“Kau masih hidup? Harusnya saat itu aku menembak jantungmu!” Logan berujar dengan gigi terkatup. Sorot matanya tampak bengis, selalu penuh amukan setiap kali melihat Serena. Ya, apalagi wanita itu berdiri dengan kepala terangkat tegak. Benar-benar menantangnya. Alih-alih meledakkan amukan yang sama, Serena justru menyeringai tipis. Dia melipat kedua tangan ke depan dada seraya berkata, “aku tidak bisa mati saat istrimu masih bernyawa ‘kan? Kau akan kesulitan mencari pengganti posisi Nyonya Langford jika istrimu itu tiba-tiba lenyap. Tapi beda cerita jika aku hidup lama. Mungkin suatu hari kau akan bersujud dan merangkak di kakiku, memohon padaku untuk mengganti posisi Nyonya Langford!” Mendengar itu, sepasang manik Logan memicing lebih tajam. Dia bahkan mencekal lengan Serena yang hendak keluar. “Jalang sialan! Kau pikir dirimu siapa, hah?” decaknya berbisik sinis. Namun, tanpa diduga, Serena malah memekik. “Ahh!” Dia menjerit dengan ekspresi berubah cemas. “Tuan! Apa yang Anda
‘Apa dia gila?!’ Annelies membatin penuh tanya.Tatapannya terangkat pada Samantha yang bergaun pengantin tengah berdiri di tengah tangga. Dia menatap dingin pada wanita yang baru saja terguling ke lantai bawah. “Karena itu, harusnya kau jangan memaksaku!” tutur Samantha tanpa kedip.Ya, awalnya staff dari wedding organizer itu memanggil Samantha karena ucapara pernikahan akan dimulai. Tapi suasana hati Samantha sangat kacau karena riasan wajahnya tidak sesuai keinginannya. Gadis itu lantas meluapkan amarah pada staff tadi dengan mendorongnya dari tangga.Desas-desus negatif mulai terdengar di antara para tamu. Mereka melesatkan pandangan tajam pada Samantha.“Kau lihat? Pengantin itu sengaja mendorongnya ‘kan?” bisik perempuan bergaun magenta.Temannya yang memegang tas dari brand eLVi pun menimpali, “hah … aku rasa rumor itu memang benar. Samantha Langford sudah gila!”“Bukankah harusnya dia dirawat di rumah sakit jiwa? Kenapa keluarga Langford malah menikahkannya? Aku jadi kasihan
***Orang-orang berkumpul di area parkir gedung Whitemond. Mereka tersentak melihat Samantha yang terjatuh di atas kap mobil. Kondisinya amat memprihatinkan, karena kakinya penuh darah.“Minggir! Tolong menyingkir!”Beberapa bodyguard keluarga Langford membelah kerumunan yang berdesakan melihat Samantha. Salah satu dari mereka memeriksa nadi di leher wanita itu. Wajahnya berangsur cemas, dan itu membuat orang-orang di sekitar bertambah was-was.“Bagaimana? A-apa dia masih hidup?” tanya seorang tamu.Bodyguard tadi menarik tangannya lagi. “Nona Samantha masih hidup, tapi denyut nadinya sangat lemah. Cepat bawa ke rumah sakit!”“Baiklah!” sahut rekannya.Sejumlah orang menurunkan gadis yang sekarat itu. Semua tamu tercengang karena resepsi pernikahan yang seharusnya menyenangkan nan romantis, malah penuh insiden mengerikan.Annelies yang mengamati dari jauh, hanya bungkam. Dia memperhatikan kaki Samantha yang hancur dan itu membuatnya merinding.Tanpa berpaling ke belakang, wanita itu p
“Nona Cloe, apa Anda mengenalnya?” Manager yang mendorong troli itu bertanya sambil menoleh pada Cloe. “A-apa mungkin pria itu kekasih Anda? Sepertinya saya pernah melihatnya saat Anda berkunjung ke pabrik terakhir kali.”Sang pemilik nama tak langsung menjawab. Dia bingung harus menyebut Kaelus sebagai apa setelah ciuman, oh tidak, lebih tepatnya kesalahan malam itu.