Saat ini Alika tiba tiba tertawa kecil. Tertawa dengan nada putus asa. Selama ini dia ingin menghancurkan Erina. Tetapi semua rencananya gagal. Erina masih berdiri dengan baik bahkan mendapatkan cinta serta perhatian Fic dan bisa mengungkap semua kebenaran.Sementara dirinya, seperti orang yang bodoh. Mempermalukan Dirinya sendiri dengan teronggok di lantai seperti sampah dan meminta belas kasihan dari Mereka. Alika sudah merasa putus asa dan bahkan jika bisa memilih, dia memilih mati saja.Lengannya terluka entah karena apa, sehingga darah mengotori bajunya. Dia tidak tahan lagi untuk menyembunyikan perasaannya kemudian dia berteriak."Erina! Kenapa? Kamu bertanya kenapa aku sangat membencimu? Aku beritahu kamu! Karena kamu telah mengambil Pria yang aku cintai. Kamu telah mengambil hati Rafael! Apa kamu tahu kalau aku ini iri padamu? Rafael begitu mempunyai banyak cinta untukmu. Padahal kamu itu siapa hah? Kamu itu hanya seorang anak yang tidak jelas asal usulnya. Bisa jadi kamu itu
Fic hanya tersenyum sinis. Dia tidak menjawab ucapan Rafael. Rafael tahu jika ucapannya sia sia.Sedangkan Alika, mendengar Rafael berkata demikian hatinya seperti menemukan cahaya, Matanya meneteskan air mata. "Rafael.""Apa kamu berkata demikian demi aku? Kamu tidak tega jika melihat aku Mati?" Alika merasa jika pada saat ini dia tidak perlu lagi berpura pura kuat lagi. Dia sangat terharu, Rafael bisa memperlakukan dirinya dan anaknya dengan tulus."Rafael. Aku sangat mencintaimu. Pertama kali melihatmu aku jatuh cinta. Aku tergila-gila padamu, aku bahkan melakukan apapun demi bisa bersamamu."Rania juga membantu Alika untuk berbicara pada Rafael."Putri ku sangatlah mencintaimu Rafael. Ketika dia tahu jika kamu mencintai Erina dia terluka. Dia menangisi mu tiap malam. Alika sebenarnya tidak jahat, dia hanya sangat mencintai kamu. Kamu jangan menyalahkan Alika ya?"Dalang dari permasalahan hidupnya kini berdiri dihadapan mereka. Bagaimana Rafael tidak membencinya? Rafael juga berpik
Di dalam perjalanan pulang, Erina yang masih kebingungan mencoba bertanya pada Jefri."Jefri. Sebenarnya ada apa dengan Fic?"Mendengar pertanyaan Erina, Jefri tidak tahu harus mengatakan apa. Pada dasarnya, Jefri sendiri kurang yakin dengan kenyataan yang baru saja ia dengar. Entah kenapa, meskipun Fic sendiri telah percaya tetapi bagi Jefri dia adalah orang yang sangat sulit percaya begitu saja."Nona. Sebaiknya nanti anda bisa bertanya sendiri pada Tuan Fic. Aku juga kurang mengerti dan," Jefri menatap sebentar Erina. Ada rasa tidak senang dalam hati Jefri dengan kenyataan ini."Dan, aku rasa ini adalah sebuah kesalahan. Tapi, anda tidak perlu khawatir. Aku akan menyelidiki semuanya dengan benar."Erina mendongak menatap Jefri."Sebenarnya ada apa?"Jefri terburu menatap kembali ke depan. Dan fokus pada jalanan.Erina merasa jika ini adalah masalah serius yang Mungkin melibatkan pribadi Fic. Erina tidak ingin banyak bertanya lagi.Erina memang tidak ingin melihat Alika disiksa, tet
