Share

part 5 kepercayaan

Penulis: Silver Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

***

Pov Ralin

Kutepis lengan yang ingin memelukku dari belakang.

"Kau masih menolakku setelah apa yang telah kulakukan semua untukmu?" ucap Rangga dengan gusar.

Lelaki berkaos coklat itu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya, berjalan ke arah jendela lalu mematiknya di sana.

"Maaf, Ngga. Ini hanya soal waktu, aku belum siap, tapi kupastikan tak akan lama lagi."

"Aku kesal melihat laki-laki itu memelukmu tadi, sedang aku selalu kau beri batasan. Mau sampai kapan aku menunggu?"

Rangga berdecak kesal sembari mengepulkan asap rokoknya ke udara.

"Itu tadi tak sengaja, bukan dari hatiku. Aku hampir jatuh beruntung dia menolongku," jawabku menenangkan Rangga.

"Apa lagi yang kamu inginkan? Dia sudah keluar dari perusahaan. Kamu tinggal menikah denganku, selesai persoalan."

"Kalau kau tak sabar menunggu, kau bisa mencari perempuan lain, Ngga. Tak masalah bagiku selagi kamu berstatus bebas."

Kuraih tas lalu bergegas keluar melewatinya.

Aku kesal berlama-lama dengan pria yang hanya kujadikan umpan ini. Bagiku Rangga tak lebih dari rekan bisnis dan janji-janji yang kuucapkan hanya sebatas janji sampai tujuanku tercapai.

Aku ingin segera mengetahui kabar terbaru dari Bima karena kejadian tadi siang. Seandainya saja tak ada panggilan darurat mungkin aku bisa menyaksikan drama yang mengasyikkan yang dialami Bima. Aku masih belum puas dengan keluarnya dia dari perusahaan, penderita yang dialaminya belum seberapa.

Beberapa jam yang lalu.

Kuparkirkan mobilku di depan butik langgananku. Aku mendapat kabar Bima ada di sana. Dari jauh dapat kulihat Bima tengah duduk dibangku panjang depan butik menunggu seseorang di dalam sana.

Begitu melihatku yang pura-pura tak melihat, dia berdiri menyapaku.

"Hallo Bu Ralin!"

Aku mendongak bersitatap dengan pemilik senyuman yang memabukkan itu.

"Heh, Pak Bima, ngapain di sini? Apa anda sekarang bekerja sebagai security toko ini?" candaku terkekeh geli.

"Saya belum mendapat pekerjaan baru, Bu. Sekarang mau fokus untuk masa depan dulu. Bagi saya rejeki Allah tak akan kemana, mungkin rejeki saya tak ada lagi di perusahaan itu."

Kata-katanya bermakna begitu dalam, rupanya lelaki ini seorang yang paham agama juga.

"Oh, begitu. Saya juga sangat menyayangkan anda yang keluar padahal potensi anda cukup bagus. Kalau begitu ngapain di sini?"

"Hmm, lagi fitting baju pengantin, Bu," jawabnya agak tersipu.

Raut bahagia tercetak jelas dari wajahnya. Sebaliknya aku malah kegerahan mendengar kabar bahagia Bima.

"Oh, ya! Selamat Pak Bima, semoga menjadi keluarga samawa." Aku mengulurkan tangan dan dengan sengaja menginjak sebuah batu di depanku hingga membuat keseimbanganku oleng.

"Bu Ralin!"

Secepat kilat Bima menangkap tubuhku hingga kami jatuh terguling bersama dengan posisi Bima di atasku.

"Astaga! Apa-apaan ini?" Bertepatan sebuah suara terdengar menggelegar dari arah pintu masuk toko.

"U-umi ... Aku hanya menolongnya yang hampir jatuh." Bima bergegas berdiri berusaha menggapai tangan wanita itu, namun segera ditepiskan olehnya.

"Ada apa, Umi?" Seorang wanita anggun berhijab putih juga ikut keluar dari toko mendekati mereka.

"Kita pulang, Annisa! Dia tak akan berubah sampai kapan pun akan tetap menjadi penggila wanita. Dia tak pantas untukmu," ujar perempuan parah baya itu dingin.

