"TOK TOK TOK." Ketokan di pintu kamar Alicia menghentikan pergumulan panas di atas ranjang sepasang suami istri itu."Ckk ... siapa sih yang ngeganggu malam-malam begini?!" Alicia yang sedang merentangkan kedua paha mulusnya untuk Pedro menekuk wajah dengan gusar. Pasalnya, dia sudah nyaris menggapai klimaks sebentar lagi. "Aakh ... Mass terusin dong, Alice sudah mau sampai!" desahnya berharap Pedro menuntaskan permainan nikmat mereka.Pedro pun sama halnya, dia bernapas memburu dan batang kejantanannya berkedut-kedut siap meledakkan cairan kental tinggi protein di dalam labirin sempit istrinya. "Tenang, aku juga nanggung nih, Sayang. Kita kelarin dulu satu ronde baru nanti lihat siapa yang ganggu malam-malam!" jawabnya sembari terus menghentakkan pinggulnya kuat-kuat. "Buka pintunya, CEPAT!" desak suara laki-laki yang terdengar tegas dan galak. Akhirnya, Pedro dan Alicia mendapatkan pelepasan bersama-sama dengan tubuh bermandikan peluh. Mereka membersihkan diri di kamar mandi sebel
"Bagaimana kondisi istriku, Dokter Sony?" tanya Harvey dengan nada cemas. Kedua alis pria itu tertaut dengan guratan dalam di tengah keningnya mendengarkan penuturan sang dokter."Secara keseluruhan karena tadi kami sudah memompa keluar cairan di lambung Nyonya Isyana, hanya tersisa zat aktif di peredaran darahnya saja. Mungkin besok pagi beliau sudah bisa siuman dalam kondisi normal," jawab Dokter Sony Gunawan dengan wajah lelah. Jelang tengah malam dia harus menangani pasien keracunan obat tidur dosis tinggi.Harvey menghela napas lega sekalipun dia masih kesal kepada ibu tiri dan adik tiri Isyana yang licik. "Dok, saya minta visum dan hasil laboratorium sampel darah Isyana. Pelakunya harus diberi hukuman yang setimpal!" ujarnya."Bisa, nanti hasil visum dan pemeriksaan sampel darah akan dirilis lusa ya. Anda bisa ambil berkasnya di bagian resepsionis rumah sakit, tunjukkan saja surat rekomendasi dari saya ini ya, Pak Harvey!" Dokter Sony pun menyerahkan sebuah amplop panjang dengan
"Mas, aku udah kenyang, sarapannya udah aja ya!" Isyana menggeser piringnya yang akan diisi lagi dengan makanan oleh Harvey. "Ohh ... okay, kalau begitu kita jalan-jalan di taman saja sebentar ya. Aku mau kasi makan ikan Koi kesayanganku. Sudah lama mereka nggak kuperhatikan karena sibuk kerja!" ujar Harvey lalu bangkit dari kursi makan. Dia memundurkan kursi Isyana juga lalu menyodorkan lengan untuk digandeng.Para pelayan rumah berbisik-bisik memperbincangkan sikap tuan muda mereka yang hangat kepada istri barunya. "Tuan muda dan Nyonya Isyana cocok sekali ya? Sepertinya tak lama lagi Oma Widya akan mendapat cucu!" ucap Rini sambil membereskan piring-piring sisa sarapan. Bertha pun menyahut, "Iya, aku nggak mengira lho, Mbak kalau Tuan Harvey yang sedingin es bisa begitu perhatian ke istrinya. So sweet banget, cara dia menatap Nyonya Isyana kayak kesengsem berat!""Ya wajarlah, istrinya secantik itu, Tha!" tukas Ina sambil mencuci peralatan makan yang kotor di dapur. Sementara i
Isyana senang sekali bermain-main dengan hewan peliharaan Harvey sepanjang pagi hingga siang. Seusai makan siang dia dan Harvey pergi ke taman sisi timur rumah untuk melihat kura-kura sulcata berusia 20 tahun dan juga kelinci hias berbagai jenis dari kelinci Himalaya, Dutch, French Lop, dan English Lop."Iihh lucu bingits kelinci-kelinci ini. Apa mereka suka menggali lubang di tanah dan memanen wortel?" tanya Isyana sambil memangku seekor kelinci English Lop warna krem yang menggemaskan. Harvey bukannya gemas dengan kelinci-kelinci imut itu, dia justru ingin menyeret istrinya segera ke kamar mereka. "Ehm ... mereka boleh hidup sesuai kebiasaan alami mereka di kebunku. Mau makan mentimun, wortel, kentang, atau rumput sesuka mereka saja!" Dia mulai mendekati Isyana yang duduk di atas rumput Jepang dari belakang lalu memeluk dan mengecupi tengkuk serta leher istrinya. "Ahh ... Mas, jangaan nanti ada yang lihat!" Isyana berusaha menertibkan tangan Harvey yang liar menyelinap di celah k
"Emhh ... Mass, apa kamu sudah pulang?" gumam Isyana dengan mata yang masih separuh terpejam karena rasa kantuk dan raga yang kelelahan di atas tempat tidur.Belaian di rambut panjang hitam legamnya membuat Isyana terbangun dari tidur lelapnya. Cahaya ruangan masih remang senja dan lampu belum dinyalakan semenjak kepergian Harvey siang tadi."Ohh yeah, aku baru pulang dari Kapadokia!" jawab pemuda itu spontan dan membuat Isyana melebarkan matanya lalu duduk.(Kapadokia sebuah region, tempat wisata di Turki, biasanya untuk naik balon udara)"Siapa kamu? Kenapa asal masuk ke kamar ini?!" hardik Isyana dengan tatapan galak dan penuh curiga. "Yoyoyo ... calm down, Lady!" Pemuda tak dikenal itu mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan. "Aku Lorenzo, sepupunya Harvey. Apa dia tak pernah bercerita tentang aku kepadamu sebelumnya? Dan kamu tidur di kamarnya, siapa kamu? Setahuku sepupuku yang sedingin kutub selatan itu tak pernah berpacaran!" Isyana pun teringat cerita Harvey mengenai s
"Isya, aku suka goyangan kamu. Sering-sering ya begini, kamu yang di atas!" Harvey merengkuh pinggang ramping istrinya yang sedang memompa naik turun di atas pangkuannya. Tatap matanya tak berkedip menikmati raut wajah Isyana yang terbakar gairah, "kamu cantik banget kalau lagi making love bareng aku, Sayang!" pujinya lalu menghadiahkan sebuah ciuman bibir yang dalam."Mass ... olah raga malamnya bikin capek nih. Habis ini udahan ya?" bujuk Isyana yang staminanya tak sebagus Harvey.Namun, suaminya meraup tubuh Isyana yang masih tertaut di bawah sana bersamanya dan merubah posisi mereka. Istrinya yang duduk bersandar di sofa. Sedangkan, Harvey mulai menggenjot dengan rajin ke dalam liang sempit yang membuatnya teramat nyaman itu."Biar Mas yang nerusin goyanganmu, Isya. Kamu cukup merasakan enaknya saja ya?" rayu Harvey yang masih saja on fire melakukan gempuran ganasnya hingga makan malam mereka terlambat.Belum juga Harvey mendapat pelepasannya yang memuaskan, ponsel di meja sofa be
"Drrrtt ... drrttt ... she said boy tell me honestly. Was it real or just for show?" Suara ring tone lagu Charlie Puth yang rancak menghentak terdengar dari ponsel Harvey di meja samping sofa. "Hmm ... kenapa semuanya kayak nggak rela kita ML sih, Sayang?! Digangguin telepon melulu dari tadi!" Harvey berdecak kesal dan menyambar ponsel yang berdering berisik itu ke tangannya. Sedangkan, badan kekarnya masih menindih Isyana dan tak ingin melepaskan istri yang dicintainya itu sedetik pun.Nama Oma Widya yang muncul di layar HP sontak membuat mata Harvey melebar. "Jangan bicara apa pun ya. Ini Oma Widya yang nelepon!"ujar Harvey kepada Isyana yang segera mengangguk-angguk patuh. Dia memasang fitur loud speaker ponsel canggihnya."Halo, Harvey Sayang. Kamu lagi apa sekarang? Masih di luar apa sudah pulang ke rumah?" selidik sang oma."Halo, Oma. Aku lagi di rumah kok. Ada apa? Tumben kok nelpon Harvey malam-malam!" sahut Harvey tanpa menjawab sedang apa dia sekarang. Tanpa berbasa-basi,
"Pak Komandan, apakah klien saya bisa keluar dari sel tahanan sementara dengan jaminan uang?" tanya pengacara Danu Hutapea di kantor Kompol Indra.Namun, perwira tinggi polisi itu menggelengkan kepala dengan yakin. "Kasus yang dituduhkan ke Nyonya Marissa Gunarti terlalu berat, pasalnya berlapis setelah bukti visum dan hasil sampel darah yang dikeluarkan oleh laboratorium rumah sakit. Korban nyaris tewas karena over dosis obat tidur, bagaimana kalau dia terlambat ditolong oleh suaminya?" bantah Kompol Indra Cahyadi."Pihak keluarga Husodo menawarkan jalur damai, Pak Komandan. Tolong dipermudah prosesnya. Klien saya adalah besan dari keluarga Husodo. Jadi kalau Anda menghendaki uang pelicin agar kasus ini tidak tersendat-sendat proses pembebasannya, silakan sebutkan nominalnya saja, jangan sungkan!" bujuk Pak Danu dengan senyuman penuh simpati."HAHAHA. Maksudnya, Anda ingin menyuap saya?" tanya Kompol Indra to the point. "Maksud saya hanya mencari win-win solution untuk Anda dan piha