“Tidak, Kakak datang tepat waktu!” tukas Annelies menatap getir. Alexei tersenyum. Dia meraih pegangan koper besar Annelies seraya berkata, “berikan, biar aku yang bawa.”Ya, wanita itu sengaja memanggil Alexei, berjaga-jaga jika Dan Theo menahannya, maka dia akan meminta bantuan kakak sepupunya.“Kakak naik taksi ‘kan?” tanya Annelies.“Ya, seperti yang kau minta,” sahut Alexei disertai anggukan.“Baguslah, ayo pergi. Mobilku ada di bawah.” Wanita itu berjalan lebih dulu menuju lift. Alexei menyusul, tangannya merengkuh bahu Annelies saat mereka menunggu pintu lift terbuka.Namun, tiba-tiba saja Dan Theo mencekal tangan Alexei dari belakang, hingga lelaki itu tercengang.“Singkirkan, tangan kotormu dari istriku!” decak Dan Theo melirik jari Alexei di pundak wanitanya. Annelies dan Alexei berpaling dengan tatapan bingung.“Siapa yang—”“Aku bilang singkirkan!” Dan Theo langsung menarik tangan Alexei sebelum lelaki itu menuntaskan ucapnya.Dia bahkan memutar tangan Alexei sampai mem
“Brengsek! Bukankah kau kecelakaan dan mati?!” Dave bertanya bingung saat melihat Harvey di kamarnya.Bukannya menjelaskan, lawan bincangnya justru melirik wanita seksi yang ditindih Dave.“Pergi, tugasmu sudah selesai!” katanya.Mendengar itu, Dave langsung memicing pada sang wanita.“Kau? Hah … sialan!” umpatnya menahan kesal saat wanita itu menyeringai sinis.Ya, Harvey memang sengaja memancing Dave dengan wanita itu. Dan sesuai rencananya, Dave terjebak hingga Harvey berhasil mendapat foto panasnya.Begitu si wanita tadi pergi, Dave buru-buru merapikan kerahnya.“Beraninya kau mengusikku. Apa yang kau inginkan, sialan?!” Dave menodong tanya sembari mengerutkan keningnya.Dia mengamati balutan luka tembak di betis Harvey, lalu melanjutkan. “Kenapa kau pura-pura mati? Kau tau betapa frustasinya Samantha mendengar kabar kecelakaanmu?!”Bukannya langsung menjawab, Harvey justru menyeringai sinis.“Paman ada waktu memikirkan anak manja itu? Harusnya Paman cemaskan nasib diri sendiri!”
‘Aku … mencintai Annelies?! Itu konyol. Aku hanya tidak ingin milikku pergi. Aku tidak mau milikku disentuh orang lain!’ batin Dan Theo menatap tajam.Dia bangkit, lalu meraih jas hitam yang tersampir di kursi dan memakainya.“Kau mau ke mana?” Kaelus bertanya penasaran.Alih-alih menjawab, Dan Theo malah berlalu dengan sorot bengisnya. Dan itu memicu rasa cemas membengkak di dada Kaelus.“Hei, Dan Theo?!” Kaelus memekik, tapi lawan bincangnya tak menggubris dan malah keluar pintu.“Ada apa dengannya? Dia tidak pernah seperti ini!” sambung Kaelus ikut bangkit. “Aish, aku harus mengejarnya sebelum dia menghancurkan sesuatu!”Lelaki itu buru-buru mengejar Dan Theo yang turun ke basement. Dia bergegas masuk ke mobil sebelum Dan Theo melesat pergi.“Hah … untungnya aku berhasil,” tutur Kaelus yang kini duduk di kursi sebelah pengemudi.Bukannya menanggapi, Dan Theo malah menginjak gas dan melesat pergi. Kaelus sempat tersentak, tapi dia kini hanya mengamati wajah dingin Dan Theo yang beru
