Tidak Salah Jika Aku Menikmati Tubuhnya‘Bukankah tidak masalah jika aku bermain dengannya dulu? Lagi pula dia juga akan mati, jadi tidak salah jika aku menikmati tubuhnya juga ‘kan?’ batin seorang lelaki bermasker hitam yang bertiarap di bawah kolong ranjang Annelies.Dirinya berniat keluar saat mengamati kaki jenjang Annelies dari sudut tersebut. Memang, dari kakinya saja sangat mulus. Pikiran kotor pria itu jadi penasaran bagian tubuh lainnya juga.Namun, saat dia hendak keluar, Annelies sudah lebih dulu berjalan ke kamar mandi. Si lelaki bisa melihat pantat montoknya sebelum Annelies menutup pintu kamar mandi.‘Sial! Wanita itu benar-benar membuatku gila!’ geming lelaki brengsek itu saat merasakan celananya sesak.Dia pun keluar dari kolong. Tangannya meraih bra dan celana dalam warna merah terang itu. Dari barang-barang pribadi tersebut, lelaki itu bisa mencium aroma tubuh Annelies yang masih menempel.‘Baguslah saat itu aku gagal membunuhnya di Cosmo Hotel. Kini aku bisa menjal
Kau yang Menguji KesabarankuPria misterius itu menuruni anakan tangga sambil mengacungkan pistol. Di tengah kegelapan, dirinya menyeringai puas melihat Annelies yang kalut.“Bagus! Menurutlah padaku, mungkin aku akan mengampuni nyawamu!” tukasnya berkuasa.Namun, Annelies tak akan mundah tunduk. Dia mencengkeram kuat alat sengat listrik dari, seraya berkata, “siapa yang mengirimmu?!”Mendengar pertanyaan itu, sontak meledakkan tawa lelaki bermasker tadi. Dia ingat betul bahwa Dan Theo juga menanyakan hal yang sama saat di Cosmo Hotel. Bisa-bisanya sekarang Annelies menggunakan kalimat yang sama. Entah kebetulan yang lucu, atau memang mereka ditakdirkan untuk sama. Namun, hal ini sungguh membuat pria misterius itu marah!“Dengarkan aku, jalang cantik. Tidurlah bersamaku satu malam saja. Aku janji tidak akan bermain kasar. Jika kau patuh, aku akan melepaskanmu esok harinya,” katanya berlagak membujuk. “Aku janji. Sepanjang pekerjaanku, aku tidak pernah berjanji seperti ini. Tapi karen
*** Markas Blackhole. Para anggota Balckhole tengah menegang. Logan yang melakukan sidak malam ini sungguh membuat jantung berpacu kencang, karena mendapat surat ancaman perang dari anak buah Logan. “Sial! Apa mereka tidak tahu seperti apa geng Blackhole yang sebenarnya, hah?” sentaknya menghujam penuh amarah. Master geng yang gahar itu tak segan membakar manusia hidup-hidup dalam perapian, hanya karena suasana hatinya memburuk. Entah iblis mana yang memacu persaingan dengannya, Logan yang pada dasarnya amat kejam itu menyusun rencana apik untuk kembali menyerang kutu-kutu pengusik. “Kalian semua bersiaplah, kita akan memulai perang besar!” tedasnya pelan nan mengancam. Ultimatum yang tersiar itu langsung membuat para antek Blackhole melongo penuh debar. Namun di saat yang bersamaan, mereka pun tak sabar karena sudah lama tidak berolahraga. Tak terkecuali Casper, lelaki itu lantas menyeret Lewis menuju tempat sepi untuk memberi kiat dalam peperangan. Ya, Logan sudah meminta put
“Seorang petarung harus memiliki senjata rahasia. Gunakan ini saat keadaan sudah mendesakmu. Sembunyikan di tempat yang tak seorang pun bisa menebaknya. Dengan begitu lawan pun tak akan menyadarinya,” balas Casper dengan sorot manik elangnya.Tangan kanan Logan itu tahu, Lewis belum handal menghadapi situasi seperti ini. Dirinya yang sedikit cemas, tak bisa membiarkan anak didiknya tersebut gugur dalam perang.