Samuel baru saja tiba di kantor tempat Nesya bekerja. Samuel segera menuju ke ruangan kerja Nesya yang berada di lantai 5. Ketika Samuel berada di dalam lift, dering ponselnya berbunyi. Ada telepon dari Nesya.
"Iya Baby, ada aku lagi di dalam lift, " ucap Samuel ketika dirinya sudah menjawab telepon dari Nesya.
"Lama banget sih, " ucap Nesya sinis.
"Macet! Baby macet. " Samuel kesal juga dengan sikap Nesya yang tidak sabaran seperti itu.
Tut!
Nesya menekan tombol warna merah, dirinya memutuskan sambungan teleponnya.
"Dadar perawan tua," kesal Samuel.
Di tempat makan siang yang nantinya dihadiri Nesya juga. Di sana sudah tampak Leonard dan Desy, keduanya menggunakan warna pakaian yang senada. Rupanya Desy dan Leonard tidak mau kalah juga. Kedatangan Leonard dan Desy disambut hangat oleh Pak Wirya yang mengundang mereka makan siang bersama sekalian merayakan atas dirinya yang mendapatkan tender besar.
"Selamat datang Tuan Leonard dan Nona Dedy," sapa Pak Wirya dengan sangat ramahnya.
"Selamat Pak Wirya atas kemenangan nya." Leonard dan Pak Wirya saling berjabat tangan.
Tak lama, Nesya dan Samuel juga datang keduanya tak kalah mesra dan terlihat sangat serasi apalagi dengan pakaian keduanya yang senada. Samuel terus saja menggandeng mesra tangan Nesya, sehingga membuat Desy dan Leonard iri melihatnya.
"Selamat datang, Nona Nesya dan Tuan Samuel," sapa Tuan Wirya menyambut kedatangan pasangan yang kerap di perbincangkan warga Net.
"Selamat Pak Wirya atas tendernya," ucap Nesya memberikan semangat kepada Pak Wirya.
"Terima kasih, Nona Nesya!"
Leonard dan Desy terus saja melirik sinis, keduanya tampak tidak suka dengan kedatangan Nesya dan suami berondongnya itu.
"Beruntung sekali sih si Nesya," ucap Desy dalam hatinya.
Acara makan bersama dengan seluruh rekan kerja berjalan dengan lancar, setelah selesai dengan acara tersebut Nesya dan Samuel memutuskan untuk pulang saja.
***
Malam telah tiba rasanya malam ini cuacanya begitu sangat dingin. Mungkin malam ini malam terakhir Nesya tidur di kamar ini sebab mulai besok keduanya akan pindah ke rumah baru. Mommy Gresya juga sebenarnya tidak rela jika Nesya harus meninggalkan rumah ini. Namun, jika terus tinggal bersama Nesya semakin tidak bebas, dirinya harus bersikap manis kepada Samuel.
"Kau tidak mau tidur disini disebelahku?" tanya Nesya kepada Samuel yang sedang merebahkan tubuhnya di atas sopa.
"Enggak ah! Takut khilaf," jawab Samuel santai sembari memainkan ponselnya.
"Khilaf juga gak masalah kali, kan status kita sudah sah di mata agama maupun hukum." Nesya merasa sangat ingin jika Samuel tidur disebelahnya. Saat ini, ia sedang membutuhkan kehangatan meskipun sedang datang tamu bulanan. Tapi cukup dengan pelukan saja agar dirinya tidak merasa dingin lagi.
"Enggak ah! Males," ucap Samuel cuek sehingga membuat Nesya semakin gemas saja.
"Ya sudah, aku tidur duluan," cetus Nesya nada kesal.
Nesya tidur miring membelakangi Samuel yang masih merebahkan tubuhnya di atas sopa. Samuel menutupi tubuhnya dengan selimut tebal.
Jam menunjukan pukul 10 malam, rasa dingin sudah mulai masuk ke tulang-tulang rusuknya, bulu kuduknya juga sudah merinding. Padahal AC kamar sudah dimatikan tapi tetap saja rasa dingin itu masih terasa. Di luar hujan turun cukup deras disertai petir juga, Samuel yang tidak bisa menahan rasa dinginnya langsung pindah posisi. Samuel tidur di atas tempat tidur disebelah Nesya.
"Ternyata setelah memeluknya seperti ini terasa hangat sekali, rasa dinginku seketika berubah menjadi hangat," gumam Samuel ketika dirinya memberanikan diri memeluk Nesya.