*** “Di mana Annelies?” tanya Harvey saat membuka mobil Dave. Dave yang duduk di kursi kemudi, hanya memiringkan kepala. Memberi isyarat bahwa sang adik kelimpungan di kursi belakang. Wanita itu terus mengeluh kepanasan padahal AC di mobil menyala. “Obat apa yang kau pakai? Dia hanya minum sedikit tapi sudah seperti ini,” tukas Dave heran. “Itu bagus ‘kan?” sahut Harvey menyeringai sinis. “Pergilah, tugas Paman sudah selesai. Aku dan Annelies akan sibuk malam ini.” Dirinya membuka pintu belakang mobil, lalu merengkuh Annelies yang sudah setengah sadar. Matanya menatap penuh hasrat, setelah selama ini membayangkan memeluk Annelies dalam fantasinya. ‘Annelies, akhirnya kita bisa bersama juga,’ batin Harvey. Dia membopong wanita itu ala bridal style. Tapi saat hendak berbalik pergi, tiba-tiba Dave menahannya. “Hei, sebenarnya apa yang mau kau lakukan pada Annelies?” tukas Dave penasaran. “Kenapa Paman ingin tahu? Sebaiknya pergi dan jangan merusak suasana hatiku. Aku sedang senan
“Kenapa reaksimu seperti itu? Kau pura-pura terkejut padahal sudah tau ‘kan?! Dasar bajingan kotor!” Dave semakin memprovokasi. Ucapannya seketika memicu otot di pelipis Dan Theo menonjol tegang. Tanpa aba-aba, Dan Theo bangkit dan langsung mencekal leher Dave. Kaelus yang sejak tadi memicing di sebelah Dan Theo, kini melebarkan maniknya. ‘Hah, sial! Dia sudah bosan hidup? Jika terus membual, Dan Theo bisa menghancurkan tempat ini!’ batin Kaelus was-was. Dia hendak menenangkan Dan Theo saat orang-orang memusatkan perhatian pada mereka. Namun, belum sampai menyentuh bahunya, Dan Theo malah mendorong Dave hingga ambruk ke meja pengunjung di belakangnya. “Aish!” Kaelus mendesis seraya mengusap kasar dagunya. Dia tak bisa menghentikan Dan Theo yang didominasi amarah. Apalagi sekarang dia sangat sensitive mengenai Annelies. Jika Dave terus menyinggungnya, bisa-bisa dia akan habis! “Lepaskan aku, sialan!” decak Dave tajam. Alih-alih menurut, Dan Theo justru mencengkeramnya
WARNING: chapter ini mengandung adegan dewasa!“Di mana bajingan itu menyembunyikan Annelies?!” Dan Theo mendecak tajam saat melihat kamar itu kosong.Dia masuk dan memindai sekitar, bahkan memeriksa kamar mandi. Tapi, sialnya sang istri tidak ditemukan juga. Manik elangnya melirik ke pintu. Ini benar ruangan 40A seperti yang dikatakan resepsionis tadi. ‘Bajingan itu pasti sengaja memesan kamar lain!’ batin Dan Theo mengusap kasar dagunya.Dia melangkah keluar, mengamati lorong hotel yang sepi. Tidak mungkin dirinya menggeledah semua kamar karena itu membuang waktu. Tanpa Dan Theo tahu, di kamar ujung, tepatnya pintu dengan peringatan ruangan dalam perbaikan, Harvey yang telanjang dada sedang memegang camera recorder dengan seringai sinis. Dia merekam Annelies dan kegirangan mengamati lekuk tubuhnya dari lensa kamera.Harvey membasahi bibir dengan ludahnya saat melihat perut ramping wanita itu. Blouse Annelies yang sudah tersingkap, membuat busungan payudaranya kian menggoda, sunggu
