Pernyataan Ben di saat dirinya diterpa masalah, tak membuat hidupnya mudah. Di sisi lain, Aliesha harus menjaga diri dan janin yang dikandungnya. “Ben, aku sudah berulang kali mengatakan kalau aku bukan gadis. Harus berapa kali lagi aku katakan padamu?” Lirih Aliesha yang masih terjaga meski waktu sudah sangat larut. Di malam yang semakin pekat, pembicaraan mereka terasa dari hati ke hati. “Aku tidak butuh status virgin atau tidak, Aliesha. Aku hanya butuh seorang wanita yang sempurna seperti dirimu.” Terangnya dengan ekspresi menyangatkan. “Bagiku sama saja kalau kamu virgin atau tidak. Yang jelas, kamu masuk di kriteria wanita idamanku. Memang aku tak seberuntung lelaki yang mendapatkan mahkotamu!” tambahnya lagi. Kenapa pernyataan yang tulus ini membuat Aliesha semakin bersedih? Dirinya juga merasakan hal yang sama. Secara usia, Ben memang lebih matang dari pada Noah. Usianya hanya terpaut setahun lebih muda darinya. Pemikiran Ben juga sangat dewasa. Dia kenal betul siapa Be
Tatapan Aliesha kosong. Tak nampak keceriaan seperti dulu. Noah yang berpakaian serba hitam, terlihat sedikit canggung saat harus berada sedekat ini dengan Aliesha. Tak disangkanya Aliesha menginginkan bertemu. Ini benar-benar membuatnya terkejut sekaligus senang. “Apa yang mau kamu sampaikan?” Noah memberanikan diri bertanya. Lama tak berjumpa membuatnya sedikit grogi saat memulai pembicaraan. Selama ini Aliesha hanya ia jumpai lewat mimpi-mimpinya. Tak ada lagi yang perlu dia tutup-tutupi karena Aliesha telah mengetahui semua kebenaran dan fakta tentang Noah. “Aku hamil.” Itu saja yang dia katakana seraya menggigit ujung-ujung kuku. Di luar dugaan, Noah tak menyangka dengan berita ini. Itu berarti Aliesha mengandung darah dagingnya sekarang. Ada rasa berbeda ketika dirinya tau sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Sebuah kebahagiaan hadir di jiwanya yang selama ini hampa dan serasa tanpa makna. “Hamil? Aku akan bertanggung jawab jika kamu mau.” Cepat dia ucapkan kalimat
Seperti sedang naik roller coaster. Itulah yang dirasakan oleh Aliesha saat ini.Pikirannya melayang-layang membayangkan bagaimana jika Noah tidak perlu tahu saja soal kehamilannya. Apa dia salah saat itu membagikan informasi yang seharusnya di-keep saja sendiri.Noah bukanlah sosok yang powerless seperti dulu saat menjadi suaminya. Bisa disuruh-suruh atau dikekang sesuai perintah ayah dan dirinya.Meski kalau dilihat lagi, setelah beberapa bulan tidak bersama, Noah tampak sedikit lebih kurus dan tidak terawat.Kamu masih cinta sama dia, Aliesha? Sebegitu perhatian sama sosok bule berondong! Hatinya bergumam. “Jangan melamun terus, nanti makananmu dihinggapi lalat!” Ben muncul dengan membawa sebuah kantong plastik berukuran besar saat masuk ke ruang makan.“Hai, aku tidak mendengarmu datang. Tumben weekend ke sini?” Aliesha menyambutnya dengan senyum.Sebuah pelukan hangat turut menyertai sambutannya.“Jika kehadiranku tidak diinginkan, mungkin sebaiknya aku pulang lagi dan membawa a
