Jangan lupa tinggalkan komentar dan juga follow akun IG @popy--yanni untuk melihat visual Rania dan Devan.
Beberapa detik setelahnya ke luarlah sosok Deni--pria itu memutari mobil dan membuka pintu belakang. Sepatu pantofel begitu mengkilat dengan warna hitam pekat mendarat pada permukaan badan aspal, satu kaki itu dalam balutan celana panjang berwarna senada. Sedikit lama memijak, akhirnya ke luarlah sosok sang pemiliknya. Dalam balutan stelan jas bewarna hitam, seorang Devan Wijaya terlihat begitu memukau- dan mempesona. Apa lagi pantulan cahaya mentari yang mengenainya, membuat ketampanan Devan kian berlipat-lipat terpancar. Devan tak langsung mengambil langkahnya menghampiri kedua sosok yang sangat di bencinya itu. Masih setia memijakkan kedua kakinya di sana, dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam kantong celana--dan dengan gayanya yang angkuh Devan melemparkan tatapan meremehkan pada Rania dan Dion. Lama menatap, membuat bara kian meletup, saat membayangkan pengkhianatan yang sudah dilakukan oleh kedua sosok itu di belakangnya. "Dasar pengkhianat! Kau memang wanita murahan
Emosi yang sudah memuncak tak sanggup Devan tahan lagi. Setelah berada di dalam ruang kerjanya pria itu menghancurkan apa saja yang berada di depannya."Tuan. Saya mohon tenanglah. Walaupun anda melakukan hal ini tidak akan dapat menyelesaikan masalah!" tegur Deni panik, juga khawatir, bagaimana dia mendapati keadaan Tuannya saat inil.Teriakkan dari Deni mampu membuat Devan menghentikan kegiatan gilanya-itu. Napasnya memburu, bolamatanya menggelap akan amarah yang begitu meletup-letup. Sekuat mungkin pria itu menahan amarah yang begitu membakar di dalam diri. Saat sudah merasa jauh lebih baik Devan menghempaskan tubuhnya pada sebuah sofa panjang, sembari memijat pelipisnya yang terasa berdenyut."Aku sama sekali tidak menyangkah--Rania akan melakukan hal ini padaku, Deni. Apa salahku, sampai dia begitu tega," lirih Devan setelah sekian detik lamanya, ada kabut juga luka yang terpampang nyata di wajah tampan pria itu.Deni mendesahkan napasnya berat, keluh kesah dari Devan serasa men
Bagai tersambar petir disiang bolong papa Akio begitu kaget luar biasa. Hampir saja pria paruh baya itu tumbang, kalau dia tidak cepat-cepat memegang dinding ruangan. Dan, Frans kembali mengatakan hal yang lebih mengejutkan, dan membuat perasaannya sebagai seorang ayah begitu hancur, kalau perpisahan Rania dan Devan, semua akibat ulah Darma Wijaya. Tanpa sadar, air mata telah meluncur bebas dari kedua pelupuk matanya. Bara telah membakar di dalam diri papa Akio. Semua ini begitu mengejutkan untuknya. Sarah putrinya--bertunangan kembali dengan mantan suami dari Rania, yang merupakan anak perempuannya juga. Papa Akio terkekeh tertahan, perasaannya saat ini tengah campur aduk. Bagaimana, semuanya bisa terjadi secara kebetulan seperti ini? Malam ini dia harus menyelesaikan semuanya, dan mengungkapkan kebenaran kalau Rania adalah putrinya juga-dan tidak serendah itu. "Terima kasih-Frans dengan infomasi yang kau berikan. Dan, kalau begitu kau boleh pergi sekarang," ujar papa Akio, nada
"Rania dan Dion, sama sekali tidak memiliki hubungan apa pun dan kamu bisa menanyakan kebenarannya pada Kakekmu!" jawab papa Akio, dan segera melangkah ke luar. Kekecewaannya pada Darma Wijaya, membuatnya enggan berlama-lama bersama pria itu. Semua yang berada di dalam masih teramat shyok dengan kebenaran yang baru saja mereka ketahui hari ini. Mama Winda, tak henti-hentinya meneteskan air mata itu--hatinya bagai dihujani ribuan jarum mendapati kenyataan yang begitu menyakitkan, kalau sang suami ternyata memiliki anak dengan mantan istrinya--Ani. Sementara Sarah, hanya membeo. Semua kenyataan yang dia ketahui hari ini--sungguh mengguncangkan dunia nya. Selama ini dia mengetahui hanya dia lah satu-satunya anak dari seorang Akio Haruto, dan ibu kandungnya merupakan satu-satunya wanita yang dinikahi. Namun, ternyata ada wanita lain--bagaimana mungkin, dia tidak mengetahui rahasia masa lalu orang tuanya? Dan, harus menerima kenyataan yang sulit untuk dia terima, kalau wanita yang sangat
Kenyataan yang dia ketahui hari ini sungguh membuatnya begitu hancur. Perasaan Devan saat ini tengah campur-aduk. Marah, kecewa, bercampur sedih--melebur menjadi satu di dalam diri pria itu. Devan melangkahkan kakinya cepat--wajah kaku, sorot mata pria itu laksana belati yang siap membunuh. Tengah di bakar oleh api amarah yang teramat sangat membuat Devan, mengabaikan sapaan orang-orang yang berpapasan dengannya. "Kenapa, dia? Dan, dia akan pergi ke mana? Bukankah, acaranya pertunangannya belum selesai?" ujar salah satu tamu undangan, yang bertanya pada dirinya sendiri. Beberapa menit kemudian. "Sarah, di mana Devan? Sedari tadi aku tidak melihatnya," tanya salah satu tamu undangan, yang tak lain adalah sahabat dari Desicner perhiasan itu Sarah tersenyum kikuk. Wajah wanita itu nampak pucat, juga gugup. Dia bingung harus berkata apa,"Devan sedang ke luar. Tiba-tiba saja ada urusan kantor. Dia akan kembali secepatnya!" jawab Sarah, pada akhir ucapannya wanita itu tersenyum palsu.
