*** ‘Aku tidak tahu dia akan datang atau tidak. Bisa gawat menemui Tuan Robert seorang diri karena dia orang yang mengedepankan keluarga. Kalau aku tidak membawa Dan Theo, padahal orang-orang tahu kami sudah menikah, Taun Robert pasti menganggapku tidak sopan,’ batin Annelies kepikiran sepanjang jalan. Wanita itu yang sedang mengemudi sendiri. Dia sesekali melirik ponselnya, tapi pesan yang dikirimnya pada Dan Theo belum juga dibaca. ‘Aish … sebenarnya pergi ke mana, Dan Theo?!’ sambungnya menginjak gas lebih dalam. Begitu tiba di Hotel Robert, Annelies jadi ragu untuk turun dari mobilnya. Dia mengamati tamu-tamu yang baru tiba, sembari bergumam, “kebanyakan dari mereka tidak ada yang aku kenal.’ Detik berikutnya perhatiannya pecah karena seseorang mengetuk jendela mobilnya. Annelies berpaling dan melihat lelaki paruh baya di sana. “Nona, bisa pindahkan mobil Anda? Mobil saya tidak bisa masuk,” tuturnya. Annelies baru sadar rupanya dia menghalangi jalan. “Ah, baikl
“Dia meninggal!” tukas seorang penjaga keamanan yang memeriksa tunangan putra Tuan Robert. Sontak, koaran itu langsung membuat semua orang tersentak. Bahkan tamu dari aula berbondong-bondong keluar karena kabar menyiar sangat cepat. Ini membuat Phillip dan Robert juga turun. Namun, beberapa orang heran saat melihat reaksi Robert dan putranya. Meski ekspresi mereka terkejut, tapi mata keduanya tampak dingin dan datar. “Dia … benar-benar mati?” Phillip bertanya tanpa kedip. Seorang Bodyguard keluarga Robert yang sempat memeriksa tunangannya pun menjawab, “sayangnya benar, Tuan Phillip. Nona sudah meninggal karena cedera fatal di belakang kepalanya. Nona jatuh dari lantai 15 dan tengkuknya tepat mengenai beton pembatas. Tapi, ada sesuatu yang mencurigakan.” “Katakan!” sahut Phillip mendorongnya terus bicara. “Saya lihat ada bekas luka, ah … lebih tepatnya lebam di belakang leher Nona, Tuan. Sepertinya itu bekas cekikan tangan seseorang. Saya menduga Nona sempat berkelahi den
“Bajingan! Beraninya tikus busuk mengganggu kesenanganku!” Dan Theo mengumpat ketika menoleh pada Bodyguard di depan pintu.Sorot matanya yang setajam pedang membuat bodyguard itu bergidik.“Ma-maaf, Tuan Phillip meminta kami menggeledah lantai lima belas untuk mencari pembunuh tunangannya.” Bodyguard itu menyahut terbata.Dan Theo hanya merespon dengan menaikkan sebelah alisnya. Dan itu membuat si bodyguard kikuk, terlebih saat tak sengaja bertatapan mata dengan Annelies yang tengah berantakan.“Tu-tuan Phillip meminta semua tamu untuk datang ke aula.” Bodyguard itu kembali berkata canggung.Wajah dingin Dan Theo kian muram saat membalas, “kami tidak tuli! Tapi haruskah kami keluar dengan penampilan seperti ini?!”“Ah, mo-mohon maaf!” Bodyguard itu buru-buru menutup pintu dengan gugup.Sementara di dalam kamar A3 itu, Annelies menyeringai melihat cara Dan Theo menghadapi masalah ini.Namun, belum sempat wanita itu berkata, Dan Theo lebih dulu berbisik, “apa aku keterlaluan, istriku?”
