Tidak ada yang bisa Noah lakukan sekarang selain diam. Kakeknya adalah sosok diktator kejam yang tak akan menerima pembelaan. “Pikirkanlah sekarang, apa pantas kalian berkelahi memperebutkan wanita seperti dia, ha? Apa kelebihan yang dia miliki sampai-sampai kalian tidak ingat siapa diri kalian dan siapa wanita itu?” cerca sang kakek melihat kedua cucunya tertunduk malu. “Maaf, Kek.” Ben mendahului untuk berinisiatif meminta maaf. “Noah, apa kamu tidak merasa bersalah sedikitpun?” Kakeknya kali ini mengarahkan pandangan sepuhnya pada Noah, yang semua orang tahu dia adalah cucu kesayangannya. “Aku juga minta maaf.” Noah mulai berani mengangkat wajahnya dan kini menatap sang Kakek. Sesekali dia melirik ke Ben yang tampak masih menyesali perbuatannya. “Hahaha. Baguslah. Kalau kalian seperti ini, aku yakin umurku bisa mencapai seribu tahu lagi. Hahahaha.” Betapa bahagianya sang kakek karena cucunya masih bisa dia kendalikan hingga saat ini.
Kedua kakinya terasa kebas. Kepalanya pun merasakan sedikit pusing. Ada rasa hampa sekarang yang menyerang tubuhnya.Perut yang awalnya terasa berat dan penuh, kini seperti sunyi tanpa tendangan ataupun gerakan dari dalam yang sudah delapan bulan dia rasa.“Aliesha?” sebuah panggilan penuh mesra dia dengar.Ya, seseorang itu memanggilnya. Tangannya memegangi dan menguatkan.Matanya terbuka sedikit demi sedikit. “Ben?”“Iya. Ini aku.”Seingatnya, saat dia terjatuh dan mengaduh kesakitan, tangan yang menggendong dan membawanya bukanlah tangan ini.Hampir dia memanggil lelaki yang dia kira sekarang ada di sini. Ke mana dia pergi?Rasanya tak pantas bila sekarang Aliesha ingin mencari Noah. Entah mengapa dia begitu merindukannya. Dalam benaknya, mungkin anak-anak itu sudah tak bisa diselamatkan lagi.Ia tak berani bertanya karena takut kecewa.“Anak-anakmu selamat.” Ben
Memikirkan soal nama, Aliesha terkenang pada perbincangannya dengan seseorang di masa itu.Keduanya sedang menikmati udara pagi setelah semalaman hujan. Tangan Noah masih membelai mesra dirinya yang baru saja menunaikan kewajiban sebagai seorang istri.Terbalut dalam satu selimut, ada rasa nyamana yang terasa di masanya. Dia tak lagi khawatir karena yakin kalau Noah akan memberinya waktu untuk jeda sejenak.“Aku ingin punya anak kembar, Aliesha.” Bisiknya sambil membiarkan kepala Aliesha berada di dadanya.Sementara lengan kirinya merangkul agar kepala itu stabil.“Jangan punya keinginan yang aneh-aneh. Apa kamu sanggup merawat dua bayi sekaligus?” sebuah cubitan kecil diberikan Aliesha pada lengan suaminya.Lelaki muda berparas wajah khas Eropa itu ingin tertawa saat mengatakan hal yang membuat Aliesha terkejut, “Usiamu sudah tidak muda lagi, Aliesha. Kalau kamu hamil kembar, itu artinya kamu hemat waktu. Tidak perlu hamil dua kali tapi langsung dapat dua anak.”Benar juga apa yang d
Aura seorang ibu jelas berbeda dengan wanita hamil. Di pikiran Noah, Aliesha sekarang telah bermetamorfosis sebagai wanita yang sempurna.Pancaran matanya tak segarang dulu, terutama saat masih menjadi CEO-nya dan dia berperan sebagai sopir. "Sebentar saja. Katakan apa maumu." Masih saja Aliesha bersikap kaku dan dingin."Aku hanya ingin hak asuh anak kita. Itu saja." bibir Noah tak bisa lama-lama lagi menahannya."Tidak mungkin. Aku sudah bersusah payah mengandung dan melahirkan mereka." Seperti dugaan Noah, kalimat itu yang akan dia utarakan di sini.Aliesha sejak dulu memang keras kepala. Dia sulit untuk diajak kompromi oleh siapapun. Sekali dia sudah meyakini sesuatu, itu akan dipegangnya terus."Tapi aku adalah penyumbang benih dari mereka. Saat ini kamu sudah tak punya banyak pilihan lagi. Akuilah kekalahanmu." Noah mulai menunjukkan taring. Dia sudah membuat kesepakatan kalau Aliesha tak bisa diajak kompromi, maka ia akan gunakan plan B untuk mendapatkan apa yang dia inginkan
