Beberapa bulan menjalani pernikahan dengan Pedro Husodo perlahan membuat Cintya mulai menyerahkan hatinya dengan ikhlas untuk dimiliki pria keturunan blasteran Spanyol itu. Memang lidah sudah full Indonesia, tetapi jejak genetik keturunan orang Spanyol itu masih nampak jelas di penampilan fisik Pedro.Malam itu Cintya sedang melayani hasrat suaminya yang selalu menggebu-gebu saat mereka bercinta. Bibir Pedro menelusuri leher jenjang hingga turun ke lembah di antara gunung kembar berisi air susu untuk anak mereka. "Ahh ... Mas, ngisapnya jangan kenceng-kenceng dong!" rintih Cintya sambil memegangi kepala berambut coklat tua tebal itu di depan dadanya."Enaknya kelewatan sih, Say. Hohoho. ASI kamu lancar banget keluarnya nih, jadi kapan seharusnya waktu lahiran anak kita kata Dokter Mawar?" tanya Pedro sembari mengecupi tangan istrinya dan memompa perlahan yang di bawah hingga terasa agak becek.Cintya menatap wajah tampan suaminya seraya menjawab, "Udah lewat tiga hari dari HPL kemari
Grand Ballroom Hotel Mulia Senayan bagaikan disulap oleh peri hutan menjadi sebuah tempat indah bak negeri dongeng. Sengaja Harvey meminta khusus kepada wedding organizer yang mengurusi resepsi pernikahannya dengan Isyana untuk mengusung tema Wonderland.Efek bagaikan masuk ke sebuah hutan rimba dengan kastil sebagai latar belakang pelaminan tempat pasangan pengantin duduk dan bersalaman dengan tamu undangan. Ada air terjun buatan di beberapa sudut dengan alur sungai yang melintasi bagian dalam grand ballroom. Beberapa hewan piaraan Harvey seperti kelinci, kura-kura tua, dan burung-burung dibawa ke tempat resepsi untuk menghidupkan fantasi ala negeri dongeng. Pagar ayu yang bertugas pemandu tamu berdandan seperti putri-putri kerajaan berseliweran siap membantu keperluan para peserta pesta. Permen dan kue pengantin dibawa oleh pagar ayu dengan keranjang anyaman bambu untuk dibagi-bagikan ke anak-anak atau siapa saja yang berkenan."Wow, nggak pernah deh lihat resepsi pernikahan semega
"Halo, Mas Jarwo. Ini Dokter Shinta Rosari, saya ingin memberi tahu kalau Mbak Alicia sudah siuman. Kondisinya sudah normal dan bisa diajak berkomunikasi. Hanya ada beberapa hal yang dia lupa sejak terakhir masih berada di sel rutan memang beliau mendapat serangan dari kuasa kegelapan!"Berita dari dokter ahli kejiwaan itu sontak membuat Jarwo sumringah. Dia masih berada di tengah pesta resepsi pernikahan Harvey dan Isyana maka Jarwo pun bangkit dari kursi lalu melangkah cepat meninggalkan Grand Ballroom Hotel Mulia Senayan. Dia menjawab sembari menunggu lift, "Halo, Dokter Shinta. Kalau saya jenguk ke panti sekarang apa boleh bertemu dengan istri saya?""Silakan saja, Mas. Ini saya shift malam untuk menjaga pasien. Nanti langsung ke kamar perawatan Mbak Alicia saja!" jawab Dokter Shinta Rosari sebelum mengakhiri telepon.Ketika lift terbuka, Jarwo segera masuk untuk turun ke lantai lobi. Dia memanggil Pak Yono yang sedang mengobrol dengan satpam hotel, "Pak ... Pak ... bisa minta tol
Suara perbantahan itu terdengar riuh dari dalam sebuah kamar pasien di panti rehabilitasi. Nada keras seorang pria dan seorang wanita mendominasi, sementara pasangannya cenderung menenangkan mereka berdua yang tersulut api amarah."KAU, TAK TAHU DIUNTUNG!" "Hey, aku tak mau jadi istri tukang kebon. Ngapain sok menentukan nasibku sih, Harvey? Mungkin dulu kamu memang kuli bangunan yang lantas jadi sukses ya, jadi ngerasa senasib sama si Jarwo tuh! Dasar sad boy!" decih sinis Alicia membuat Harvey menaikkan tangan kanannya ke udara hendak menggampar mulut yang nampaknya kurang didikan itu.Isyana menangkap tangan suaminya yang nyaris terayun ke wajah Alicia. Sedangkan, Jarwo menarik Alicia mundur dengan memeluknya dari samping ranjang pasien."Mass, jangan!" teriak Isyana.Sementara Alicia yang risih dipegang oleh Jarwo menggigit lengan pria itu agar dilepaskan. "Enak aja kamu pegang-pegang!" hardiknya dengan mata melotot ke arah Jarwo.Namun, Jarwo tidak marah sama sekali. Dia sudah b
