Share

part 4 Penasaran

Author: Silver Girl
last update Last Updated: 2023-11-09 16:23:44

**

"A-ayah ... "

Hening tak ada jawaban. Tapi helaan napas itu masih dapat kudengar walaupun lirih.

"Maaf, kalau Ralin tidak singgah, Yah sebab ada pekerjaan penting." Getir kuucapkan kata-kata itu. Aku tak tahu Ayah tahu kedatanganku darimana, yang jelas dari helaan napas itu beliau kecewa.

Laju kendaraan sepeda motor nyaring terdengar di seberang telepon pertanda beliau sedang ada di toko saat ini karena Toko bahan material bangunan milik kami terletak di tepi jalan raya. Toko itu sudah ada sejak dari nenek moyang yang diwariskan turun temurun. Tak kunjung bicara dan memang beliau tak akan bicara, aku pamit pada Ayah karena harus menghadiri rapat pagi ini.

"Maaf, Yah. Raline harus kerja dulu ... Assalamu'alaikum."

Ketika ponsel itu hendak kumasukkan ke dalam saku blazer, panggilan dari Anita memaksaku mengurungkan niatku.

"Hallo, Lin. Lagi kerja, ya? Sorry, loh."

"Lah, kamu kan tahu itu."

"Bentar, bentar aja. Ini kubagikan link berita hari ini ke I* kamu, ya."

Anita langsung mematikan panggilan sepihak. Aku sudah bisa menerka berita apa yang akan disampaikannya itu, tapi rasa penasaran memaksaku membuka link berita itu.

'Selegram Anastasia Richardo menggugat cerai suaminya Raditya Hendrawan atas kasus perselingkuhan.

Senyum terkembang di bibirku.

"Itu belum seberapa Hendrawan, tunggu kejutan selanjutnya," gumamku beranjak menuju ruang rapat.

Pov Bima

***

Kertas-kertas itu berserakan di atas meja tanpa tentu arah. Sebagian malah berserakan di lantai. Aku memijit kepala yang pusing sambil menatap kertas itu nanar.

Aku tak yakin tugas pertama yang sudah kuancang dengan sangat rapi bisa gagal. Semua setuju dengan proposal yang telah kuajukan, tapi mengapa rencana target pemasaran itu malah didahului perusahaan lain membuat perusahaan kehilangan tender dan mengalami kerugian besar.

"Permis Pak Bima! Anda sudah ditunggu di ruang Bu Direktur."

Lisa--sekretarisku muncul dari balik pintu.

Aku menarik napas panjang, satu lagi masalah harus kuhadapi yaitu meyakinkannya bahwa aku tak bersalah dalam hal ini.

Bu Direktur itu sangat dingin menanggapiku saat rapat tadi. Perdebatan yang cukup alot menyudutkanku saat rapat tadi.

Sudah pasti sikapnya akan tetap sama saat aku menghadapnya nanti.

Entah kenapa aku merasa seolah ada sesuatu yang disembunyikan wanita berambut ikal sebahu itu. Dibalik kelembutan sikapnya, kecantikannya dan ketegasan sikapnya tersimpan sebuah misteri bagiku.

Aku rasa mengenal perempuan itu, tepatnya bola mata serta tatapan itu. Akan tetapi entah dimana, aku sendiri lupa.

Kuhembuskan napas berkali-kali saat berada di depan ruangannya kali ini.

"Permisi, Bu Ralin, boleh saya masuk?" Direktur wanita berkulit putih bak pualam itu memutar kursi kerjanya. Seulas senyum tipis menghiasi bingkai merah maroon miliknya.

"Silahkan!"

Aku duduk di depannya, mencoba bersitatap dengan ke dua bola mata yang dihiasi soflens berwarna biru itu.

"Saya tak ingin berlama-lama, cuma mau memberi surat peringatan pertama dari Pak Lim. Saya harap kerja anda tak mengecewakan dan merugikan perusahaan lagi."