Dua mobil SUV sengaja disediakan untuk mengangkut perabot office sekaligus computer untuk bekerja. Satu mobil ditumpangi Aliesha dengan Ben, dan satu lagi anak-anak kantor.Perabot serta perangkat sengaja dibagi di dua kendaraan agar lebih memudahkan untuk dibawa.“Sebenarnya tidak perlu membawa meja kerja lipat ini, Aliesha…” Ben mengingatkan. “Meskipun tempatnya di tempat yang agak terpencil, di sana ada beberapa meja kerja yang bisa kalian pakai.”“Tidak masalah. Aku sudah cukup banyak merepotkanmu.” Gumam Aliesha sambil menata posisi duduknya.Ben melajukan mobil yang diikuti oleh anak buah Aliesha di belakang.“Aku ucapkan banyak terima kasih, Ben. Semenjak mengenalmu, aku sudah banyak berhutang budi pada kebaikanmu. Terlebih saat kamu membantuku menyelesaikan kasus dengan Eros.” Aliesha menghela nafas panjang.Pikirannya sempat terganggu saat Eros dan klien yang menuntut pengembali
“Enakan kerja di sini, Bu!” Anak buah Aliesha merasa lebih produktif bekerja di tempat berhawa sejuk serta dikelilingi oleh pemandangan hijau. Meski baru sehari, mereka merasa dampak positif. “Beneran?” Aliesha yang mengawasi pekerjaan anak buahnya, menyempatkan diri untuk membuat susu hangat di sela-sela kesibukannya. “Iya, Bu. Saya semalam sampe lembur gak berasa. Kerjaan yang biasanya dua sampai tiga hari kelar, sehari aja sudah finish. Saking semangatnya bekerja di sini!” imbuh Steven sambil menggambar desainnya. Aliesha hanya tertawa kecil. Dia juga merasa hal yang sama. Di sini, serasa berada di alam lain. “Bu, semalam Pak Ben tidur di mana?” celetuk anak buahnya tiba-tiba. Ditanya hal semacam ini, Aliesha tentu kebingungan menjawab. “Hmmm, semalam, dia tidur di atas!” Dengan ragu-ragu Aliesha menjawab. Meski tak dilanjutkan dengan pertanyaan yang lain, anak buahnya yang sudah dewasa tentu paham. Senyum kecil terkembang di wajah mereka. “Eh, tapi itu tidak seperti yang
“Bagaimana, Dok?” Noah terbangun dari duduknya. Diapun mendekati dokter yang baru saja mengobservasi Aliesha dari dalam ruangan. “Apakah Anda keluarga dari Aliesha Zhafira?” tanya asisten padanya. Noah mengangguk. Suasana masih sangat tegang. “Kalau boleh tahu, apa hubungan Anda dengan Aliesha? Anda adiknya?” Dokter itu angkat bicara. Noah terdiam sejenak. Lalu menjawab, “Suami, Dok.” Dokter yang akan melakukan tindakan itu tersenyum, “Maaf, saya kira adik laki-lakinya. Jadi begini, Pak. Kita harus memilih salah satu, Pak. Karena kondisi sangat membahayakan, jadi, saya menyarankan untuk memilih mana yang harus kita selamatkan!” “Selamatkan ibunya!” Tanpa pikir panjang, Noah akhirnya membuat keputusan. Dokter dan asisten perawatnya nampak kaget dengan apa yang disampaikan pria muda itu. “Apa Anda yakin?” Dokter menanyainya lagi. “Resikonya juga cukup tinggi karena pasien sudah berusia tiga puluh dua tahun. Dia sudah kepala tiga, Pak.” “Saya yakin, Dok. Dia adalah istri saya.
Tidak ada yang bisa Noah lakukan sekarang selain diam. Kakeknya adalah sosok diktator kejam yang tak akan menerima pembelaan. “Pikirkanlah sekarang, apa pantas kalian berkelahi memperebutkan wanita seperti dia, ha? Apa kelebihan yang dia miliki sampai-sampai kalian tidak ingat siapa diri kalian dan siapa wanita itu?” cerca sang kakek melihat kedua cucunya tertunduk malu. “Maaf, Kek.” Ben mendahului untuk berinisiatif meminta maaf. “Noah, apa kamu tidak merasa bersalah sedikitpun?” Kakeknya kali ini mengarahkan pandangan sepuhnya pada Noah, yang semua orang tahu dia adalah cucu kesayangannya. “Aku juga minta maaf.” Noah mulai berani mengangkat wajahnya dan kini menatap sang Kakek. Sesekali dia melirik ke Ben yang tampak masih menyesali perbuatannya. “Hahaha. Baguslah. Kalau kalian seperti ini, aku yakin umurku bisa mencapai seribu tahu lagi. Hahahaha.” Betapa bahagianya sang kakek karena cucunya masih bisa dia kendalikan hingga saat ini.