‘Kenapa dia tiba-tiba muncul dan suka bersikap seenaknya? Sebenarnya apa yang dia inginkan?’ batin Cloe dengan leher tegang.Saat itulah anak perempuan manager tadi berkata, “Mommy, aku mau ice cream.”“Sa-sayang, sudah Ayah bilang Nona ini bukan—”“Ah … kau mau ice cream? Ayo kita beli ice cream. Aku juga sangat menyukai ice cream,” tutur Cloe sengaja memangkas ucapan Manager itu.Dia berpaling ke sebelah, lalu melanjutkan. “Aku sangat menyukai ice cream matcha, kau mau rasa apa?”“Aku mau strawberry, Mommy!” sahut anak perempuan dalam gendongannya.Cloe tersenyum cerah, lalu beralih ke lorong sebelah tanpa peduli denga
‘Apa itu Tuan Kaelus?’ batin Cloe menerka.Namun, saat mengangkat pandangan, Cloe malah tertegun karena pria asing dengan masker hitam tiba-tiba mendatangi mobilnya. Dia memaksa masuk dan duduk di sebelahnya, sebelum Cloe mengunci pintu mobil.“Si-siapa kau? Keluar sekarang atau aku akan—”“Diamlah!” Pria itu menyambar sambil mengancam dengan belati.Cloe sontak membelalak saat senjata tajam itu tepat berada di lehernya. Sensasi tegang pun menyerang hingga wanita itu kesulitan menelan saliva.“Turuti perintahku jika kau mau selamat!” decak pria asing itu memicing sinis.Tangan Cloe yang mencengkeram kemudi tampak gemetar. Dia tak bisa mengambil risiko karena tak memiliki senjata apapun untuk melawan.Dengan tatapan tegang, wanita tersebut berujar, “apa yang kau inginkan?!”“Jalan. Ikuti mobil di depan!” sahut sang pria penuh tekanan.Cloe mengangkat pandangan ke depan.Belum sampai wanita itu menjawab, pria misterius tadi kembali mendengus, “cepat jalan!”Cloe tersentak. Dia tak ada p
Cloe tersenyum miring, tangannya pun menjulur dan membelai pipi Leon. “Kau bilang … tidur bersama?” tutur Cloe menaikkan kedua alisnya.“Ya, pendengaranmu sangat baik, Sayang,” sahut Leon berbisik.Sentuhan Cloe perlahan turun ke leher Leon. Wanita itu sengaja mengikis kewaspadaan sang pria, hingga pada satu titik, dirinya pun mendorong Leon amat kuat. Pria tersebut terhuyung dan ambruk ke ranjang.Saat itulah kesempatan Cloe. Dia buru-buru lari menuju pintu. Tapi sial, Leon bergegas menyusulnya dan langsung mendorong pintu itu sampai tertutup rapat lagi.“Aku tau kau tidak akan menurut dengan mudah!” tukas Leon menghimpit Cloe pada pintu.Dia mencekal leher wanita itu dari depan, memaksa Cloe mendongak agar menatap wajahnya.Dengan sorot tajam, Cloe pun mendecak, “kau brengsek, Leon! Menahanku di sini tidak akan menguntungkanmu!”“Kau tidak mengerti nilai dirimu sendiri, Cloe. Padahal aku sangat menyukaimu,” sahut Leon dengan nada bisikan.Dirinya mendekati telinga wanita itu, lalu
Cloe terdiam dengan leher tegang. Dia menatap Leon seolah menuntut janjinya kalau dia tidak akan kalah. Namun, sialnya pria itu hanya bungkam sambil menuang alkohol ke gelasnya. ‘Hah! Dasar bajingan!’ batin Cloe penuh dendam. “Leon, apa wanitamu itu tuli? Atau dia idiot sampai tidak mengerti aturan permainan kita?!” Pria dengan codet di mulutnya itu mencibir sinis. Cloe mengangkat tatapan tajam padanya, hingga memicu pria tersebut menyeringai penuh muslihat. Pria itu berpaling ke sebelah. Dia melirik Aegon seraya memerintah. “Kau, ke mari dan lepas baju jalang tuli itu!” Aegon mengerjap. Bahkan Cloe yang mendengarnya pun tertegun dengan manik lebar. Namun, Leon yang berada di meja permainan malah santai meneguk alkoholnya tanpa bicara apapun. Sikapnya yang lepas tangan, benar-benar membuat amarah Cloe menggunung. “Apa telinga anak buahmu juga pajangan?! Kenapa semua orang tidak mengerti ucapanku, hah?!” Pria anggota Pavel itu pun mendecak berang. Leon akhirnya melirik Aegon. De
“Tembak saja!” Cloe berkata dengan leher tegangnya. Dia melirik Leon yang mendekapnya dari belakang seraya melanjutkan. “Tunggu apa lagi? Ayo tembak aku sekarang juga!” “Hah! Cloe, kau benar-benar menantangku!” sambar Leon yang lantas menekan pelatuk pistol bagian atas. Namun, tanpa diduga, Kaelus meraih botol alkohol dari lantai dan langsung melayangkannya ke arah kepala Leon. “Aish, brengsek!” umpat Leon membelalakkan matanya. Dia segera mengindar ke belakang Cloe, hingga botol itu melewati samping telinganya dan pecah menghantam dinding. Pecahan beling yang berhamburan di lantai, sungguh memicu emosi Leon membengkak. ‘Sialan! Aku akan membunuhnya!’ batin lelaki itu amat geram. Dirinya berpaling ke depan, tapi irisnya sontak melebar saat Kaleus beranjak ke arahnya dengan tatapan berang. Pria gondrong itu menarik Cloe ke sisinya dan langsung menyepak Leon hingga tersungkur menatap dinding. “Argh!” Leon mengerang saat tangannya tak sengaja bertumpu pada pecahan bot
‘Aish, sial! Kau bahkan mengacungkan senjata padaku juga, P7? Apa sejak awal kau memang mengkhianati kami?!’ geming Kaelus dengan sorot manik elangnya.Ya, tampangnya seakan menyerupai singa pemarah. Padahal dirinya sudah mempercayai P7, tapi nyatanya lelaki itu malah membuat dirinya masuk perangkap.Kaelus tak tahu saja bahwa sesungguhnya P7 telah diancam oleh Eugen dan para bawahannya. Dia terpaksa membeberkan rencana kedatangan Kaelus agar adik perempuannya tetap aman.Sambil menodongkan pistol, P7 kini berujar tegas, “jatuhkan senjata Anda dan berlututlah!”Meski tampangnya tampa berang, tapi dalam hati P7 amat menyesal, ‘maafkan saya, Tuan Kaelus. Saya pantas mendapat hukuman!’Namun, Kaelus yang tak paham situasinya, justru menyeringai sinis.“Kau! Bersiaplah mati di tanganku!” cecarnya amat geram.Tanpa ada niatan tunduk, Kaelus dengan sigap merogoh pistol dari selipan pinggangnya, lalu melesatkan peluru ke sisi kanan. Satu tembakan itu tepat mengenai dada kanan seorang bawahan
***Di vila Idea, Annelies kini meraih jaket hitam dari kopernya. Dia juga mengikat rambut panjangnya ala kuncir kuda.“Kau sudah siap?” Suara Kaelus terdengar dari luar.Annelies pun berpaling. Wanita itu kembali menutup koper tadi, lalu mangkir dari kamarnya.“Kita berangkat sekarang!” tukas Annelies dengan tekad membara di matanya.“Tempat tujuan malam ini bisa menjadi neraka untuk kita. Jadi pastikan kau siap menghadapi situasi apapun, karena Ayah Dan Theo bukan manusia yang murah hati!” Kaelus coba memberi peringatan.Annelies memang tak tahu seberapa kejam Anthony. Akan tetapi, dirinya sudah memikirkan cara jika terjadi hal di luar rencana mereka.