Wanita langsing itu berdiri seraya meletakkan sebuah kertas dihadapanku lalu melangkah meninggalkanku. Aku menarik napas lega karena aku masih diberi kesempatan untuk bekerja lebih baik.

***

"Nak Bima, bagaimana persiapan lamarannya?" tanya Haji Sobari, ayah Annisa--kekasihku sore itu saat aku berkunjung.

Padahal aku ingin menyampaikan penundaan acara karena aku harus fokus pada pekerjaanku dulu.

"Su-sudah 90%, Abi."

"Syukurlah. Tunggu Abi panggilkan Annisa," ujar beliau seraya berteriak memanggil nama putrinya.

Tak lama gadis berkerudung kuning serta gamis senada keluar dari ruangan lain.

Aku dan Annisa sudah menjalin hubungan sekitar dua tahun lalu dan kami berencana menikah akir bulan ini. Gadis manis itu tersenyum seraya duduk di depanku sementara ayahnya pamit masuk.

"Kakak sehat? Kok keliatan kusut begitu?" tanya Annisa menelisik.

"Entahlah, Nisa. Kakak punya masalah di kantor, makanya kakak datang kemari untuk memberi tahu, tapi Abi sudah menanyakan persiapan. Terpaksa kakak bilang sudah hampir selesai. Padahal Kakak pusing sekali. Kamu bisa ngomong ke Abi untuk menunda lamaran kita?" Wajah Annisa berubah, terkesiap.

"Aku pun tak menginginkan hal ini, malah aku ingin cepat menikah di usiaku yang sangat matang ini."

Annisa tersenyum menenangkan.

"Nisa usahakan, Kak. Cuma Kakak tahu bagaimana Umi, Bukan? Semoga semua baik-baik saja." Annisa mendoakan keadaan kami.

Umi Annisa kurang menyukaiku, dia berpikir aku bukan lelaki baik karena banyak wanita mengidolakanku. Ah, itu dulu. Jaman keemasanku telah berlalu. Sekarang aku serius untuk berumah tangga dan Annisa jadi pilihan terakhirku. Wanita lembut dan keibuan yang membuat ku damai bila bersamanya.

"Ehem! Nggak usah berlama-lama bicara, kalian bukan muhrim. Malu dilihat tetangga." Umi muncul sembari membawa nampan berisi minuman. Wajahnya masih datar tanpa expresi.

"Baik, Umi. Saya akan pamit sekarang."

"Diminum dulu, sayang airnya sudah terlanjur dibikin," ujar Umi meletakkan nampan berisi teh itu di atas meja.

"Saya cuma mau mengingatkan agar jangan membuat malu keluarga kami." Setelah bicara begitu Umi berbalik badan menyibak gorden penghalang ruangan.

Segera kuteguk teh yang tak terlalu panas dari cangkir putih itu. Tenggorokanku tercekat, seolah ada debu yang singgah di sana.

"Maafkan umi, Kak. Nisa yakin seiring waktu beliau akan percaya pada kakak."

Aku mengangguk mengiyakan Annisa.

"Kakak pulang, Nisa. Kakak harap Nisa bisa mengusahakannya, tapi kalau tidak mau gimana lagi," ucapku pasrah.

***

"Tapi, Bu ... "

"Saya sudah diberi mandat oleh Pak Lim dan saya tinggal menjalankan. Anda sudah lihat bagaimana saya tadi berusaha mempertahanka anda? Namun, keputusan Pak Lim tak bisa diganggu gugat. Anda akan di rumahkan untuk sementara waktu sampai keputusan diambil pimpinan pusat."

Bu Ralin meninggalkanku yang terpaku di ruang rapat.

Hanya dalam kurun beberapa hari saja karirku melesat turun layaknya roller coaster.

Lagi, kesalahan kedua aku lakukan hingga membuat perusahaan mengalami kerugian besar. Aku tak habis pikir padahal aku bekerja sesuai jalur yang benar. Siapa yang bermain di belakang semua ini?