"Tante Barbara dan Ryota, makasih banget ya sudah repot jagain Isya kemarin. Salam untuk keluarga Koganei di Tokyo!" ucap Isyana saat melepas kepergian dua orang yang sangat berjasa menemaninya selama kehamilan di tengah konflik dengan Alicia dan mama tirinya.Nyonya Barbara mengecup pipi kanan kiri keponakannya seraya memeluk erat Isyana. "Kapan-kapan ajak Harvey dan si kembar berkunjung ke Tokyo. Kabarin aja, pasti kami jemput di bandara!" balasnya."Tenang, Tante. Saya pasti akan berkunjung ke Jepang dalam waktu dekat ini, ada investor asal Negeri Sakura yang ingin menempatkan dana besar ke mall yang baru saja jadi milik keluarga Dharmawan!" jawab Harvey yang membuat senyuman terbit di wajah kedua wanita cantik itu."Wah, kebetulan kalau begitu. Ya sudah, panggilan boarding sudah kedengeran, kami berangkat sekarang!" ujar Ryota dalam bahasa Indonesia berlogat Jepang kental. Harvey pun bertukar pelukan dan jabat tangan dengan ayah angkat kedua putranya itu sebelum melepas kepergian
Teriakan bengis bernada merendahkan itu menggelegar membangunkan Alicia di ujung pagi. "Lontee, bangun lo! Kerjaan tidur mulu kayak tuan putri. Bersihin bekas BAB gue nyangkut tuh di kloset!" Alicia yang memunggungi rekan satu sel tahanannya meringis jijik. Dia benci sekali penindasan kedua betina tolol bin jorok itu atas dirinya. Kebetulan perutnya kembung, dia sengaja melepaskan gas alam buatannya sendiri. 'Makan tuh! Sedep pasti yee!' batin Alicia riang."Anjriiit, bau amat! Ada yang kentut pasti, hmm!" Tutik mengendap-endap menghampiri Alicia yang masih betah mengabaikan teriakan Arum yang super berisik sedari tadi. Dengan satu jambakan kasar di rambut panjang Alicia, serentetan kata ampun terlontar disertai isakan tangis."Lepasin, Mbak Tutik. Jangan sakiti aku!" pinta Alicia mengiba dengan berderai air mata."Alaa preettt lo! Sakit kata lo? Sekali-sekali gue kikir muka mulus lo pake silet, baru real sakiiittt. Mau?!" ancam Tutik dengan seringai keji.Alicia panik tingkat tinggi
"Mang, itu bini kamu dibujuklah masa lebih demen digebukin napi di penjara dari pada tinggal di unit apartemen yang nyaman sih? Ckk ... nggak habis pikir aku!" Harvey merepet di dalam mobil mewahnya yang akan mengantarkan Isyana dan Jarwo terlebih dahulu ke rumah sakit."Baik, Tuan Muda. Saya akan usahakan rayu dan bujuk semaksimal mungkin!" jawab Jarwo penuh tekad. Dia cemas mendengar istrinya cedera dikeroyok dua narapidana wanita barbar yang tinggal satu sel dengan Alicia.Isyana pun mendukung Jarwo, "Nanti kubantuin buat nasihatin Alice deh, Mang. Dia nggak sebodoh itu kok, dikasih yang enak malah milih yang sengsara!""Hmm ... asalah iya, Isya. Dia itu bloon kuadrat, kurasa. Aku sudah angkat tangan kalau disuruh ngomong sama Alicia!" Harvey menolehkan wajahnya ke arah jendela mobil untuk menghentikan pembicaraan tentang Alicia.Maka Isyana memberi kode kepada Jarwo agar berhenti membicarakan Alicia di hadapan suaminya. Untungnya, mobil itu tak lama kemudian sampai di depan pintu
"Jadi, menurut Dek Alicia gimana apartemen ini? Suka apa nggak?" tanya Cakra alias Jarwo yang telah berganti nama menjadi lebih keren. Dia mendampingi istrinya yang baru saja pulang dari perawatan di rumah sakit untuk melihat-lihat unit apartemen full furnished yang disumbang oleh Harvey dan Isyana.Pandangan mata Alicia menyisir seisi ruangan luas berukuran 10 x 20 meter persegi itu. Tak hanya itu yang jadi perhatiannya. Namun, penampilan suaminya yang semula berprofesi sebagai tukang kebun juga berubah. Sekalipun tidak berdasi, Cakra mengenakan setelan jas dengan dalaman kaos warna putih."Setelah ganti nama dari yang ndeso jadi lebih keren, kamu bikin aku makin suka deh, Mas!" jawab Alicia yang justru tidak sesuai dengan pertanyaan suaminya. Akan tetapi, Cakra malahan tersenyum manis dengan tatapan lembut. Dia menghampiri Alicia di tengah ruangan dan memeluk tubuh yang sangat kurus tersebut pasca mengalami perundungan di rutan. "Mas seneng dengernya, Dek. Tadinya kupikir, menghara