Apa yang dilakukan seorang Darma Wijaya sungguh mengejutkan Sarah dan juga Deni. Apa lagi Sarah, wanita itu menutup mulutnya rapat-rapat, sedikit shyok mendapati Devan yang ditampar oleh Kakeknya. Pipi nya terasa kebas, namun hal itu tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya. Kekecewaan yang teramat aangat pada kakek Darma, tamparan itu tak ada artinya sama sekali untuk Devan. Menyeringai rendah tersungging di sudut bibir Devan, menatap Kakek Darma yang menatapnya dengan tatapan membunuh. "Kau benar-benar keterlaluan, Devan! Kau sudah meninggalkan Sarah di acara pertunangan kalian, dan membuat dia menunggumu berjam-jam di sini. Kau, sama sekali tidak memikirkan perasaannya. Kau benar-benar egois, Devan! Kau benar-benar membuat kakek malu, dengan sikapmu pada Sarah hari ini!" umpat kakek Darma dengan nada penuh emosi, dadanya pun nampak kembang-kempis akibat emosinya yang teramat sangat pada cucunya itu. Devan tertawa sumbang-dadanya berdenyut nyeri, mendengar ucapan kakek Da
Di peternakan. Mama Aluna terduduk lemas--di atas ranjang kecilnya, setelah percakapannya dan Deni--putra angkatnya berakhir. Shyok, bagaimana mungkin--semua ini bisa terjadi secara kebetulan-anak kandungnya--yang dia titipkan beberapa tahun silam pada mantan bosnya ternyata adalah mantan istri dari Devan, cucu-pemilik peternakan tempatnya bekerja. Masih shyok--dengan kenyataan yang baru dia ketahui hari ini, ada kenyataan lain yang mampu menggoreskan hati nya sebagai seorang ibu, kalau anaknya saat ini sedang mengandung, dan Darma Wijaya menentang keras hubungan anaknya dan cucunya, dan yang membuatnya lebih sakit, lelaki tua itu adalah dalang dari perpisahan mereka. "Maafkan mama, Nak--Maafkan mama. Gara-gara mama, membuat hidupmu begitu menderita,"ujar mama Ani, dalam isak tangisnya. Mama Ani masih terus meluapkan rasa sakit hati itu dengan terus saja menangis, hingga suara tangis itu tiba-tiba meredah, dia berpikir ingin menemui Rania. Mama Ani kembali memutuskan untuk menghu
Devan seperti seseorang yang kehilangan arah hidup. Mengetahui kebenaran hari ini, sungguh mengguncangkan dunianya. Devan merasa teramat menyesal, bahkan sangat menyesal, sebab cepat mengambil sebuah keputusan--tanpa mencari tahu kebenarannya. Rania, pasti begitu hancur setelah mengetahui dia sudah bertunangan dengan Sarah, padahal semua ini dia lakukan karena terpaksa. Sudah pukul 2 dini hari Devan belum juga tidur, pria itu bahkan lupa kalau saat ini bukan hati seorang Rania saja yang dia hancurkan, namun Sarah juga. Devan dan Deni, telah berada di dalam mobil--kedua pria itu bersiap untuk meninggalkan area apartemen. Namun, walaupun telah berada di kursi kemudi, Devan masih setia dengan diamnya-tanpa berniat menyalahkan mesin mobil. Kedua tangan Devan memegang bundaran setir, pria itu menenggelamkan kepalanya di sana. Deni yang berada disebelahnya--hanya bisa memandang, tanpa melakukan apa pun. Melihat bagaimana keadaan Tuannya saat ini, hatinya tertusuk. Satu detik Dua detik