WARNING: Chapter ini mengandung adegan dewasa! “Annelies, kau tidak sadar dengan ucapanmu sekarang,” tukas Dan Theo menatap tegang. Dirinya tak tega melihat sang istri, tapi juga tidak ingin menjadi bajingan yang mengambil kesempatan sebab hubungan mereka masih renggang. ‘Sial, apa yang harus aku lakukan?!’ batin pria itu bimbang. Namun, mendadak Annelies menarik tangannya hingga Dan Theo lebih membungkuk. Wajah mereka nyaris bertumbukan dan saat itulah Annelies memanggut bibir Dan Theo. Pria itu tersentak, tetapi dia bisa merasakan sang istri yang putus asa dari tangannya yang gemetar. ‘Kau yakin menginginkan ini?’ geming Dan Theo dalam senyap. Dia tak membalas ciuman, sengaja memberi kesempatan pada Annelies jika ingin berhenti. Namun, wanita itu malah kian berani melumat bibirnya dengan manja. Bahkan sebelah tangan Annelies membelai dada Dan Theo, hingga menggugah hasratnya sebagai pria! ‘Ha! Peluangmu untuk mundur sudah berakhir, istriku!’ Dan Theo memutuskan dalam hati. T
“Mengapa aku harus membatalkannya? Jika ini tujuanmu untuk mempermainkanku, lebih baik menyerahlah!” dengus Annelies menyatukan alisnya. Meski kata-katanya tajam, tapi Dan Theo bisa melihat getaran di mata sang istri. Apalagi Annelies berkata tanpa menatapnya, itu memberi Dan Theo harapan. “Kau tidak benar-benar menginginkan perceraian ini, Annelies.” Dan Theo menyahut dingin. “Kenapa kau seyakin itu? Kontrak pernikahan kita sudah tidak ada artinya. Dan aku sudah tidak membutuhkanmu, Dan Theo!” sambar Annelies amat tegas. Wanita itu memegang erat selimut menutupi dadanya, lalu berniat bangun. Namun, tiba-tiba saja Dan Theo menekan bahu Annelies, memaksanya kembali ambruk. Bahkan pria itu langsung bangun dan mengungkung Annelies dari atas. Manik elangnya menatap tajam. Poninya yang terbiasa ditata rapi, kini turun menutupi dahi hingga memberi Annelies kesan berbeda. “A-apa yang kau lakukan?!” Wanita itu mendecak sengit. Dia memicing waspada sambil mencengkeram selimutnya amat kua
‘Aish, sial! Kau bahkan mengacungkan senjata padaku juga, P7? Apa sejak awal kau memang mengkhianati kami?!’ geming Kaelus dengan sorot manik elangnya.Ya, tampangnya seakan menyerupai singa pemarah. Padahal dirinya sudah mempercayai P7, tapi nyatanya lelaki itu malah membuat dirinya masuk perangkap.Kaelus tak tahu saja bahwa sesungguhnya P7 telah diancam oleh Eugen dan para bawahannya. Dia terpaksa membeberkan rencana kedatangan Kaelus agar adik perempuannya tetap aman.Sambil menodongkan pistol, P7 kini berujar tegas, “jatuhkan senjata Anda dan berlututlah!”Meski tampangnya tampa berang, tapi dalam hati P7 amat menyesal, ‘maafkan saya, Tuan Kaelus. Saya pantas mendapat hukuman!’Namun, Kaelus yang tak paham situasinya, justru menyeringai sinis.“Kau! Bersiaplah mati di tanganku!” cecarnya amat geram.Tanpa ada niatan tunduk, Kaelus dengan sigap merogoh pistol dari selipan pinggangnya, lalu melesatkan peluru ke sisi kanan. Satu tembakan itu tepat mengenai dada kanan seorang bawahan
***Di vila Idea, Annelies kini meraih jaket hitam dari kopernya. Dia juga mengikat rambut panjangnya ala kuncir kuda.“Kau sudah siap?” Suara Kaelus terdengar dari luar.Annelies pun berpaling. Wanita itu kembali menutup koper tadi, lalu mangkir dari kamarnya.“Kita berangkat sekarang!” tukas Annelies dengan tekad membara di matanya.“Tempat tujuan malam ini bisa menjadi neraka untuk kita. Jadi pastikan kau siap menghadapi situasi apapun, karena Ayah Dan Theo bukan manusia yang murah hati!” Kaelus coba memberi peringatan.Annelies memang tak tahu seberapa kejam Anthony. Akan tetapi, dirinya sudah memikirkan cara jika terjadi hal di luar rencana mereka.