"Emhh ... Mass, apa kamu sudah pulang?" gumam Isyana dengan mata yang masih separuh terpejam karena rasa kantuk dan raga yang kelelahan di atas tempat tidur.Belaian di rambut panjang hitam legamnya membuat Isyana terbangun dari tidur lelapnya. Cahaya ruangan masih remang senja dan lampu belum dinyalakan semenjak kepergian Harvey siang tadi."Ohh yeah, aku baru pulang dari Kapadokia!" jawab pemuda itu spontan dan membuat Isyana melebarkan matanya lalu duduk.(Kapadokia sebuah region, tempat wisata di Turki, biasanya untuk naik balon udara)"Siapa kamu? Kenapa asal masuk ke kamar ini?!" hardik Isyana dengan tatapan galak dan penuh curiga. "Yoyoyo ... calm down, Lady!" Pemuda tak dikenal itu mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan. "Aku Lorenzo, sepupunya Harvey. Apa dia tak pernah bercerita tentang aku kepadamu sebelumnya? Dan kamu tidur di kamarnya, siapa kamu? Setahuku sepupuku yang sedingin kutub selatan itu tak pernah berpacaran!" Isyana pun teringat cerita Harvey mengenai s
"Isya, aku suka goyangan kamu. Sering-sering ya begini, kamu yang di atas!" Harvey merengkuh pinggang ramping istrinya yang sedang memompa naik turun di atas pangkuannya. Tatap matanya tak berkedip menikmati raut wajah Isyana yang terbakar gairah, "kamu cantik banget kalau lagi making love bareng aku, Sayang!" pujinya lalu menghadiahkan sebuah ciuman bibir yang dalam."Mass ... olah raga malamnya bikin capek nih. Habis ini udahan ya?" bujuk Isyana yang staminanya tak sebagus Harvey.Namun, suaminya meraup tubuh Isyana yang masih tertaut di bawah sana bersamanya dan merubah posisi mereka. Istrinya yang duduk bersandar di sofa. Sedangkan, Harvey mulai menggenjot dengan rajin ke dalam liang sempit yang membuatnya teramat nyaman itu."Biar Mas yang nerusin goyanganmu, Isya. Kamu cukup merasakan enaknya saja ya?" rayu Harvey yang masih saja on fire melakukan gempuran ganasnya hingga makan malam mereka terlambat.Belum juga Harvey mendapat pelepasannya yang memuaskan, ponsel di meja sofa be
"Drrrtt ... drrttt ... she said boy tell me honestly. Was it real or just for show?" Suara ring tone lagu Charlie Puth yang rancak menghentak terdengar dari ponsel Harvey di meja samping sofa. "Hmm ... kenapa semuanya kayak nggak rela kita ML sih, Sayang?! Digangguin telepon melulu dari tadi!" Harvey berdecak kesal dan menyambar ponsel yang berdering berisik itu ke tangannya. Sedangkan, badan kekarnya masih menindih Isyana dan tak ingin melepaskan istri yang dicintainya itu sedetik pun.Nama Oma Widya yang muncul di layar HP sontak membuat mata Harvey melebar. "Jangan bicara apa pun ya. Ini Oma Widya yang nelepon!"ujar Harvey kepada Isyana yang segera mengangguk-angguk patuh. Dia memasang fitur loud speaker ponsel canggihnya."Halo, Harvey Sayang. Kamu lagi apa sekarang? Masih di luar apa sudah pulang ke rumah?" selidik sang oma."Halo, Oma. Aku lagi di rumah kok. Ada apa? Tumben kok nelpon Harvey malam-malam!" sahut Harvey tanpa menjawab sedang apa dia sekarang. Tanpa berbasa-basi,