"Maaf umi, tapi betul aku hanya ingin menolong karena dia hampir jatuh," bela Bima pada perempuan paruh baya yang kuyakini adalah calon mertuanya.

"Kamu percayakan, Nissa? Kakak hanya menolongnya." Bima meminta pembelaan wanita bergamis lebar yang kuyakini adalah calon istrinya. "Pasangan yang sangat serasi, tampan dan cantik," bisikku memindai wanita tinggi berkulit kuning cerah itu.

"Sudahlah! Kau tak perlu banyak alasan lagi." Perempuan paruh baya itu meraih tangan putrinya.

"Kita ke dalam untuk membatalkan baju-baju tadi."

"Ta-tapi Umi. Kasih Kak Bima kesempatan untuk menjelaskan. Toh, kita belum menanyai Mbak itu." Perempuan itu menunjukku yang hanya mematung menyaksikan mereka.

"Bu Raline, betulkan kalau tadi Ibu hampir terjatuh lalu saya menolong Ibu?" Bima menatap padaku.

"Lihat! Mereka saling kenal. Sudah jelas Annisa dia belum berubah seperti katamu, masih tebar pesona padahal mau menikah," sungut perempuan paruh baya itu dengan wajah penuh bara.

Bunyi deringan ponsel dari tas kecil di bahuku mengalihkan perhatian mereka. Aku mengangguk pelan.

"Maaf, saya buru-buru ada keperluan penting di kantor." Aku berbalik arah menuju mobilku yang terparkir.

'Sial! Aku belum melihat drama selanjutnya gara-gara panggilan darurat ini'. Aku menggerutu dalam hati.

***

Rumah megah berpagar ukiran kuning keemasan masih sama dua tahun terakhir aku bertandang. Bukan tak sering Pak Lim menyuruh datang, tapi aku yang belum punya waktu luang.

Namun, kali ini istrinya, Nyonya Lim sendiri yang meminta.

Nyonya Lim menyambut kedatanganku sumringah begitu melihat aku turun dari mobil. Wanita berusia enam puluh tahun dan masih tampak segar itu menggandeng tanganku menelusuri lorong demi lorong rumah megahnya menuju dapur yang terletak di luar rumah paling belakang.

Nyonya Lim memang suka dapur yang menyatu dengan alam. Ia merancang sebuah taman di tepi kolam renang dengan membuat pondok-pondok kecil sebagai tempat makan lesehan.

"Kamu pasti heran Papa Lim memintamu datang, Bukan?" tanyanya sembari membuka pintu pagar pembatas rumah dan dapur.

"Kurasa karena masalah perusahaan, Nyonya," jawabku sekenanya.

Perempuan memakai kaos biru tua dipadu celana pendek di atas lutut itu tersenyum.

Bau daging bakar menyinggahi penciumanku. Aku kaget, rupanya sedang ada pesta barbeque di sana. Ada sepasang suami istri dan dua anak laki-lakinya yang masih bocah, Pak Lim tentunya dan yang sedang membakar daging itu ... Alex, putra bungsu Pak Lim, mantan murid Les privatku yang berusia lima tahun di bawahku.

"Alex, lihatlah siapa yang datang," seru Nyonya Lim.

"Duduk, Raline," ujar Pak Lim.

Aku mengangguk hormat pada Pak Lim dan Kak Moi, putri sulung dan suaminya.

Sementara Alex berjalan ke arah kami. Senyum manisnya terkembang menampakkan kedua cekungan di pipinya.

"Selamat datang, Raline." Alex menyambut tanganku yang telulur padanya. Ia tak berubah masih memanggilku menyebut nama.

"Harusnya aku yang mengucapkan selamat atas kelulusanmu. Hebat, sekarang sudah menjadi master chef hotel bintang lima."

Alex terkekeh. "Ah, kamu bisa saja. Silahkan nikmati pesta ini, ya. Aku mau ke pemanggangan lagi."

"Aku bantu, ya. Kebetulan aku belum lapar," ujarku seraya berdiri.

"Jangan Raline kamu tamu kami tentu harus dilayani dengan baik," cegah Nyonya Lim sambil menatap suaminya agar membantu melarangku.

