‘Aish, sial! Bajingan itu sedang apa?!’ batin Dan Theo kebak amarah.
Tangannya mengepal geram seolah siap mematahkan tangan Frans, yang berlagak mencemaskan bahu istrinya. Terlebih lagi, kini jari Presdir Cosmo Group itu menyentuh rambut Annelies. Dan Theo benar-benar tak bisa diam terus.
Dengan langkah berapi-api, pria itu pun menghampiri mereka.
“Singkirkan tanganmu darinya!” tukas Dan Theo dingin.
Frans menoleh. Dia baru sadar bahwa pria yang datang ternyata suami Annelies.
“Oh? Tuan Dan Theo? Bukankah Anda sedang sibuk dengan pekerjaan? Annelies bilang Anda tidak bisa hadir ke acara saya,” katanya.
“Apa yang kau lakukan pada istriku?” Dan Theo menyahut tanpa ekspresi.
“Maaf?” Frans menyahut dengan alis bertaut.
Dan Theo kian menjamkan sorot
Dan Theo tercengang dengan tatapan tegang saat mendengar ucapan istrinya. Perubahan raut wajah itu, membuat manik Annelies gemetar. Artinya sang suami memang menyimpan rahasia!“Kenapa diam saja? Kau tidak akan menjelaskan tentang wanita itu?!” Annelies mendorongnya bicara. “Katakan, Dan Theo. Jelaskan padaku siapa dia? Kenapa dia bisa merindukanmu? Apa hubungan kalian? Dan kenapa kau tidak pernah bilang padaku, kalau ada wanita lain dalam hidupmu?!”Nada wanita itu semakin meninggi di akhir kalimatnya. Dadanya sampai kembang-kempis karena balon duri yang dia tahan selama beberapa waktu, akhirnya meledak juga.Namun, sial. Dan Theo tetap bungkam. Dalam diamnya, dia malah penasaran.‘Bagaimana Annelies bisa tahu tentang wanita itu? Tidak mungkin Kaelus atau Velos yang memberitahunya,’ batin pria tersebut bertanya-tanya.Dengan tata
“Saat ini kau dalam bahaya, Annelies,” bisik Dan Theo mengamati istrinya lebih lekat.Sang istri mempersempit jarak alisnya, bingung dengan apa yang suaminya maksud. Awalnya dia berpikir Dan Theo membicarakan tentang orang yang menyerangnya di Cosmo Hotel. Tapi dugaannya seketika buyar, saat sebelah tangan sang pria merayap di paha dan berusaha menyingkap dress hitamnya.“Dan Theo?” Annelies memanggil namanya sambil mengerjap.“Kau memutuskan tidak mau kehilangan diriku. Jadi jangan harap bisa kabur dariku!” sahut Dan Theo yang hendak menjajah lehernya.Saat itulah Annelies segera menahan dada Dan Theo. Ekspresi kakunya terpampang jelas, tapi Dan Theo malah mencekal tangan yang menghalanginya tersebut dan mengangkatnya ke udara.“Tidak. Jangan lakukan di sini!” tukas Annelies bergemuruh tegang.Kedua alisnya naik ke atas. Tatapannya menyimpan ketakutan, kalau-kalau Dan Theo menyerangnya dengan brutal di kursi sempit ini.“Ayo kita ke ranjang,” sambung wanita itu menawar.Seringai tipi
‘Brengsek! Apa bajingan itu meletakkan racun di jarumnya?!’ Dan Theo menerka dalam hati.Jika melihat dari efek di kakinya yang bengkak dan terus berdarah, sepertinya itu benar. Di jaman modern ini, memang sudah tidak banyak orang yang memakai jarum beracun untuk melukai lawan. Namun, Dan Theo pernah mendengar kasus serupa ini di Sociolla. Seorang anggota organisasi sekutu tewas, setelah mendapat serangan pisau beracun dari pembunuh bayaran. Dan Theo baru menemukan teknik yang mirip di San Carlo ini.‘Mungkinkah lelaki tadi malam anggota dari kelompok pembunuh bayaran itu? Orang-orang San Carlo tidak banyak yang mengetahui bahwa aku Big Boss Caligo. Jadi tidak mustahil lelaki itu berasal dari luar negeri. Aku harus menyelidikinya!’ batin Dan Theo mengedutkan alis. ‘Untuk luka ini, aku harus kembali ke Ratz dan menemui Dokter di sana.’Benar, Dokter yang dia bawa dari Sociolla pasti lebih tahu tentang racun itu.Saat itulah Annelies kembali menghampirinya sambil memakai pakaiannya lagi