"Pak Komandan, apakah klien saya bisa keluar dari sel tahanan sementara dengan jaminan uang?" tanya pengacara Danu Hutapea di kantor Kompol Indra.Namun, perwira tinggi polisi itu menggelengkan kepala dengan yakin. "Kasus yang dituduhkan ke Nyonya Marissa Gunarti terlalu berat, pasalnya berlapis setelah bukti visum dan hasil sampel darah yang dikeluarkan oleh laboratorium rumah sakit. Korban nyaris tewas karena over dosis obat tidur, bagaimana kalau dia terlambat ditolong oleh suaminya?" bantah Kompol Indra Cahyadi."Pihak keluarga Husodo menawarkan jalur damai, Pak Komandan. Tolong dipermudah prosesnya. Klien saya adalah besan dari keluarga Husodo. Jadi kalau Anda menghendaki uang pelicin agar kasus ini tidak tersendat-sendat proses pembebasannya, silakan sebutkan nominalnya saja, jangan sungkan!" bujuk Pak Danu dengan senyuman penuh simpati."HAHAHA. Maksudnya, Anda ingin menyuap saya?" tanya Kompol Indra to the point. "Maksud saya hanya mencari win-win solution untuk Anda dan piha
"Ckk sialan! Lelaki miskin itu sok-sokan sekali sih. Oya, lantas setelah Isyana menikah, di mana mereka tinggal?" Pedro mondar-mandir di ruang kerja kediaman Husodo karena dia lebih nyaman tinggal di sana dibanding berada di rumah mertuanya.Alicia masih beristirahat di kamar tidur mereka ditemani beberapa pelayan pribadi. Dia memang berakting tak sehat agar tidak dikirim kembali ke sel tahanan bersama mamanya. Sedikit egois memang, tetapi dalam situasi genting seperti saat ini Alicia memilih cari aman.Setelah menimbang-nimbang, Pedro meraih kunci mobil sedan Mercy putih miliknya dan mengemudi sendirian ke Greenwich Tower, tadinya Isyana menyewa sebuah unit apartemen di sana. Pedro yang dulu berstatus sebagai pacarnya sering bertandang mengapel atau antar jemput Isyana di alamat tersebut.Sesampainya di depan pintu unit sewaan Isyana, dia menekan tombol bel pintu. "TING TONG!"Lama tak ada yang membukakan pintu untuknya. Pedro kalap memencet berulang kali tombol bel itu hingga tetang
"Ini Vihara Sensoji, Sir, Ma'am. Kalau Anda ingin berdoa untuk memohon sesuatu konon kabarnya bisa terwujud!" ujar guide tour yang disediakan oleh hotel kepada Harvey dan Isyana.Harvey yang memayungi Isyana dengan sebuah payung lebar warna hitam menjawab, "Baik, terima kasih informasinya, Kotaro San. Kami ingin berjalan-jalan berdua. Permisi!"Obyek wisata religi yang cukup ternama di Tokyo itu agak sedikit pengunjungnya di musim dingin. Salju masih turun deras dari langit yang putih kelabu tertutup awan tebal. Sebenarnya hari telah mulai siang, tetapi matahari sama sekali tak nampak sehingga suasananya dingin dan seperti di sore hari saja."Isya, apa kamu kedinginan?" tanya Harvey sembari merangkul bahu Isyana dengan protektif di bawah payung. "Iya, aku agak kedinginan nih, Mas. Mungkin ada baiknya kita masuk ke viharanya saja ya?" jawab Isyana yang menggigil sekalipun mengenakan pakaian dobel dan serba tertutup. Harvey mengajak istrinya berjalan lebih cepat agar mereka bisa seger
"Wow, kamu cantik sekali dengan yukata merah itu, Isya!" puji Harvey dengan mata berbinar penuh kekaguman. Mereka berdua memang petang ini berencana menonton teater Kabuki di Kabuki-za (Kabukiza Tower) yang ada di Ginza, Chuo City masih di kota Tokyo. Outfit mereka pun menggunakan pakaian tradisional Jepang yaitu yukata berpasangan untuk suami istri. "Terima kasih, Mas Harvey. Kamu juga nampak gagah dengan pakaian tradisional Jepang. Mirip banget sama aktor famous dari negeri Sakura!" balas Isyana dengan senyuman manis tersungging di bibir merah ranumnya. Penata rias yang disewa Harvey pun berkata, "Nyonya Muda sangat cantik seperti orang asli Jepang. Kulitnya putih dan terawat, tadinya saya mengira beliau asli dari Tokyo!""Ahh ... Anda terlalu memuji, Madam Mameha! Berkat keterampilan tangan Anda, Isyana nampak seperti seorang geisha yang rupawan!" jawab Harvey seraya mengulurkan sebuah amplop berisi bayaran ke make up artist spesialis tradisional Jepang tersebut. Pihak hotel yan