"Biarkan saja, Ma. Alex butuh teman wanita yang menemaninya."

Aku tersipu dan salah tingkah sendiri, lebih baik kuhindari mereka sebab aku yakin pertanyaan yang sama akan selalu terlontar.

"Lin, kapan kamu menikah? Umurmu sudah cukup, Loh."

Pertanyaan yang basi, tapi selalu menyulut emosi jiwaku.

Aku menghampiri perapian yang penuh daging siap bakar. Kuambil kipas lalu mengibaskan pada bara api yang tengah menyala.

"Awas kalau gosong, Raline," ejek Kak Moi diiringi tawa yang lainnya.

Aku menatap Alex yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan saudaranya yang suka sekali menggoda kami. Lelaki pendiam itu meneruskan pekerjaannya mengoles bumbu pada daging yang dibakar.

"Raline, apa kau tak lihat wajah adekku yang semakin ganteng itu?" Kembali Kak Moi berseloroh.

Kali ini Alex yang salah tingkah ketika aku menoleh padanya. Memang Alex terlihat lebih dewasa dan matang tentu saja dibalik wajah tampan khas oriental itu.

Setelah itu kami tak banyak bicara sampai sisa daging selesai. Aku mengangkut daging siap santap itu ke meja keluarga Pak Lim. Sedangkan Alex mematikan panggangan lalu menyusulku di belakang.

"Makanlah, Raline. Ini daging sapi halal, kok." Nyonya Lim meletakkan satu daging ke piring yang disediakan di depanku. Aku mengambil garpu dan pisau lalu memotong tepian daging yang tak terlalu panas.

"Lezat, Bukan? Tentu saja, Chef Alex yang masak." Kak Moi mencubit pinggang Alex. Lelaki berambut ikal tebal itu mengaduh sambil melirikku.

"Lin, bisa kita bicara sebentar sebelum kamu pulang?" tanya Pak Lim setelah acara makan malam pesta barbeque selesai.

Aku menyerngit mendengar permintaan Pak Lim yang menurutku tak biasa. Pak Lim hanya bicara padaku soal bisnis tak lebih.

Kak Moi beserta anak dan suaminya pamit meninggalkan kami.

"Kami sudah sangat mengenalmu dan mempercayai mu, Lin. Bahkan kami sudah menganggap mu anak angkat. Bolehkah kami meminta sesuatu?" tanya Nyonya Lim sembari menggenggam jemari lentikku.

Aku mengangguk menahan napas menunggu Pak Lim bicara.

Tbc...

Quotes

"Biarlah waktu yang akan membalas, tetaplah menjadi orang baik walaupun sakit.

Bab terkait

  • Suami Dari Masa Lalu   Permintaan

    SUAMI DARI MASA LALUPart 6"Maaf Nak Bima. Umi telah membatalkan semuanya, Abi tak bisa berbuat apa-apa. Kamu tahu sendiri Umi bagaimana, 'bukan?""Tolonglah, Bi. Saya mencintai Annisa. Dengarkan penjelasan saya dulu. Saya hanya menolong wanita itu karena ia hampir terjatuh. Tak ada niat lain dan saya pastikan kalau sifat saya sudah berubah."Abi menghela napas panjang, lelaki yang rambutnya sudah memutih semua itu menggeleng pelan. "Abi percaya, Bima. Tapi semua tergantung pada Umi. Annisa harus menuruti perkataan Uminya kalau tak ingin dikatakan anak durhaka."Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan pernikahanku. Dengan langkah gontai aku keluar rumah Annisa.Sesampai di pintu pagar aku menoleh ke belakang, tepatnya ke jendela kamar samping rumah berarsitektur kuno itu. Annisa berdiri di sana dengan air mata berderai sambil menutup mulutnya dengan sapu tangan. Tak disangka kejadian yang hanya sekejab mata antara aku dan Bu Ralin berakibat fatal bagi pernikahanku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Maaf