“Sepertinya aku harus menjahit mulutmu agar tidak bicara sembarangan,” tutur Kaelus dengan wajah pucatnya.“Ehei! Memang apa yang aku katakan?” sahut Velos yang lantas menarik kursi untuk duduk.Lelaki itu tersenyum tipis, tapi lesung pipinya langsung terkuar.Dengan tangan terlipat ke depan dada, Velos pun melanjutkan. “Aku kan bicara fakta. Kakak memang cemas padanya. Dan dia orang yang berarti dalam hidup Kakak.”“Apa yang kau tahu, berandal? Uruslah hidupmu sendiri!” sambar Kaelus tak mau mengakui.“Cih! Semua orang tahu Kakak peduli pada wanita itu. Buktinya Kakak rela tertembak demi melindunginya. Kalaupun dia tidak berarti apapun dalam hidup Kakak, atau Kakak tidak punya perasaan padanya, untuk apa Kakak datang ke Giulio dan hampir terbakar di mobil itu?” Velos menohoknya dengan kenyataan.Kaelus pun bungkam. Dia berdehem lemas, lalu membuang pandangan ke samping.“Kau tidak pernah punya hubungan serius dengan wanita. Jadi kau tidak paham masalah ini,” katanya pelan.“Kakak mer
Anda Ingin Kabur Lagi?“Pergilah, aku sedang malas berdebat sekarang!” Kaelus berkata dengan sinisnya.Dia memiringkan tubuh memunggunggi Cloe, lalu menarik selimut menutup seluruh kepalanya.Cloe yang melihat itu, langsung mengernyit heran.‘Kenapa dia tiba-tiba begini? Memang dia anak kecil?’ batinnya menggeleng.Namun, wanita tersebut tak tahu saja, bahwa di bawah selimut itu Kaelus sedang merutuki diri sendiri.‘Sial! Kenapa dia harus ingat? Aku pikir saat itu dia sudah pingsan. Atau paling tidak, dia akan melupakannya karena baru sadar setelah tenggelam. Tapi apa ini? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku bilang mencintai … aish, sialan! Kenapa aku harus mengatakannya? Benar-benar bodoh!’ Kaelus membatin penuh umpatan.Ya, tepat setelah pria itu tertembak dua kali dan ambruk menindih Cloe, dia memang mendengar Cloe terisak sambil bilang mencintainya. Kaelus yang saat itu takut kehilangan Cloe, tanpa dasar mengungkapkan isi hati, bahwa perasaanya juga sama.Namun sayang, kesadarannya
Kita Tidak Bisa Menunggu Lama LagiDan Theo kembali terbatuk dan kali ini darahnya keluar lebih banyak. Sensasi terbakar menyiksa dadanya, bahkan jantungnya pun berpacu cepat hingga membuatnya gemetaran.“Dan Theo, kau bisa mendengarku?!” Velos berkata buncah.Dia beralih pada Dokter yang berada di sebelah Dan Theo seraya berkata tegas. “Lakukan sesuatu! Kau tidak lihat dia muntah darah?!”Belum sampai menjawab, Rekan dokter lainnya mendatangi mereka. Dia tersentak melihat kondisi Dan Theo.“Big Boss!” tukasnya dengan manik membelalak tegang. “Apa yang terjadi pada Big Boss? Apa racunnya sudah menyebar?!”Dokter yang sejak tadi mendampingi Dan Theo, melirik dokumen yang dibawa rekannya.“Apa itu hasil lab darah Big Boss?” tanyanya menebak.“Benar, Dokter,” sahut rekannya tadi.Mendengar itu, Velos langsung menyabitnya. Setelah melihat hasil yang tertulis, rongga dada Velos seolah terbuka lebar. Dia tak bisa menyangkal lagi, karena Dan Theo memang positif terpapar racunpimina.“Ini sa
