Tanpa banyak pertimbangan lagi, Noah membalas Celine dengan serangan ganasnya.
Dia adalah lelaki yang sudah pernah menikah. Selama berpisah dari Aliesha, tak pernah sekalipun dia menyentuh lawan jenis.
Termasuk Celine.
Dia melumat bibir Celine layaknya singa yang berbulan-bulan berpuasa.
“Awww…” Celine mengerang dengan penuh kepura-puraan.
Sejatinya dia hanya ingin sebuah perhatian dan sensasi. Itu saja.
“Noah, pelan. Pelan…” Tak seperti Eros yang setiap kali menyentuhnya seperti seonggok pohon pisang, Noah lebih aktif dan menantang.
PLAK!
Noah seperti ditampar. Kenapa di saat seperti ini dia teringat wajah lugu Aliesha?
Haruskah dia berhenti sekarang?
“Celine, maafkan aku!” dia beranjak melepaskan tubuh Celine dari cengkeramannya. “Aku minta maaf. Aku tidak bisa!”
Nafasnya terengah-engah.
“Noah, ada apa?” Celine masih tidak terima. Bagaimana mungkin ada orang yang menolak godaannya?
“Aku harus turun ke bawah.” Aliesha bergegas memakai baju dalaman dan sebuah terusan midi dress di luarnya. “Biar aku bantu.” Ben menggunakan tangan kanannya untuk menarik resleting baju yang dikenakan Aliesha. “Thanks.” Keduanya turun secara bersamaan. Dengan penuh perhatian, Ben memegangi Aliesha yang menuruni tangganya. “Bagaimana Alex?” “Itulah, Bu Aliesha. Ada klien atas nama Anne yang tadinya order desain butik. Awalnya semua baik-baik saja. Kami sudah kirim semua gambar dokumennya dan pembayaran sudah dilakukan. Sekarang, dia complain kalau gambar layout tidak sesuai lalu desain ukurannya salah. Dia marah-marah minta ganti rugi.” Aliesha mengecek kembali pekerjaan anak buahnya. “Seingatku dia dulu harus selesai bulan ini karena mau soft launching butik barunya.” Dilihatnya lembaran demi lembaran print out pekerjaan sebagai back up data perusahaan. “Bukannya dulu kita langsung mengukur ke sana ya, Bu?” seru Alex. “Ini proyek pertama yang saya kerjakan di saat bekerja di
Pernyataan Ben di saat dirinya diterpa masalah, tak membuat hidupnya mudah. Di sisi lain, Aliesha harus menjaga diri dan janin yang dikandungnya. “Ben, aku sudah berulang kali mengatakan kalau aku bukan gadis. Harus berapa kali lagi aku katakan padamu?” Lirih Aliesha yang masih terjaga meski waktu sudah sangat larut. Di malam yang semakin pekat, pembicaraan mereka terasa dari hati ke hati. “Aku tidak butuh status virgin atau tidak, Aliesha. Aku hanya butuh seorang wanita yang sempurna seperti dirimu.” Terangnya dengan ekspresi menyangatkan. “Bagiku sama saja kalau kamu virgin atau tidak. Yang jelas, kamu masuk di kriteria wanita idamanku. Memang aku tak seberuntung lelaki yang mendapatkan mahkotamu!” tambahnya lagi. Kenapa pernyataan yang tulus ini membuat Aliesha semakin bersedih? Dirinya juga merasakan hal yang sama. Secara usia, Ben memang lebih matang dari pada Noah. Usianya hanya terpaut setahun lebih muda darinya. Pemikiran Ben juga sangat dewasa. Dia kenal betul siapa Be
Tatapan Aliesha kosong. Tak nampak keceriaan seperti dulu. Noah yang berpakaian serba hitam, terlihat sedikit canggung saat harus berada sedekat ini dengan Aliesha. Tak disangkanya Aliesha menginginkan bertemu. Ini benar-benar membuatnya terkejut sekaligus senang. “Apa yang mau kamu sampaikan?” Noah memberanikan diri bertanya. Lama tak berjumpa membuatnya sedikit grogi saat memulai pembicaraan. Selama ini Aliesha hanya ia jumpai lewat mimpi-mimpinya. Tak ada lagi yang perlu dia tutup-tutupi karena Aliesha telah mengetahui semua kebenaran dan fakta tentang Noah. “Aku hamil.” Itu saja yang dia katakana seraya menggigit ujung-ujung kuku. Di luar dugaan, Noah tak menyangka dengan berita ini. Itu berarti Aliesha mengandung darah dagingnya sekarang. Ada rasa berbeda ketika dirinya tau sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Sebuah kebahagiaan hadir di jiwanya yang selama ini hampa dan serasa tanpa makna. “Hamil? Aku akan bertanggung jawab jika kamu mau.” Cepat dia ucapkan kalimat