Aku berusaha mengingat-ingat rentetan memori dua minggu belakangan. Tak ada yang aneh, aku pun merasa tak punya musuh dalam pekerjaan ku. Siapa yang aku curigai sekarang? Aku mengacak rambut frustasi padahal sabtu depan aku dan Annisa akan melakukan fitting baju pengantin, sedang aku tak bekerja lagi, bagaimana kalau Annisa dan keluarganya tahu?

"Mas belum pulang?" Pak Sigit, rekan kerjaku melintasi ruang rapat. Ia hanya menyandarkan tubuh pintu tidak berniat masuk.

"Iya, Pak sebentar lagi."

Aku masih enggan meninggalkan perusahaan ini walau aku baru menjabat di sini.

"Kau belum istirahat?" tanyaku berharap dia mau masuk.

"Sebentar lagi. Coba Mas temui Bu Raline, bukankah beliau pemegang tertinggi tampuk perusahaan? Tentu dia tahu penyebab gagalnya rencana Mas. Atau jangan-jangan ada campur tangan orang ketiga dengan semua masalah ini?" Ucapan Pak Sigit membuatku tersadar, hanya Bu Raline mengetahui secara detail rancangan yang telah kubuat.

"Betul juga, ya. Tapi untuk apa dia melakukan hal yang merugikan perusahaan?" tanyaku balik.

"Kita tak tahu hati orang, Mas. Saya cuma menyayangkan saja Mas berhenti secepat ini." Aku mengangguk ketika Pak Sigit pamit.

"Bu Ralin? Kenapa perempuan itu penuh misteri? Kalau betul ia yang melakukan semua ini, untuk apa?"

Tbc...

Related chapters

  • Suami Dari Masa Lalu   part 5 kepercayaan

    ***Pov RalinKutepis lengan yang ingin memelukku dari belakang. "Kau masih menolakku setelah apa yang telah kulakukan semua untukmu?" ucap Rangga dengan gusar. Lelaki berkaos coklat itu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya, berjalan ke arah jendela lalu mematiknya di sana. "Maaf, Ngga. Ini hanya soal waktu, aku belum siap, tapi kupastikan tak akan lama lagi.""Aku kesal melihat laki-laki itu memelukmu tadi, sedang aku selalu kau beri batasan. Mau sampai kapan aku menunggu?"Rangga berdecak kesal sembari mengepulkan asap rokoknya ke udara. "Itu tadi tak sengaja, bukan dari hatiku. Aku hampir jatuh beruntung dia menolongku," jawabku menenangkan Rangga. "Apa lagi yang kamu inginkan? Dia sudah keluar dari perusahaan. Kamu tinggal menikah denganku, selesai persoalan.""Kalau kau tak sabar menunggu, kau bisa mencari perempuan lain, Ngga. Tak masalah bagiku selagi kamu berstatus bebas." Kuraih tas lalu bergegas keluar melewatinya. Aku kesal berlama-lama dengan pria yang h

    Last Updated : 2023-11-09
  • Suami Dari Masa Lalu   Permintaan

    SUAMI DARI MASA LALUPart 6"Maaf Nak Bima. Umi telah membatalkan semuanya, Abi tak bisa berbuat apa-apa. Kamu tahu sendiri Umi bagaimana, 'bukan?""Tolonglah, Bi. Saya mencintai Annisa. Dengarkan penjelasan saya dulu. Saya hanya menolong wanita itu karena ia hampir terjatuh. Tak ada niat lain dan saya pastikan kalau sifat saya sudah berubah."Abi menghela napas panjang, lelaki yang rambutnya sudah memutih semua itu menggeleng pelan. "Abi percaya, Bima. Tapi semua tergantung pada Umi. Annisa harus menuruti perkataan Uminya kalau tak ingin dikatakan anak durhaka."Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan pernikahanku. Dengan langkah gontai aku keluar rumah Annisa.Sesampai di pintu pagar aku menoleh ke belakang, tepatnya ke jendela kamar samping rumah berarsitektur kuno itu. Annisa berdiri di sana dengan air mata berderai sambil menutup mulutnya dengan sapu tangan. Tak disangka kejadian yang hanya sekejab mata antara aku dan Bu Ralin berakibat fatal bagi pernikahanku.