Erina percaya jika Fic tidak mungkin mengkhianatinya. Tapi tingkah laku Fic saat ini tidak seperti biasa. Perhatian Fic dan mendadak hati Fic yang menjadi lembut. Itu sangat sangat membuat Erina merasa tidak nyaman dan khawatir sekali.Rafael mengerti perasaan Erina saat ini."Erina. Kamu tidak apa apa? Kamu jangan khawatir. Fic tidak mungkin akan berpindah hati. Aku tahu Fic adalah pria yang setia, dia tidak mungkin berkhianat. Kita belum tahu saja apa alasan Fic bisa berubah pada Alika. Tidak mungkin tidak ada alasan yang kuat."Erina membenarkan ucapan Rafael, ada alasan yang kuat. Itu sudah pasti. "Aku, aku percaya pada Fic. Hanya saja, jujur aku sedikit cemburu." Pada akhirnya Erina tidak sanggup menahan diri dan mengatakan itu pada Rafael.Rafael terdiam. Erina cemburu?Rafael sekarang mengerti jadinya, Erina benar benar telah mencintai Fic. Hati Rafael bergetar. Erina adalah wanita yang dia cintai hingga detik ini, tapi kenyataannya wanita itu sekarang telah mencintai pria lain
Alika benar benar merasa beruntung, dia segera menjawab dengan cepat. "Ya aku ingat sekarang. Jadi pemuda yang aku selamatkan itu adalah kamu rupanya."Fic mengangguk. "Terima kasih Alika. Jika bukan karena kamu telah menyelamatkan aku waktu itu. Mungkin aku sudah mati." Ucap Fic dengan nada pelan. Meskipun pelan tapi Alika masih bisa mendengar jika Fic sedang berterima kasih padanya.Kemarin Jefri mengangkat panggilan dari seseorang yang selama ini telah diutus Fic untuk mencari siapa Gadis kecil yang telah menyelamatkannya dari rel kereta api Tujuh tahun yang lalu. Mereka mencari informasi berdasarkan Gaun Tuan Putri yang dipakai gadis kecil saat menyelamatkan Fic pada hari itu. Mereka mendapatkan informasi jika pada tahun itu hanya Alika putri dari keluarga Handoyo yang mempunyai Gaun Tuan Putri pengeluaran Limited edition pada tahun itu. Dan ketika mereka membandingkan Foto yang mereka dapatkan dengan keadaan Alika masa itu semua orang bisa memastikan jika gadis kecil itu adalah
Erina merasa begitu jenuh dirumah. Fic tidak kunjung pulang dan memberi kabar. Saat ini Erina sudah tidak bisa menahan diri dan mencoba menghubungi Nomor Fic. Namun Erina kecewa karena nomor Fic ternyata tidak aktif.Erina memejamkan matanya untuk menghalau semua ke khawatiran dan melangkah keluar kamar.Erina memutuskan pergi ke Mall untuk sekedar refreshing. Mengendurkan saraf otaknya yang menegang akibat terlalu memikirkan Fic.Erina pergi seorang diri tanpa ada pengawal. Dia menolak Ketika Para pengawal ingin mendampinginya. "Tidak akan terjadi apapun lagi padaku. Percayalah." Ucap Erina pada mereka.Mereka tidak bisa lagi memaksa dan hanya bisa membiarkan Erina pergi dengan seorang sopir saja.Sampai di Mall yang ia tuju, Erina meminta Sopir untuk pulang saja."Nyonya, saya bisa menunggu anda di mobil." "Tidak! Pulanglah. Aku tidak mau ditunggu oleh siapapun. Jika aku mau pulang, aku bisa meneleponmu kalau perlu jemputan."Sang sopir tidak bisa membantah perintah Erina dan akhir
