Cloe terdiam dengan leher tegang. Dia menatap Leon seolah menuntut janjinya kalau dia tidak akan kalah. Namun, sialnya pria itu hanya bungkam sambil menuang alkohol ke gelasnya. ‘Hah! Dasar bajingan!’ batin Cloe penuh dendam. “Leon, apa wanitamu itu tuli? Atau dia idiot sampai tidak mengerti aturan permainan kita?!” Pria dengan codet di mulutnya itu mencibir sinis. Cloe mengangkat tatapan tajam padanya, hingga memicu pria tersebut menyeringai penuh muslihat. Pria itu berpaling ke sebelah. Dia melirik Aegon seraya memerintah. “Kau, ke mari dan lepas baju jalang tuli itu!” Aegon mengerjap. Bahkan Cloe yang mendengarnya pun tertegun dengan manik lebar. Namun, Leon yang berada di meja permainan malah santai meneguk alkoholnya tanpa bicara apapun. Sikapnya yang lepas tangan, benar-benar membuat amarah Cloe menggunung. “Apa telinga anak buahmu juga pajangan?! Kenapa semua orang tidak mengerti ucapanku, hah?!” Pria anggota Pavel itu pun mendecak berang. Leon akhirnya melirik Aegon. De
“Tembak saja!” Cloe berkata dengan leher tegangnya. Dia melirik Leon yang mendekapnya dari belakang seraya melanjutkan. “Tunggu apa lagi? Ayo tembak aku sekarang juga!” “Hah! Cloe, kau benar-benar menantangku!” sambar Leon yang lantas menekan pelatuk pistol bagian atas. Namun, tanpa diduga, Kaelus meraih botol alkohol dari lantai dan langsung melayangkannya ke arah kepala Leon. “Aish, brengsek!” umpat Leon membelalakkan matanya. Dia segera mengindar ke belakang Cloe, hingga botol itu melewati samping telinganya dan pecah menghantam dinding. Pecahan beling yang berhamburan di lantai, sungguh memicu emosi Leon membengkak. ‘Sialan! Aku akan membunuhnya!’ batin lelaki itu amat geram. Dirinya berpaling ke depan, tapi irisnya sontak melebar saat Kaleus beranjak ke arahnya dengan tatapan berang. Pria gondrong itu menarik Cloe ke sisinya dan langsung menyepak Leon hingga tersungkur menatap dinding. “Argh!” Leon mengerang saat tangannya tak sengaja bertumpu pada pecahan bot
‘Seorang wanita? Dan dia bilang … rindu?!’ batin Annelies dengan lehernya yang tegang.Rasa kalut menyambarnya karena wanita itu menghubungi di tengah malam. Siapapun pasti berpikiran negative. Tapi Annelies menekan amukannya dan menunggu wanita di seberang kembali bicara. “Ah … kau bukan Theodore Caligo,” tutur wanita di telepon yang semakin memicu ketegangan Annelies. “Kau—” Annelies hendak mengorek siapa wanita tersebut, tapi sialnya penggilan diputus sepihak. Annelies menelan saliva dengan berat. Dia menatap layar ponsel tadi dan baru tahu bahwa nomor tersebut bukan untuk domisili San Carlo.‘Ternyata telepon dari luar negeri? Siapa wanita itu? Kenapa dia bicara seperti punya hubungan dekat dengan Dan Theo?’ geming Annelies bertanya-tanya.Pikiran buruk terus berputar di kepalanya. Saat itu juga Annelies menyadari, rupanya dia tak tahu banyak tentang suaminya. ‘Theodore Caligo? Jika dipikir-pikir, aku baru tahu nama lain suamiku,’ batin wanita tersebut tersenyum getir.Dan The