‘Bukankah dia gadis yang aku lihat di aula?’ batin Annelies mengamati bibir tipis dan manik ambernya. ‘Tidak salah lagi, ini memang dia!’ Ya, Annelies ingat benar saat gadis rambut pendek itu membual bahwa harusnya dia-lah yang bertunangan dengan putra Robert. “Phillip, to-tolong aku. Katakan pada mereka kalau aku tidak bersalah!” pekik gadis itu memohon. Dia berusaha bangun, lalu merangkak pada Phillip, tapi pria itu malah menendangnya kasar. Dengan sorot dingin Phillip mendecak, “kali ini hal gila apa yang kau lakukan? Apa kau yang membunuh tunanganku?!” Gadis rambut pendek tadi membeku merasakan tatapan tajam orang-orang padanya. ‘Sial, kenapa Phillip malah menuduhku? Dari semua orang, kenapa harus kau yang bilang begitu?!’ batinnya dengan rahang mengeras. Jelas sekali gadis itu marah, tapi Phillip hanya memandangnya dingin seolah tak peduli dia hidup atau mati. “Aku tidak membunuhnya, tapi melihat saat dia dibunuh!” dengus gadis rambut pendek itu yang seketika memicu ketega
***“Nona, mengapa Anda hobi sekali keluar masuk ruang interogasi ini?” Seorang Detektif yang bertugas menyidik Annelies malah mencibir sinis.Alih-alih menyambar, Annelies hanya memilih bungkam. Dan itu malah memicu sang detektif kesal.‘Aish, sial! Apa orang-orang kaya memang sombong semua?!’ batin Detektif itu menekuk wajahnya.Dia membuka laptop, lalu bertanya, “katakan, apa benar Anda bertemu Nona Duetche di kamar A2 lantai lima belas Robert Hotel?”Annelies tetap diam.“Nona Annelies, Anda tidak bisu! Jawab selagi saya masih bersabar!” decak Detektif itu meninggikan nadanya sebagai ancaman.“Apa benar kalian bertengkar, lalu Anda mencekik dan mendorong Nona Duetche sampai jatuh?” tanya Detektif tadi dengan gigi terkatup.Bahkan matanya menyorot dingin, tapi Annelies tetap tak mau buka suara.‘Merepotkan!’ geming Detektif tadi mulai geram.Dia melempar berkas laporan, lalu bangkit dengan amarah tertahan. Kakinya melangkah mendekati Annelies. Detektif itu membungkuk tepat di sebel
*** “Brengsek!” Logan melempar ponsel sekali pakai ke arah almari kaca sampai pecah. Amarahnya masih meluap. Dia menyambar tongkat golf dari sudut ruangan, lantas menghantamkannya ke layar komputer di meja kerjanya. “Argh … dasar jalang! Bagaimana dia bisa lolos dari penjara? Itu mustahil, harusnya mustahil!” dengus Logan kembali mengayunkan stick golf-nya pada guci bernilai puluhan juta hingga pecah berhamburan ke lantai. ‘Sial! Hampir saja!’ Dave yang berdiri di ruangan yang sama nyaris terkena pecahan guci. Dia mengamati wajah sang kakak yang merah padam seraya membatin, ‘gila! Kak Logan memang gila kalau sudah murka! Apa aku pergi saja? Aku bisa mati kalau dia marah padaku juga.’ Diam-diam Dave mundur, tapi mendadak Logan mendecak sengit. “Kenapa kerjamu tidak becus?!” “Heuh? Ka-kakak bicara padaku?” sahut Dave terbata. Logan mengangkat pandangan dengan sorot tajam. “Memang di sini ada anjing bodoh lagi selain kau?!” Dave tersentak, ekspresinya pun berangsur mura
Mobil yang dikemudikan Kaelus berputar hingga nyaris menabrak pembatas jalan. Kaelus pun mati-matian menguasai setir dan menginjak rem sedalam mungkin.“Ahh!” Annelies menjerit saat berpikir dirinya akan tersungkur.Namun, beruntung Dan Theo berhasil merangkulnya hingga Annelies tak sampai ambruk. Bahkan pria itu mendekapnya seolah menjadi tameng agar Annelies tidak terluka.“Kau tidak apa-apa?” Pria itu bertanya.Annelies mengangguk samar, tapi jelas dirinya terguncang karena tabrakan yang tiba-tiba. Dia menoleh ke belakang, irisnya pun berubah sebelar cakram saat melihat truk berjalan ugal-ugalan mengejar mobilnya.“Dan Theo, sepertinya mereka mengincar kita,” tutur Annelies dengan manik gemetar.“Aku tahu,” sahut Dan Theo yang lantas memasang sabuk pengaman melintangi tubuh Annelies.Dia melirik rekannya yang menyetir seraya berkata, “Kaelus, lakukan!”Kaelus pun tersenyum miring sambil mengangguk. Dia yang sempat kehilangan kendali karena tabrakan keras dari belakang, kini memicin