    Last Updated : 2023-11-17
  • Suami Dari Masa Lalu   Maaf

    SUAMI DARI MASA LALU Part 7**Aku masih bergelung di bawah selimut padahal sinar matahari sudah mengintip dari balik tirai jendela. Perlahan kusibak selimut tebal yang sekian hari menemani tidur malamku itu. Menapak kaki dengan malas di lantai lalu melangkah menuju jendela untuk membuka tirai. "Lin, maukah kamu menjadi pasangan Alex saat mengikuti pembukaan restoran barunya?" pinta Nyonya Lim semalam. Aku tahu keluarga Pak Lim ingin mendekatkan aku dan Alex, walau mereka tak ingin memaksa dengan alasan perbedaan agama diantara kami. Namun, semakin hari mereka ingin mengabaikan perbedaan itu. "Tak ada salahnya dicoba, kami pun ikhlas kalau Alex mengikuti keyakinanmu jika memang dia nyaman denganmu."Kata-kata itu yang kupikirkan semalaman hingga membuat insomnia ku merajalela. Deringan ponsel mengalihkan pandanganku dari bangunan berjejer di bawah lantai dua puluh ini. "Sebentar lagi saya sampai, kamu handle dulu, ya." Aku mengakhiri panggilan dari Hani. Sedetik kemudian pang

    Last Updated : 2023-11-17
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 8 Perkenalan

    SUAMI DARI MASA LALU Part 8Pov Bima**"Masuk, Nak." Kujejalkan kaki memasuki rumah besar dan luas tapi bercorak kuno itu. Cat dindingnya yang berwarna putih sudah banyak yang mengelupas butuh dicat kembali. Di ruang tamu rumah itu aku disuguhkan aneka perabotan yang juga termakan usia, hanya tirai jendela dan pintu yang mengikuti model jaman sekarang. "Rumah lama, Nak. Kami membelinya puluhan tahun lalu dari orang lain. Rumah yang banyak kenangan sehingga saya enggan mengganti segala sesuatu yang berkaitan dengan almarhum istri saya," ujar Pak Udi melihatku memandang sekeliling. "Tunggu saya buatkan kopi.""Tak usah, Pak, hanya merepotkan Bapak saja," larangku. Namun, Pak Udi tak menggubris, dengan jalan terpincang-pincang ia memasuki ruang dalam. Tak beberapa lama dia muncul dengan nampan di tangan, buru-buru aku mengambil alih nampan itu sebab ia agak kewalahan. "Dicoba, Nak. Kopi saya terkenal enak ... Kata anak saya," kekeh Pak Udi. Aku menyeruput kopi dari pinggiran gel

    Last Updated : 2023-11-18
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 9 bersalah

    Pov Bima**"Masuk, Nak." Kujejalkan kaki memasuki rumah besar dan luas tapi bercorak kuno itu. Cat dindingnya yang berwarna putih sudah banyak yang mengelupas butuh dicat kembali. Di ruang tamu rumah itu aku disuguhkan aneka perabotan yang juga termakan usia, hanya tirai jendela dan pintu yang mengikuti model jaman sekarang. "Rumah lama, Nak. Kami membelinya puluhan tahun lalu dari orang lain. Rumah yang banyak kenangan sehingga saya enggan mengganti segala sesuatu yang berkaitan dengan almarhum istri saya," ujar Pak Udi melihatku memandang sekeliling. "Tunggu saya buatkan kopi.""Tak usah, Pak, hanya merepotkan Bapak saja," larangku. Namun, Pak Udi tak menggubris, dengan jalan terpincang-pincang ia memasuki ruang dalam. Tak beberapa lama dia muncul dengan nampan di tangan, buru-buru aku mengambil alih nampan itu sebab ia agak kewalahan. "Dicoba, Nak. Kopi saya terkenal enak ... Kata anak saya," kekeh Pak Udi. Aku menyeruput kopi dari pinggiran gelas. Betul, terasa nikmat dan

