“Kaelus?!” Annelies memekik panik.Manik hazelnya berubah selebar cakram melihat lelaki gondrong itu ambruk di dekat roda taksi.‘Hah … dia tertembak?’ batinnya yang lantas mendekat.Tanpa diduga Kaelus malah mengacungkan pistol pada Harvey, yang memegang sisa air keras dalam botol.Ya, awalnya Harvey berniat merusak wajah Annelies dengan air keras, jika wanita itu menolak pergi bersamanya. Dengan begitu, tidak akan ada lelaki yang menerima Annelies selain Harvey. Tapi, dia langsung menggunakan air keras itu, saat Kaelus menodongkan pistol padanya. Harvey sengaja menyiram wajah Kaelus hingga tembakannya meleset. Beruntungnya, wajah Kaelus masih aman sebab dia segera menghalangi air itu dengan lengannya. Kaelus yang hilang fokus, langsung ditendang Harvey sekuat tenaga hingga tersungkur ke aspal.“Brengsek! Siapa kau sebenarnya?” decak Harvey memicing tajam. “Aku sangat sibuk, tapi beraninya kau ikut cam—”“Argh!”Belum usai kata-kata Harvey, tiba-tiba Kaelus menembak kaki kirinya. Dia
“Di mana dia sekarang?!” Logan bertanya tajam.“Kami membawanya ke markas, Tuan,” sahut Casper.Logan meletakkan cerutunya ke asbak dan lantas berdiri. Casper segera meraih jas hitam dari sofa, lalu membantu Logan memakainya.“Saya meminta mereka menahannya sampai Anda datang,” katanya.“Baiklah, kita ke markas dulu,” tukas Logan dengan ekspresi dinginnya.“Baik, Tuan!” Casper menyambar tegas.Mereka melangkah keluar mansion dan langsung menuju markas antek-antek Logan.Begitu tiba di sana, seorang lelaki bertubuh gempal langsung membuka gerbang. Bahkan beberapa antek yang berjaga di pelataran pun membungkuk hormat.“Selamat datang, Master!” tukas sang antek menyambut.Tanpa basa-basi, dia langsung memandu Logan dan Casper menuju ruangan di sisi barat. Rupanya saat pintu dibuka, ada antek lain di dalamnya. Semua pasang mata memicing karena antek bertato kalajengking itu diam-diam memberi minum, pada orang yang ditahan di sana.“Sedang apa kau sialan?!” Casper mendecak geram.“Ma-maste
“Aku jadi penasaran, kenapa Big Boss malah melepaskan wanita geng Ceko itu?” tukas bawahan Dan Theo sambil memasang earpiece di telinganya. Rekannya yang bermanik hitam pun menyambar, “dari mana kau tahu? Bukankah dia sandera yang penting?”“Entahlah. Sepertinya terjadi sesuatu. Tadi malam aku lihat Big Boss datang ke markas memakai baju pasien rumah sakit. Mungkin lengannya tertembak karena berbalut perban,” sahut anak buah Dan Theo tadi.Mendengar pembiacaraan itu, rasa curiga Annelies kian membengkak. ‘Hah! Dan Theo memakai baju pasien dan lengannya juga tertembak. Tidak salah lagi, mereka pasti membicarakan … ah!’ Annelies segera menjeda ucapannya dalam batin, saat tak sengaja menginjak ranting di dekat tempatnya sembunyi.Seketika itu, perhatian para lelaki tadi terusik. “Kau dengar sesuatu?” Rekannya menatap waspada seraya menerka, “penyusup?!”Tatapannya terarah pada dinding di depan mereka. Alis lelaki itu mendapuk, dengan sigapnya dia merogoh pistol dan berjalan mengendap