Fic mulai cemas karena samar samar mendengar suara isakan Erina. Hati Fic terasa begitu perih. Dia telah egois karena membuat Erina bersedih."Erina. Maafkan aku. Aku sudah menyakiti hatimu. Dengar aku. Aku memperlakukan Alika seperti itu karena sebuah alasan."Erina terdiam. Alasan? Fic mengatakan alasan? Alasan apa? Bahkan itu sudah lebih dari sekedar alasan bukan?Kenapa Fic bisa melepaskan Alika yang jelas jelas telah membuat hidupnya menderita. Padahal Fic sendiri yang telah berjanji dan mengatakan akan memberi pelajaran untuk Alika. Tetapi kenyataannya bukan hanya melepaskan Alika begitu saja, tetapi Fic sangat perhatian. Mulai dari membawa Alika ke rumah sakit, menemaninya semalam dan tadi menemani berbelanja.Hati Erina terluka.Erina membuka pintu kamar mandi dan keluar dengan perlahan. Dia sama sekali tidak menoleh pada Fic yang berdiri disisi pintu kamar mandi."Erina. Tolong dengarkan penjelasanku." Fic mengikuti pergerakan Erina yang sudah mendekati ranjang."Sepertinya
Asisten Adreno menghubungi Mentari. Tidak lama kemudian, panggilan sudah terhubung dan Asisten itu menyerahkan Ponsel pada Adreno."Halo.. Paman Adreno. Ada apa?" Suara Mentari dari ujung sana.Cih… Adreno meludah. Geli dengan sebutan Paman dari gadis itu.Mentari yang aslinya adalah Putri dari keluarga yang dibenci Adreno selama ini. Karena kedua orang tua Mentari memiliki hubungan yang cukup baik dan dekat dengan keluarga Fic. Sebab itu Adreno sangat membenci keluarga Mentari dan terus berusaha untuk menyingkirkan keluarga yang sudah dianggapnya sebagai perebut hati Kakaknya."Aku bukan Pamanmu!" Adreno segera menjawab ucapan Mentari."Ya.. Aku tahu. Tapi kamu sendiri yang menginginkan hal itu. Jadi bukan salahku memanggilmu Paman." Mentari terdengar tertawa kecil."Diam!" Adreno membentak Mentari yang langsung berhenti tertawa."Aku meneleponmu karena ingin bertanya, bagaimana perkembangan hubunganmu dengan Fic. Kenapa sampai saat ini kamu belum juga bisa menyingkirkan Wanita itu?
Saat Aisyah melihat genggaman tangan Putranya pada jari jemari Alexa, dia sudah dapat mengerti jika kedatangan Elang untuk menemuinya kali ini sepertinya bukan untuk urusan pekerjaan. Tapi ada hal lain.Apalagi ketika mereka menyambutnya di bawah tangga tanpa melepaskan genggaman tangan mereka, Aisyah makin yakin dengan dugaannya.Dia menatap dingin pada mereka, seolah olah meminta penjelasan dari mereka. Padahal dalam hatinya, dia cukup tersenyum senang.Pernah bahkan seringkali malah, Aisyah mengkhawatirkan Putranya itu.Memikirkan Kapan Elang akan menyusul adiknya? Mengkhawatirkan, Apakah ada yang mau menerima Elang yang pernah berada di dunia gelap?Adakah keluarga yang mau dengan tulus menerima Elang, seperti keluarga Albarez yang bisa menerima Zha dengan tulus?Begitu banyak kekhawatiran Aisyah saat merenungkan nasib percintaan Putranya kelak. Tapi ketika melihat apa yang ada di hadapannya itu, hatinya mendadak lega seketika.Alexa!Benar! Gadis itu sangat tepat untuk Putranya.
