saudara kembarnya Raka yang tengah bermesraan atau sesekali bertikaj dengan kekasihnya, Risa. Juga, bukan macam tuannya dengan istri beliau. Mereka ... malah seperti dirinya dan Risa yang hanya sekadar rekan."Aku mengerti kita putus asa. Tapi, apakah harus kita menemui perempuan itu?"
Ganesha mengernyit menatap ponselnya. Panggilan darurat yang hanya dibunyikan saat keadaan salah satu dari mereka benar-benar terdesak dan membutuhkan pertolongan. Lalu melihat kode namanya, membuat Ganesha panik dan nyaris meninggalkan kamar sesegera mungkin.Tapi tak semudah itu. Anyelira masih terjaga. Matanya mengamati ponsel dengan teliti setelah menyelesaikan panggilan dengan orang bernama Bambang itu. kini, bahkan ekspresi yang ditampilkan Anyelira lebih serius dari pada sebelum menerima telephon. Ganesha tak tahu dengan rinci apa pembahasan mereka. yang jelas, itu berhubungan dengan suatu kasus. Oh, bukan itu, Ganesha! Kau harus segera menyelamatkan rekanmu. Bagaimanapun ialah yang paling cepat menjangkau keberadaan Saka saat ini.“Anyee,” panggilnya. Seperti biasa dengan nada manja dan mendayu.Anyelira menolehkan kepalanya. Atensinya terpaku pada Ganesha. Membuat lelaki itu berhasil menarik kedua sudut bibirnya ke atas. “Ya, Gane? Kau terbangun?”Ganesha mengangguk lugu, “G
Anyelira mengeratkan jaketnya. Semilur angin laut kian kencang. Membuat tubuhnya menggigil kedinginan juga helaian rambutnya yang kian tak bisa diatur.Kurang lebih lima menit Anyelira menunggui Ganesha di depan toilet. Suasana begitu sepi. Menyisakan suara deburan ombak tak jauh darinya.ugh, apakah Ganesha masih lama? Mengapa tidak ada tanda-tanda akan segera keluar? Lantas, Anyelira menyeruksm kepalanya ke lutut. Ia muli mengantuk. Melirik ponsel, jam sudah menunjukksn nyaris sebelas malam. Oh, Anyelira tak percaya menghabiskan waktu dengan bodoh seperti ini.Bahkan ketika sepuluh menit telah usang--bola mata Anyelira kian memberat. Anyelira mendengkus kesal. Sebenarnya apa yang dilakukan Ganesha? Mengapa begitu lama di toilet? Jangan bilang suaminya malah tertidur di sana. Bukan tidak mungkin, Ganesha pernah melakukannya. Kala itu di rumah, Ganesha yang awalnya main, tiba-tiba izin ke toilet. Tapi lebih dari detengah jam Anyelira menunggu, Ganesha tak juga keluar.Anyelira membobo
Sapuan angin laut menyapa wajahnya. Juga membuat debu-debu halus dari pantai ikut berterbangan hingga memasuki area matanya. Anyelira sedikit mengusap matanya. Agak perih namun syukurlah cepat membaik.Matanya menelisik. Kini ia tengah duduk sendiri di pantai. Menunggu dua orang yang membuat janji dengannya malam tadi. Ia sengaja tidak mengajak suaminya. Sebab Ganesha masih mengeluh kakinya sakit dan ingin menonton kartun kesukaannya. Doraemon."Mbak, maaf sedikit terlambat." Anyelira menoleh. Ia mengembangkan senyum kala dua orang itu sudah tiba. "Lama banget ya, Mbak?" pertanyaan itu berasal dari tukang bakso. Err, semalam Anyelira belum sempat berkenalan."Tidak. Saya juga baru sampai." Anyelira tak berbohong. Ia barus sampai di sana sekitar lima menit yang lalu. Bahkan minuman yang dipesannya belum datang. Dua orang itu mengangguk lega. "Syukurlah.""Kalian boleh pesan minum sama makanan dulu." Anyelira memanggil seorang pelayan yang berada tak jauh dari mereka. Mendengar panggi