“Habisi pasukan Geng Ceko sampai tak ada yang tersisa!”Kedua orang itu pun lekas menyusul anggota lainnya. Langkah penuh lahar panas seolah menambangi setiap tapak kaki mereka. Antek-antek beringas tersebut sungguh mirip malaikat pencabut nyawa yang bangkit dari neraka.Pekik histeris terdengar bersahut-sahutan begitu para Blackhole melihat pasukan lawan menerjang lapangan perbatasan. Derap kaki bak gerombolan kuda itu berlari kencang membaur di tengah kawanan.“Matilah kalian semua!” jerit lelaki gempal dari geng Blackhole.“Blackhole akan lenyap malam ini!”Sementara dari ara
Pion EmasKabut hitam seperti membelenggu sekitar Lewis. Rasa perih yang semula tak ada, kini seakan merobek jiwanya.Gelenyar anyir berlumur mengitari belakang kepala sampai sekeliling tengkuknya. Rasa perih pun kian lama kian membuat pandangan matanya meremang.“Hey, Lewis!”Casper berteriak sambari menopang tubuh Lewis yang sempoyongan.Pria berjambang tebal itu melotot tajam. Tangannya mencengkeram kuat kedua sisi lengan Lewis, coba membuat anak didiknya itu tetap sadar.Orang yang diajak bincangnya itu seolah akan ambruk. Namun tanpa Casper duga, seringai miring malah terukir di bibir Lewis.“Lewis?” gumam tangan kanan Logan tersebut ragu-ragu.Seketika Casper pun ikut merayapkan mulutnya ke atas. Dia mengangkat sebelah alisnya kala menyadari bahwa Lewis tidak selemah itu.‘Dasar gila, cecunguk ini benar-benar kebal, ya? Sepertinya aku tidak salah mengambil mainan dari kotaknya. Lewis akan menjadi pion emas geng Blackhole!’Pikiran Casper malah belingsatan senang.Dia pun lekas b
Suara gubrakan terdengar keras saat truk itu menghantam mobil hitam yang mengejar Annelies. Kendaraan itu terseret beberapa meter, hingga akhirnya terjungkal di tengah persimpangan lampu lalu lintas.Sejumlah mobil lainnya berhenti, termasuk Frans yang berhasil lolos dari lampu merah sebelumnya.Lelaki itu melirik kaca spion untuk melihat keadaan di belakang. Alisnya mendapuk saat mendapati mobil hitam yang mengejarnya terbalik disertai asap. Karena hantaman yang keras, kaca samping dan depan mobil itu remuk. Bisa dipastikan pengemudinya luka berat jika tidak meninggal.‘Baguslah! Si brengsek itu mendapat karmanya!’ batin Frans dengan leher mengeras. Tatapannya menggulir pada Annelies di sebelahnya. Dia menyelipkan rambut basah wanita itu ke balik telinga.‘Aku akan membawamu ke tempat yang aman sekarang,’ Frans bergeming dan lantas melajukan mobilnya lagi.Setelah cukup lama berkendara, Frans pun berhenti di depan mansion mewah. Beberapa penjaga keamanan yang bersiaga pun menunduk h
“Kau tidak perlu tahu sekarang,” kata Frans yang lantas bangkit dari duduknya.Dia berjalan ke arah Blair, lalu meraih lengannya agar wanita itu bangun juga.“Ehei, apa yang Kakak lakukan?” tukas Blair protes.“Kau sangat berisik. Ayo pergi dari sini dan jangan ganggu orang yang sedang istirahat,” sahut Frans membawa adik sepupunya pergi.Hingga esok harinya, Annelies baru sadarkan diri. Dia bangun dengan kening mengernyit, bingung karena berada di tempat asing.‘Di mana ini? Apa yang terjadi padaku?’ batinnya dalam hati.Dia coba memutar memori. Jarinya menekan pelipis saat mengingat insiden kemarin malam di penthousenya.‘Hah … benar. Saat itu aku meminta bantuan Frans. Apa sekarang aku ada di tempatnya?’ batin Annelies menerka.Detik berikutnya pintu kamar itu terbuka. Sosok lelaki tinggi tegap muncul di sana. Itu Frans yang sudah rapi dengan setelan jas hitamnya.“Annelies, kau sudah bangun?” kata pria tersebut mendekat.Sang wanita bangkit dan bersandar di badan ranjang. Saat sel