Wanita Ini Sangat Berani!“Dan Theo ….” Annelies hampir ambruk saat tak sengaja memikirkan sang suami diserang seseorang.Tangannya bertumpu pada lengan kursi, tapi saat melihat darah yang ada di lantai cukup banyak, malah semakin melemaskan kakinya.“Ti-tidak mungkin. Tidak mungkin sesuatu yang buruk terjadi padanya. Dan Theo baik-baik saja. Dan Theo tidak mungkin celaka,” tuturnya seiring napas yang semakin tercekat.Annelies pun menyugar belahan rambutnya karena frustasi. Meski sengaja mengatakan hal-hal positif, tapi isi kepalanya sangat berisik.‘Boboh! Harusnya aku tidak meninggalkan Dan Theo. Aku harusnya tetap menemaninya meski dia memaksaku untuk pergi!’ Annelies bergeming dalam batin.Dia tak bisa berhenti menyalahkan diri sendiri. Sebab terakhir kali Dan Theo sakit, pria itu sangat membutuhkannya. Tapi kenapa hari ini dirinya malah menuruti permintaan Dan Theo dan pergi bekerja hanya karena meeting evaluasi bulanan?Saat ituah tatapan Annelies tersita pada benda hitam keci
Tidak Salah Jika Aku Menikmati Tubuhnya‘Bukankah tidak masalah jika aku bermain dengannya dulu? Lagi pula dia juga akan mati, jadi tidak salah jika aku menikmati tubuhnya juga ‘kan?’ batin seorang lelaki bermasker hitam yang bertiarap di bawah kolong ranjang Annelies.Dirinya berniat keluar saat mengamati kaki jenjang Annelies dari sudut tersebut. Memang, dari kakinya saja sangat mulus. Pikiran kotor pria itu jadi penasaran bagian tubuh lainnya juga.Namun, saat dia hendak keluar, Annelies sudah lebih dulu berjalan ke kamar mandi. Si lelaki bisa melihat pantat montoknya sebelum Annelies menutup pintu kamar mandi.‘Sial! Wanita itu benar-benar membuatku gila!’ geming lelaki brengsek itu saat merasakan celananya sesak.Dia pun keluar dari kolong. Tangannya meraih bra dan celana dalam warna merah terang itu. Dari barang-barang pribadi tersebut, lelaki itu bisa mencium aroma tubuh Annelies yang masih menempel.‘Baguslah saat itu aku gagal membunuhnya di Cosmo Hotel. Kini aku bisa menjal
“Aku yang akan membawa keranjang ini untuk Bibi Cloe!” Gadis kecil itu berujar tegas. Dia berbalik, bermaksud pergi. Tapi Ditrian langsung menahan bahunya, hingga anak perempuan tadi berhenti. “Aku yang melihatnya lebih dulu. Jadi berikan padaku!” tukas Ditrian dengan tekanan di akhir katanya. Lawan bincangnya menoleh dan lantas membantah, “kau tidak dengar? Keranjang bunga untuk anak perempuan. Memang kau perempuan?!”Tangannya menepis pegangan Ditrian, lalu mengamati anak laki-laki itu sambil tersenyum miring. “Yah … karena kau merengek terus, kau memang mirip anak perempuan,” ujarnya yang lantas menyodorkan keranjang bunga itu. “Ambillah kalau kau mau!”Alih-alih meraihnya, Ditrian justru bungkam seraya memasukkan kedua tangan ke saku celana. Ya, dia pernah melihat Dan Theo melakukan itu saat bicara dengan bodyguardnya.“Anak kecil, siapa namamu?” Ditrian bertanya penasaran.“Hah! Anak kecil?!” Gadis tadi menyahut sambil merapatkan alis. “Aku saja lebih tinggi darimu. Beraninya
“Hah!” Annelies bergegas mendorong Dan Theo agar menjauh darinya. Meski gerakan itu tiba-tiba, tapi Dan Theo bisa menjaga keseimbangan tubuhnya hingga tak sampai terhuyung. ‘Aish!’ Pria tersebut mendesis dalam batin sambil mengusap dagunya. “Ada apa dengan wajah Mommy? Apa Mommy sakit?” Ditrian bertanya dengan polosnya saat mengamati ekspresi buncah sang ibu. Annelies seketika mengubah iras mukanya. Dia tersenyum, sambil membenarkan posisi dasi kupu-kupu kecil yang berada di kerah putranya. “Mommy tidak apa-apa, Ian,” tukas Annelies yang kini berjongkok setinggi putranya. “Oho … putra Mommy sangat tampan dengan pakaian ini!” Ya, bocah lima tahun itu memang tampak menawan. Terlebih caranya melirik dan berucap sangat mirip Dan Theo. Sungguh menggemaskan. Tangan mungil Ditrian menjulur, coba memeriksa kening Annelies di hadapannya. “Tubuh Mommy tidak panas. Mommy tidak demam,” katanya. Sial, tindakan anak laki-laki itu benar-benar di luar bayangan Dan Theo. Dia yang sejak tadi me