“Jadi, liburan kalian saat ini hanyalah kedok untuk menjalankan misi Anyelira?” tanya Risa tiba-tiba.Ganesha sampai memegangi dadanya saking terkejutnya. Sedari tadi, ia terus melihat Anyelira dari dalam kamar penginapan yang disewa oleh anak buahnya. Risa dan Riki sudah tiba malam tadi. Hanya saja, Ganesha baru bisa menemui mereka saat ini. “Bukan urusanmu,” ketus Ganesha.Risa menggaruk leher belakangnya. Dari ekspresi yang diperlihatkan, bisa Ganesha perikrakan wanita itu tengah merasa bersalah. Ya, seharusnya memang begitu.Semua orang di teamnya tahu, jika Ganesha terlalu fokus pada suatu hal, ia jadi tidak begitu memerhatikan yang lainnya. sebuah kelemahan. Iya, Ganesha akui itu.“Lalu, apa rencanamu?” tanya Risa lagi. sepertinya wanita itu cukup penasaran. Memang apa yang ingin didengarnya? Tumben sekali.“Tidak ada.”“Tidak ada?”“Itu bukan urusanmu. Lagi pula, kenapa kau jadi tanya-tanya begini sih? Biasanya kau juga tidak peduli, kan?”Ganesha menyilangkan kedua tangannya
Anyelira bolak balik mengedipkan matanya. Memastikan bahwa siapa yang kini ia lihat adalah orang-orang yang dikenalnya. Iya, benar. Ia tak salah. Itu Risa dan pacarnya. Menenteng tas besar. Mereka tengah berdiri di depan resepsionis. Mau cek in?Heh, tapi kan mereka belum menikah!Anyelira hendak menyusul mereka, hanya saja rengekan Ganesha menahannya. Oh iya, nyaris ia lupakan keberadaan suaminya sebab terlalu syock dengan apa yang dilihatnya. "Anye, kakiku sakit!"Anyelira mengalihkan fokusnya pada kaki Ganesha yang diperban. Iya, nampak lebih besar dari pagi tadi. Melihat itu, Anyelira jadi mendengkus tertahan. Padahal sakit begini, kenapa Ganesha tidak hati-hati sih?"Kenapa tadi malah berlarian, hm?" Anyelira mencuri lirikan pada tempat di mana Risa dan Riki tadi berdiri. Mereka sudah menghilang. Huh, sudah langsubg masuk ke kamar hotel, eh?"Maaf, tadi Ganesha seneng bertemu Anye!" rengeknya. Anyelira hanya menghela napas pasrah. Berusaha sabar. Memiliki suami berketerbelakang
"Maaf karena aku menelpon kalian tiba-tiba begini." Anyelira berbicara dengan telephon seraya mengamati Ganesha yang tengah bermain game di ponselnya. Bukan jenis game yang neko-neko macam Mobil Legend atau Free Fair. Hanya sebuah game sederhana yang berfungsi untuk menstimulasi otak suaminya. Untuk lebih tajam dan juga memgembangkan cara berpikirnya.Terdengar sia-sia, sih. Namun di sini Anyelira cuman coba-coba. Apabila memang tidak menghasilkan apapun, setidaknya dengan memainkan game itu, Ganesha bisa menjadi lebih tenang dan tidak terlalu bergelayut manja padanya."Tidak masalah. Kebetulan jualan saya sudah habis." El membalas terlebih dahulu."Saya juga tengah bersamtai mengawasi pengunjung pantai." Sambung Rosa segera."Begini, aku mimta laporan, sejauh mana kalian sudah mencari teman bernama F itu?""Kami sudah memeriksa tempat-tempat yang biasa dikunjunginya melalui beberapa saksi mata yang berhasil.kami temui. Lalu, kami juga sudah mengunjungi rumah sakit." Rosa berhenti sej
“Laporan kalian cukup mengesankan.”Iya. Mengesankan. Setidaknya tidak seburuk perikiraannya. Mengingat kecerobohan anggota teamnya saat ini nyaris membuat emosi Anyelira meledak. Bersyukurlah ada Ganesha—yang bisa menjadi tempat bersandarnya kala keadaan macam itu. jika tudak, mungkin kini Anyelira lebih memilih kembali ke kantor kejaksaan mengurusi kasus yang benar-benar butuh perhatiannya. “Komandan juga cukup memujiku atas hal itu,” ujar Rosa membanggakan dirinya sendiri. “Sekalipun kami tidak setangkas F dalam masalah penyelidikan, kami bisa menyainginya dalam hal laporan.”El mengangguk setuju. “F itu terlalu mebanggakan.”Anyelira mengangguk mengerti. Matanya menatap sekejap pada deburan ombak di pantai. Sekarang ia harus mulai ancang-ancang untuk menemukan rekan bernama F itu. nama kepanjangannya adalah Fadlan Khairur. Mereka, tiga sekawan lulus dari akademi kepolisian dalam waktu bersamaan. Lalu, secara kebetulan mereka juga lulus dan ditugaskan di lembaga intansi yang sama.