“Jangan cemas. Aku pastikan tidak akan merepotkanmu,” sahut Annelies disertai seringai miring.Benar saja, Kaelus yang sudah membuat kesepakatan dengan P7, kini menuju mansion Caligo dengan mobilnya. Annelies yang duduk di samping kursi pengemudi, coba menghafal jalan karena dia sama sekali tidak mengenal lingkungan ini.“Apa masih jau
“Aish, sial!” Kaelus mengumpat geram.Dia mengernyit sambil mengusap tengkuknya yang menatap badan kursi cukup keras. “Siapa bajingan yang tidak becus mengemudi?!” cecarnya menoleh ke belakang. Namun, tatapan Kaelus berubah waspada, saat melihat beberapa lelaki berjas hitam yang keluar dari mobil itu. Terlebih logo bentuk sayap elang di bagian kirinya. Ya, mereka antak-antek Howard!‘Brengsek! Bagaimana bisa mereka ada di sini? Apa sejak tadi mereka mengawasi kami?!’ batin Kaelus bertanya-tanya. Dia lekas menoleh pada Annelies yang tampak terkejut. Sangat berbahaya jika mereka menjumpai Annelies di sini.Dengan sorot tegas, Kaelus pun berujar, “jangan tunjukan wajahmu dan tetap diam!”Belum sampai Annelies menimpali, seorang bodyguard Howard sudah lebih dulu mengetuk kaca taksi mereka. Manik hazel Annelies refleks melirik ke luar, tapi Kaelus dengan cepat menghalangi pandangannya. Bahkan tanpa menjelaskan apapun, Kaelus langsung menurunkan kaca jendelanya. “Apa kalian mabuk?!” Ka
Di sana Cloe mendekati Annelies saat baru turun dari mobil.“Direktur, tolong berhati-hati. Anda sedang hamil, sebenarnya saya sangat khawatir karena Anda pergi jauh,” tuturnya disertai tatapan cemas.Annelies tersenyum dan lantas menanggapi. “Terima kasih, Nona Cloe. Saya akan baik-baik saja. Lagi pula saya pergi dengan Kaelus. Anda percaya padanya, bukan?”Cloe pun melirik sang pria yang berada di sebelahnya. Tangannya perlahan direngkuh Kaelus erat-erat, seakan tak ingin meninggalkannya.“Jagalah Direktur,” katanya singkat.“Cih!” sahut sang pria mendesis. “Kau lebih mencemaskan Annelies dari pada aku?”Cloe menahan senyum malu-malu, memicu Kaelus semakin ingin menggodanya. Namun, karena mereka sudah kehabisan waktu, maka Velos pun mendesaknya pergi.“Kalian harus masuk sekarang. Jangan sampai ketinggalan pesawat, karena Ketua pasti tidak akan membiarkan penerbangan selanjutnya!” tukas lelaki berlesung pipi itu.Kaelus pun mengangguk. Dia beranjak masuk diikuti Annelies di sebelahn
“Kenapa mereka datang? Kakak tidak memberitahu rencana kita pada Annelies atau pun Cloe ‘kan?” tukas Velos saat melihat dua wanita itu di depan mobilnya. Kaelus yang duduk di kursi samping kemudi pun berdehem. “Padahal aku sudah memberitahunya untuk merasiakan ini dari Annelies!” gumamnya membuang tatapan ke jendela. Velos yang mendengarnya pun memutar bola matanya dengan malas. Tak tahu kenapa, sejak mengenal Cloe dan kembali jatuh cinta, kakaknya itu jadi ceroboh. ‘Aish, cinta memang membuat orang jadi gila!’ batin Velos prihatin. “Yah … setidaknya Cloe kan harus tahu kalau aku pergi ke Sociolla untuk sementara waktu!” tukas Kaelus seakan membela diri.Velos berpaling dengan wajah terkejut. Dia hampir berpikir kalau Kaelus bisa membaca pikirannya. “Kakak memang tidak paham dunia wanita. Tidak ada rahasia di antara mereka, apalagi Annelies dan Cloe sangat dekat. Sudah pasti Cloe memberitahu Annelies!” Velos pun mencibir sebal. “Sekarang apa yang harus kita lakukan? Annelies pas