"Hmm ... di mana Isyana?!" gumam Harvey risau sendirian. Dia tak bisa menikmati pertunjukan teater tradisional Jepang yang sebenarnya menarik. Matanya menyapu deretan bangku penonton sekalipun terlalu gelap untuk melihat secara normal. Ketika waktu jeda istirahat pemain kabuki dan lampu ruangan teater dinyalakan, Harvey segera bangkit berdiri dari kursi dan mencari Isyana lagi. Beberapa penonton yang mengenakan yukata merah seperti Isyana diperhatikan khusus oleh Harvey hingga wajah mereka menoleh ke arah yang bisa dia lihat. Ternyata bukan istrinya hingga di barisan bangku VIP terdepan sisi kiri dia menemukan sosok yang dicari-carinya hingga nyaris gila. Tanpa menunggu lagi dan pastinya sebelum lampu utama ruangan dimatikan kembali, Harvey segera berlarian menuruni tangga lorong di antara kursi yang berderet-deret. Dia pun berdiri di hadapan Isyana yang sedang berbincang-bincang dengan seorang pria Jepang berusia muda. "Isya!" panggilnya.Segera Isyana bangkit dari kursinya dan men
Lampu-lampu di taman bunga yang dinamai Luna-Alba City Garden mulai dinyalakan sore jelang petang. Sepasang suami istri yang bergandengan tangan menyusuri jalan setapak di antara rimbunnya pepohonan pinus itu saling melempar tatapan mesra."Mas bangga sama kamu, Isya Sayang!" ujar Harvey dengan senyuman lebar."Makasih, Mas. Banyak hal yang kucapai hingga saat ini, semua nggak lepas dari dukungan yang besar dari kamu!" sahut Isyana kalem. Dia tidak lantas besar kepala karena pencapaiannya. Jauh di lubuk hatinya, Isyana masih sama seperti dulu. Wanita yang lugu dengan cara pandang sederhana terhadap kehidupan. Harvey menghentikan langkah mereka karena keduanya telah jauh dari keramaian. Dia melingkarkan kedua lengannya di punggung Isyana sembari menatap wajah cantik jelita istrinya. "Terima kasih untuk tidak berubah. Di mataku, kamu wanita yang mengagumkan dengan ketegaran dan kemurnian langka. Isya ... apa kau tahu jikalau aku bisa, seisi dunia akan kupersembahkan di bawah kakimu!" g
"Jeng Cintya, lama nggak ketemu buntutnya sudah banyak aja nih!" sapa Isyana di sebuah family restoran yang ada di Jakarta Pusat. Dia bertukar peluk cium dengan sahabat lamanya itu yang memang belakangan sangat sibuk dengan karir dan keluarganya.Cintya Husodo, istri pengusaha tekstil dan garment tersebut hanya bisa tertawa malu-malu. Selama lima tahun pernikahan, mereka telah memiliki tiga anak, yang pertama perempuan yaitu Khanza. Adiknya laki-laki bernama Xavier, yang bungsu juga laki-laki yaitu Ronaldo. Karena sang ayah fans berat pemain sepak bola CR7."Ahh ... masih kalah sama kamu, Jeng Isya!" sahut Cintya seraya duduk di sofa bersebelahan dengan Isyana. "Beda satu aja lho, Jeng! Hahaha." Isyana yang memiliki empat anak pun tertawa renyah sebelum mengutarakan maksudnya mengajak sahabat lamanya itu bertemu. Isyana pun mulai berbicara serius, "Jadi begini Jeng Cintya, saya mendapat tugas dari perusahaan tempat saya bekerja; First Sunshine Apparel Company buat menyelenggarakan f