Saya Tidak Ingin Wanita Lain Melihat Tubuh Anda***“Saat ini waktunya Anda ganti perban,” tutur Cloe meletakkan beberapa alat medis di nakas.Kaelus yang duduk bersandar di brankar, tak langsung menjawab. Dirinya mengernyit heran, lantas menilik ke arah pintu. Dia mencari perawat yang mungkin datang, tapi nyatanya tidak ada siapapun yang masuk.“Kenapa kau yang membawanya?” Kaelus bertanya heran.“Karena saya yang akan membantu Anda mengganti perbannya,” sahut Cloe tanpa ragu.Dahi Kaelus semakin mengerut. Dia benar-benar tak mengerti dengan sikap wanita ini.Ya, dia tak tahu saja bahwa Cloe telah menghadang suster perempuan yang hendak masuk ke ruang rawat Kaelus. Perhatian Cloe tertuju pada perban dan beberapa alat kesehatan yang dibawa tenaga medis itu, di semacam nampan alumunium. Belum sampai suster tadi masuk, Cloe sudah menawarkan diri untuk jadi wali yang akan mengganti perban Kaelus.“Mengapa kau? Harusnya Perawat yang melakukannya!” Kaelus menyambar acuh tak acuh.Cloe mel
“Apa saya bisa meminjam baju ganti. Pakaian saja basah, jadi ….”Annelies meredam ucapannya saat melihat Kaelus terhuyung menatap lemari pending, sedangkan Cloe tampak kaku sambil mencengkeram celemeknya. Ya, begitu mendengar Annelies tadi memanggil namanya, Cloe buru-buru mendorong Kaelus menjauh darinya, tanpa peduli sang pria mungkin jatuh. “Tunggu, apa yang sedang terjadi di sini?” tanya Annelies mulai menyidik. Alisnya mendapuk saat melihat gelagat Cloe yang kikuk, apalagi Kaelus yang kini menegakkan tubuhnya sambil berdehem canggung. “Ah, Anda bertanya tentang baju kering? Mari, Direktur. Saya akan memberikan Anda baju ganti.” Cloe sengaja beralih ke topik awal.Dia melirik Kaelus seraya berkata, “Tuan Kaelus, tolong urus pastanya sebentar. Saya akan segera kembali.”“Sebelah sini, Direktur.” Dengan senyum kaku, Cloe pun mengarahkan Annelies ke kamarnya di lantai atas. Annelies yang masih curiga dengan insiden sebelum dirinya datang, kini menahan seringai tipis dan lantas
Cloe buru-buru mendorong Annelies ke belakang, hingga kedua wanita itu ambruk tersungkur. “Brengsek!” Seorang pria bermasker hitam yang mengemudikan kendaraan itu mengumpat tajam.Dia memukul kemudi saat gagal menabrak Annelies. “Hah, sial! Kenapa harus muncul jalang lainnya dan membuat misiku gagal?!”Sepasang maniknya seketika melebar saat melirik spion. Dari belakang, rupanya Kaelus berusaha mengejarnya. “Bajingan itu lagi. Kenapa dia sangat merepotkan?!” cibirnya kesal. Detik berikutnya pria bermasker hitam itu dikejutkan oleh deruan pistol yang terarah ke mobilnya. Ya, Kaelus rupanya melesatkan peluru dan berniat menghentikan pria tersebut. Sayangnya, pria masker hitam itu semakin menancap gas hingga mobilnya berhasil keluar dari basement. ‘Hah, sial!’ batin Kaelus penuh umpatan. Iris tajamnya menatap penuh amukan seraya melanjutkan. ‘Apa bajingan itu ada kaitannya dengan orang yang menyerang Dan Theo?’“Tuan Kaelus!” Fokus pria itu teralihkan saat Cloe memanggilnya. Kael