‘Tidak!’ Annelies membelalak saat orang di belakang tiba-tiba merengkuh bahunya.Annelies seketika berpaling. Tatapannya yang semula tegang, kini mengerjap ketika menyadari seorang perawat yang menyentuhnya.“Maaf, apa saya mengejutkan Anda?” tukas Perawat tersebut.Annelies hanya menggeleng disertai senyum tipis.Belum sampai dirinya menimpali dengan kata-kata, Perawat tadi bertanya lagi. “Ini masih tengah malam, harusnya Anda beristirahat. Kenapa Anda keluar? Anda butuh sesuatu?”“Apa Anda melihat wanita yang menemani saya seharian ini, Suster? Saya lihat dia tadi keluar ruang rawat,” sahut Annelies membahas Cloe.Sang Suster mengernyit, lalu berujar, “ah, Nona itu pergi ke sebelah kiri koridor, Nona. Sepertinya dia keluar menerima telepon agar tidak mengganggu tidur Anda. Sebaiknya Anda kembali ke ruang rawat. Jika bertemu dengannya, saya akan menyampaikan bahwa Anda mencarinya.”“Terima kasih, Suster,” balas Annelies yang kini beranjak ke ruang rawat lagi.Ya, dia memang masuk kem
“Kau tidak dengar? Bukankah permintaanku tidak sulit, Theodore?!” Jesslyn semakin menekan dengan sorot tajamnya.Dan Theo yang berada di seberangnya hanya menatap dingin. Baginya, lebih baik jantungnya tercabik-cabik ribuan peluru dari pada mengkhianati Annelies. Terlebih dirinya tahu, Jesslyn-lah yang merencanakan semua ini, termasuk pengeboman pabrik Raica Ruby untuk mendesak pernikahan.“Kenapa? Kau tidak bisa?!” tukas Jesslyn mengandung ancaman.Wanita itu beralih menatap Anthony, lalu melanjutkan katanya. “Paman, apa-apaan ini? Bukankah Paman bilang Theodore sudah menyesal? Aku hanya meminta kepastian darinya, tapi dia malah mempermalukanku!”Anthony pun melirik sang putra, tapi Dan Theo hanya mematung di kursinya seakan tak mendengar ucapan semua orang. Apalagi Anthony tahu bahwa Bastian tak akan diam melihat putrinya direndahkan. Itu membuatnya harus segera mengambil tindakan.“Bukankah kalimat seperti itu biasanya diucapkan secara privat agar lebih mesra? Kau tahu, Theodore ti
‘Brengsek! Ternyata sejak tadi dia mengawasiku?!’ Velos memaki geram dalam hati. Irisnya melirik waspada seiring J4 yang menarik pelatuk atas senjata apinya. Jelas sekali dia bukan sekedar mengancam. Namun, bukannya mengangkat tangan dengan patuh, Velos justru berbalik dengan gesit dan langsung merengkuh tangan J4 yang mengacungkan pistol padanya. “Aish!” J4 mendesis sengit, lalu melayangkan tendangan cukup keras. Beruntung gerakan itu bisa terbaca oleh Velos, hingga dia segera melepas cekalan dari tangan J4, lalu mendorong kursi ke arahnya. Tendangan J4 pun menghantam kursi tersebut. Saat itulah, Velos mengambil kesempatan dengan menghajar wajah lelaki itu penuh berang. “Ugh!” J4 terhuyung, tapi Velos tak akan memberinya peluang. Dirinya justru menggertakkkan gigi dengan geram, lalu memukul wajah J4 lebih kencang. “Rasakan itu, J4!” Velos mendengus tajam melihat lawannya menghantam dinding. J4 yang kini merosot ke lantai, segera mengusap gelenyar darah dari sudut mulut
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala