“Hana! Kak Sarah! Ini aku!” Rama mengetuk-ngetuk pintu kosanannya. Di dalam saja ada Sarah, perempuan lain. Ia tidak bisa asal masuk, meski ia memiliki kunci kamar tersebut. Setelah beberapa saat, Hana keluar dan menyambut Rama dengan pelukan kebahagiaannya. “Kak Sarah sudah tidur?” tanya Rama. “Mana mungkin aku tidur, aku harus kembali ke kosanku setelah kamu kembali,” sahut Sarah yang muncul dari belakang Hana. “Kak, terima kasih karena sudah menjaga Hana. Maaf karena Kakak jadi tidak bisa tidur sejak sore karena harus menungguku kembali,” ujar Rama. “Tenang saja, aku dan Hana baru selesai bersenang-senang. Masih ada banyak list drakor yang belum kita selesaikan, jadi kita akan sambung besok,” sahut Sarah dengan nada bersahabat. “Kalau begitu, aku kembali ke kosanku dulu, ya. Kalian istirahatlah! Besok jika kamu hendak pergi, ketuk saja kosanku agar aku kembali ke sini.” “Besok biar aku saja yang ke kos Kakak, gantian,” ujar Hana. Sarah tersenyum dan menunjukkan kedua ibu ja
“Huh! Penuh sekali pikiranku ini!” kesal Rama. Rama mengacak-acak rambutnya, merasa sangat pusing dengan banyaknya beban pikiran yang ada di kepalanya. Di satu sisi ia masih memikirkan tentang rasa sakit hatinya pada papahnya, tetapi di sisi lain ia pun memikirkan tentang ucapan yang Tasya katakan kepadanya tadi. “Sudah sangat lama sejak aku pergi dari rumah, apa benar sekarang Papah tidak baik-baik saja?” Sebagai seorang anak tentu Rama merasa khawatir kepada papahnya. Meski ia memiliki dendam tersendiri pada papahnya, tetapi ia tidak bisa memungkiri rasa sayangnya pada papahnya. “Sudahlah! Biarkan saja dia sendiri, dia juga masih memiliki istri mudanya itu!” kesal Rama. “Dulu saat Ibu sakit pun dia tidak peduli, jadi untuk apa aku peduli kepadanya.” Rama melihat jam dinding rumah tersebut. Sudah cukup lama ia di sana, kini sudah menjelang pagi. Selama di sana ia sama sekali tidak tidur, ia fokus menyusun strategi agar rencananya bisa berjalan dengan lancar. Meski selama ia
“Mawar mungkin sudah sakit sejak tadi! Jika kamu tidak pergi tadi malam, dia bisa lebih cepat ke rumah sakit! Jika terjadi sesuatu pada Mawar, maka kamu yang pantas disalahkan!” Wira menatap Rama dengan tatapan tajam melalui kaca depan mobil yang mereka kendarai saat ini.Rama memaksa Mawar untuk pergi ke rumah sakit, saat itu juga Wira dan Eva memaksa untuk ikut. Jelas mereka khawatir dengan keadaan Mawar saat itu.Rama turun seraya menggendong Mawar, sedangkan mereka yang mengerti tentang keadaan Mawar langsung merasa bersalah dan takut terjadi sesuatu pada Mawar.“Kenapa macat sekali! Padahal ini masih pagi!” kesal Eva.Saat itu Rama yang ada di belakang dan memangku Mawar langsung berinisiatif membuka jendelanya dan bertanya pada seorang bapak-bapak yang mengatur jalan saat itu.“Pak, ada apa ini? Kenapa semacat ini?” tanya Rama.“Sedang ada perbaikan di sepanjang jalan ini, Mas. Jadi hanya satu ruas jalan saja yang bisa digunakan. Ini menjadi sangat macat karena jalanan ini jalan
“Dio! Sayang jangan rewel ya, hari ini Mamah sedang sakit, jadi Dio sama Papah dulu.” Rama menggendong Dio yang baru saja bangun dari tidurnya.Ia menggendong-gendong Dio untuk menenangkannya sebelum ia mengajak Dio mandi di pagi hari itu.Hari ini, sepenuhnya ia harus merawat Dio. Selama Mawar sakit, maka Dio akan menjadi tanggung jawabnya secara penuh.“Apa hari ini kamu harus ikut dengan Papah ke kantor? Tapi Papah tidak bisa merawatmu seraya bekerja, Papah tidak akan bisa fokus nantinya. Papah tidak sehebat mamahmu yang bisa melakukan segala hal dalam satu waktu.” Rama menatap Dio dengan tatapan bingung.Ia tidak mungkin meninggalkan Dio sendiri di rumah itu, ia takut jika keluarga Mawar tidak mau membantunya dan malah menelantarkan Dio nantin