‘Theodore Caligo? Bagaimana dia bisa tahu nama itu?’Dan Theo terdiam mendengar Annelies memanggil nama lengkapnya di Sociolla. Tatapannya terpaku pada manik hazel Annelies yang menuntut penjelasan. Saat itulah Dan Theo tahu istrinya marah, tapi dia tak bisa langsung bicara tanpa mengerti akar permasalahan. Dengan tegas, pria itu pun berkata, “tidak ada. Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu kesal?”Seringai miring tersungging di sebelah bibir Annelies. Dia semakin kesal karena Dan Theo sengaja menyembunyikan, padahal dirinya sudah menyinggung nama aslinya. “Annelies—”“Pagi ini aku ada meeting. Aku harus segera pergi!” Annelies sengaja menyambar sebelum ucapan Dan Theo tuntas. “Kau tidak perlu mengantarku. Aku akan membawa mobil sendiri karena siang nanti ada pertemuan di luar kantor.”“Baiklah, tapi setidaknya makan dulu sebelum pergi,” sahut Dan Theo.Sang istri melirik armer ritter yang masih hangat di meja. Perutnya berbunyi karena itu terlihat lezat, tapi egonya yang mendom
“Aish, sialan! Bajingan ini lagi!” Aegon mendengus kesal saat melihat Kaelus di sana.Dia mengusap gelenyar anyir dari sudut bibir, lalu bangun sambil membenarkan posisi kemeja hitamnya.“Kau! Gara-gara kau datang, rencanaku jadi berantakan. Padahal sedikit lagi Cloe bisa melunasi hutangku pada Leon. Tapi karena kau. Karena bajingan brengsek seperimu mengacau, aku harus memulai semuanya dari awal, sialan!” sambung Aegon menyentak frustasi.“Bodoh! Kau tidak pantas disebut keluarga!” Kaelus mendengus dengan alisnya yang bertaut.Mendengar cibiran itu, emosi Aegon membengkak. Dia segera meraih pot bunga yang cukup besar di belakangnya dan langsung melemparnya ke arah Kaelus.“Enyahlah brengsek!” umpatnya geram.Beruntung Kaelus menghindar dengan cepat, hingga pot bunga itu menghantam dinding dan hancur berserakan di bangku tunggu, juga lantai. Mendapati insiden itu, beberapa perawat dan orang di sekitar bagian administrasi sontak menjerit. Mereka panik, karena Aegon semakin bertindak l
‘Bu-bukankah dia putra Komisaris?’ batin Cloe menatap Lewis tanpa kedip.Ya, pemuda yang datang memanglah Lewis Langford. Dia melirik Cloe sekilas, memindai ruang rawat wanita itu dan kembali keluar tanpa bicara apapun. Agaknya Lewis tak mengenali sekretaris Annelies tersebut. Wajar saja karena mereka belum pernah bicara maupun tatap muka.Cloe yang masih berbaring di ranjang jadi heran. ‘Dia keluar begitu saja? A-apa mungkin dia salah masuk ruangan?’Di luar, Lewis pun menilik papan nama ruangan.‘Benar ini kamar A201, tapi kenapa malah orang lain yang ada di sini? Apa Casper menipuku?!’ batin pemuda itu seiring tangannya yang mengepal geram.Saat itulah dirinya mendengar langkah seseorang mendekat. Lewis berpaling, alisnya berkedut saat melihat Kelus mendekat.‘Aku harus segera pergi!’ batinnya berpura-pura membetulkan posisi dasinya yang masih rapi.Dia melangkah ke arah Kaelus datang. Sorot matanya yang gelap memicu kecurigaan Kaelus. Terlebih saat mereka berpapasan. Entah mengapa
Sial, air mata Cloe jatuh saat mendengar ucapan Kaelus. Dia segera berpaling, tak mau menunjukan wajah bodohnya pada pria tersebut.“Baiklah, saya mengerti. Anda boleh pergi,” katanya berusaha menata nada suara tetap stabil.Kaelus tak langsung menjawab. Dia mengamati tangan Cloe yang mencengkeram gelas minumannya amat erat, sampai tak sadar bahwa airnya nyaris tumpah.“Hati-hati, minumanmu—”Kaelus berniat menahan gelas itu, tapi Cloe dengan kasarnya menampik tangan pria tersebut.Dengan leher tegang, wanita itu kembali berujar, “pergilah, Tuan. Saya mohon!”Sensasi pening menyerang kepala Cloe, matanya pun berkunang-kunang. Semakin dia menahan, semakin dia mual. Rasa tak nyaman bercampur jadi satu dan amat menyiksanya usai mendengar langsung isi hati Kaelus.Namun, pria itu dengan egoisnya masih ingin menjaga Cloe.“Aku akan di sini hanya untuk malam ini. Aku akan bertanggungjawab sebagai walimu,” katanya.Seringai sinis melenggang di bibir Cloe. Dia merasa seperti keledai dungu jik