“Jangan cemas. Aku pastikan tidak akan merepotkanmu,” sahut Annelies disertai seringai miring.Benar saja, Kaelus yang sudah membuat kesepakatan dengan P7, kini menuju mansion Caligo dengan mobilnya. Annelies yang duduk di samping kursi pengemudi, coba menghafal jalan karena dia sama sekali tidak mengenal lingkungan ini.“Apa masih jau
“Aish, sial!” Kaelus mengumpat geram.Dia mengernyit sambil mengusap tengkuknya yang menatap badan kursi cukup keras. “Siapa bajingan yang tidak becus mengemudi?!” cecarnya menoleh ke belakang. Namun, tatapan Kaelus berubah waspada, saat melihat beberapa lelaki berjas hitam yang keluar dari mobil itu. Terlebih logo bentuk sayap elang di bagian kirinya. Ya, mereka antak-antek Howard!‘Brengsek! Bagaimana bisa mereka ada di sini? Apa sejak tadi mereka mengawasi kami?!’ batin Kaelus bertanya-tanya. Dia lekas menoleh pada Annelies yang tampak terkejut. Sangat berbahaya jika mereka menjumpai Annelies di sini.Dengan sorot tegas, Kaelus pun berujar, “jangan tunjukan wajahmu dan tetap diam!”Belum sampai Annelies menimpali, seorang bodyguard Howard sudah lebih dulu mengetuk kaca taksi mereka. Manik hazel Annelies refleks melirik ke luar, tapi Kaelus dengan cepat menghalangi pandangannya. Bahkan tanpa menjelaskan apapun, Kaelus langsung menurunkan kaca jendelanya. “Apa kalian mabuk?!” Ka
Di sana Cloe mendekati Annelies saat baru turun dari mobil.“Direktur, tolong berhati-hati. Anda sedang hamil, sebenarnya saya sangat khawatir karena Anda pergi jauh,” tuturnya disertai tatapan cemas.Annelies tersenyum dan lantas menanggapi. “Terima kasih, Nona Cloe. Saya akan baik-baik saja. Lagi pula saya pergi dengan Kaelus. Anda percaya padanya, bukan?”Cloe pun melirik sang pria yang berada di sebelahnya. Tangannya perlahan direngkuh Kaelus erat-erat, seakan tak ingin meninggalkannya.“Jagalah Direktur,” katanya singkat.“Cih!” sahut sang pria mendesis. “Kau lebih mencemaskan Annelies dari pada aku?”Cloe menahan senyum malu-malu, memicu Kaelus semakin ingin menggodanya. Namun, karena mereka sudah kehabisan waktu, maka Velos pun mendesaknya pergi.“Kalian harus masuk sekarang. Jangan sampai ketinggalan pesawat, karena Ketua pasti tidak akan membiarkan penerbangan selanjutnya!” tukas lelaki berlesung pipi itu.Kaelus pun mengangguk. Dia beranjak masuk diikuti Annelies di sebelahn
“Kenapa mereka datang? Kakak tidak memberitahu rencana kita pada Annelies atau pun Cloe ‘kan?” tukas Velos saat melihat dua wanita itu di depan mobilnya. Kaelus yang duduk di kursi samping kemudi pun berdehem. “Padahal aku sudah memberitahunya untuk merasiakan ini dari Annelies!” gumamnya membuang tatapan ke jendela. Velos yang mendengarnya pun memutar bola matanya dengan malas. Tak tahu kenapa, sejak mengenal Cloe dan kembali jatuh cinta, kakaknya itu jadi ceroboh. ‘Aish, cinta memang membuat orang jadi gila!’ batin Velos prihatin. “Yah … setidaknya Cloe kan harus tahu kalau aku pergi ke Sociolla untuk sementara waktu!” tukas Kaelus seakan membela diri.Velos berpaling dengan wajah terkejut. Dia hampir berpikir kalau Kaelus bisa membaca pikirannya. “Kakak memang tidak paham dunia wanita. Tidak ada rahasia di antara mereka, apalagi Annelies dan Cloe sangat dekat. Sudah pasti Cloe memberitahu Annelies!” Velos pun mencibir sebal. “Sekarang apa yang harus kita lakukan? Annelies pas