Nesya berusaha untuk menahan senyumnya, dirinya terbangun kala mendapat pelukan hangat dari Samuel, tapi Nesya tetap pura-pura tidur. Ia sangat takut jika Samuel melepaskan pelukannya ketika mengetahui jika Nesya bangun.
"My God! Kenapa rasanya begitu hangat seperti ini," ucap Nesya dalam hatinya.
Tiara merasa tidak betah selama beberapa hari ini tinggal bersama dengan baby siter, Tiara meminta Baby Sister itu untuk menghubungi Samuel.
"Tapi ini sudah malam, pasti Kak Samuel sudah tidur," ucap Baby Sister itu kepada Tiara yang sedari tadi merengek.
"Tapi Tiara ingin bertemu dengan Kak Samuel." Bocah itu terus saja merengek dan keras kepala. Sehingga sang baby sister memutuskan untuk menghubungi Samuel.
Dering ponsel Samuel mengganggu tidur Samuel dan Nesya yang pulas. Keduanya sama-sama membuka matanya secara bersamaan, Samuel masih memeluk tubuh Nesya.
"Katanya tidak mau tidur sebelahku karena takut khilaf, tapi nyatanya ini apa? kau tidur disebelahku sampai memeluk tubuhku dengan erat seperti ini," cetus Nesya membuat Samuel merasa malu.
"Sorry! Khilaf!" Samuel langsung saja melepaskan pelukannya dan segera beranjak bangun, Samuel mengambil ponselnya yang ia taruh di atas sopa.
"Kenapa pindah sih," kesal Nesya dalam hatinya.
Suasana malam terasa begitu dingin, angin lembut menerobos celah-celah jendela kamar yang setengah terbuka. Nesya masih berbaring membelakangi Samuel, wajahnya sedikit kusut, namun matanya tak mampu menutup sepenuhnya. Hati kecilnya bergejolak, tak mampu sepenuhnya mengabaikan kehadiran pria di sampingnya. Samuel, meski terlihat cuek, perlahan mulai merasakan perubahan suasana di kamar itu. "Ingat, Nesya, ingat, dia hanya suami bayaran. Bukan suami sesungguhnya," batin Nesya menggerutu. Tanpa ia sadari, Samuel — suami bayarannya sedang memandangi punggung Nesya yang masih terlihat tegang. Sepertinya Ia merasakan sesuatu yang berbeda malam ini. Bukan hanya dingin yang menelusup ke dalam tubuhnya, tetapi juga ketegangan di antara dirinya dan wanita yang selalu Ia bilang 'Perawan tua' yang sudah terjalin belum lama ini.Ya, Samuel akui, ini hanya pernikahan kontrak, dan ada batasan yang harus Samuel jaga. “Nona Nesya,” gumam Samuel pelan, nyaris berbisik.Nesya tak merespons, tetap d
Samuel terbangun dengan perasaan yang berbeda dari biasanya. Matahari baru saja menampakkan diri, sinarnya perlahan menyusup melalui celah-celah tirai kamar yang masih setengah tertutup. Di sampingnya, Nesya masih terbaring, napasnya terdengar pelan dan tenang, seolah mimpi-mimpi malam sebelumnya memberikan ketenangan bagi dirinya. Padahal, Nesya hanya pura-pura tidur. Samuel menoleh, memperhatikan wajah Nesya yang damai dalam tidurnya. Perlahan, ia menyadari apa yang baru saja terjadi antara mereka. Tadi malam bukan hanya sekadar pelepasan hasrat, tapi juga momen yang mengubah cara pandangnya terhadap Nesya. Ada sesuatu yang berbeda saat ia menyentuh Nesya, perasaan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia mendekatkan tubuhnya ke Nesya, memeluknya dari belakang dengan hangat. “Nona Nesya...” bisiknya lembut di telinga wanita itu, suaranya penuh dengan kehangatan yang baru ditemukannya. Nesya membuka matanya. Ia menarik napas dalam, menyadari sesuatu yang membuatnya sedikit terkejut