    SUAMI DARI MASA LALU Part 7**Aku masih bergelung di bawah selimut padahal sinar matahari sudah mengintip dari balik tirai jendela. Perlahan kusibak selimut tebal yang sekian hari menemani tidur malamku itu. Menapak kaki dengan malas di lantai lalu melangkah menuju jendela untuk membuka tirai. "Lin, maukah kamu menjadi pasangan Alex saat mengikuti pembukaan restoran barunya?" pinta Nyonya Lim semalam. Aku tahu keluarga Pak Lim ingin mendekatkan aku dan Alex, walau mereka tak ingin memaksa dengan alasan perbedaan agama diantara kami. Namun, semakin hari mereka ingin mengabaikan perbedaan itu. "Tak ada salahnya dicoba, kami pun ikhlas kalau Alex mengikuti keyakinanmu jika memang dia nyaman denganmu."Kata-kata itu yang kupikirkan semalaman hingga membuat insomnia ku merajalela. Deringan ponsel mengalihkan pandanganku dari bangunan berjejer di bawah lantai dua puluh ini. "Sebentar lagi saya sampai, kamu handle dulu, ya." Aku mengakhiri panggilan dari Hani. Sedetik kemudian pang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 8 Perkenalan

    SUAMI DARI MASA LALU Part 8Pov Bima**"Masuk, Nak." Kujejalkan kaki memasuki rumah besar dan luas tapi bercorak kuno itu. Cat dindingnya yang berwarna putih sudah banyak yang mengelupas butuh dicat kembali. Di ruang tamu rumah itu aku disuguhkan aneka perabotan yang juga termakan usia, hanya tirai jendela dan pintu yang mengikuti model jaman sekarang. "Rumah lama, Nak. Kami membelinya puluhan tahun lalu dari orang lain. Rumah yang banyak kenangan sehingga saya enggan mengganti segala sesuatu yang berkaitan dengan almarhum istri saya," ujar Pak Udi melihatku memandang sekeliling. "Tunggu saya buatkan kopi.""Tak usah, Pak, hanya merepotkan Bapak saja," larangku. Namun, Pak Udi tak menggubris, dengan jalan terpincang-pincang ia memasuki ruang dalam. Tak beberapa lama dia muncul dengan nampan di tangan, buru-buru aku mengambil alih nampan itu sebab ia agak kewalahan. "Dicoba, Nak. Kopi saya terkenal enak ... Kata anak saya," kekeh Pak Udi. Aku menyeruput kopi dari pinggiran gel

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 9 bersalah

    Pov Bima**"Masuk, Nak." Kujejalkan kaki memasuki rumah besar dan luas tapi bercorak kuno itu. Cat dindingnya yang berwarna putih sudah banyak yang mengelupas butuh dicat kembali. Di ruang tamu rumah itu aku disuguhkan aneka perabotan yang juga termakan usia, hanya tirai jendela dan pintu yang mengikuti model jaman sekarang. "Rumah lama, Nak. Kami membelinya puluhan tahun lalu dari orang lain. Rumah yang banyak kenangan sehingga saya enggan mengganti segala sesuatu yang berkaitan dengan almarhum istri saya," ujar Pak Udi melihatku memandang sekeliling. "Tunggu saya buatkan kopi.""Tak usah, Pak, hanya merepotkan Bapak saja," larangku. Namun, Pak Udi tak menggubris, dengan jalan terpincang-pincang ia memasuki ruang dalam. Tak beberapa lama dia muncul dengan nampan di tangan, buru-buru aku mengambil alih nampan itu sebab ia agak kewalahan. "Dicoba, Nak. Kopi saya terkenal enak ... Kata anak saya," kekeh Pak Udi. Aku menyeruput kopi dari pinggiran gelas. Betul, terasa nikmat dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 10 Pendekatan