“Kau pikir bisa kabur, jalang sialan?!” bisik pria bermasker hitam itu yang lantas menarik Annelies dengan kuat.“Argh!” Sang wanita memekik seiring tubuhnya yang tersungkur ke lantai.Sikunya yang tadi menatap meja, sekarang mungkin memar karena menghantam kerasnya ubin. Dia menyeret raganya mundur saat pria tadi mengeluarkan belatinya lagi.“Kesempatan ketiga sudah habis. Percuma kau lari karena ke mana pun kau pergi, aku akan menemukanmu!” tukasnya menatap tajam di tengah remangnya lampu.Pria itu berjongkok di hadapan Annelies. Dia menyeringai sengit dan lantas menudingkan ujung belatinya di bawah dagu Annelies.“Ini saatnya membayar harga benda itu dengan nyawamu!” sambung pria tadi yang semakin menekan ujung belatinya.Darah segar tampak menggelenyar ke leher Annelies. Namun, sensasi tegang yang mendominasi justru menyamarkan rasa sakit di bawah dagunya.“Bunuh! Cepat bunuh aku jika kau mampu!” cecar Annelies memprovokasi.“Hah! Sialan!” Pria tadi mengumpat berang.Dirinya berni
‘Hah ….’ Napas Annelies tercekat melihat rekaman video tersebut.Maniknya berubah seluas cakram saat seorang pria tinggi besar, menghantamkan emas batangan pada kepala Feanton. Lelaki tua itu tak sempat menghindar, hingga seketika ambruk ke lantai dengan gelenyar darah yang mengalir deras dari kepala.Annelies yang menyaksikan aksi pria itu sontak membeku. Irisnya terpaku pada sang ayah yang kehilangan banyak darah, tapi pria didekatnya hanya terdiam seolah tak melakukan kesalahan.“Ayah ….” Bulu mata Annelies gemetar seiring eluhnya yang mengalir ke pipi.Sensasi tegang bercampur amarah membengkak dalam dadanya, ketika menilik arloji khusus yang dikenakan pria dalam video. Ya, meski pria itu menutupi wajahnya dengan masker, tapi Annelies sangat mengenali jam tangan yang dia pakai.“Kak Logan, kenapa kau tega membunuh Ayah?! Ke-kenapa … kenapa kau melakukannya?!” tutur Annelies kebak dendam.Tubuhnya lemas. Bahkan sensasi empedu terus naik ke tenggorokannya hingga membuatnya mual.Sem
“Siapa yang datang?” Annelies bertanya pelan, tapi nadanya menyimpan rasa was-was.“Putra Pimpinan, Direktur. Beliau datang bersama Tuan Casper,” sahut Cloe dari seberang.Annelies terdiam. Jika itu putra pimpinan, maka berarti Lewis Langford. Perasaan tak nyaman semakin mendominasi Annelies. Pasalnya Lewis baru saja mengunjungi kediamannya. Lalu untuk apa pemuda itu mencarinya sampai ke L&F Cosmetic?“Nona Cloe, pastikan mereka tidak masuk ke ruangan saya dan katakan bahwa saya tidak bisa ke kantor hari ini,” tukas Annelies.“Mo-mohon maaf, Direktur. Mereka sedang menunggu di ruangan Anda. Saya benar-benar mohon maaf karena sembarangan membawa mereka masuk,” sahut Cloe terdengar penuh sesal.Ya, biasanya Annelies memang meminta tamu penting menunggu di ruangannya. Jadi Cloe juga melakukan hal yang sama kali ini. Namun, situasinya agak riskan karena sebelumnya Lewis memasang kamera pengintai di penthousenya.“Baiklah, tidak masalah. Tolong sampaikan kalau saya akan menemui mereka ke k
“Aku meminta beberapa orang mengikuti bajingan itu. Mereka menemukannya sudah tidak bernyawa di dermaga De Forte,” tukas Velos dengan amukan tertahan. Kaelus mengusap kasar dagunya, lalu membalas, “kau sudah mencaritahu siapa dia?”“Dia bukan orang San Carlo, aku tidak bisa menemukan identitasnya. Sepertinya dia orang khusus yang dikirim untuk membunuh Annelies. Tapi karena Dan Theo melindungi istrinya, bajingan itu malah menyerangnya!” Velos menjelaskan dengan ekspresi tajamnya. “Apa itu Blackhole? Bukankah kau bilang antek-antek Blackhole yang sering menggunakan racun semacam ini?” Kaelus bertanya seiring alisnya yang bertaut. “Aku rasa tidak, Kak. Bajingan itu tidak memiliki tato Blackhole,” sanggah Velos yang memang masuk akal. “Melihat dia buru-buru dibunuh setelah gagal melenyapkan Annelies, mungkin orang yang menyuruhnya sangat frustasi. Aku akan menyelidiki ini lebih dalam. Dia hampir membunuh Dan Theo, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja!”Sementara di dalam ruang sa