“Annelies!” Frans buru-buru menahan Annelies yang nyaris ambruk.“Oh, maaf,” tutur wanita itu yang lantas menarik tangannya kembali.Dia menjaga jarak dari Frans, lalu berpaling memencet tombol lift untuk mencari bantuan. Namun, sialnya tombol tidak berfungsi, bahkan lampu di sana juga mati.“Apa liftnya rusak?” Frans berujar dengan kening mengernyit.“Bagaimana ini, aku harus segera bertemu klien,” tutur Annelies saat melirik arlojinya.Dia sengaja datang lima belas menit lebih awal. Tapi jika terus terjebak di sini, bisa-bisa dia terlambat ‘kan?Saat itu, tiba-tiba ponsel Annelies bergetar. Dia pun mengambilnya, berpikir bahwa yang menelepon Cloe atau kliennya. Namun, alis wanita itu seketika menyatu saat melihat nama penelepon.‘Aku tidak ingin mengangkatnya,’ batin Annelies getir.Dia pun mengabaikan panggilan itu, bahkan memasukan ponsel ke dalam tasnya. Akan tetapi, telepon kembali masuk. Dan lagi-lagi nama yang sama kembali terpampang di layarnya.“Kenapa kau tidak mengangkatny
‘Aish, sial! Kau bahkan mengacungkan senjata padaku juga, P7? Apa sejak awal kau memang mengkhianati kami?!’ geming Kaelus dengan sorot manik elangnya.Ya, tampangnya seakan menyerupai singa pemarah. Padahal dirinya sudah mempercayai P7, tapi nyatanya lelaki itu malah membuat dirinya masuk perangkap.Kaelus tak tahu saja bahwa sesungguhnya P7 telah diancam oleh Eugen dan para bawahannya. Dia terpaksa membeberkan rencana kedatangan Kaelus agar adik perempuannya tetap aman.Sambil menodongkan pistol, P7 kini berujar tegas, “jatuhkan senjata Anda dan berlututlah!”Meski tampangnya tampa berang, tapi dalam hati P7 amat menyesal, ‘maafkan saya, Tuan Kaelus. Saya pantas mendapat hukuman!’Namun, Kaelus yang tak paham situasinya, justru menyeringai sinis.“Kau! Bersiaplah mati di tanganku!” cecarnya amat geram.Tanpa ada niatan tunduk, Kaelus dengan sigap merogoh pistol dari selipan pinggangnya, lalu melesatkan peluru ke sisi kanan. Satu tembakan itu tepat mengenai dada kanan seorang bawahan
***Di vila Idea, Annelies kini meraih jaket hitam dari kopernya. Dia juga mengikat rambut panjangnya ala kuncir kuda.“Kau sudah siap?” Suara Kaelus terdengar dari luar.Annelies pun berpaling. Wanita itu kembali menutup koper tadi, lalu mangkir dari kamarnya.“Kita berangkat sekarang!” tukas Annelies dengan tekad membara di matanya.“Tempat tujuan malam ini bisa menjadi neraka untuk kita. Jadi pastikan kau siap menghadapi situasi apapun, karena Ayah Dan Theo bukan manusia yang murah hati!” Kaelus coba memberi peringatan.Annelies memang tak tahu seberapa kejam Anthony. Akan tetapi, dirinya sudah memikirkan cara jika terjadi hal di luar rencana mereka.“Jangan cemas. Aku pastikan tidak akan merepotkanmu,” sahut Annelies disertai seringai miring.Benar saja, Kaelus yang sudah membuat kesepakatan dengan P7, kini menuju mansion Caligo dengan mobilnya. Annelies yang duduk di samping kursi pengemudi, coba menghafal jalan karena dia sama sekali tidak mengenal lingkungan ini.“Apa masih jau
“Aish, sial!” Kaelus mengumpat geram.Dia mengernyit sambil mengusap tengkuknya yang menatap badan kursi cukup keras. “Siapa bajingan yang tidak becus mengemudi?!” cecarnya menoleh ke belakang. Namun, tatapan Kaelus berubah waspada, saat melihat beberapa lelaki berjas hitam yang keluar dari mobil itu. Terlebih logo bentuk sayap elang di bagian kirinya. Ya, mereka antak-antek Howard!