Aliesha tahu siapa yang harus dia datangi. Baru berapa hari kalimat ancaman itu dia layangkan, kini sudah diserangnya ibu muda itu tanpa ampun.Langkah kakinya sudah tak bisa dihalangi lagi.Meski sekuriti dan beberapa orang yang ada di lobby telah mencegahnya, Aliesha tetap saja naik ke atas lift dan menemui orang yang dia cari.Tulisan ‘ PT Anderson Utama’ terpampang jelas di dinding luar lift saat dia mencari ruangan CEO.“Maaf, apa Anda sudah ada janji?”Lagi-lagi dia harus melewati serangkaian protokoler yang memakan banyak waktu.“Saya tidak perlu membuat janji dengan mantan suamiku.” Itu saja yang Aliesha katakan pada seorang asisten pribadi Noah.“Biarkan dia masuk.” Tak dinyana sosok lelaki buronan Aliesha baru sampai di depan pintu.“Tapi, Pak Noah. Dia ini tadi nyelonong masuk office dan memaksa sekuriti untuk membiarkannya ke sini. jadi saya pikir…” Asisten pribadi Bernama Monica it uterus menjelaskan apa yang terjadi.Telinga Noah tak bisa mencernanya karena baginya ini a
Mendapatkan serangan mendadak, nyaris membuat nafasnya putus. Ini di luar prediksinya.Dalam benaknya, saat membenci seseorang, seharusnya tubuhnya tak bereaksi sebergairah ini. Tubuh Aliesha sudah mengkhianati hatinya.“Noah…” Aliesha tak mampu bicara lagi.Semua memori kebencian itu mendadak sirna seketika. Ciuman yang dia rasakan masih sama seperti dulu. Noah selalu dominan dan demanding.Tak ada yang berubah dari jurus yang dia gunakan. Itu masih sama dan rupanya masih berefek membius untuk Aliesha.“Jika tidak ingat kamu habis melahirkan, mungkin aku sudah melalapmu di atas meja besar ini!” Kalimat nakal itu justru membuat Aliesha terbangun dari tidur panjangnya.Selama ini dia menggunakan cara-cara ‘dirty’ untuk memuaskan keinginannya sendiri.Aliesha memberikan akses lebih ke dirinya.“Aku tahu kamu juga menginginkan ini, my lady boss!” gerakan tangan Noah semakin fasih dibantu dengan lidahnya yang pandai bermain juga. “Kamu tahu Aliesha, berapa lama aku harus rela membayangkan
Tawa Aliesha seketika keluar saat mendengar Ben mengatakan istilah ‘menyusu’.“Memangnya kamu anakku, kok mau menyusu?” ucapnya sambil meninggalkan kamar tidur menuju ke tempat tidur si kembar.“Non, sebaiknya Non Aliesha pumping saja ASI-nya biar tidak terlalu rewel begini.” Lastri menyarankan agar majikannya mematuhi saran dokter.Mengingat dia adalah wanita karir yang juga sibuk di luar sekali-kali.“Tapi saya masih menikmati proses menyusui mereka langsung Bi. Gimana ya? Berat rasanya kalau cuman dikasih ASI dari botol. Itu juga saya penginnya bisa ada bonding sama mereka!”Aliesha memang sedikit keras kepala sejak dulu. Meski beberapa hari ini akhirnya dia kerepotan sendiri dan nyaris tak bisa ke mana-mana.Setiap saat harus stand by untuk meng-ASI mereka.“Bibi tahu Non. Tapi anaknya Non Aliesha ini cowok semua. Anak cowok itu jatah ASI lebih banyak dari pada anak cewek, Non.
Ingin rasanya berteriak sekuat-kuatnya untuk melepaskan beban di pikirannya saat ini. Tapi, itu tak akan menjadi solusi. Ben sejak pagi tak bisa dihubungi. Nomornya selalu dialihkan. Ada apa ini? Kenapa saat genting justru dia tak bisa dicari? Aliesha bingung sendiri di kantor. Anak buahnya masih harus menyelesaikan target bulanan atau mereka tak akan gajian. Persediaan uang untuk biaya operasional semakin menipis. Proyek-proyek besarnya harus mandeg dan tak mungkin dia mengajukan pinjaman ke bank. Sementara keluarganya sudah masuk daftar buku hitam. “Aliesha…” Ayahnya yang sejak hari ini sudah mulai bisa berjalan menyapanya. Tumben ayahnya mengunjunginya di kantor depan rumah. “Ayah? Baru selesai olahraga sama berjemur?” Dia menyambut ayahnya dan mencarikan segera tempat duduk. Kata dokter memang ayahnya belum boleh terlalu lelah berjalan. “Iya. Aku sudah kuat jalan sampai ujung perumahan.” Katanya bangga. “Si kembar tadi juga berjemur sama aku.” Kini Ayahnya sudah mulai l