    Part 10Pov Raline**Pak Lim sedang menatap layar ponselnya ketika aku masuk. Pria bermata sipit itu menyuruh duduk tanpa melepas pandangannya dari layar. Aku jengah dengan kesibukannya dan mengabaikanku yang sedari tadi duduk di sini. "Sorry, Lin. Ada hal penting yang ingin dibicarakan Alex." Sudah kuduga ini yang akan disampaikannya sebab aku telah memblokir nomor Alex. Lemah sekali dia melibatkan orang tua dalam masalahnya, dasar anak mami! Makiku dalam hati. "Kalian harus menyelesaikan kesalahan pahaman ini. Kau tahu, Mama Alex sampai tak tidur memikirkan ini.""Apa, Pak Lim? Sampai segitunya?" tanyaku tak percaya. "Iya. Alex telah menceritakan semua pada kami. Nah, itu dia datang." Pak Lim menunjuk ke pintu. Aku mendengar langkah kaki Alex memasuki ruangan ini. Ia duduk di sampingku sama-sama menghadap Pak Lim. "Aku tinggal, silahkan kalian bicara berdua." Pak Lim berdiri lalu berderap ke luar. Hening, hanya detak jarum jam di dinding terdengar sebagai irama kesunyian dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 11 Dilema

    Part 11**Aku melukis wajah dibalik topi dengan kacamata hitam itu dibenakku. Perlahan ia berjalan ke arahku. "Hallo Raline, apa kabar? Masih berniat menghindariku." Akhirnya aku menyadari siapa yang berdiri di hadapanku sekarang. Kututup pintu mobil yang sempat kubuka tadi. "Kau berhasil menghancurkan karirku, Ngga. Tapi sayang tidak sepenuhnya," ucapku datar. "Ya, paling tidak itu hukuman bagi orang yang suka mempermainkan perasaan orang lain." Rangga mencebik. Aku mendesah, dalam situasi seperti ini tak ada jalan lain selain mengalah. "Baiklah! aku minta maaf, Rangga. Aku ingin berdamai dan tak ingin memperpanjang perdebatan kita.""Apa maksudmu?" Rangga memasang topinya miring seolah mengejekku. "Jauhi aku! Karena aku akan menikah, kalau tidak ... " Aku mengeluarkan ponsel dari balik blazer, menscroll album mencari kartu mati untuk Rangga. Kuperlihatkan sebuah foto yang mampu membuat wajah Rangga pias, ia langsung membuang wajah dari foto itu. Diperbaikinya letak topi dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 12 pertemuan

    **Baru kali ini aku pulang ke Surabaya pakai acara dijemput sebab Ayah bersikeras agar aku bertemu langsung dengan calon suamiku itu. Suasana bandara yang ramai sudah menjadi ciri khas setiap aku pulang sehingga aku tak canggung untuk pulang sendiri. Setelah melewati bagasi mengambil koper, aku melangkah tegap menuju ruang kedatangan. Beberapa orang nampak berdiri di depan pintu membawa tanda untuk dikenali orang yang akan mereka jemput. Aku mencari-cari laki-laki yang menjemputku itu diantara kerumunan orang yang memadati antrian penjemputan. Namun, tak kutemukan orang yang disebut ciri-cirinya oleh Kak Mila. "Tinggi, tegap agak berisi. Memakai kemeja kotak-kotak putih biru dipadu celana jeans hitam.""Kenapa dia tak menelepon saja kalau sudah sampai, Kak?" tanyaku sebelum pesawat landing. "Hapenya ketinggalan di toko, tak mungkin dia balik, nanti malah terlambat menjemputmu."Aku menuju ke sisi kiri antrian kedatangan, menyandarkan tubuh pada tembok agar tak terlihat oleh taxi

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 13

    **Pov Bima"Pak Udi sakit." Begitu kabar yang kudengar pagi ini dari Maya. Pak Udi memang sudah lama tak datang ke toko, beliau menyerahkan semua wewenang kepadaku sehingga aku terpaksa membatalkan niat mencari kerja lain. Dengan gaji yang lumayan diberikannya pada, aku sudah bisa mengumpulkan uang untuk pernikahan itu. Sebenarnya untuk masalah uang tentu bukan hal yang penting bagiku. Warisan yang ditinggalkan Ayah sudah cukup memenuhi kebutuhanku dan Ibu, tapi setidaknya uang yang kuhasilkan sendiri dari keringatku sendiri. Aku berniat nanti sore menjenguk beliau sekalian menyerahkan neraca akhir bulan. "Mas, aku kok nggak habis pikir kenapa Mas mau menerima perjodohan dengan anaknya Pak Udi?" Nita tiba-tiba bertanya saat sedang bersama-sama menata barang yang baru masuk. "Entah! Sudah jodoh kali, Nita," jawabku sembari menata steling besar tempat berbagai macam cat. "Mas sudah pernah bertemu sebelumnya?" Aku menjeda menyusun rak atas yang ketinggian. "Belum. Hanya sekedar b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Suami Dari Masa Lalu   part 36 hancur