‘Tidak!’ Annelies membelalak saat orang di belakang tiba-tiba merengkuh bahunya.Annelies seketika berpaling. Tatapannya yang semula tegang, kini mengerjap ketika menyadari seorang perawat yang menyentuhnya.“Maaf, apa saya mengejutkan Anda?” tukas Perawat tersebut.Annelies hanya menggeleng disertai senyum tipis.Belum sampai dirinya menimpali dengan kata-kata, Perawat tadi bertanya lagi. “Ini masih tengah malam, harusnya Anda beristirahat. Kenapa Anda keluar? Anda butuh sesuatu?”“Apa Anda melihat wanita yang menemani saya seharian ini, Suster? Saya lihat dia tadi keluar ruang rawat,” sahut Annelies membahas Cloe.Sang Suster mengernyit, lalu berujar, “ah, Nona itu pergi ke sebelah kiri koridor, Nona. Sepertinya dia keluar menerima telepon agar tidak mengganggu tidur Anda. Sebaiknya Anda kembali ke ruang rawat. Jika bertemu dengannya, saya akan menyampaikan bahwa Anda mencarinya.”“Terima kasih, Suster,” balas Annelies yang kini beranjak ke ruang rawat lagi.Ya, dia memang masuk kem
“Kau tidak dengar? Bukankah permintaanku tidak sulit, Theodore?!” Jesslyn semakin menekan dengan sorot tajamnya.Dan Theo yang berada di seberangnya hanya menatap dingin. Baginya, lebih baik jantungnya tercabik-cabik ribuan peluru dari pada mengkhianati Annelies. Terlebih dirinya tahu, Jesslyn-lah yang merencanakan semua ini, termasuk pengeboman pabrik Raica Ruby untuk mendesak pernikahan.“Kenapa? Kau tidak bisa?!” tukas Jesslyn mengandung ancaman.Wanita itu beralih menatap Anthony, lalu melanjutkan katanya. “Paman, apa-apaan ini? Bukankah Paman bilang Theodore sudah menyesal? Aku hanya meminta kepastian darinya, tapi dia malah mempermalukanku!”Anthony pun melirik sang putra, tapi Dan Theo hanya mematung di kursinya seakan tak mendengar ucapan semua orang. Apalagi Anthony tahu bahwa Bastian tak akan diam melihat putrinya direndahkan. Itu membuatnya harus segera mengambil tindakan.“Bukankah kalimat seperti itu biasanya diucapkan secara privat agar lebih mesra? Kau tahu, Theodore ti
‘Brengsek! Ternyata sejak tadi dia mengawasiku?!’ Velos memaki geram dalam hati. Irisnya melirik waspada seiring J4 yang menarik pelatuk atas senjata apinya. Jelas sekali dia bukan sekedar mengancam. Namun, bukannya mengangkat tangan dengan patuh, Velos justru berbalik dengan gesit dan langsung merengkuh tangan J4 yang mengacungkan pistol padanya. “Aish!” J4 mendesis sengit, lalu melayangkan tendangan cukup keras. Beruntung gerakan itu bisa terbaca oleh Velos, hingga dia segera melepas cekalan dari tangan J4, lalu mendorong kursi ke arahnya. Tendangan J4 pun menghantam kursi tersebut. Saat itulah, Velos mengambil kesempatan dengan menghajar wajah lelaki itu penuh berang. “Ugh!” J4 terhuyung, tapi Velos tak akan memberinya peluang. Dirinya justru menggertakkkan gigi dengan geram, lalu memukul wajah J4 lebih kencang. “Rasakan itu, J4!” Velos mendengus tajam melihat lawannya menghantam dinding. J4 yang kini merosot ke lantai, segera mengusap gelenyar darah dari sudut mulut
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala