WARNING: chapter ini mengandung konten sensitive!Logan menampik kasar kotak di mejanya, hingga potongan tangan berlumuran darah terjatuh ke lantai. ‘Aish, sial!’ batin Casper mengumpat.Dia tercengang dengan tatapan tegang, melihat tanda semacam mata angin di bagian pergelangan tangan tersebut. Itu logo organisasinya. Jadi jelas sekali kalau tangan itu milik antek Logan!“Siapa? Siapa bajingan itu, argh?!” Logan memaki berang seraya mengayunkan stick golf-nya pada guci di dekatnya.Pecahan guci menghambur ke lantai, bahkan nyaris mengenai kaki Casper. Logan memegang erat stick golfnya sambil menatap sang asisten. “Jadi ini hasil kerja kalian?!”“Transaksi gagal, anak-anak hilang, bahkan Annelies bebas dari penjara! Dan sekarang apa? Teror konyol macam apa ini, hah?!” Logan melanjutkan sembari mengetukkan stick itu ke lantai.Casper bergidik. Dia tahu apapun yang keluar dari mulutnya, Logan pasti tetap murka. Dan belum sampai buka suara, Logan malah mengangkat stick golf-nya untuk
“Mustahil! Bagaimana bisa Annelies … dia ternyata putriku?!” Pupil mata Logan berubah selebar cakram begitu membaca dokumen tersebut.Grace yang mendengarnya pun sontak membelalak. “A-apa? Apa yang kau bicarakan?!”“Tidak mungkin! Tidak mungkin Annelies putriku!” tukas Logan menampik fakta.Namun, di sana tertulis jelas, bahwa dirinya adalah ayah biologis Annelies dengan hasil tes DNA 99,9%. Mau dilihat berapa kali pun, angka dan pernyataan itu tidak berubah!Memang konyol, ini tak bisa dicerna otak Logan yang sejak dulu tahu bahwa Annelies adalah adik tirinya, dari hasil perselingkuhan Feanton dengan pelacur. Karena itulah Logan membencinya. Tapi apa maksud dokumen tersebut?“Ini pasti palsu!” Logan mengelak dengan ekspresi beku.Grace yang penasaran, perlahan mendekat dan menilik dokumen hasil tes DNA tersebut. Betapa terkejutnya wanita itu saat melihatnya sendiri.‘A-apa ini? Apa mungkin Logan punya wanita lain sebelum menikah denganku?!’ batin Grace mendongak.Dia menatap Logan ya
“A-aku akan kembali lagi nanti!” Annelies berbalik.Dia berniat keluar, bahkan sudah menarik pintu. Namun, tiba-tiba Dan Theo mendorong pintu dari belakang hingga membuatnya tertutup lagi. Pria itu mendekati telinga Annelies dan lantas berbisik, “kau mau kabur, istriku?”Sial, Annelies jadi sulit menelan saliva saat napas hangat Dan Theo menyapu lehernya. “Sepertinya aku datang terlalu cepat, aku tidak tahu kau baru selesai mandi. Pa-pakai dulu bajumu, aku akan menunggu di luar,” tutur Annelies terbata.Dia memutar kenop pintu, tapi tangan besar Dan Theo malah merengkuhnya seraya berkata, “tetaplah di sini. Lagi pula aku tidak perlu memakai baju.”Annelies tersentak. Dia malu sendiri melihat Dan Theo yang telanjang dada! Ya, suaminya itu hanya mengenakan handuk putih untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Walau mereka sudah menikah, tapi hubungan ini didasari kontrak dan bayaran ‘kan?Belum sampai Annelies menjawab, Dan Theo kembali berujar, “aku butuh bantuanmu. Jadi jangan pergi,