Pagi berikutnya,Elang mengajak Alexa untuk menemui Ibunya.Sebelum datang berkunjung, Elang terlebih dulu menghubungi Aisyah.Elang sedikit terkejut saat Ibunya mengatakan jika Ibunya sekarang sudah pindah dan tinggal di rumah utama. Memang benar, Aisyah sekarang tinggal bersama beberapa orang pelayan dan anak buahnya di Rumah Besar milik Tuan Glendale.Sudah ada satu bulanan dia tinggal disini. Sebenarnya dia tidak ingin lagi masuk ke rumah ini. Mengingat begitu banyak kenangan pahit yang pernah terjadi di rumah ini. Tetapi entah kenapa, pada akhirnya dia sendiri memutuskan untuk tinggal disini.Atau mungkin Aisyah hanya ingin mengingat semua kenangan masa lalu.Disinilah dia dilahirkan dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang dan kelembutan oleh kedua orang tuanya. Meskipun pada saat itu dia tahu jika kedua orang tuanya, Ayah dan Ibunya itu bukanlah orang tua biasa seperti orang tua teman temannya. Tapi orang tuanya adalah seorang ketua mafia. Aisyah sadar jika dirinya adalah pu
Ketika mendengar Elang mengatakan kata kencan, Alexa tidak bisa untuk tidak membulatkan kedua matanya. Tentu saja dia terkejut, "Apa yang kamu katakan Elang? Kencan? Siapa yang kencan?"Elang belum menjawab, dia malah tertawa kecil terlebih dahulu, kemudian berkata, "Yang kencan ya kita, memang kenapa? Aku mengajakmu keluar untuk kencan. Kamu keberatan?"Sumpah demi apapun, saat ini wajah Alexa memerah. Jantungnya berdegup keras. Dia langsung merasa gugup.Biasanya dia akan diajak keluar oleh Elang untuk melakukan sebuah pekerjaan. Kalau dulu saat dia masih berada di Klan Selatan, dia hanya tahu, keluar hanya untuk menyelesaikan misi. Jadi bagaimana dia tidak gugup, saat tiba tiba saja Elang mengatakan jika akan berkencan dengan dirinya?Sungguh, hati gadis ini merasa seperti terbang diatas awan."Hei, kenapa malah melamun? Kamu keberatan ku ajak pergi kencan?" Elang bertanya lagi, itu membuat Alexa tersentak dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah."Bukan begitu. Tapi aku, aku han
Saat ini Halilintar masih bersama Zha di kamar Mereka. Mereka melepaskan rindu dan keresahan hati mereka yang sempat mereka rasakan tadi. Beberapa saat kemudian Zha menanyakan Zhilan dan Zhelin padq Halilintar."Apa Mereka rewel dan membuatmu kewalahan Hal?" Zha bertanya.Halilintar menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Tidak Zha. Apa kamu tahu, Mereka sangatlah pengertian. Mereka sama sekali tidak rewel, seperti tahu jika orang tuanya sedang ada masalah.""Sungguh kah?" Zha senang mendengarnya dan segera menghampiri Ranjang si kembar. Dia menatap dua putri kembarnya yang masih terlelap.Zha mengambil Zhilan dan menggendong bayi itu. Mata Zha berkaca-kaca. Dia bersyukur bisa kembali lagi kesini. Hampir saja dia tidak bisa melihat tumbuh kembang mereka, jika saja Victor membawanya ke kantor polisi dan dia di penjara.Kehidupan Mereka akan jauh lebih menyedihkan dibanding hidup Zha. Mereka akan mendengar jika lahir dari seorang wanita pembunuh dan kini ibunya mendekam di penjara.
Halilintar masih seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Zha! Benarkah ini kamu? Atau aku hanya sedang bermimpi?" Halilintar merasa jika ini mungkin hanyalah mimpi karena dia terlalu memikirkan Zha seharian ini. Tapi dia tersentak dan sadar ketika Zha menyentuh pipinya dan bersuara."Hall! Ini aku. Aku telah kembali untuk kalian." Zha mengusap air mata pria itu yang masih membekas di sana.Halilintar tercengang lalu segera berteriak,"Zha.." Halilintar menarik kasar tubuh Zha dan memeluknya dengan begitu erat."Kamu kembali untuk kami? Benarkah ini?" tanya Halilintar di sela isakannya seperti tidak percaya dengan semua ini."Maafkan aku yang sudah berniat meninggalkan kalian. Aku tidak akan pergi lagi Hall. Mulai sekarang aku akan disisi kalian." jawab Zha juga ikut terisak di pelukan suaminya.Halilintar menarik tubuh Zha yang tampak lemas kedalam kamar. Lalu membawanya duduk di sofa. Berkali kali mengusap wajah istrinya dan menghujaninya dengan kecupan hangat."Ceritakan p