“Big Boss!” Salah satu bawahan Dan Theo bersiaga dengan senjata apinya.Rekannya yang lain juga mengacungkan pistol pada Annelies seraya bertanya, “apa wanita ini penyusup?!”Mereka tak pernah melihat seorang pun memukul Dan Theo, tapi Annelies berani menamparnya. Jelas sekali mereka berpikir wanita itu berbahaya.Kaelus yang berada di dekat antek Logan langsung menahan dua bawahan tersebut.“Turunkan senjata kalian!” tukasnya.“Tapi wanita itu—”“Aku bilang turunkan!” Kaelus segera menyambar.Irisnya bergulir pada antek Logan yang hampir sekarat, seraya melanjutkan. “Kalian bawa kembali si brengsek ini ke ruang tahanan.”Tanpa banyak tanya lagi, kedua bawahan Dan Theo langsung menyeret lelaki rambut ikal tersebut. Mereka menariknya paksa meski kaki antek itu sangat lemas. Begitu tiba di ruang tahanan yang gelap itu, mereka langsung mendorongnya hingga tersungkur ke lantai.“Kau lihat wanita tadi? Sepertinya dia tidak asing.” Salah satu dari mereka berbisik. “Rasanya aku pernah meliha
“Apa kau tidak salah?! Harvey … meninggal?!” Grace bertanya dengan ekspresi tegang. Dia langsung menutup mulutnya, takut bila Samantha mendengar berita ini dan kehilangan kendali. Grace pun menjauh beberapa langkah dari kamar sang putri dan lantas bertanya, “kau yakin? Tidak mungkin anak itu meninggal!”“Kami menemukan mobil Tuan Harvey di jurang sekitar jalan lama Linberg, Nyonya. Sepertinya Tuan Harvey mabuk dan menabrak pembatas jalan. Mobilnya meledak dan hancur di dasar jurang,” sahut Bodyguard tadi menjelaskan. “Dugaan besar, Tu-tuan Harvey … tidak selamat, Nyonya.”Mendapati berita itu, seluruh tubuh Grace merinding, bahkan sensasi empedu seperti naik ke mulut dan membuatnya mual. ‘Hah … Harvey benar-benar sudah mati? Walau dia bukan calon suami ideal untuk Samantha, tapi kasihan juga mendengarnya kecelakaan,’ batin Grace tertegun.Wanita itu menatap sang Bodyguard, lalu menyidik, “apa … mereka sudah menemukan mayatnya?”“Mayatnya tidak ditemukan, Nyonya. Kemungkinan tubuh
“Tidak, Kakak datang tepat waktu!” tukas Annelies menatap getir. Alexei tersenyum. Dia meraih pegangan koper besar Annelies seraya berkata, “berikan, biar aku yang bawa.”Ya, wanita itu sengaja memanggil Alexei, berjaga-jaga jika Dan Theo menahannya, maka dia akan meminta bantuan kakak sepupunya.“Kakak naik taksi ‘kan?” tanya Annelies.“Ya, seperti yang kau minta,” sahut Alexei disertai anggukan.“Baguslah, ayo pergi. Mobilku ada di bawah.” Wanita itu berjalan lebih dulu menuju lift. Alexei menyusul, tangannya merengkuh bahu Annelies saat mereka menunggu pintu lift terbuka.Namun, tiba-tiba saja Dan Theo mencekal tangan Alexei dari belakang, hingga lelaki itu tercengang.“Singkirkan, tangan kotormu dari istriku!” decak Dan Theo melirik jari Alexei di pundak wanitanya. Annelies dan Alexei berpaling dengan tatapan bingung.“Siapa yang—”“Aku bilang singkirkan!” Dan Theo langsung menarik tangan Alexei sebelum lelaki itu menuntaskan ucapnya.Dia bahkan memutar tangan Alexei sampai mem
“Brengsek! Bukankah kau kecelakaan dan mati?!” Dave bertanya bingung saat melihat Harvey di kamarnya.Bukannya menjelaskan, lawan bincangnya justru melirik wanita seksi yang ditindih Dave.“Pergi, tugasmu sudah selesai!” katanya.Mendengar itu, Dave langsung memicing pada sang wanita.“Kau? Hah … sialan!” umpatnya menahan kesal saat wanita itu menyeringai sinis.Ya, Harvey memang sengaja memancing Dave dengan wanita itu. Dan sesuai rencananya, Dave terjebak hingga Harvey berhasil mendapat foto panasnya.Begitu si wanita tadi pergi, Dave buru-buru merapikan kerahnya.“Beraninya kau mengusikku. Apa yang kau inginkan, sialan?!” Dave menodong tanya sembari mengerutkan keningnya.Dia mengamati balutan luka tembak di betis Harvey, lalu melanjutkan. “Kenapa kau pura-pura mati? Kau tau betapa frustasinya Samantha mendengar kabar kecelakaanmu?!”Bukannya langsung menjawab, Harvey justru menyeringai sinis.“Paman ada waktu memikirkan anak manja itu? Harusnya Paman cemaskan nasib diri sendiri!”