“Tidak, a-aku hanya melihatnya saat transaksi di benua Woll tahun lalu,” tutur wanita geng Ceko itu.Urat di leher Kaelus menegang. Jika itu transaksi, berarti memang benar. Bahkan waktu dan tempat yang disebutkan juga tepat.“Bagaimana bisa kau bertemu dengannya? Apa organisasi kalian menangkap orang ini?!” Kaelus bertanya dengan rahang mengeras.“Aku tidak tahu. Saat itu anggota kami sudah menahannya. Aku tidak tahu kenapa pria ini bisa masuk ke kapal kami,” sahut wanita tadi mengalihkan pandang.Melihat eksresinya yang berubah panik, Kaelus pun jadi curiga.‘Velos bukan orang sembarangan. Dia penembak jitu yang sulit tertangkap, meski musuhnya ada puluhan orang!’ batin Kaelus mengernyit. ‘Aku yakin ada sesuatu yang sembunyikan wanita ini!’Dia merapatkan pistol ke pelipis sanderanya, hingga wanita itu kembali tegang.“Hei, a-apa lagi yang kau lakukan? Bukankah aku sudah menjawab semuanya?!” Wanita tersebut protes.“Katakan, apa yang kalian lakukan padanya?!” Mata Kaelus bergetar s
“Benar, Tuan Lovis terkena demensia beberapa tahun lalu dan kehilangan ingatannya. Beliau tidak bisa mengingat kenangan atau orang-orang yang beliau kenal. Tapi ada kalanya beliau ingat peristiwa atau orang tertentu,” tutur petugas panti jompo Laviere.Bukan mustahil jika mantan kepala pelayan mansion Langford itu terkena demensia. Usianya juga sudah tua saat melayani keluarga Langford. Namun, bagi Logan, kalimat terakhir petugas panti jompo itu seperti angin di tengah sesaknya ruangan.“Ijinkan saya bertemu dengannya. Siapa tahu dia mengingat saya!” tukas Logan bertekad.Ya, meski kemungkinannya kecil, Logan harus bertemu mantan kepala pelayan atau dia akan frustasi karena dokumen tes DNA itu.Setelah menimang-nimang, akhirnya petugas panti jompo itu membalas, “baiklah, Anda bisa menemuinya, Tuan. Tapi tolong jangan memaksanya jika beliau tidak mengingat Anda.”Petugas tadi lantas membawa Logan ke lantai empat gedung tersebut.Dia mengetuk salah satu kamar di sana, seraya berkata, “T
‘Dan Theo?!’ batin Annelies menatap tegang.Ya, Dan Theo yang melihat Logan menjambak rambut sang istri, sontak menggertakkan gigi.“Lepas, atau aku akan mematahkan tangan busukmu!” decaknya penuh ancaman.Seringai berbahaya seketika merayapi bibir Logan. Baru kali ini dia menatap wajah murka Dan Theo, sungguh menarik.“Kau mengancamku? Apa kau tidak takut mati?!” Logan menyambar tanpa takut.Ya, dia sudah menghadapi banyak bajingan. Tapi Dan Theo terasa lebih seru karena dia bisa menekannya melalui Annelies.“Jalang ini, aku ingin sekali membunuhnya!” tukas Logan seiring jambakannya yang kian kuat.Annelies mendongak kesakitan, tapi dia tak sudi memohon. Namun, itu semakin memicu amukan Dan Theo.Pria tersebut masuk ke mobil, tangannya bergerak cepat memukul leher Logan. Karena itu, Logan hilang fokus, cengkermannya dari rambut Annelies melonggar. Saat itulah, Dan Theo menangkis tangannya sampai Logan melepaskan Annelies.“Keluarlah!” tukas Dan Theo melirik sang istri.Annelies menur
***“Aku penasaran, hadiah apa yang kau tinggalkan?” tutur Annelies begitu tiba di penthouse.Ya, tanpa disangka dirinya berhasil menembak target di titik sempurna. Wanita itu menagih hadiah yang dijanjikan, tapi Dan Theo bilang hadiahnya sudah dia letakkan di kamarnya.“Kau akan tahu setelah melihatnya, istriku,” sahut Dan Theo yang berjalan sambil memeluk pinggangnya.“Cih!” Annelies pun mendesis.Namun, Dan Theo tiba-tiba menahan sebelum Annelies masuk ke kamarnya.“Apa kau sibuk besok malam?” tanya sang pria.Annelies mengernyit, lalu menjawab, “mungkin tidak.”“Kalau begitu, kita bertemu Kaelus besok malam.”“Baiklah, aku akan memesan tempat di Hotel & Resto PeterSoul. Besok akhir pekan, siapa tahu kita bisa bertemu Felix Einberg lagi.” Annelies berbinar saat menyebut nama tersebut dan itu mengubah raut wajah suaminya jadi muram.Dan Theo seketika melipat kedua tangannya ke depan dada. Dia melangkah mendekati Annelies dengan tatapan dingin.“A-ada apa? Heuh, kenapa kau terus ….”