    Last Updated : 2023-11-19
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 10 Pendekatan

    Part 10Pov Raline**Pak Lim sedang menatap layar ponselnya ketika aku masuk. Pria bermata sipit itu menyuruh duduk tanpa melepas pandangannya dari layar. Aku jengah dengan kesibukannya dan mengabaikanku yang sedari tadi duduk di sini. "Sorry, Lin. Ada hal penting yang ingin dibicarakan Alex." Sudah kuduga ini yang akan disampaikannya sebab aku telah memblokir nomor Alex. Lemah sekali dia melibatkan orang tua dalam masalahnya, dasar anak mami! Makiku dalam hati. "Kalian harus menyelesaikan kesalahan pahaman ini. Kau tahu, Mama Alex sampai tak tidur memikirkan ini.""Apa, Pak Lim? Sampai segitunya?" tanyaku tak percaya. "Iya. Alex telah menceritakan semua pada kami. Nah, itu dia datang." Pak Lim menunjuk ke pintu. Aku mendengar langkah kaki Alex memasuki ruangan ini. Ia duduk di sampingku sama-sama menghadap Pak Lim. "Aku tinggal, silahkan kalian bicara berdua." Pak Lim berdiri lalu berderap ke luar. Hening, hanya detak jarum jam di dinding terdengar sebagai irama kesunyian dia

    Last Updated : 2023-11-21
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 11 Dilema

    Part 11**Aku melukis wajah dibalik topi dengan kacamata hitam itu dibenakku. Perlahan ia berjalan ke arahku. "Hallo Raline, apa kabar? Masih berniat menghindariku." Akhirnya aku menyadari siapa yang berdiri di hadapanku sekarang. Kututup pintu mobil yang sempat kubuka tadi. "Kau berhasil menghancurkan karirku, Ngga. Tapi sayang tidak sepenuhnya," ucapku datar. "Ya, paling tidak itu hukuman bagi orang yang suka mempermainkan perasaan orang lain." Rangga mencebik. Aku mendesah, dalam situasi seperti ini tak ada jalan lain selain mengalah. "Baiklah! aku minta maaf, Rangga. Aku ingin berdamai dan tak ingin memperpanjang perdebatan kita.""Apa maksudmu?" Rangga memasang topinya miring seolah mengejekku. "Jauhi aku! Karena aku akan menikah, kalau tidak ... " Aku mengeluarkan ponsel dari balik blazer, menscroll album mencari kartu mati untuk Rangga. Kuperlihatkan sebuah foto yang mampu membuat wajah Rangga pias, ia langsung membuang wajah dari foto itu. Diperbaikinya letak topi dan

    Last Updated : 2023-11-21
  • Suami Dari Masa Lalu   Part 12 pertemuan

    **Baru kali ini aku pulang ke Surabaya pakai acara dijemput sebab Ayah bersikeras agar aku bertemu langsung dengan calon suamiku itu. Suasana bandara yang ramai sudah menjadi ciri khas setiap aku pulang sehingga aku tak canggung untuk pulang sendiri. Setelah melewati bagasi mengambil koper, aku melangkah tegap menuju ruang kedatangan. Beberapa orang nampak berdiri di depan pintu membawa tanda untuk dikenali orang yang akan mereka jemput. Aku mencari-cari laki-laki yang menjemputku itu diantara kerumunan orang yang memadati antrian penjemputan. Namun, tak kutemukan orang yang disebut ciri-cirinya oleh Kak Mila. "Tinggi, tegap agak berisi. Memakai kemeja kotak-kotak putih biru dipadu celana jeans hitam.""Kenapa dia tak menelepon saja kalau sudah sampai, Kak?" tanyaku sebelum pesawat landing. "Hapenya ketinggalan di toko, tak mungkin dia balik, nanti malah terlambat menjemputmu."Aku menuju ke sisi kiri antrian kedatangan, menyandarkan tubuh pada tembok agar tak terlihat oleh taxi