Nesya dan Samuel akhirnya keluar dari kamar, rambut Nesya masih basah karena baru saja selesai mandi. Samuel mengikuti di belakangnya dengan wajah santai dan tersenyum. Mereka berdua berjalan menuju ruang makan di mana Mommy Gresya sudah menyiapkan sarapan. Mommy Gresya memperhatikan keduanya dengan tatapan hangat, meskipun dalam hatinya ia tahu betul apa yang mungkin telah terjadi. "Selamat pagi," sapanya sambil meletakkan piring roti panggang di meja. "Kalian terlihat segar pagi ini." Mommy Gresya menggoda.Nesya merasa pipinya mulai memanas mendengar ucapan itu, tapi dia tetap berusaha menjaga sikap. "Pagi, Mom. Maaf ya kalau kita agak telat."Mommy Gresya tersenyum tipis dan melirik Nesya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Tidak apa-apa, Sayang."Setelah selesai sarapan bersama, Nesya dan Samuel bersiap-siap untuk pindah ke rumah baru. Mereka tahu bahwa pindah adalah keputusan yang tepat, agar tidak terlalu berada di bawah pengawasan Mommy Gresya yang selalu saja mencurigai h
Sudah beberapa minggu terakhir, Desy sudah mulai terlihat berubah. Biasanya selalu hangat dan selalu membuat Leonard merasa bergairah, hanya Desy yang bisa memberikan kenikmatan surga dunia padanya. Kini, sikap Desy terasa dingin dan merasa jauh. Leonard merasa bosan, terjebak dalam situasi yang monoton. Dia merindukan kehangatan yang pernah ada, dan tanpa sadar, pikiran itu membawanya kembali pada Nesya, mantan kekasihnya.Hingga Leonard memutuskan untuk mengunjungi perusahaan Nesya. Ketika dia melangkah masuk ke ruang kerja CEO, matanya langsung menangkap sosok Nesya yang sedang serius memeriksa dokumen. Dia terlihat anggun dengan setelan bisnis yang rapi, tetapi ada aura kesedihan di wajahnya.“Nesya,” sapa Leonard, mencoba tersenyum meski hatinya bergetar.Nesya menoleh, terkejut melihat kehadiran Leonard. “Leonard! Sudah lama sekali. Ada yang bisa aku bantu?”Dia terlihat profesional, tetapi Leonard bisa merasakan ada kerinduan di balik tatapannya. “Aku hanya ingin menyapa. Apa k
Pukul sepuluh malam, suasana kamar terasa sedikit tegang. Samuel berbaring di sisi Nesya, tangannya perlahan menyentuh punggung wanita itu, mencoba mencari kehangatan seperti biasanya. Namun, kali ini berbeda. Nesya bergerak menjauh, tubuhnya tegang. “Samuel, aku lelah,” ucap Nesya tanpa menatapnya, suaranya terdengar datar. Ini artinya Nesya menolak keinginan Samuel. Samuel terkejut. Ini bukan kali pertama ia meminta, namun reaksi Nesya kali ini benar-benar berbeda. “Lelah? Ada apa, Nes? Kamu biasanya nggak menolak.”Nesya diam sejenak, lalu menarik selimut lebih erat ke tubuhnya. “Aku cuma lelah, oke? Nggak setiap malam harus seperti ini.”Samuel menghela napas, bingung dengan sikap Nesya yang berubah. Dia tahu pernikahan mereka hanyalah kontrak, tapi selama empat bulan terakhir, keduanya cukup akrab dan sering berbagi keintiman tanpa masalah. Kini, ada jarak yang Nesya ciptakan, dan Samuel tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.“Baik, aku paham,” jawab Samuel akhirnya, suarany
Selama beberapa minggu terakhir, Nesya semakin menjauh dari Samuel. Suasana di rumah menjadi dingin, penuh ketegangan yang tak terucapkan. Samuel mulai tidak nyaman dengan sikap Nesya, namun ia terpaksa bertahan karena sudah terikat kontrak. Tepat pukul delapan malam, keduanya duduk di sofa di dalam kamar. Samuel berusaha memulai pembicaraan, tetapi Nesya hanya menatap layar ponselnya.“Nes, kita perlu bicara,” ujar Samuel, berusaha menembus kebisuan.Nesya mengalihkan pandangannya, tetapi tidak menjawab. Samuel merasakan hatinya tertekan.“Kamu semakin jauh, dan kamu terlihat asing. Ada yang salah pada diriku?”“Tidak ada,” jawab Nesya singkat, masih dengan nada datar.Samuel menghela napas, merasa frustrasi. “Kalau tidak ada, kenapa kamu lebih memilih menghabiskan waktu di luar, kamu jarang pulang ke rumah ini? Apa kamu masih berhubungan dengan Leonard?”Mendengar nama Leonard, wajah Nesya seketika berubah. “Samuel, itu urusan aku. Jangan terus-menerus mengungkitnya,” katanya denga