    **RALINEBukan hanya tubuhku yang sakit, tapi hatiku hancur berkeping-keping. Dua jam sudah aku berendam, meratap di dalam air bathup yang dingin hingga jari tangan dan kakiku keriput. Kubiarkan air keran itu hidup hingga meluber ke lantai kamar mandi walau terdengar sekilas bunyi dering ponsel yang tertelan bunyi keran yang mengalir. Dadaku semakin sesak mengingat kejadian yang menimpaku. Semakin berusaha kulupakan semakin berat napas melewati tenggorokan hingga kesulitan bernapas dan air mata kembali membanjir seiring air yang meluber dari bathup yang melimpah. Apa nanti yang akan kukatakan pada Bima mengenai istrinya yang sudah dua kali dilecehkan Dion dan kali ini lebih parah apalagi statusku adalah istri Bima tapi Dion ikut mencicipi tubuhku. Kembali air mata yang mengambang di pelupuk mataku. Kupukul tubuhku dengan perasaan jijik sambil berteriak. "Awas kau Dion! Aku akan membalas semua perbuatanmu! Tunggu Dion! Tunggu!"Merasa puas meluapkan semua perasaan, perlahan aku ban

  • Suami Dari Masa Lalu   part 35 dion

    DionMalas, begitu Bos menyuruhku untuk tugas ke Surabaya lagi. Aku sudah terlalu nyaman hidup di Jakarta yang glamor. Tapi, karena tak ada yang kenal wilayah Surabaya sepertiku, jadilah aku berada di sini sekarang. Bertemu dengan masa lalu dan teman-teman sekolah termasuk Bima. Pria gagah itu semakin matang saja, tapi sayang masih lajang. Aku menertawakannya dalam hati, apa beda dengan diriku?Aku sudah mulai menaruh rasa iri pada Bima sejak sekolah menengah atas. Mulai dari cewek-cewek yang mengidolakannya, prestasi yang bagus dan sejumlah keberuntungan yang pantas menumbuhkan rasa iri. "Dia dipecat dari perusahaannya di Jakarta.""Pernikahannya gagal.""Sekarang bekerja di toko bangunan."Berseliweran berita tentang Bima yang singgah di telingaku saat kumpul dengan para alumni dan aku tersenyum puas. Akhirnya Bima mendapatkan hal buruk juga, jangan selalu keberuntungan terus yang berpihak padanya. Ketika itu aku menunggu pelangganku di sebuah kafe aku melihat Anita, tetanggaku s

  • Suami Dari Masa Lalu   part 34 kena batu

    **RALINEBau peralatan sembahyang keluarga Pak Lim menguar dari bilik rawat itu. Rupanya Nyonya Lim sedang sembayang. Aku menunggu sampai perempuan paruh baya itu selesai. "Raline? Kapan kamu sampai? Ayo, masuk." Kak Moi mendapatiku berdiri menyandar tiang penyangga. "Baru sampai kok, Kak. Nyonya lagi sembahyang, saya tak ingin mengganggu," jawabku keberatan. "Nggak, apa. Ayo!" Kak Moi meraih tanganku memasuki ruang inap. Nyonya Lim melirik lalu menghentikan kegiatannya. Perempuan paruh baya itu menatapku dengan berkaca-kaca, segera dirangkulnya diriku dan menangis dipelukanmuku cukup lama. "Kami senang kamu datang, Lin. Mudah-mudahan Bapak segera sadar."Nyonya Lim menuntun tanganku mendekati ranjang Pak Lim yang banyak selang. Kepala dan kaki lelaki paruh baya itu diperban. Aku melirik monitor yang bergerak lambat. "Pah, ini Raline sudah datang! Bangunlah," ucap Nyonya Lim menutup mulutnya menahan tangis. Tetiba ruangan itu begitu sunyi yang terdengar hanyalah bunyi monitor.