***San Carlo, musim semi.“Dan Theo, lihat aku. Apa gaun ini cocok untukku?” Annelies bertanya sambil menyelipkan anakan rambut ke telinga.Sang suami yang tengah menata dasi di depan cermin, lantas mengangkat pandangan. Dari pantulan kaca, jelas sekali istrinya tampak memesona. Tapi perhatian pria itu seketika terganggu, saat mengamati belahan dada Annelies yang terpampang jelas.“Ini gaun karya Fashion Designer terkenal Jenny Shu. Aku beruntung bisa mendapatkan edisi terbatas dari koleksi ‘Cinta Musim Panas’ ini!” sambung Annelies masih menantikan pendapat suaminya.Dan Theo menarik seringai tipis, lalu menimpali pelan. “Jenny Shu, ya? Sepertinya aku harus mendatangi Fashion Designer itu dan mengajarinya cara membuat pakaian dengan benar!”“Heuh? Kau bilang apa?” Annelies mengernyit karena tak mendengar kata-kata Dan Theo dengan jelas.Sang suami kini berbalik. Dia mendekati Annelies dengan raut wajah datar. Irisnya mengamati Annelies dari atas sampai bawah dengan serius.“Gaunnya
Dan Theo meraih tangan Annelies sembari berujar, “kau akan tau setelah melihatnya, istriku.”Dia pun menarik Annelies mangkir dari belakang vila Serena itu. Annelies jadi kian penasaran sebab Dan Theo membawanya keluar area vila.“Dan Theo, sebenarnya kita mau ke mana?” Annelies bertanya sambil membenarkan cardigannya yang melorot.Sang suami yang melihatnya jadi menghentikan langkah. Dia membantu wanita itu merapikan pakaiannya yang tipis. Dia menilik sampai ke kaki istrinya dan menyadari bahwa Annelies hanya mengenakan sandal rumah.Tanpa menjelaskan tempat tujuannya, Dan Theo malah berbalik lalu berjongkok di depan Annelies.“Naiklah, istriku,” katanya yang bermaksud menggendong Annelies ke punggungnya.“Aku bukan anak kecil!” sahut sang wanita tersenyum miring.Akan tetapi Dan Theo tetap mempertahankan posisi itu, hingga membuat Annelies naik ke punggungnya.“Jangan bilang aku berat!” Annelies mendecak sebelum suaminya tersebut protes.Dan Theo tersenyum miring, lalu menimpali, “si
“Istriku.” Dan Theo memanggil selaras dengan langkahnya yang kini mendekati Annelies.Tangannya merengkuh pinggang wanita itu, lalu bertanya, “kau menyukainya? Karena waktunya singkat, kami hanya menata lampu-lampu yang sudah ada.”Annelies memindai sekitar, sepasang manik hazelnya berbinar melihat beberapa lampion berbentuk panjang khas Ceko yang terpajang di beberapa pagar. Ada juga yang menggantung di dekat taman. Sungguh, tempat itu semakin memukau dan suasana pun berubah hangat.“Sangat indah, suamiku.” Annelies membalas saat menoleh pada Dan Theo.“Setiap akhir musim panas, ada festival delle Lanterne. Orang-orang Ceko akan menerbangkan lampion seperti itu di pinggir pantai.” Serena yang berada di belakang, kini buka suara.Annelies beralih menatapnya, sembari bertanya, “benarkah? Aku baru mendengarnya, Ibu.”“Ya, sebab itu Ibu selalu menyiapkan banyak lampion saat mendekati hari festival. Kalian beruntung datang sebelum akhir musim panas. Nanti kita semua bisa datang ke festiv