“Rama! Tunggu!” Reynald mengejar Rama yang beranjak keluar dari ruangan pertemuan itu.Rama menghentikan langkahnya dan berbalik menatap papahnya. “Masih ada yang ingin Anda bicarakan?”“Kita perlu bicara sebagai seorang anak dan ayah, bukan sebagai rekan kerja. Ikutlah dengan Papah ke ruangan atau ke kantin, kita bicara serius di sana,” ujar Reynald.“Maaf, saya tidak ada waktu untuk itu. Masih ada beberapa hal yang harus saya kerjakan, jadi lain waktu saja,” sahut Rama.Rama berbalik dan hendak melangkahkan kakinya, tetapi saat itu juga Reynald langsung menahan tangannya.“Apa yang kamu inginkan? Katakan saja, Papah akan melakukannya, tapi tolong kembalilah!” seru
“Kamu mau mengetahui hal itu sekarang? Memangnya kamu tidak kuliah hari ini?” tanya Mawar.“Aku tidak akan ke kampus, aku akan di sini menjagamu,” jawab Rama.“Hei! Aku baik-baik saja, kamu pergilah ke kampus, jangan mengotori absen hanya karena diriku. Aku bisa menjaga diriku sendiri di sini,” ucap Mawar.“Tidak, aku akan tetap di sini. Hair ini mata kuliahnya juga tidak begitu menyenangkan, jadi lebih baik aku di sini dan bersenang-senang denganmu,” sahut Rama.Mawar hanya menggeleng mendengar hal itu. Sepertinya sudah menjadi hal biasa seorang mahasiswa yang malas ke kampus karena tidak menyukai mata kuliahnya.“Sekarang ceritakanlah kepadaku tentang Fran.” Rama m
“Kamu sudah boleh pulang, jika nanti ada yang dirasakan lagi bisa langsung ke sini untuk pemeriksaan kembali,” ucap seorang dokter yang baru selesai melepaskan infus dari tangan Mawar.“Apa ada penyakit bawaan dalam dirinya, Dok?” tanya Rama.“Tidak ada, hanya demam biasa saja. Saya sarankan agar Bu Mawar tidak stres dan menjaga kesehatannya agar hal seperti tadi tidak terjadi lagi,” sahut dokter tersebut.Rama dan Mawar hanya mengangguk. Setelahnya dokter tersebut pun keluar dari ruangan tersebut.Mawar langsung turun dari kasurnya dan bersiap untuk pulang. Ia sudah tidak sabar untuk pulang dan bertemu dengan putranya.“Yuk kita pulang!” ajak Mawar.
“Jadi, besok kita bisa pergi jalan-jalan?” Mawar menghampiri Rama yang sedang termenung di balkon kamar mereka.Rama yang mendengar suara itu langsung menoleh dan mengangguk. “Kamu diamlah di dalam, angin malam ini cukup dingin, nanti kamu bisa sakit lagi.”“Aku akan masuk jika kamu ikut masuk dan istirahat juga,” sahut Mawar.“Aku ingin menenangkan diri dulu di sini, aku akan tidur jika aku mengantuk nanti,” ucap Rama.“Apa yang sedang kamu pikirkan saat ini? Mau berbagi cerita denganku?” Mawar menyodorkan segelas teh hangat untuk Rama.“Menurutmu, apa aku pertemukan saja Hana dengan papahku?” tanya Rama.“Kalau memang Hana ingin bertemu dengan papahmu, biarkan saja mereka bertemu. Biar bagaimanapun Hana adalah seorang anak, pasti ada rasa rindu di hatinya. Apalagi dia adalah seorang perempuan yang dominan selalu menggunakan hati dan perasaannya untuk menanggapi suatu keadaan,” jelas Mawar.“Tapi, Hana hanya mau bertemu dengan Papah jika aku ikut bersama dengannya. Aku harus bagaiman