*** “Di mana Annelies?” tanya Harvey saat membuka mobil Dave. Dave yang duduk di kursi kemudi, hanya memiringkan kepala. Memberi isyarat bahwa sang adik kelimpungan di kursi belakang. Wanita itu terus mengeluh kepanasan padahal AC di mobil menyala. “Obat apa yang kau pakai? Dia hanya minum sedikit tapi sudah seperti ini,” tukas Dave heran. “Itu bagus ‘kan?” sahut Harvey menyeringai sinis. “Pergilah, tugas Paman sudah selesai. Aku dan Annelies akan sibuk malam ini.” Dirinya membuka pintu belakang mobil, lalu merengkuh Annelies yang sudah setengah sadar. Matanya menatap penuh hasrat, setelah selama ini membayangkan memeluk Annelies dalam fantasinya. ‘Annelies, akhirnya kita bisa bersama juga,’ batin Harvey. Dia membopong wanita itu ala bridal style. Tapi saat hendak berbalik pergi, tiba-tiba Dave menahannya. “Hei, sebenarnya apa yang mau kau lakukan pada Annelies?” tukas Dave penasaran. “Kenapa Paman ingin tahu? Sebaiknya pergi dan jangan merusak suasana hatiku. Aku sedang senan
“Kenapa reaksimu seperti itu? Kau pura-pura terkejut padahal sudah tau ‘kan?! Dasar bajingan kotor!” Dave semakin memprovokasi. Ucapannya seketika memicu otot di pelipis Dan Theo menonjol tegang. Tanpa aba-aba, Dan Theo bangkit dan langsung mencekal leher Dave. Kaelus yang sejak tadi memicing di sebelah Dan Theo, kini melebarkan maniknya. ‘Hah, sial! Dia sudah bosan hidup? Jika terus membual, Dan Theo bisa menghancurkan tempat ini!’ batin Kaelus was-was. Dia hendak menenangkan Dan Theo saat orang-orang memusatkan perhatian pada mereka. Namun, belum sampai menyentuh bahunya, Dan Theo malah mendorong Dave hingga ambruk ke meja pengunjung di belakangnya. “Aish!” Kaelus mendesis seraya mengusap kasar dagunya. Dia tak bisa menghentikan Dan Theo yang didominasi amarah. Apalagi sekarang dia sangat sensitive mengenai Annelies. Jika Dave terus menyinggungnya, bisa-bisa dia akan habis! “Lepaskan aku, sialan!” decak Dave tajam. Alih-alih menurut, Dan Theo justru mencengkeramnya
WARNING: chapter ini mengandung adegan dewasa!“Di mana bajingan itu menyembunyikan Annelies?!” Dan Theo mendecak tajam saat melihat kamar itu kosong.Dia masuk dan memindai sekitar, bahkan memeriksa kamar mandi. Tapi, sialnya sang istri tidak ditemukan juga. Manik elangnya melirik ke pintu. Ini benar ruangan 40A seperti yang dikatakan resepsionis tadi. ‘Bajingan itu pasti sengaja memesan kamar lain!’ batin Dan Theo mengusap kasar dagunya.Dia melangkah keluar, mengamati lorong hotel yang sepi. Tidak mungkin dirinya menggeledah semua kamar karena itu membuang waktu. Tanpa Dan Theo tahu, di kamar ujung, tepatnya pintu dengan peringatan ruangan dalam perbaikan, Harvey yang telanjang dada sedang memegang camera recorder dengan seringai sinis. Dia merekam Annelies dan kegirangan mengamati lekuk tubuhnya dari lensa kamera.Harvey membasahi bibir dengan ludahnya saat melihat perut ramping wanita itu. Blouse Annelies yang sudah tersingkap, membuat busungan payudaranya kian menggoda, sunggu
WARNING: Chapter ini mengandung adegan dewasa! “Annelies, kau tidak sadar dengan ucapanmu sekarang,” tukas Dan Theo menatap tegang. Dirinya tak tega melihat sang istri, tapi juga tidak ingin menjadi bajingan yang mengambil kesempatan sebab hubungan mereka masih renggang. ‘Sial, apa yang harus aku lakukan?!’ batin pria itu bimbang. Namun, mendadak Annelies menarik tangannya hingga Dan Theo lebih membungkuk. Wajah mereka nyaris bertumbukan dan saat itulah Annelies memanggut bibir Dan Theo. Pria itu tersentak, tetapi dia bisa merasakan sang istri yang putus asa dari tangannya yang gemetar. ‘Kau yakin menginginkan ini?’ geming Dan Theo dalam senyap. Dia tak membalas ciuman, sengaja memberi kesempatan pada Annelies jika ingin berhenti. Namun, wanita itu malah kian berani melumat bibirnya dengan manja. Bahkan sebelah tangan Annelies membelai dada Dan Theo, hingga menggugah hasratnya sebagai pria! ‘Ha! Peluangmu untuk mundur sudah berakhir, istriku!’ Dan Theo memutuskan dalam hati. T