Berita kelahiran putri kembar Isyana telah sampai ke Negeri Sakura. Nyonya Barbara Koganei langsung meminta Tuan Akehito Koganei untuk menemaninya terbang ke Jakarta dari Bandara Haneda. "Aku ingin putri kembar Isyana dan Harvey menjadi anak angkat kita, Mama. Apa boleh?" tanya Tuan Akehito kepada istrinya di dalam kabin pesawat Japan Airlines yang telah mengudara baru saja."Papa serius? Boleh, nanti Mama yang bilang ke mereka. Nama kedua bayi perempuan itu Luna dan Alba. Rencananya kita mau kasih kado apa nih?" tanya Nyonya Barbara. Suaminya itu konglomerat pengusaha bisnis jaringan supermarket dan minimarket di Jepang. Selain itu ada tiga hotel yang menjadi milik keluarga Koganei masing-masing di Tokyo, Nagoya, dan Osaka. Sejenak pria asal Jepang itu berpikir lalu tercetuslah ide, dia berkata, "Papa akan hadiahkan sebuah taman yang berlokasi di Jakarta dengan nama mereka. Pasti akan menjadi hadiah kelahiran yang berkesan dan dikenang sepanjang masa!""Wow, ide Papa spektakuler se
Handphone di tas kerja Cakra berdering terus selama beberapa menit. Akhirnya, Joko yang mendengarnya pun menghampiri bosnya dan berkata, "Mas Bos, hape sampeyan muni terus niku!" (Mas Bos, handphone kamu berbunyi terus itu!)Dengan perasaan tak enak Cakra pun berlari-lari ke teras belakang rumah di mana dia menaruh tas bersama barang-barang milik karyawannya. Ketika melihat si penelepon adalah istrinya dengan catatan lima kali missed call, Cakra segera menjawab panggilan tersebut, "Halo, Dek Al. Ada apa? Tumben kok telepon nggak henti dari tadi?" "Halo, Mas—aku sudah di IGD Rumah Sakit Mitra Keluarga. Tadi Pak Yono yang jemput aku di gerai kue di mall. Aku sudah pecah ketuban, Mas!" ujar Alicia dengan kepanikan tersirat dari suaranya."Oke, Mas nyusul kamu ke sana sekarang. Apa ada yang nemenin di IGD, Dek?" tanya Cakra yang ikut panik."Kak Isya nungguin aku di sini, Mas. Hahaha. Jadi wanita hamil nungguin wanita mau melahirkan nih!" Alicia masih sempat-sempatnya bercanda. Sementara
Blitz kamera wartawan menyerbu sosok wanita berperut buncit yang memberikan press conference di atrium Mall Fritzgerald. Isyana berbicara mewakili First Sunshine Apparel Company cabang Indonesia di podium. Bob Oliver yang duduk menemani big bossnya di deretan kursi tamu VVIP tersenyum dengan tatapan kagum. Dia berkomentar, "Luar biasa, saya turut bangga dengan prestasi Nyonya Isyana, Tuan Muda!""Dia wanita yang sepadan sebagai pendamping hidupku, Bob. Bahkan, kehamilan tidak menghalangi segala aktivitasnya yang sibuk. Isabella juga memuji istriku!" jawab Harvey dengan senyuman menghiasi wajah tampannya. "Oya, bakery Nyonya Alicia ramai diserbu pengunjung mall ini, Tuan Muda Harvey!" lapor Bob Oliver yang tempo hari membantu mengurus soft opening gerai bakery dan pastry milik Alicia.Alis Harvey terangkat sebelah melirik ke asisten pribadinya itu. "Baguslah, awasi terus bisnis Alicia. Aku ingin tahu apakah dia sehebat kakak tirinya dalam berusaha!" titahnya."Tentu saja, akan saya p
"Halo, apa benar ini Ibu Isyana Prameswari?" "Halo, iya. Saya Isyana Prameswari, dengan siapa saya berbicara?" jawab wanita itu di telepon dari nomor baru tak dikenal.Suara wanita yang terdengar profesional menjawab Isyana, "Perkenalkan, saya Nikita Alexandra. Di sini saya menghubungi Anda mewakili First Sunshine Apparel Company yang berpusat di Houston. Kami ingin menawarkan kerja sama bisnis dengan Bu Isyana. Desain outfit Anda khususnya busana anak-anak menarik perhatian CEO perusahaan induk di Amerika. Mrs. Isabella MacConnor-Benneton ingin merekrut Anda sebagai desainer perwakilan kami untuk wilayah Asia. Bagaimana tanggapan Anda, Bu Isyana? Kami berharap akan ada respon positif."Isyana nyaris tak dapat berkata-kata, dia telah lama mengidolakan Isabella MacConnor yang desainnya sungguh spektakuler dan unik. Tak ada angin maupun hujan, dirinya direkrut menjadi tim desainer malahan menjadi Ambassador Designer untuk wilayah Asia. "T—tentu saya mau bergabung, Bu Nikita. Apakah ki