Kedua kakinya terasa kebas. Kepalanya pun merasakan sedikit pusing. Ada rasa hampa sekarang yang menyerang tubuhnya.Perut yang awalnya terasa berat dan penuh, kini seperti sunyi tanpa tendangan ataupun gerakan dari dalam yang sudah delapan bulan dia rasa.“Aliesha?” sebuah panggilan penuh mesra dia dengar.Ya, seseorang itu memanggilnya. Tangannya memegangi dan menguatkan.Matanya terbuka sedikit demi sedikit. “Ben?”“Iya. Ini aku.”Seingatnya, saat dia terjatuh dan mengaduh kesakitan, tangan yang menggendong dan membawanya bukanlah tangan ini.Hampir dia memanggil lelaki yang dia kira sekarang ada di sini. Ke mana dia pergi?Rasanya tak pantas bila sekarang Aliesha ingin mencari Noah. Entah mengapa dia begitu merindukannya. Dalam benaknya, mungkin anak-anak itu sudah tak bisa diselamatkan lagi.Ia tak berani bertanya karena takut kecewa.“Anak-anakmu selamat.” Ben
Beberapa tahun kemudian..."Aku sungguh bangga kepadamu!" Kakek menepuk pundak cucu kebanggaannya yang telah berhasil membuat perusahaannya menjadi semakin besar dan sukses hingga ke kancah internasional."Terima kasih, Kakek. Ini semua tak lepas dari bantuan Kakek serta Ricky juga." Ucap Noah sambil menepuk bahu sepupunya.Keduanya memang diberikan mandat untuk memegang perusahaan milik McLaren yang tak main-main asetnya kini."Sama-sama..." Ricky nampak tersenyum dan rupanya di sebelahnya sudah ada seorang wanita cantik bertubuh seksi yang menggamit lengannya."Apalagi sejak ada Cassandra, kamu semakin bersemangat bekerja, Ricky. Tidak sia-sia perjuanganku menjodohkanmu dengan dia..." Kakeknya tertawa."Kakek, terima kasih sudah memperkenalkan saya pada Ricky. Dia adalah lelaki terbaik dan sempurna yang pernah saya ketahui..." Cassandra mengucapkannya dengan tulus.Sedangkan Noah masiih nampak diam tak bereaksi saat orang di sekelilingnya menikmati perbicangan. Sudah hampir tiga tah
Masih dengan mulut yang terkunci rapat, Tuan Martin tak bisa merespon."Apa katamu?" Itu saja kalimat yang bisa dia katakan saat tahu Noah meminta maaf padanya.Dosanya terlalu banyak, dia harus memastikan Noah meminta maaf dalam hal apa dulu ini."Iya, saya minta maaf telah menuduh Om Martin sebagai penyebab Ben celaka dalam kematiannya itu. Saya mewakili keluarga meminta maaf yang sebesar-besarnya..." Kata Noah sambil menundukkan kepala.Tuan Martin mengamati pemuda itu. Tak ada unsur yang dibuat-buat apa lagi pura-pura. Dia terlihat sangat serius dan tidak main-main.Ini di luar ekspektasinya, jelas tak mungkin seorang searogan dan sesombong Noah mau merendahkan diri untuk meminta maaf."Aku sudah tak bisa percaya apapun yang keluar dari mulutmu, McLaren!" Bentak Tuan Martin.Anehnya, Noah tak bereaksi frontal meski Tuan Martin sudah memancing amarahnya dan bahkan menghina perilakunya saat meminta maaf begitu."Apa yang harus aku lakukan sehingga Om Martin mempercayaiku?" Noah namp
Noah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pihak kepolisian dengan seksama. Rasanya seperti tak percaya saja dengan apa yang mereka jelaskan.Betapa dia selama ini telah merasa bersalah karena meminjam mobil sepupunya itu sementara mobilnya dikenakan oleh Ben."Tidak ada hal yang mencurigakan selain memang proses perbaikan yang belum selesai." Kata polisi itu mengulangi penjelasannya."Lalu, apa sepupu saya tahu soal mobil yang belum selesai itu?" Noah masih penasaran. "Kata pihak bengkel mobil yang menjalankan pembenahan terhadap mobil itu, korban sudah diberi tahu soal pekerjaan yang belum selesai tapi tetap saja katanya ingin dipakai secepatnya dan dia tak bisa menunggu lebih lama lagi." Jawab polisi itu.Tuan Martin dan Noah saling berpandangan karena merasa saling tuduh satu sama lain. Mertua Ben itu masih mengira kalau Noah sengaja menjebak Ben dengan membiarkan mobil yang masih setengah selesai dikerjakan itu agar dikemudikan oleh menantunya.Padahal jelas-jelas hal itu memba
"Noah, apa yang terjadi?" Aliesha bertanya sambil merangkul sosok di depannya itu.Tangannya gemetar karena membayangkan hal yang tak diinginkan."Cepat jaga Nona Aliesha!" Noah mendengar suara beberapa orang yang berlarian di lantai dua namun dia belum berani membuka pintu."Nona Aliesha, ini kami. Jangan keluar dulu karena di luar masih berbahaya." Rupanya itu adalah pengawal ayahnya."Apa yang terjadi?" Noah bertanya dari balik pintu namun masih menjaga jarak agar tak langsung berada di depan pintu. Khawatir kalau-kalau terjadi hal yang tidak diinginkan."Orang yang dulu disuruh menembak mobilmu, Noah, dia membalas akan menembak Tuan Martin. Tapi beruntunglah tembakan itu meleset dan dia sudah ditembak di tempat oleh pengawal lain..." Jelasnya."Saat kami berdua naik ke atas tadi, dia memang akan melarikan diri ke sini, jadi kami berinisiatif untuk mengamankan Nona Aliesha..." Jawab yang lain."Baik, terima kasih. Kami baik-baik saja. Tolong jaga kami selagi... kami masih di dalam
"Kesalah pahaman bagaimana?" Noah mulai terlihat menegang. Dia tak yakin akan siap dengan apa yang akan dia dengar nanti."Saat itu seingatku memang Tuan Martin sudah mengincarmu..." Bi Lastri masih menunggu reaksi Noah.Jika dia rasa nanti Noah akan bereaksi hiper, maka Bi Lastri akan berhenti bercerita."Mengincar?" Noah bertanya namun terlihat kalau dia masih ingin mendengarkan cerita selanjutnya."Setidaknya itu yang bisa aku ceritakan padamu sekarang..." Bi Lastri masih belum mau menceritakan lebih lanjut.Sepertinya memang ada hal yang masih dia tutup-tutupi. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya."Kumohon ceritakan saja sekarang, Bi. Aku tidak yakin apakah setelah ini kita memiliki waktu atau tidak untuk bertemu." Noah sengaaj menakuti Bi Lastri agar dia memang membuka semua yang ia tahu saat ini juga."Apa maksudmu? Apa setelah ini kamu mau pergi dari sini?" Bi Lastri tentu terkejut."Iya..."Langit yang tadi gelap kini sudah berubah lebih mencekam karena badai yang dira
Noah berjalan keluar dari kamar Aliesha.Pikirannya masih kalut dan berkabut. Antara diri dan nafsunya saling bertarung. Tak seharusnya di saat-saat berkabung begini dia mencari-cari kesempatan untuk mendekati adik iparnya itu."Noah, kamu belum tidur rupanya..." Bi Lastri tampak kaget ketika keluar dari kamar Tuan Martin dan bertemu dengan Noah yang juga baru saja keluar dari kamar Aliesha."Aku? Aku tidak mungkin tidur jam segini. Lagipula Aliesha sudah tertidur jadi aku pikir lebih baik aku keluar dan... sebenarnya aku ingin bicara denganmu!" Kata Noah.Bi Lastri langsung meletakkan telunjuknya di antara dua bibirnya."Sebaiknya jangan di sini. Ayo, kita turun ke bawah saja!"Bi Lastri mengajaknya untuk segera mencari tempat yang lebih privat untuk bicara. Noah tentu saja menurut dan mengikutinya.Setelah mereka sampai di pavilion bawah, Bi Lastri memastikan tidak ada orang yang mengikuti mereka.Lalu dia membuka dan masuk ke dalamnya."Aku sebenarnya ingin mengatakan sesuatu!" Bi