    Last Updated : 2023-11-23

Latest chapter

  • Suami Dari Masa Lalu   part 36 hancur

    **RALINEBukan hanya tubuhku yang sakit, tapi hatiku hancur berkeping-keping. Dua jam sudah aku berendam, meratap di dalam air bathup yang dingin hingga jari tangan dan kakiku keriput. Kubiarkan air keran itu hidup hingga meluber ke lantai kamar mandi walau terdengar sekilas bunyi dering ponsel yang tertelan bunyi keran yang mengalir. Dadaku semakin sesak mengingat kejadian yang menimpaku. Semakin berusaha kulupakan semakin berat napas melewati tenggorokan hingga kesulitan bernapas dan air mata kembali membanjir seiring air yang meluber dari bathup yang melimpah. Apa nanti yang akan kukatakan pada Bima mengenai istrinya yang sudah dua kali dilecehkan Dion dan kali ini lebih parah apalagi statusku adalah istri Bima tapi Dion ikut mencicipi tubuhku. Kembali air mata yang mengambang di pelupuk mataku. Kupukul tubuhku dengan perasaan jijik sambil berteriak. "Awas kau Dion! Aku akan membalas semua perbuatanmu! Tunggu Dion! Tunggu!"Merasa puas meluapkan semua perasaan, perlahan aku ban

  • Suami Dari Masa Lalu   part 35 dion

    DionMalas, begitu Bos menyuruhku untuk tugas ke Surabaya lagi. Aku sudah terlalu nyaman hidup di Jakarta yang glamor. Tapi, karena tak ada yang kenal wilayah Surabaya sepertiku, jadilah aku berada di sini sekarang. Bertemu dengan masa lalu dan teman-teman sekolah termasuk Bima. Pria gagah itu semakin matang saja, tapi sayang masih lajang. Aku menertawakannya dalam hati, apa beda dengan diriku?Aku sudah mulai menaruh rasa iri pada Bima sejak sekolah menengah atas. Mulai dari cewek-cewek yang mengidolakannya, prestasi yang bagus dan sejumlah keberuntungan yang pantas menumbuhkan rasa iri. "Dia dipecat dari perusahaannya di Jakarta.""Pernikahannya gagal.""Sekarang bekerja di toko bangunan."Berseliweran berita tentang Bima yang singgah di telingaku saat kumpul dengan para alumni dan aku tersenyum puas. Akhirnya Bima mendapatkan hal buruk juga, jangan selalu keberuntungan terus yang berpihak padanya. Ketika itu aku menunggu pelangganku di sebuah kafe aku melihat Anita, tetanggaku s

  • Suami Dari Masa Lalu   part 34 kena batu

    **RALINEBau peralatan sembahyang keluarga Pak Lim menguar dari bilik rawat itu. Rupanya Nyonya Lim sedang sembayang. Aku menunggu sampai perempuan paruh baya itu selesai. "Raline? Kapan kamu sampai? Ayo, masuk." Kak Moi mendapatiku berdiri menyandar tiang penyangga. "Baru sampai kok, Kak. Nyonya lagi sembahyang, saya tak ingin mengganggu," jawabku keberatan. "Nggak, apa. Ayo!" Kak Moi meraih tanganku memasuki ruang inap. Nyonya Lim melirik lalu menghentikan kegiatannya. Perempuan paruh baya itu menatapku dengan berkaca-kaca, segera dirangkulnya diriku dan menangis dipelukanmuku cukup lama. "Kami senang kamu datang, Lin. Mudah-mudahan Bapak segera sadar."Nyonya Lim menuntun tanganku mendekati ranjang Pak Lim yang banyak selang. Kepala dan kaki lelaki paruh baya itu diperban. Aku melirik monitor yang bergerak lambat. "Pah, ini Raline sudah datang! Bangunlah," ucap Nyonya Lim menutup mulutnya menahan tangis. Tetiba ruangan itu begitu sunyi yang terdengar hanyalah bunyi monitor.