“Katakan sekali lagi!” ujar Annelies yang seketika memicu antek-antek Caligo berpaling padanya.Begitu Annelies mendekat, dua antek di sana saling melempar pandangan di antara mereka. Salah satu lelaki itu mengenali Annelies.“Hei, dia wanita yang pernah dibawa Big Boss ke sini,” bisiknya pada sang rekan.“Kau yakin?” sahut lelaki di hadapannya.Antek tadi mengangguk samar, tatapannya pun amat serius.Dia beralih pada Annelies seraya berkata, “Nona, sedang apa Anda di sini? Ini bukan tempat yang bisa dimasuki sembarang orang.”“Jelaskan maksud ucapan kalian tadi!” Annelies mendesak mereka bicara.Mereka seketika bungkam. Bisa berbahaya jika keduanya membicarakan tentang Dan Theo. Apalagi tidak ada satu pun di antara antek-antek Caligo itu yang tahu keadaan pastinya.“Nona, Big Boss sedang tidak ada di markas. Kami akan melaporkan kedatangan Anda pada Tuan Kaelus dan Tuan Velos, lalu mengantar Anda pulang,” tutur salah satu antek tersebut.“Tidak, jawab saja pertanyaanku!” sambar wanit
***“Daddy, ini saya.” Lewis berkata setelah mengetuk pintu ruang kerja Logan malam itu.Dari dalam terdengar suara sang ayah yang mengijinkannya masuk. Dan itu membuat Lewis tak ragu membuka pintu.Ternyata di sana ada Casper yang berdiri di sebelah Logan. Mengingat pertarungan yang dia lakukan bersama asisten ayahnya melawan geng Ceko, membuat Lewis jadi lebih santai terhadapnya. Namun, melihat Logan lebih mempercayai Casper dibanding dirinya, sungguh mengganggu pikiran Lewis.“Daddy, saya ingin bicara empat mata,” tukas Lewis melirik Casper sekilas.Casper yang sadar akan keadaan itu pun berkata, “Tuan, kalau begitu saya pamit dulu.”Dirinya menunduk hormat pada Logan dan hendak pergi.Namun, belum sampai beranjak, Logan malah berujar tegas. “Tetap di sini!”“Dan kau, cepat bicara. Karena aku masih ada urusan dengan asistenku!” sambung Logan saat beralih menatap Lewis.Sang putra melirik Casper sinis. Meski tak nyaman, dia tak bisa menentang keinginan Logan atau berakhir diabaikan.
‘Aku akan menelepon Annelies!’ batin Kaelus yang kini merogoh ponsel dari saku celananya.Belum sampai menekan nomor wanita tersebut, tiba-tiba perhatian pria itu langsung tersita pada bunyi pekak beling yang pecah. Kaelus seketika berpaling ke sumber suara. Agaknya itu berasal dari lantai atas.Namun, tanpa Kaelus tahu, rupanya di sana Annelies sedang berhadapan dengan pemuda yang menatapnya amat sinis.“Hah! Maaf, gelasnya licin. Saya tidak sengaja menjatuhkannya, Bibi!” tukas Lewis dengan raut wajah datarnya.Ya, dia memang Lewis Langford. Entang mengapa tiba-tiba pemuda itu mendatangi Annelies. Mereka tidak pernah akrab, kedatangan Lewis tentunya membuat Annelies curiga.Wanita itu menatap pecahan cangkir minuman yang baru saja dia sodorkan pada Lewis.Dirinya mengangkat pandangan, lalu bertanya dingin. “Kenapa kau mendatangiku?”“Sudah saya bilang, saya merindukan Bibi!” sahut Lewis menatapnya lekat.Sial, kalimat singkat itu malah membuat Annelies merinding. Pasalnya, yang dia t