Tidak ada yang tidak terkejut dengan ucapan Aisyah barusan saat dia memerintah Elang untuk mengumpulkan anak buah Zha dari Poison Of Death dan dari anak buah klan Selatan milik almarhum Ardogama dulu.Semua orang terkejut, terlebih lagi Elang. Dia tidak menyangka jika Ibunya akan berkata demikian dan bahkan berpikir hingga sejauh itu.Elang masih merasa tak percaya dan langsung mengguncang bahu ibunya."Ibu, apa yang kamu bicarakan? Ibu tidak boleh melakukan itu. Kita tidak boleh membangun kembali Klan Jangkar Perak. Aku juga tidak mau mengingkari janjiku pada Ayah!" ucap Elang."Tapi keadaan ini terdesak Elang. Kita harus menyelamatkan adikmu. Apa kamu mau adik kamu Zha membusuk di penjara?" tegas Aisyah.Elang menggelengkan kepala, "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Aku akan mengeluarkan Zha dari penjara Bu, percayalah. Tapi jika untuk membangun Klan Jangkar Perak kembali, aku tidak setuju. Zha juga pasti akan kecewa pada kita, jika kita melakukan itu." balas Elang. Saat ini,
Kedua pria bapak beranak itu telah melangkah meskipun dengan perasaan yang mulai tidak tenang dengan kedatangan Victor kali ini.Aaron maupun Halilintar sama sama menatap Victor yang sudah berdiri di depan pintu, dan yang membuat mereka semakin tidak tenang adalah kali ini Victor datang tidak sendiri melainkan ada tiga polisi di belakang Victor.Victor memberi salam, mengangguk hormat dan melangkah, "Selamat siang Tuan Aaron Albarez dan Halilintar. Maaf jika kami mengganggu waktu kalian." ucap Victor."Selamat siang juga detektif Victor. Silahkan masuk." sahut Aaron. Meskipun Victor adalah anak dari Kim, tetapi Aaron sangat menghormati karena pria muda yang berdiri di hadapannya itu adalah Seorang Detektif. Victor juga sangat menghormati keluarga ini, mungkin jika bukan karena tugas dan bukan karena tanggung jawabnya mungkin saat ini Victor pun tidak akan ada disini dengan membawa Sebuah kepentingan seperti ini. Sebelum datang kemari hari ini, Victor juga sempat Dilema. Tetapi ini
Setelah beberapa saat Halilintar berbicara pada Zha, Dokter meminta izin untuk memeriksa keadaan Zha kembali guna memastikan keadaan Zha.Mereka menyingkir, memberi ruang untuk dokter dan Tim. Zha diperiksa kembali, pemeriksaan yang sangat teliti. Dan Dokter tidak menemukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi. Keadaan kondisi Zha dinyatakan telah membaik.Semua orang bernafas lega sekarang. Dokter juga bernafas lega. Dia merasa seperti telah terlepas dari rantai besi yang membelenggu lehernya. Segera memberi perintah pada tim untuk memindahkan Zha ke ruangan rawat inap.Setelah Zha sudah dipindahkan, Dokter berpamitan. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi pada keadaan Nona Zha. Jadi kalau begitu, saya akan permisi. Saya akan tetap kembali lagi secara rutin untuk memeriksa kembali perkembangan kesehatan Nona Zha dengan berkala." dokter berkata pada mereka khususnya pada Halilintar.Halilintar mengangguk, "Terima kasih Dokter, atas semua usaha kalian. Benar benar terima kasih."Dok
"Dokter..! Dokter.! Apa yang terjadi pada istri ku? Buka .!!!" Halilintar menggedor gedor pintu.Tidak ada yang mempedulikan Halilintar meskipun dia sudah berteriak kencang dan menggedor gedor pintu. Tim Dokter didalam sana sedang bekerja seoptimal mungkin untuk melakukan transfusi darah pada Zha dengan memburu waktu yang tersisa."Hall, tenanglah. Mereka sedang berusaha. Jangan mengganggu konsentrasinya tim dokter. Istrimu pasti baik baik saja. Ayo kembali." Aaron lagi lagi berusaha untuk menenangkan hati Putranya, kemudian menarik tangan Halilintar kembali ke bangku panjang."Pa, pasti terjadi sesuatu pada Zha Pa.! Mereka semua terlihat panik!" kata Halilintar."Tidak Hall, mereka sedang mengejar sisa waktu yang dimiliki Zha. Bisakah kau berpikir jernih dulu dan jangan selalu berprasangka buruk?!!" tegas Aaron, membuat Halilintar mendongak menatap wajah Ayahnya."Maafkan aku Pa, aku sungguh panik." jawab Halilintar mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.Aaron tahu jika H