“Kau!” Annelies merengkuh masker wanita berkuncir kuda itu dengan cepat. Saat maskernya terbuka, Annelies bisa melihat tahi lalat di atas bibir wanita tersebut. “Pasti Kak Logan yang menyuruhmu!” tukas Annelies gemetar saat perutnya terasa dikoyak. Lawan bincangnya malah tersenyum miring, lalu mendekati telinga Annelies. “Jika aku menjawab ya, apa itu akan membuat kematianmu terasa ringan?” bisiknya memprovokasi. Sial, darah yang mengucur dari perut Annelies kian deras. Tapi ucapan wanita kuncir kuda itu justru memicu dendamnya membengkak. “Sampaikan padanya, sampai mati pun, dia tidak akan berhasil merebut milikku, ugh!” sahut Annelies seiring dengan darah yang muncrat dari mulutnya karena wanita tadi tiba-tiba mencabut belatinya dengan kasar. Sial, pandangan Annelies langsung kabur, bahkan kepalanya sangat berat dan pusing sebab kehilangan banyak darah. “Arghh ….” Dia merintih, tapi wanita kuncir kuda tadi hanya menatapnya dingin. “Brengsek! Beraninya kau memerintahku padaha
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit
***“Daddy, ini saya.” Lewis berkata setelah mengetuk pintu ruang kerja Logan malam itu.Dari dalam terdengar suara sang ayah yang mengijinkannya masuk. Dan itu membuat Lewis tak ragu membuka pintu.Ternyata di sana ada Casper yang berdiri di sebelah Logan. Mengingat pertarungan yang dia lakukan bersama asisten ayahnya melawan geng Ceko, membuat Lewis jadi lebih santai terhadapnya. Namun, melihat Logan lebih mempercayai Casper dibanding dirinya, sungguh mengganggu pikiran Lewis.“Daddy, saya ingin bicara empat mata,” tukas Lewis melirik Casper sekilas.Casper yang sadar akan keadaan itu pun berkata, “Tuan, kalau begitu saya pamit dulu.”Dirinya menunduk hormat pada Logan dan hendak pergi.Namun, belum sampai beranjak, Logan malah berujar tegas. “Tetap di sini!”“Dan kau, cepat bicara. Karena aku masih ada urusan dengan asistenku!” sambung Logan saat beralih menatap Lewis.Sang putra melirik Casper sinis. Meski tak nyaman, dia tak bisa menentang keinginan Logan atau berakhir diabaikan.
‘Aku akan menelepon Annelies!’ batin Kaelus yang kini merogoh ponsel dari saku celananya.Belum sampai menekan nomor wanita tersebut, tiba-tiba perhatian pria itu langsung tersita pada bunyi pekak beling yang pecah. Kaelus seketika berpaling ke sumber suara. Agaknya itu berasal dari lantai atas.Namun, tanpa Kaelus tahu, rupanya di sana Annelies sedang berhadapan dengan pemuda yang menatapnya amat sinis.“Hah! Maaf, gelasnya licin. Saya tidak sengaja menjatuhkannya, Bibi!” tukas Lewis dengan raut wajah datarnya.Ya, dia memang Lewis Langford. Entang mengapa tiba-tiba pemuda itu mendatangi Annelies. Mereka tidak pernah akrab, kedatangan Lewis tentunya membuat Annelies curiga.Wanita itu menatap pecahan cangkir minuman yang baru saja dia sodorkan pada Lewis.Dirinya mengangkat pandangan, lalu bertanya dingin. “Kenapa kau mendatangiku?”“Sudah saya bilang, saya merindukan Bibi!” sahut Lewis menatapnya lekat.Sial, kalimat singkat itu malah membuat Annelies merinding. Pasalnya, yang dia t
“A-apa yang kau katakan? Itu tidak mungkin!” Velos berujar dengan wajah tegang.“Ka-kami juga tidak tahu, Tuan. Tiba-tiba saja, Big Boss mengalami henti jantung. Lalu kami segera memanggil Dokter untuk memeriksanya,” tutur antek Caligo yang bertugas menjaga ruang rawat itu.Ini di luar dugaan Velos. Pasalnya tadi malam reaksi Dan Theo cukup baik terhadap penawar yang dia berikan. Namun, jika jantungnya tiba-tiba berhenti, ini bisa berbahaya!Pria itu menekan belakang kepalanya dengan sebelah tangan, lalu bertanya, “sudah berapa lama Dokter di dalam?”“Sekitar sepuluh menit, Tuan,” sahut antek Caligo tampak gelisah juga.Sensasi pening menyerang Velos. Untuk sesaat, dirinya menyesal telah memberikan penawar tersebut. Dengan tatapan kalutnya, lelaki itu pun menonjok dinding dengan keras. Tangan kirinya gemetar seiring gelenyar merah yang mengalir dari tangannya.Akan tetapi, Velos sama sekali tak merasa sakit pada tangan itu. Justru dadanya sangat sesak, resah karena dokter tak kunjung