“Kaelus? Apa yang terjadi pada wajahnya?” Cloe berujar dengan alis bertaut. Annelies yang mengerti kecemasannya pun mundur, seraya berkata, “kalian bicaralah, kami akan masuk dulu.”Begitu lawan bincangnya mengangguk, Annelies dan yang lainnya beranjak ke dalam vila. Serena berjalan di depan sambil menggendong Ditrian.Tapi saat tiba di dekat pintu, dia lantas bicara pada anak buahnya, “tambah penjagaan di vila ini, terutama malam hari!”“Baik, Ketua!” balas anteknya sigap. Sementara di luar, Cloe menghampiri Kaelus dengan iras muka cemasnya. “Kau terluka?” katanya saat berhenti di hadapan pria tersebut.Bukannya menimpali dengan ucapan, Kaelus justru memeluk Cloe dengan hangat. Dekapannya semakin erat seakan menyalurkan seluruh rindu yang tertahan berbulan-bulan.“Kaelus, kau dengar aku? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa wajahmu jadi seperti ini?” tukas Cloe lagi.“Ehei … kita baru bertemu, tapi kau sudah mengomeliku?” sahut pria itu protes.Cloe mengembuskan napas panjang, tang
“Dan Theo ….” Annelies berpaling pada sang suami.Maniknya yang gemetar seakan meminta kepastian pria itu bahwa dirinya tidak salah lihat.“Ya, istriku. Bukankah kau merindukan beliau?” tutur Dan Theo menaikkan kedua alisnya.Annelies mengerjap. Dia nyaris tak percaya, tapi pengelihatan dan ucapan Dan Theo benar-benar nyata.“Mari kita temui Ibu mertua!” Pria itu melanjutkan katanya sambil memandu sang istri melangkah ke depan.Mereka pun berjalan mendekati Serena yang kini berada di antara antek-antek geng Ceko. Wanita itu berdiri dengan suit putih tulang dan syal elegan yang melingkari lehernya.Benar, setelah berbulan-bulan menghilang akibat insiden penembakan di dermaga De Forte, akhirnya Serena kembali. Semua orang berpikir dirinya sudah tiada, tapi anak buah Velos berhasil menemukannya. Dan selama Annelies di Sociolla, Serena telah menerima perawatan hingga berhasil pulih.Serena menarik sudut bibirnya tipis begitu Annelies dan sang suami berhenti di hadapannya.“Lama tidak bert
“Menurutlah selagi aku belum berubah pikiran, Theodore!” Anthony berujar dengan tatapan tegas.Dan Theo tahu, mustahil jika melawan. Bahkan mungkin akan membuat posisinya dan Annelies dalam bahaya karena hal ini memang perjanjian awal.Dengan rahang berubah ketat, Dan Theo pun berujar, “baiklah, aku akan pergi bersama Annelies. Tapi Ayah harus menepati janji. Jangan pernah mengganggu kami lagi!”“Apa kau pernah melihatku berkhianat?!” sambar Anthony yang lantas meraih cerutunya.Tangan Dan Theo mengepal geram, sampai kapan pun dia tak rela meninggalkan satu putranya bersama Anthony.‘Tunggu Daddy, Dylan. Suatu hari, Daddy pasti menjemputmu!’ batin pria itu penuh tekad. Dirinya lantas menunduk hormat di hadapan sang ayah. Tanpa bertukar suara lagi, Dan Theo pun mangkir dari ruangan tersebut.Sialnya, Eugen masih menunggu di luar. Rasanya Dan Theo ingin menghajarnya, tapi Annelies pasti sudah menunggu. Dia tak akan membuang waktu untuk hal yang sia-sia.Namun, bukannya membiarkan Dan T
“Mohon maaf, Tuan Theodore. Tuan Eugen sudah membawa pergi bayi pertama Anda!” tukas sang Perawat menunduk.Dan Theo yang mendengarnya pun mengernyit geram. Belum juga Annelies dan dirinya menggendong bayi itu, tapi sang ayah sudah buru-buru mengambilnya. Bukankah bayi itu butuh Annelies untuk menyusu?‘Sial! Kenapa Ayah sampai bertindak seperti ini? Anak itu masih bayi dan butuh ibunya!’ batin Dan Theo meradang dalam dada.Dirinya tak sanggup menyampaikan perkara ini pada sang istri. Terlebih kondisi Annelies masih lemas. Dia tak mau wanita itu cemas, bahkan kesehatannya menurun jika memikirkan bayi pertamanya.‘Sebaiknya aku tidak membahas bayi dulu,’ geming Dan Theo dengan alis berkedut.Dia akhirnya kembali mendekati Annelies dan berupaya mengalihkan perhatian.“Istriku, para Perawat akan memandikan bayi-bayi kita dulu. Kau tenang saja, bayi-bayi kita sangat tampan dan memiliki mata yang indah sepertimu,” tutur Dan Theo merengkuh tangan Annelies.Sang wanita tersenyum binar, semba