‘Brengsek! Bagaimana bisa mereka ada di sini? Apa sejak tadi mereka mengawasi kami?!’ batin Kaelus bertanya-tanya. Dia lekas menoleh pada Annelies yang tampak terkejut. Sangat berbahaya jika mereka menjumpai Annelies di sini.Dengan sorot tegas, Kaelus pun berujar, “jangan tunjukan wajahmu dan tetap diam!”Belum sampai Annelies menimpali, seorang bodyguard Howard sudah lebih dulu mengetuk kaca taksi mereka. Manik hazel Annelies refleks melirik ke luar, tapi Kaelus dengan cepat menghalangi pandangannya. Bahkan tanpa menjelaskan apapun, Kaelus langsung menurunkan kaca jendelanya. “Apa kalian mabuk?!” Ka
Di sana Cloe mendekati Annelies saat baru turun dari mobil.“Direktur, tolong berhati-hati. Anda sedang hamil, sebenarnya saya sangat khawatir karena Anda pergi jauh,” tuturnya disertai tatapan cemas.Annelies tersenyum dan lantas menanggapi. “Terima kasih, Nona Cloe. Saya akan baik-baik saja. Lagi pula saya pergi dengan Kaelus. Anda percaya padanya, bukan?”Cloe pun melirik sang pria yang berada di sebelahnya. Tangannya perlahan direngkuh Kaelus erat-erat, seakan tak ingin meninggalkannya.“Jagalah Direktur,” katanya singkat.“Cih!” sahut sang pria mendesis. “Kau lebih mencemaskan Annelies dari pada aku?”Cloe menahan senyum malu-malu, memicu Kaelus semakin ingin menggodanya. Namun, karena mereka sudah kehabisan waktu, maka Velos pun mendesaknya pergi.“Kalian harus masuk sekarang. Jangan sampai ketinggalan pesawat, karena Ketua pasti tidak akan membiarkan penerbangan selanjutnya!” tukas lelaki berlesung pipi itu.Kaelus pun mengangguk. Dia beranjak masuk diikuti Annelies di sebelahn
“Kenapa mereka datang? Kakak tidak memberitahu rencana kita pada Annelies atau pun Cloe ‘kan?” tukas Velos saat melihat dua wanita itu di depan mobilnya. Kaelus yang duduk di kursi samping kemudi pun berdehem. “Padahal aku sudah memberitahunya untuk merasiakan ini dari Annelies!” gumamnya membuang tatapan ke jendela. Velos yang mendengarnya pun memutar bola matanya dengan malas. Tak tahu kenapa, sejak mengenal Cloe dan kembali jatuh cinta, kakaknya itu jadi ceroboh. ‘Aish, cinta memang membuat orang jadi gila!’ batin Velos prihatin. “Yah … setidaknya Cloe kan harus tahu kalau aku pergi ke Sociolla untuk sementara waktu!” tukas Kaelus seakan membela diri.Velos berpaling dengan wajah terkejut. Dia hampir berpikir kalau Kaelus bisa membaca pikirannya. “Kakak memang tidak paham dunia wanita. Tidak ada rahasia di antara mereka, apalagi Annelies dan Cloe sangat dekat. Sudah pasti Cloe memberitahu Annelies!” Velos pun mencibir sebal. “Sekarang apa yang harus kita lakukan? Annelies pas
‘Tidak!’ Annelies membelalak saat orang di belakang tiba-tiba merengkuh bahunya.Annelies seketika berpaling. Tatapannya yang semula tegang, kini mengerjap ketika menyadari seorang perawat yang menyentuhnya.“Maaf, apa saya mengejutkan Anda?” tukas Perawat tersebut.Annelies hanya menggeleng disertai senyum tipis.Belum sampai dirinya menimpali dengan kata-kata, Perawat tadi bertanya lagi. “Ini masih tengah malam, harusnya Anda beristirahat. Kenapa Anda keluar? Anda butuh sesuatu?”“Apa Anda melihat wanita yang menemani saya seharian ini, Suster? Saya lihat dia tadi keluar ruang rawat,” sahut Annelies membahas Cloe.Sang Suster mengernyit, lalu berujar, “ah, Nona itu pergi ke sebelah kiri koridor, Nona. Sepertinya dia keluar menerima telepon agar tidak mengganggu tidur Anda. Sebaiknya Anda kembali ke ruang rawat. Jika bertemu dengannya, saya akan menyampaikan bahwa Anda mencarinya.”“Terima kasih, Suster,” balas Annelies yang kini beranjak ke ruang rawat lagi.Ya, dia memang masuk kem