‘Aku … mencintai Annelies?! Itu konyol. Aku hanya tidak ingin milikku pergi. Aku tidak mau milikku disentuh orang lain!’ batin Dan Theo menatap tajam.Dia bangkit, lalu meraih jas hitam yang tersampir di kursi dan memakainya.“Kau mau ke mana?” Kaelus bertanya penasaran.Alih-alih menjawab, Dan Theo malah berlalu dengan sorot bengisnya. Dan itu memicu rasa cemas membengkak di dada Kaelus.“Hei, Dan Theo?!” Kaelus memekik, tapi lawan bincangnya tak menggubris dan malah keluar pintu.“Ada apa dengannya? Dia tidak pernah seperti ini!” sambung Kaelus ikut bangkit. “Aish, aku harus mengejarnya sebelum dia menghancurkan sesuatu!”Lelaki itu buru-buru mengejar Dan Theo yang turun ke basement. Dia bergegas masuk ke mobil sebelum Dan Theo melesat pergi.“Hah … untungnya aku berhasil,” tutur Kaelus yang kini duduk di kursi sebelah pengemudi.Bukannya menanggapi, Dan Theo malah menginjak gas dan melesat pergi. Kaelus sempat tersentak, tapi dia kini hanya mengamati wajah dingin Dan Theo yang beru
“Maaf, Nona Cloe. Saya harus mengangkat telepon dulu,” tutur Annelies yang lantas beranjak keluar kamar.Cloe yang mengamati punggung wanita itu menjauh, seketika merasa was-was. Dia melihat sendiri banyak orang yang berniat mencelakai Annelies, termasuk keluarganya sendiri. Sungguh tidak berbeda dengan dirinya. Jadi Cloe seakan tahu betapa sesaknya hidup Annelies.‘Aku harap Direktur selalu baik-baik saja,’ batin Cloe dalam hati.Sementara di luar, Annelies sempat ragu menerima telepon itu. Akan tetapi dirinya tetap mengangkatnya dengan waspada.“Kau menelepon untuk memastikan aku mati atau tidak?!” tukas Annelies sebelum lawan bincangnya angkat suara.Dari seberang terdengar geraman seorang lelaki yang menahan amukan.“Apa yang kau bicarakan? Di dunia ini, mana ada seorang Ayah yang mengharapkan kematian putrinya?” sahut Logan pelan, tapi setiap katanya seperti mencekik Annelies.Ya, orang menghubungi wanita itu memanglah Logan Langford.“Sejak kapan kau menganggapku putrimu?” samba
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit
***“Daddy, ini saya.” Lewis berkata setelah mengetuk pintu ruang kerja Logan malam itu.Dari dalam terdengar suara sang ayah yang mengijinkannya masuk. Dan itu membuat Lewis tak ragu membuka pintu.Ternyata di sana ada Casper yang berdiri di sebelah Logan. Mengingat pertarungan yang dia lakukan bersama asisten ayahnya melawan geng Ceko, membuat Lewis jadi lebih santai terhadapnya. Namun, melihat Logan lebih mempercayai Casper dibanding dirinya, sungguh mengganggu pikiran Lewis.“Daddy, saya ingin bicara empat mata,” tukas Lewis melirik Casper sekilas.Casper yang sadar akan keadaan itu pun berkata, “Tuan, kalau begitu saya pamit dulu.”Dirinya menunduk hormat pada Logan dan hendak pergi.Namun, belum sampai beranjak, Logan malah berujar tegas. “Tetap di sini!”“Dan kau, cepat bicara. Karena aku masih ada urusan dengan asistenku!” sambung Logan saat beralih menatap Lewis.Sang putra melirik Casper sinis. Meski tak nyaman, dia tak bisa menentang keinginan Logan atau berakhir diabaikan.