“Mengapa aku harus membatalkannya? Jika ini tujuanmu untuk mempermainkanku, lebih baik menyerahlah!” dengus Annelies menyatukan alisnya. Meski kata-katanya tajam, tapi Dan Theo bisa melihat getaran di mata sang istri. Apalagi Annelies berkata tanpa menatapnya, itu memberi Dan Theo harapan. “Kau tidak benar-benar menginginkan perceraian ini, Annelies.” Dan Theo menyahut dingin. “Kenapa kau seyakin itu? Kontrak pernikahan kita sudah tidak ada artinya. Dan aku sudah tidak membutuhkanmu, Dan Theo!” sambar Annelies amat tegas. Wanita itu memegang erat selimut menutupi dadanya, lalu berniat bangun. Namun, tiba-tiba saja Dan Theo menekan bahu Annelies, memaksanya kembali ambruk. Bahkan pria itu langsung bangun dan mengungkung Annelies dari atas. Manik elangnya menatap tajam. Poninya yang terbiasa ditata rapi, kini turun menutupi dahi hingga memberi Annelies kesan berbeda. “A-apa yang kau lakukan?!” Wanita itu mendecak sengit. Dia memicing waspada sambil mencengkeram selimutnya amat kua
“Beraninya kau mengabaikan teleponku. Kau sengaja menghindar?” Logan mendengus sengit.Tangannya yang memegang stick golf dan mengusap ujung pegangannya, seketika memicu kaki Dave kehilangan daya.“Ampuni aku, Kak Logan!” Dave langsung ambruk.Dia berlutut di hadapan Logan yang menatapnya amat garang. Tangannya mencengkeram lutut dengan gemetar. Bahkan rasa sakit disekujur tubuh tak lagi terasa karena dia amat ketakutan. “Ha! Kenapa kau tiba-tiba berlutut?!” decak Logan dingin.Sial, mulut Dave sangat berat. Dia hanya bungkam sambil sesekali melirik Grace.Sang wanita menggeleng, tapi Dave tidak tau apa artinya itu. Entah kode untuk diam, atau Grace ingin lepas tangan. ‘Aish, brengsek! Bagaimana Kak Logan bisa tau? Apa ini ulah Harvey?!’ batin Dave dengan leher tegang. “Dave, selama ini aku menahan diri tidak menghajarmu karena kau adikku. Tapi jika kau menyentuh milikku, bukankah aku berhak memotong tanganmu?!” Suara Logan terdengar berang hingga memicu nyali Dave menciut.Manik D
“Minggir. Aku tidak punya waktu sekarang!” Logan mendecak berang.Wajah dingin Lewis terpaku pada Grace yang meringis kesakitan. Logan tau itu, tapi bukannya peduli, dirinya justru semakin mencengkeram rambut istrinya lebih kuat.“Argh!” Grace memekik saat merasakan beberapa helai rambutnya tercabut.“Daddy—”“Apa kau ingin menggantikan jalang ini?!” Logan menyambar sebelum ucapan Lewis tuntas.Sang putra mematung. Dia sudah ratusan kali merasakan siksaan Logan yang menyakitkan. Jika menantang ayahnya, artinya dia cari mati.Logan pun kembali menyeret Grace ke atas. Dia menyenggol bahu Lewis hingga putranya menyingkir dari jalan. Namun, melihat Grace yang meronta dengan wajah tersiksa, membuat Lewis langsung mengepalkan tangannya.“Daddy, saya akan memberitahu siapa sebenarnya suami Bibi Annelies!” tukas Lewis tegas.Kalimat itu sontak membuat Logan terhenti. Dia yang selama ini menggali informasi tentang Dan Theo, tentunya akan kegirangan jika menemukan faktanya.Dia berpaling ke bel
“Berikan.” Dan Theo meraih kamera yang semula dipungut Annelies.Alisnya menyatu mengamati kamera CCTV mungil itu. Lampu merah terus berkedip seolah itu mata yang berpandangan dengannya.“Si brengsek itu memantaumu!” tukasnya dengan gigi terkatup.“Apa maksudmu? Kak Alexei bukan orang seperti itu, Dan Theo!” sahut Annelies tak percaya.Ya, sejak kecil kakak sepupunya tak pernah menunjukan cela. Bahkan lelaki itu memperlakukan Annelies layaknya tuan putri yang selalu dia lindungi. Dan Annelies menganggap semua itu kasih sayang kakak pada adiknya. Tidak lebih!Dan Theo tak menjawab. Dia membuang tatapan tajamnya dan mulai menyisir nakas dekat almari di sisi kanan. Pria itu menyeringai saat menemukan kamera serupa di balik kap lampu tidur.Dia menunjukannya pada Annelies seraya mendecak, “ini posisi yang te