"Nyonya Zemi, maaf ... renovasi taman samping rumah harus dihentikan dulu untuk siang jelang sore ini. Hujan turun begitu deras, kurang baik untuk menanam tumbuhan. Besok saya dan rekan-rekan akan kembali menata taman sesuai keinginan Anda!" tutur Cakra dengan kaos yang basah oleh air hujan kepada kliennya."Ohh ... nggak perlu sungkan, Mas Cakra. Saya paham kok memang hujan begini, jangan dipaksa. Saya harap kelak taman samping rumah ini akan nampak sedap dipandang, terutama ketika family gathering atau ada acara kumpul bersama teman-teman. Ya sudah, diminum dulu kopinya. Nanti silakan pulang saja kalau agak reda hujannya!" jawab Nyonya Zemi Rania ramah sembari mempersilakan para tukang kebun menikmati kopi panas dan kudapan buatan koki rumahnya.Customer baru perusahaan penata landscape luar rumah dan pertamanan milik Cakra itu diperoleh dari pujian mulut ke mulut klien yang puas. Nyonya Zemi Rania berteman baik dengan Nyonya Zuri Agnesa yang taman kediaman Kenneth sudah divermak me
"Bersulang!" seru Harvey mengangkat gelas araknya bersama Pedro dan seisi ruangan VIP Kaiseki Kikunoi Restaurant yang telah dia reservasi. Keluarga Koganei ternyata menyusul ke restoran tradisional Jepang yang ternama itu dan menambah meriah suasana makan malam. Tuan Akehito bersama istri dan keempat putranya yang telah dewasa menenggak arak mahal di gelas keramik masing-masing."Wah, bagaimana pengalaman kalian selama berada di negeri kami? Semoga berkesan dan ingin berkunjung lagi di lain waktu!" ujar Tuan Akehito Koganei."Jepang di musim semi sungguh indah, Paman. Sayangnya kami lusa harus kembali ke Jakarta. Mungkin beberapa bulan lagi aku akan berkunjung lagi untuk perjalanan bisnis!" jawab Harvey sopan. Memang sebagian besar kliennya berasal dari Negeri Sakura, konglomerat di sana menyukai berinvestasi dengan perusahaan yang memiliki prospek bagus di Indonesia.Pedro pun ikut unjuk gigi, dia menjawab, "Aku juga, Paman. Musim gugur nanti ada proyek baru dengan Mister Takagi Has
"ISYA!" panggil Harvey sembari melambaikan tangannya berlari menghampiri sang istri. Dia baru saja menyelesaikan meeting bersama investor asal Jepang dan buru-buru menyusul rombongan dari Jakarta yang menikmati pemandangan bunga Sakura mekar di Tokyo Public Park.Warna pink yang dominan di ranting-ranting subur pohon Sakura membuat suasana sore itu menjadi lebih romantis. Terutama bagi pasangan kekasih atau suami istri yang sengaja berjalan-jalan di taman kota."Udah kelar ya acara Mas Harvey?" tanya Isyana yang dipeluk dan dikecup mesra keningnya oleh sang suami. Penampilan Harvey masih standar seorang CEO, setelan jas biru navy dengan kemeja putih yang berdasi juga. Dia belum sempat pulang ke hotel untuk bertukar pakaian. Takutnya terlalu sore menyusul rombongan anak-istri, Oma Widya, dan yang lainnya. "Hu-um, aku pengin nemenin kamu menikmati indahnya bunga Sakura di musim semi. Nggak tiap hari bisa lihat pemandangan seperti ini 'kan?" ujar Harvey seraya merangkul bahu istrinya.