  • Suami Dari Masa Lalu   part 33 tak ada yang kebetulan

    *RalineKandungan ini begitu kuat, segala cara telah kucoba. Memakan buah nanas muda dan terakhir adalah minum jamu buatan Mbok Jum, tetangga komplek ini yang berjualan jamu di pasar. Sore itu sepulang kerja, Lidia memanggilku. "Lin! Sudah lama tak singgah, mampir dulu," ajak Lidia di balik pagarnya.Aku yang bawaannya malas terpaksa mengiyakan, tak enak dia seperti sengaja menungguku. Kebetulan Bima belum pulang juga. "Bagaimana dengan Dion? Apa hubungan kalian berjalan dengan lancar?" tanya Lidia menyelidik. Aku mengedikkan bahu. "Ya, begitulah. Ada apa memanggilku?"tanyaku tak ingin berlama-lama di sini sebab Perutku serasa diaduk-aduk ketika menci*um aroma farfum Lidia yang menyengat. "Kamu kenapa? Kok menutup mulut?" tatap Lidia heran, tapi kemudian dia tersenyum. "Hayo, kamu hamil ya? Persis seperti aku waktu itu. Mencium bau apa saja mual. Tapi aku nggak pengen, kubuang aja."Hatiku tergelitik mendengar cerita Lidia. "Kamu buang pake apa?" Aku tak berani menatapnya ta

  • Suami Dari Masa Lalu   part 32 Bersalah

    **Pov Bima"Hendra sudah cerita semuanya dan aku meradang." Mama Hendra menatap tajam ke dalam bola mataku. "Aku ingin melaporkan istrimu itu atas tuduhan penyalahgunaan undang-undanh ITE. Mana dia? Pasti sekarang ia takutkan?" Mama Hendra melirik pintu kamar.Aku hanya diam tak melakukan pembelaan terhadap Raline, aku ingin ia dapat pelajaran dari kejadian ini. Akan tetapi mengingat ia sedang hamil memaksaku ikut bicara. "Maafkan, Raline, Bu. Apa kita tak bisa menempuh jalan damai?" Mama Hendra mendesah, sedikit membenahi posisi duduknya. Sesekali ia melirik ke pintu kamar yang tertutup. "Bim, kamu tahu keadaan Hendra, Bukan? Sudah kemana-mana aku membawanya berobat. Kalau biaya sudah tak terkatakan ... " Mama Hendra menjeda ucapannya. Sebutir air mata jatuh menimpa pipinya yang keriput. Hatiku ikut pedih mendengarnya. Hendra telah kehilangan Ayahnya sejak duduk dibangku esempe, hanya Mamanya yang berjuang untuk hidup mereka dan sekarang Mama Hendra sudah pensiun, mereka hanya

  • Suami Dari Masa Lalu   part 31 Terbongkar

    **Pov Bima"Raline!" Aku menghentikan pemilik gocar yang mendorong Raline. "Terus jalan, Pak!" pukas Raline. Aku menahan laju kursi roda itu. "Kamu mau apa? Urus saja selingkuhanmu itu," ucap Raline dengan tatapan entah. Ada sebening kaca di sudut matanya tapi kemarahan juga bergelayut di mata itu. "Cemburu, kah ia?""Dia karyawanku yang mengalami kecelakaan kerja," jawabku menghalau kecurigaan Raline. "Bagus! Lebih penting karyawan daripada istri sendiri, ya?""Istri? Loh, kamu sendiri yang bilang kita hidup sendiri-sendiri, Bukan?"Raline diam, tapi kaca di sudut mata menetes, buru-buru disekanya dan menyuruh Bapak itu untuk melanjutkan jalannya kursi roda. 'Astaghfirullah, apa yang telah kukatakan dalam keadaan Raline yang sedang sakit itu.'Aku lekas menggantikan Bapak gocar itu setelah membayar ongkos gocar-nya. Semoga Maya tak mengapa menungguku.Lekas kudorong kursi menuju ruang UGD ketika kuperhatikan sekilas wajah Raline yang pucat pasi.Sesampainya di pintu ugd, seoran