  • Suami Dari Masa Lalu   part 33 tak ada yang kebetulan

    *RalineKandungan ini begitu kuat, segala cara telah kucoba. Memakan buah nanas muda dan terakhir adalah minum jamu buatan Mbok Jum, tetangga komplek ini yang berjualan jamu di pasar. Sore itu sepulang kerja, Lidia memanggilku. "Lin! Sudah lama tak singgah, mampir dulu," ajak Lidia di balik pagarnya.Aku yang bawaannya malas terpaksa mengiyakan, tak enak dia seperti sengaja menungguku. Kebetulan Bima belum pulang juga. "Bagaimana dengan Dion? Apa hubungan kalian berjalan dengan lancar?" tanya Lidia menyelidik. Aku mengedikkan bahu. "Ya, begitulah. Ada apa memanggilku?"tanyaku tak ingin berlama-lama di sini sebab Perutku serasa diaduk-aduk ketika menci*um aroma farfum Lidia yang menyengat. "Kamu kenapa? Kok menutup mulut?" tatap Lidia heran, tapi kemudian dia tersenyum. "Hayo, kamu hamil ya? Persis seperti aku waktu itu. Mencium bau apa saja mual. Tapi aku nggak pengen, kubuang aja."Hatiku tergelitik mendengar cerita Lidia. "Kamu buang pake apa?" Aku tak berani menatapnya ta

  • Suami Dari Masa Lalu   part 32 Bersalah

    **Pov Bima"Hendra sudah cerita semuanya dan aku meradang." Mama Hendra menatap tajam ke dalam bola mataku. "Aku ingin melaporkan istrimu itu atas tuduhan penyalahgunaan undang-undanh ITE. Mana dia? Pasti sekarang ia takutkan?" Mama Hendra melirik pintu kamar.Aku hanya diam tak melakukan pembelaan terhadap Raline, aku ingin ia dapat pelajaran dari kejadian ini. Akan tetapi mengingat ia sedang hamil memaksaku ikut bicara. "Maafkan, Raline, Bu. Apa kita tak bisa menempuh jalan damai?" Mama Hendra mendesah, sedikit membenahi posisi duduknya. Sesekali ia melirik ke pintu kamar yang tertutup. "Bim, kamu tahu keadaan Hendra, Bukan? Sudah kemana-mana aku membawanya berobat. Kalau biaya sudah tak terkatakan ... " Mama Hendra menjeda ucapannya. Sebutir air mata jatuh menimpa pipinya yang keriput. Hatiku ikut pedih mendengarnya. Hendra telah kehilangan Ayahnya sejak duduk dibangku esempe, hanya Mamanya yang berjuang untuk hidup mereka dan sekarang Mama Hendra sudah pensiun, mereka hanya

  • Suami Dari Masa Lalu   part 31 Terbongkar

    **Pov Bima"Raline!" Aku menghentikan pemilik gocar yang mendorong Raline. "Terus jalan, Pak!" pukas Raline. Aku menahan laju kursi roda itu. "Kamu mau apa? Urus saja selingkuhanmu itu," ucap Raline dengan tatapan entah. Ada sebening kaca di sudut matanya tapi kemarahan juga bergelayut di mata itu. "Cemburu, kah ia?""Dia karyawanku yang mengalami kecelakaan kerja," jawabku menghalau kecurigaan Raline. "Bagus! Lebih penting karyawan daripada istri sendiri, ya?""Istri? Loh, kamu sendiri yang bilang kita hidup sendiri-sendiri, Bukan?"Raline diam, tapi kaca di sudut mata menetes, buru-buru disekanya dan menyuruh Bapak itu untuk melanjutkan jalannya kursi roda. 'Astaghfirullah, apa yang telah kukatakan dalam keadaan Raline yang sedang sakit itu.'Aku lekas menggantikan Bapak gocar itu setelah membayar ongkos gocar-nya. Semoga Maya tak mengapa menungguku.Lekas kudorong kursi menuju ruang UGD ketika kuperhatikan sekilas wajah Raline yang pucat pasi.Sesampainya di pintu ugd, seoran