“Kau tidak dengar? Bukankah permintaanku tidak sulit, Theodore?!” Jesslyn semakin menekan dengan sorot tajamnya.Dan Theo yang berada di seberangnya hanya menatap dingin. Baginya, lebih baik jantungnya tercabik-cabik ribuan peluru dari pada mengkhianati Annelies. Terlebih dirinya tahu, Jesslyn-lah yang merencanakan semua ini, termasuk pengeboman pabrik Raica Ruby untuk mendesak pernikahan.“Kenapa? Kau tidak bisa?!” tukas Jesslyn mengandung ancaman.Wanita itu beralih menatap Anthony, lalu melanjutkan katanya. “Paman, apa-apaan ini? Bukankah Paman bilang Theodore sudah menyesal? Aku hanya meminta kepastian darinya, tapi dia malah mempermalukanku!”Anthony pun melirik sang putra, tapi Dan Theo hanya mematung di kursinya seakan tak mendengar ucapan semua orang. Apalagi Anthony tahu bahwa Bastian tak akan diam melihat putrinya direndahkan. Itu membuatnya harus segera mengambil tindakan.“Bukankah kalimat seperti itu biasanya diucapkan secara privat agar lebih mesra? Kau tahu, Theodore ti
‘Brengsek! Ternyata sejak tadi dia mengawasiku?!’ Velos memaki geram dalam hati. Irisnya melirik waspada seiring J4 yang menarik pelatuk atas senjata apinya. Jelas sekali dia bukan sekedar mengancam. Namun, bukannya mengangkat tangan dengan patuh, Velos justru berbalik dengan gesit dan langsung merengkuh tangan J4 yang mengacungkan pistol padanya. “Aish!” J4 mendesis sengit, lalu melayangkan tendangan cukup keras. Beruntung gerakan itu bisa terbaca oleh Velos, hingga dia segera melepas cekalan dari tangan J4, lalu mendorong kursi ke arahnya. Tendangan J4 pun menghantam kursi tersebut. Saat itulah, Velos mengambil kesempatan dengan menghajar wajah lelaki itu penuh berang. “Ugh!” J4 terhuyung, tapi Velos tak akan memberinya peluang. Dirinya justru menggertakkkan gigi dengan geram, lalu memukul wajah J4 lebih kencang. “Rasakan itu, J4!” Velos mendengus tajam melihat lawannya menghantam dinding. J4 yang kini merosot ke lantai, segera mengusap gelenyar darah dari sudut mulut
"Tuan Velos, kenapa Anda kembali?" tukas J4 saat berpaling ke belakang. Ya, kini mereka sedang berada di markas geng Ceko untuk mengawasi produksi Raica Ruby. Velos lebih dulu masuk karena J4 masih bertelepon dengan seseorang. Tapi alih-alih menjawab J4, Velos malah menyidik, "apa yang kau sembunyikan?""A-apa maksud Anda? Saya tidak menyembunyikan apapun. Mari, kita harus segera melihat proses produksinya 'kan?"J4 Melangkah lebih dulu. Tatapannya yang sinis, memicu rasa curiga Velos menebal. Jelas sekali dugaan Velos tak pernah meleset.'Bajingan ini! Kau tidak bisa membodohiku!' umpat Velos dalam batin.Dirinya menyusul anak buah Eugen itu, lalu mendecak berang, "J4!"Tanpa menunggu lelaki tersebut menoleh, Velos langsung merengkuh bahunya dengan kasar. Bahkan dia tak segan melayangkan pukulan amat keras. Tapi sial, refleks J4 cukup bagus. Dia dengan sigap membalas pukulan Velos. Kepalan tangannya mengincar wajah pria tersebut, tapi beruntung Velos menghindar dengan gesit.'Siala