Seperti sedang naik roller coaster. Itulah yang dirasakan oleh Aliesha saat ini.Pikirannya melayang-layang membayangkan bagaimana jika Noah tidak perlu tahu saja soal kehamilannya. Apa dia salah saat itu membagikan informasi yang seharusnya di-keep saja sendiri.Noah bukanlah sosok yang powerless seperti dulu saat menjadi suaminya. Bisa disuruh-suruh atau dikekang sesuai perintah ayah dan dirinya.Meski kalau dilihat lagi, setelah beberapa bulan tidak bersama, Noah tampak sedikit lebih kurus dan tidak terawat.Kamu masih cinta sama dia, Aliesha? Sebegitu perhatian sama sosok bule berondong! Hatinya bergumam. “Jangan melamun terus, nanti makananmu dihinggapi lalat!” Ben muncul dengan membawa sebuah kantong plastik berukuran besar saat masuk ke ruang makan.“Hai, aku tidak mendengarmu datang. Tumben weekend ke sini?” Aliesha menyambutnya dengan senyum.Sebuah pelukan hangat turut menyertai sambutannya.“Jika kehadiranku tidak diinginkan, mungkin sebaiknya aku pulang lagi dan membawa a
Dua mobil SUV sengaja disediakan untuk mengangkut perabot office sekaligus computer untuk bekerja. Satu mobil ditumpangi Aliesha dengan Ben, dan satu lagi anak-anak kantor.Perabot serta perangkat sengaja dibagi di dua kendaraan agar lebih memudahkan untuk dibawa.“Sebenarnya tidak perlu membawa meja kerja lipat ini, Aliesha…” Ben mengingatkan. “Meskipun tempatnya di tempat yang agak terpencil, di sana ada beberapa meja kerja yang bisa kalian pakai.”“Tidak masalah. Aku sudah cukup banyak merepotkanmu.” Gumam Aliesha sambil menata posisi duduknya.Ben melajukan mobil yang diikuti oleh anak buah Aliesha di belakang.“Aku ucapkan banyak terima kasih, Ben. Semenjak mengenalmu, aku sudah banyak berhutang budi pada kebaikanmu. Terlebih saat kamu membantuku menyelesaikan kasus dengan Eros.” Aliesha menghela nafas panjang.Pikirannya sempat terganggu saat Eros dan klien yang menuntut pengembali
“Enakan kerja di sini, Bu!” Anak buah Aliesha merasa lebih produktif bekerja di tempat berhawa sejuk serta dikelilingi oleh pemandangan hijau. Meski baru sehari, mereka merasa dampak positif. “Beneran?” Aliesha yang mengawasi pekerjaan anak buahnya, menyempatkan diri untuk membuat susu hangat di sela-sela kesibukannya. “Iya, Bu. Saya semalam sampe lembur gak berasa. Kerjaan yang biasanya dua sampai tiga hari kelar, sehari aja sudah finish. Saking semangatnya bekerja di sini!” imbuh Steven sambil menggambar desainnya. Aliesha hanya tertawa kecil. Dia juga merasa hal yang sama. Di sini, serasa berada di alam lain. “Bu, semalam Pak Ben tidur di mana?” celetuk anak buahnya tiba-tiba. Ditanya hal semacam ini, Aliesha tentu kebingungan menjawab. “Hmmm, semalam, dia tidur di atas!” Dengan ragu-ragu Aliesha menjawab. Meski tak dilanjutkan dengan pertanyaan yang lain, anak buahnya yang sudah dewasa tentu paham. Senyum kecil terkembang di wajah mereka. “Eh, tapi itu tidak seperti yang
“Bagaimana, Dok?” Noah terbangun dari duduknya. Diapun mendekati dokter yang baru saja mengobservasi Aliesha dari dalam ruangan. “Apakah Anda keluarga dari Aliesha Zhafira?” tanya asisten padanya. Noah mengangguk. Suasana masih sangat tegang. “Kalau boleh tahu, apa hubungan Anda dengan Aliesha? Anda adiknya?” Dokter itu angkat bicara. Noah terdiam sejenak. Lalu menjawab, “Suami, Dok.” Dokter yang akan melakukan tindakan itu tersenyum, “Maaf, saya kira adik laki-lakinya. Jadi begini, Pak. Kita harus memilih salah satu, Pak. Karena kondisi sangat membahayakan, jadi, saya menyarankan untuk memilih mana yang harus kita selamatkan!” “Selamatkan ibunya!” Tanpa pikir panjang, Noah akhirnya membuat keputusan. Dokter dan asisten perawatnya nampak kaget dengan apa yang disampaikan pria muda itu. “Apa Anda yakin?” Dokter menanyainya lagi. “Resikonya juga cukup tinggi karena pasien sudah berusia tiga puluh dua tahun. Dia sudah kepala tiga, Pak.” “Saya yakin, Dok. Dia adalah istri saya.
Tidak ada yang bisa Noah lakukan sekarang selain diam. Kakeknya adalah sosok diktator kejam yang tak akan menerima pembelaan. “Pikirkanlah sekarang, apa pantas kalian berkelahi memperebutkan wanita seperti dia, ha? Apa kelebihan yang dia miliki sampai-sampai kalian tidak ingat siapa diri kalian dan siapa wanita itu?” cerca sang kakek melihat kedua cucunya tertunduk malu. “Maaf, Kek.” Ben mendahului untuk berinisiatif meminta maaf. “Noah, apa kamu tidak merasa bersalah sedikitpun?” Kakeknya kali ini mengarahkan pandangan sepuhnya pada Noah, yang semua orang tahu dia adalah cucu kesayangannya. “Aku juga minta maaf.” Noah mulai berani mengangkat wajahnya dan kini menatap sang Kakek. Sesekali dia melirik ke Ben yang tampak masih menyesali perbuatannya. “Hahaha. Baguslah. Kalau kalian seperti ini, aku yakin umurku bisa mencapai seribu tahu lagi. Hahahaha.” Betapa bahagianya sang kakek karena cucunya masih bisa dia kendalikan hingga saat ini.