  • Suami Dari Masa Lalu   part 30 dilema

    **Nindi menyentuh bahuku yang terduduk di lantai kamar mandi granit berwarna hitam yang dingin. Perlahan ia memegang ketiak lalu mengangkatku susah payah. Kulihat sebelumnya Nindi mengambil test pack itu, mengamati dan membuangnya ke tempat sampah. Aku didudukkan di sofa jati berukiran emas di pinggirannya. "Apa salahnya kalau kamu hamil? Toh, kamu punya suami?" Nindi merapikan anak rambutku yang berserakan. Cepat aku menoleh padanya. "Apa betul aku hamil?"Nindi mengedikkan bahu. "Entah! Aku belum pernah melihat orang menggunakannya. Garis duanya pun masih samar," komentar Nindi yang melegakan sedikit kekalutan hatiku. "Kau belum menjawab kenapa tak mau hamil anak suamimu?" Nindi menatapku menunggu cerita yang keluar dari mulutku.Aku tak punya siapa lagi yang bisa dipercaya. Sahabat? Hanya Nindi yang masih berempati padaku. Satu lagi Anita. Eh, Anita sekarang apa kabar? Dia tak pernah lagi menghubungiku padahal kami satu kota sekarang. Nindi menyentuh tanganku hingga cerita i

  • Suami Dari Masa Lalu   part 29 hamil

    **Kelopak mataku yang berwarna pink muda dengan bulu mata panjang dan lentik membuka perlahan. Bola mata indah yang kuhiasi soflen berwarna orange itu memutar kesekeliling. "Kau sudah sadar, Raline!" Suara khas lembut dan keibuan itu memaksaku menoleh. "Nyonya Kim? Kenapa aku ada di sini? Ini di mana?" Kucecar Nyonya Lim dengan pertanyaan yang bersileweran di kepalaku. "Kau di kamar Moi. Tadi kamu tiba-tiba pingsan. Kamu belum makan dari kemarin, ya?"Aku mengingat semalam memang tak makan dan langsung tidur sampai hari ini belum ada satu butir pun masuk ke perutku. "Sebaiknya Nyonya ke depan mendampingi pengantin, saya sudah merasa baik," ucapku melihat Nindi berdiri di depan pintu masuk. "Kamu yakin? tanya wanita berkebaya creamy itu memastikan. "Iya, Nyonya. Ada teman saya di luar, ia bisa membawa saya pulang." Aku menunjuk ke luar diikuti tatapan Nyonya Lim. "Baiklah, Raline. Kalau kau masih merasa belum baik istirahatlah di sini sampai esok."Nyonya Lim menawarkan kebaika

  • Suami Dari Masa Lalu   part 28 terjebak rasa

    **Pov BimaKuketuk berkali-kali kamar Raline memastikan ia ada di dalam. Namun, tak sedikitpun pintu itu terkuak mengisyaratkan ada orang di dalam. 'Kemana Raline? Bagaimana kalau Ayah datang, aku harus bilang apa?"Aku mengacak rambut kesal, kebiasaannya pergi tanpa bicara minimal kirim pesan walau aku tak dianggap. Padahal sebentar lagi Ayah sampai. Kucoba mengirim pesan menanyakan di mana dia berada, tapi centang satu, begitu pula panggilan hanya memanggil tak berdering. Aku memilih duduk di teras menunggu kedatangan Ayah sambil mencari alasan tentang keberadaan Raline. "Hallo, Mas, Raline ada?" Seorang wanita memakai rok span pendek berdiri di depan pintu gerbang sambil tersenyum. "Tidak ada, Mbak. Ada apa, ya?" tanyaku tanpa bangkit dari kursi yang kududuki, malas melihat penampilan yang merusak pandangan mataku. "Saya tetangga depan rumah, Mas. Boleh saya masuk?"Tanpa menunggu jawabanku, wanita itu membuka sendiri pintu gerbang lalu melangkah masuk. Gawat kalau Ayah meli

DMCA.com Protection Status