  • Suami Dari Masa Lalu   part 30 dilema

    **Nindi menyentuh bahuku yang terduduk di lantai kamar mandi granit berwarna hitam yang dingin. Perlahan ia memegang ketiak lalu mengangkatku susah payah. Kulihat sebelumnya Nindi mengambil test pack itu, mengamati dan membuangnya ke tempat sampah. Aku didudukkan di sofa jati berukiran emas di pinggirannya. "Apa salahnya kalau kamu hamil? Toh, kamu punya suami?" Nindi merapikan anak rambutku yang berserakan. Cepat aku menoleh padanya. "Apa betul aku hamil?"Nindi mengedikkan bahu. "Entah! Aku belum pernah melihat orang menggunakannya. Garis duanya pun masih samar," komentar Nindi yang melegakan sedikit kekalutan hatiku. "Kau belum menjawab kenapa tak mau hamil anak suamimu?" Nindi menatapku menunggu cerita yang keluar dari mulutku.Aku tak punya siapa lagi yang bisa dipercaya. Sahabat? Hanya Nindi yang masih berempati padaku. Satu lagi Anita. Eh, Anita sekarang apa kabar? Dia tak pernah lagi menghubungiku padahal kami satu kota sekarang. Nindi menyentuh tanganku hingga cerita i

  • Suami Dari Masa Lalu   part 29 hamil

    **Kelopak mataku yang berwarna pink muda dengan bulu mata panjang dan lentik membuka perlahan. Bola mata indah yang kuhiasi soflen berwarna orange itu memutar kesekeliling. "Kau sudah sadar, Raline!" Suara khas lembut dan keibuan itu memaksaku menoleh. "Nyonya Kim? Kenapa aku ada di sini? Ini di mana?" Kucecar Nyonya Lim dengan pertanyaan yang bersileweran di kepalaku. "Kau di kamar Moi. Tadi kamu tiba-tiba pingsan. Kamu belum makan dari kemarin, ya?"Aku mengingat semalam memang tak makan dan langsung tidur sampai hari ini belum ada satu butir pun masuk ke perutku. "Sebaiknya Nyonya ke depan mendampingi pengantin, saya sudah merasa baik," ucapku melihat Nindi berdiri di depan pintu masuk. "Kamu yakin? tanya wanita berkebaya creamy itu memastikan. "Iya, Nyonya. Ada teman saya di luar, ia bisa membawa saya pulang." Aku menunjuk ke luar diikuti tatapan Nyonya Lim. "Baiklah, Raline. Kalau kau masih merasa belum baik istirahatlah di sini sampai esok."Nyonya Lim menawarkan kebaika

  • Suami Dari Masa Lalu   part 28 terjebak rasa

    **Pov BimaKuketuk berkali-kali kamar Raline memastikan ia ada di dalam. Namun, tak sedikitpun pintu itu terkuak mengisyaratkan ada orang di dalam. 'Kemana Raline? Bagaimana kalau Ayah datang, aku harus bilang apa?"Aku mengacak rambut kesal, kebiasaannya pergi tanpa bicara minimal kirim pesan walau aku tak dianggap. Padahal sebentar lagi Ayah sampai. Kucoba mengirim pesan menanyakan di mana dia berada, tapi centang satu, begitu pula panggilan hanya memanggil tak berdering. Aku memilih duduk di teras menunggu kedatangan Ayah sambil mencari alasan tentang keberadaan Raline. "Hallo, Mas, Raline ada?" Seorang wanita memakai rok span pendek berdiri di depan pintu gerbang sambil tersenyum. "Tidak ada, Mbak. Ada apa, ya?" tanyaku tanpa bangkit dari kursi yang kududuki, malas melihat penampilan yang merusak pandangan mataku. "Saya tetangga depan rumah, Mas. Boleh saya masuk?"Tanpa menunggu jawabanku, wanita itu membuka sendiri pintu gerbang lalu melangkah masuk. Gawat kalau Ayah meli

DMCA.com Protection Status