Setelah mendengar permintaan Aliesha untuk membiarkan Noah menemaninya di rumahnya, tentu saja Tuan Martin semakin meradang.Matanya melotot dan menunjuk-nunjuk anak perempuannya itu."Apa maumu? Kamu sudah memasukkan kembali racun dan duri ke dalam rumahku!" Tuan Martin tidak terima.Baginya kalau boleh memilih, hanya Benedict saja yang ia anggap sebagai menantu. Meski dia juga sama-sama berasal dari keluarga musuh bebuyutannya."Aku tidak salah dalam meminta, Ayah. Aku ingin Noah tinggal bersamaku di sini." Aliesha menyeret kopernya dan dibawanya masuk ke dalam dengan susah payah."Noah, kenapa kamu diam saja? Ikuti aku!" Noah hampir tak percaya dengan apa yang baru saja dia saksikan. Baru beberapa detik yang lalu Aliesha seolah menjadi singa yang kepalaran dan hampir mati dengan tak punya tenaga melawan.Kini, tiba-tiba mantan istrinya itu sudah menjelma seperti singa wanita yang pemberani dan siap melawan apapun yang menghadangnya.Noah melihat sekilas wajah Ayah Aliesha yang mas
Aliesha mengaitkan kedua lengannya dan melipatnya di depan dada.Ada rasa berat saat dirinya meninggalkan rumah ini sekarang. Dulu, dia bersikeras ingin segera pergi dari sini dan meneruskan hidupnya di rumah yang berhasil ia bangun dengan mimpinya sambil membesarkan usaha yang dia rintis.Kini, entah sejak kapan rasa memiliki itu mulai muncul.Rasanya berat saat Ben sudah tak ada lagi. Apakah dia masih bisa menyebut sebuah bangunan itu sebagai sebuah rumah? Rasanya tidak saat Ben tak ada lagi di dalamnya.Dan tempat terakhir yang Aliesha rasakan sebagai rumah adalah rumah Kakek, yang dirinya akhrinya terusir juga untuk pergi.Memang tak ada yang abadi di dunia ini.Aliesha tahu itu."Apa kamu baik-baik saja?" Suara Noah yang lagi-lagi membuatnya kembali menjejakkan angannya ke bumi.Wanita berbaju hoodie yang ukurannya oversize itu hanya mengangguk dan sorot matanya kosong.Saat ini, Noah juga sama-sama hancur tapi satu hal yang dia pegang yaitu kalimat Ben yang menitipkan Aliesha se
"Aku tidak mau tahu, suruh perempuan itu pergi dari ini!" Suara kakek menggelegar sehari setelah Ben dimakamkan.Tangannya sampai gemetaran saat mengucapkan hal itu pada pengawal dan beberapa orang pembantunya."Tapi, Tuan..." Itu kalimat yang ingin disampaikan oleh pembantu, tapi tetap saja dia tak berani berkata apa-apa karena majikannya lah yang menggaji setiap bulan.Untuk sementara dia harus berdiam diri dan tidak menyanggah apapun yang diperintahkan oleh sang majikan."Cepat kemasi barang-barangnya dan aku tidak mau melihatnya keluyuran di sini lagi!" Kakek semakin membabi buta dan marah sejadi-jadinya."Ba-baik Tuan, kami akan membawanya pergi dari sini.""Jangan sampai ada satu barangnya yang tertinggal. Aku tidak mau di rumahku bau keringat dan jejaknya tersisa di sini. Cepat lakukan!" Kakek bertitah dan kemudian masuk kembali ke ruang kerjanya untuk menyendiri.Baginya kehilangan Ben seperti kehilangan nyawanya sendiri. Seumur hidupnya, cucu yang satu ini teramat menurut dan