“Anda salah, kami bukan pas—”“Anda memiliki mata yang bagus.” Dan Theo memotong ucapan Kaelus seraya beralih menatap Pelayan tadi.Pelayan itu tersenyum, lalu membalas, “kebetulan sekali. Kami memiliki rekomendasi menu untuk pasangan kencan ganda.”Annelies yang sebelumnya tidak pernah berkencan dan hanya sibuk kerja, jadi penasaran tentang itu. Dia ingin tahu, seperti apa pasangan muda menghabiskan waktu bersama. Apalagi kencan ganda. “Sepertinya menarik. Apa kalian tidak masalah jika kita memesannya?” Annelies bergantian menatap orang-orang di mejanya.Cloe tentunya mengikuti keinginan Annelies, tapi Kaelus hanya menampilkan ekspresi dingin. “Bagaimana, Kaelus?” Annelies malah sengaja bertanya pada pria gondrong itu.Kaelus mengedutkan alisnya, lalu mendecak sinis. “Terserah saja!”“Baiklah, tolong berikan kami menu pasangan kencan ganda,” tutur Annelies tersenyum pada Pelayan.“Baik, Nyonya. Kami akan segera membawakannya,” sahut Pelayan tadi pamit.Kaelus yang sejak tadi muram,
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit
***“Daddy, ini saya.” Lewis berkata setelah mengetuk pintu ruang kerja Logan malam itu.Dari dalam terdengar suara sang ayah yang mengijinkannya masuk. Dan itu membuat Lewis tak ragu membuka pintu.Ternyata di sana ada Casper yang berdiri di sebelah Logan. Mengingat pertarungan yang dia lakukan bersama asisten ayahnya melawan geng Ceko, membuat Lewis jadi lebih santai terhadapnya. Namun, melihat Logan lebih mempercayai Casper dibanding dirinya, sungguh mengganggu pikiran Lewis.“Daddy, saya ingin bicara empat mata,” tukas Lewis melirik Casper sekilas.Casper yang sadar akan keadaan itu pun berkata, “Tuan, kalau begitu saya pamit dulu.”Dirinya menunduk hormat pada Logan dan hendak pergi.Namun, belum sampai beranjak, Logan malah berujar tegas. “Tetap di sini!”“Dan kau, cepat bicara. Karena aku masih ada urusan dengan asistenku!” sambung Logan saat beralih menatap Lewis.Sang putra melirik Casper sinis. Meski tak nyaman, dia tak bisa menentang keinginan Logan atau berakhir diabaikan.
‘Aku akan menelepon Annelies!’ batin Kaelus yang kini merogoh ponsel dari saku celananya.Belum sampai menekan nomor wanita tersebut, tiba-tiba perhatian pria itu langsung tersita pada bunyi pekak beling yang pecah. Kaelus seketika berpaling ke sumber suara. Agaknya itu berasal dari lantai atas.Namun, tanpa Kaelus tahu, rupanya di sana Annelies sedang berhadapan dengan pemuda yang menatapnya amat sinis.“Hah! Maaf, gelasnya licin. Saya tidak sengaja menjatuhkannya, Bibi!” tukas Lewis dengan raut wajah datarnya.Ya, dia memang Lewis Langford. Entang mengapa tiba-tiba pemuda itu mendatangi Annelies. Mereka tidak pernah akrab, kedatangan Lewis tentunya membuat Annelies curiga.Wanita itu menatap pecahan cangkir minuman yang baru saja dia sodorkan pada Lewis.Dirinya mengangkat pandangan, lalu bertanya dingin. “Kenapa kau mendatangiku?”“Sudah saya bilang, saya merindukan Bibi!” sahut Lewis menatapnya lekat.Sial, kalimat singkat itu malah membuat Annelies merinding. Pasalnya, yang dia t