Ganesha mengernyit menatap ponselnya. Panggilan darurat yang hanya dibunyikan saat keadaan salah satu dari mereka benar-benar terdesak dan membutuhkan pertolongan. Lalu melihat kode namanya, membuat Ganesha panik dan nyaris meninggalkan kamar sesegera mungkin.Tapi tak semudah itu. Anyelira masih terjaga. Matanya mengamati ponsel dengan teliti setelah menyelesaikan panggilan dengan orang bernama Bambang itu. kini, bahkan ekspresi yang ditampilkan Anyelira lebih serius dari pada sebelum menerima telephon. Ganesha tak tahu dengan rinci apa pembahasan mereka. yang jelas, itu berhubungan dengan suatu kasus. Oh, bukan itu, Ganesha! Kau harus segera menyelamatkan rekanmu. Bagaimanapun ialah yang paling cepat menjangkau keberadaan Saka saat ini.“Anyee,” panggilnya. Seperti biasa dengan nada manja dan mendayu.Anyelira menolehkan kepalanya. Atensinya terpaku pada Ganesha. Membuat lelaki itu berhasil menarik kedua sudut bibirnya ke atas. “Ya, Gane? Kau terbangun?”Ganesha mengangguk lugu, “G
Anyelira mengeratkan jaketnya. Semilur angin laut kian kencang. Membuat tubuhnya menggigil kedinginan juga helaian rambutnya yang kian tak bisa diatur.Kurang lebih lima menit Anyelira menunggui Ganesha di depan toilet. Suasana begitu sepi. Menyisakan suara deburan ombak tak jauh darinya.ugh, apakah Ganesha masih lama? Mengapa tidak ada tanda-tanda akan segera keluar? Lantas, Anyelira menyeruksm kepalanya ke lutut. Ia muli mengantuk. Melirik ponsel, jam sudah menunjukksn nyaris sebelas malam. Oh, Anyelira tak percaya menghabiskan waktu dengan bodoh seperti ini.Bahkan ketika sepuluh menit telah usang--bola mata Anyelira kian memberat. Anyelira mendengkus kesal. Sebenarnya apa yang dilakukan Ganesha? Mengapa begitu lama di toilet? Jangan bilang suaminya malah tertidur di sana. Bukan tidak mungkin, Ganesha pernah melakukannya. Kala itu di rumah, Ganesha yang awalnya main, tiba-tiba izin ke toilet. Tapi lebih dari detengah jam Anyelira menunggu, Ganesha tak juga keluar.Anyelira membobo
Sapuan angin laut menyapa wajahnya. Juga membuat debu-debu halus dari pantai ikut berterbangan hingga memasuki area matanya. Anyelira sedikit mengusap matanya. Agak perih namun syukurlah cepat membaik.Matanya menelisik. Kini ia tengah duduk sendiri di pantai. Menunggu dua orang yang membuat janji dengannya malam tadi. Ia sengaja tidak mengajak suaminya. Sebab Ganesha masih mengeluh kakinya sakit dan ingin menonton kartun kesukaannya. Doraemon."Mbak, maaf sedikit terlambat." Anyelira menoleh. Ia mengembangkan senyum kala dua orang itu sudah tiba. "Lama banget ya, Mbak?" pertanyaan itu berasal dari tukang bakso. Err, semalam Anyelira belum sempat berkenalan."Tidak. Saya juga baru sampai." Anyelira tak berbohong. Ia barus sampai di sana sekitar lima menit yang lalu. Bahkan minuman yang dipesannya belum datang. Dua orang itu mengangguk lega. "Syukurlah.""Kalian boleh pesan minum sama makanan dulu." Anyelira memanggil seorang pelayan yang berada tak jauh dari mereka. Mendengar panggi
“Jadi, liburan kalian saat ini hanyalah kedok untuk menjalankan misi Anyelira?” tanya Risa tiba-tiba.Ganesha sampai memegangi dadanya saking terkejutnya. Sedari tadi, ia terus melihat Anyelira dari dalam kamar penginapan yang disewa oleh anak buahnya. Risa dan Riki sudah tiba malam tadi. Hanya saja, Ganesha baru bisa menemui mereka saat ini. “Bukan urusanmu,” ketus Ganesha.Risa menggaruk leher belakangnya. Dari ekspresi yang diperlihatkan, bisa Ganesha perikrakan wanita itu tengah merasa bersalah. Ya, seharusnya memang begitu.Semua orang di teamnya tahu, jika Ganesha terlalu fokus pada suatu hal, ia jadi tidak begitu memerhatikan yang lainnya. sebuah kelemahan. Iya, Ganesha akui itu.“Lalu, apa rencanamu?” tanya Risa lagi. sepertinya wanita itu cukup penasaran. Memang apa yang ingin didengarnya? Tumben sekali.“Tidak ada.”“Tidak ada?”“Itu bukan urusanmu. Lagi pula, kenapa kau jadi tanya-tanya begini sih? Biasanya kau juga tidak peduli, kan?”Ganesha menyilangkan kedua tangannya
Anyelira bolak balik mengedipkan matanya. Memastikan bahwa siapa yang kini ia lihat adalah orang-orang yang dikenalnya. Iya, benar. Ia tak salah. Itu Risa dan pacarnya. Menenteng tas besar. Mereka tengah berdiri di depan resepsionis. Mau cek in?Heh, tapi kan mereka belum menikah!Anyelira hendak menyusul mereka, hanya saja rengekan Ganesha menahannya. Oh iya, nyaris ia lupakan keberadaan suaminya sebab terlalu syock dengan apa yang dilihatnya. "Anye, kakiku sakit!"Anyelira mengalihkan fokusnya pada kaki Ganesha yang diperban. Iya, nampak lebih besar dari pagi tadi. Melihat itu, Anyelira jadi mendengkus tertahan. Padahal sakit begini, kenapa Ganesha tidak hati-hati sih?"Kenapa tadi malah berlarian, hm?" Anyelira mencuri lirikan pada tempat di mana Risa dan Riki tadi berdiri. Mereka sudah menghilang. Huh, sudah langsubg masuk ke kamar hotel, eh?"Maaf, tadi Ganesha seneng bertemu Anye!" rengeknya. Anyelira hanya menghela napas pasrah. Berusaha sabar. Memiliki suami berketerbelakang
"Maaf karena aku menelpon kalian tiba-tiba begini." Anyelira berbicara dengan telephon seraya mengamati Ganesha yang tengah bermain game di ponselnya. Bukan jenis game yang neko-neko macam Mobil Legend atau Free Fair. Hanya sebuah game sederhana yang berfungsi untuk menstimulasi otak suaminya. Untuk lebih tajam dan juga memgembangkan cara berpikirnya.Terdengar sia-sia, sih. Namun di sini Anyelira cuman coba-coba. Apabila memang tidak menghasilkan apapun, setidaknya dengan memainkan game itu, Ganesha bisa menjadi lebih tenang dan tidak terlalu bergelayut manja padanya."Tidak masalah. Kebetulan jualan saya sudah habis." El membalas terlebih dahulu."Saya juga tengah bersamtai mengawasi pengunjung pantai." Sambung Rosa segera."Begini, aku mimta laporan, sejauh mana kalian sudah mencari teman bernama F itu?""Kami sudah memeriksa tempat-tempat yang biasa dikunjunginya melalui beberapa saksi mata yang berhasil.kami temui. Lalu, kami juga sudah mengunjungi rumah sakit." Rosa berhenti sej
“Laporan kalian cukup mengesankan.”Iya. Mengesankan. Setidaknya tidak seburuk perikiraannya. Mengingat kecerobohan anggota teamnya saat ini nyaris membuat emosi Anyelira meledak. Bersyukurlah ada Ganesha—yang bisa menjadi tempat bersandarnya kala keadaan macam itu. jika tudak, mungkin kini Anyelira lebih memilih kembali ke kantor kejaksaan mengurusi kasus yang benar-benar butuh perhatiannya. “Komandan juga cukup memujiku atas hal itu,” ujar Rosa membanggakan dirinya sendiri. “Sekalipun kami tidak setangkas F dalam masalah penyelidikan, kami bisa menyainginya dalam hal laporan.”El mengangguk setuju. “F itu terlalu mebanggakan.”Anyelira mengangguk mengerti. Matanya menatap sekejap pada deburan ombak di pantai. Sekarang ia harus mulai ancang-ancang untuk menemukan rekan bernama F itu. nama kepanjangannya adalah Fadlan Khairur. Mereka, tiga sekawan lulus dari akademi kepolisian dalam waktu bersamaan. Lalu, secara kebetulan mereka juga lulus dan ditugaskan di lembaga intansi yang sama.
Sementara itu, lelaki yang baru saja menutup panggilannya bersama bawahannya itu kini berganti cepat pada kontak seseorang. Ia nampak gugup kala mendial nomor tersebut.Setelah panggilan rersambung, suaranya keluar dengan getar yang kentara. "Anyelira Arsyana sudah saya tugaskan untuk menyelidiki kasus itu. Tolong, lepaskan saya."Tanpa mendapatkan jawaban apapun, telephon sudah terputus. Membuat lelaki utu mengerang frustasi seraya menatap sekeliling ruangannya cemas.****"Aku sudah mendapatkan laporan dari bawahanku, nama samaran F di sini adalah Fahri. Fahri Agustus. Dia pernah menjadi pedagang bakso keliling sebelum dinyatakan hilang."Anyelira menjelaskan duduk perkaranya dengan tenang. Sekalipun dalam hatinya jelas sengsara. Pikirannya tak karuan. Jujur saja, sampai saat ini Anyelira masih bingung, mengapa kasus pamannya di alihkan padanya? Sekalipun sedikit banyak, Anyelira merasa senang namun terap saja. seperti ada yang mengganjal. Ah, lagi-lagi begitu. apa mungkin Anyelira