16Samuel sudah melangkah ke arah pintu, tetapi tiba-tiba, Nesya bergegas dan memegang lengannya. Dia menarik Samuel kembali, tubuhnya bergetar seolah menahan sesuatu yang tak mampu ia katakan sebelumnya.“Sam, tunggu,” suara Nesya bergetar, meski terlihat keraguan di sorot matanya. “Aku... aku tidak tahu kenapa aku begitu bodoh. Kenapa aku bisa terjebak lagi dengan Leonard. Semua ini seharusnya tidak terjadi.”Samuel berhenti, menatap Nesya dengan tatapan marah, kesal dan juga kecewa. “Nesya, kalau kamu memang memilih dia, katakan saja. Jangan buat aku bingung. Aku sudah cukup bertahan selama ini. Ya memang, aku dibayar. Tapi, apa salah jika aku berharap? Apa laki-laki seperti aku tidak pantas untuk kamu?”Nesya menunduk, lalu tiba-tiba, dia memeluk Samuel erat-erat. Pelukannya membuat Samuel terdiam sejenak. “Aku salah, Sam. Aku yang bodoh. Leonard tidak seharusnya kembali ke dalam hidupku. Aku sadar, kamu yang selalu ada buatku, tapi aku terlalu buta untuk menyadarinya.”Samuel ter
17Di kediaman Mommy Gresya, suasana terasa tegang saat salah satu pelayan rumah menemukan majikannya tergeletak di lantai kamar Nesya. Dokumen surat kontrak perjanjian antara Nesya dan Samuel terbuka di lantai, menghadap ke atas. Pelayan langsung panik dan segera menghubungi Nesya lewat telepon. Nesya yang masih di kantor bersama Samuel, segera mengangkat panggilan tersebut.“Nona Nesya, Nyonya Gresya pingsan! Kami menemukannya di kamar Anda. Dokumen surat kontrak perjanjian Anda dengan Tuan Samuel ada di lantai, dan—”“APA?!” Nesya berteriak histeris, membuat Samuel langsung menatapnya dengan tatapan khawatir. “Bagaimana keadaan Mommy sekarang?”“Nyonya Gresya sudah tidak sadarkan diri. Kami segera membawanya ke rumah sakit,” jawab pelayan tersebut dengan nada cemas.Nesya seketika panik, wajahnya langsung terlihat pucat. “Cepat bawa Mommy ke rumah sakit. Aku akan menyusul. Panggil sopir dan pelayan lainnya untuk memastikan dia sampai dengan selamat. Sekarang juga!”Tanpa membuang
Setelah ulang tahun kelima Samudra, kehidupan Samuel dan Nesya berjalan dengan penuh kebahagiaan dan keberhasilan. Samuel telah menjadi pengusaha muda yang sukses, mengelola bisnisnya dengan bijak, dan telah diakui sebagai salah satu pengusaha paling berpengaruh di negeri ini. Hari-harinya dipenuhi dengan kesibukan mengembangkan perusahaan, namun ia tak pernah melupakan perannya sebagai suami dan ayah yang penuh perhatian.Samuel duduk di ruang kerjanya yang besar. Ia menatap jendela yang menghadap ke kota, sambil mengenang perjalanannya yang penuh liku. Dari seorang pelayan kafe, ia kini menjadi sosok yang dipandang oleh banyak kalangan bisnis. Kesuksesannya tidak datang begitu saja—setiap langkah yang ia tempuh selalu disertai dengan kerja keras, dedikasi, dan dukungan dari Nesya.Pintu ruang kerjanya terbuka perlahan, dan Nesya masuk dengan senyuman di wajahnya. Ia memegang secangkir kopi untuk Samuel, seperti biasa. "Pagi, sayang. Sedang apa?" tanyanya sambil menaruh cangkir di me
Lima tahun telah berlalu dengan cepat, dan hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga kecil Samuel dan Nesya. Mereka sedang bersiap-siap merayakan ulang tahun Samudra yang kelima, anak laki-laki yang menjadi pusat perhatian dan cinta dalam keluarga ini. Rumah besar mereka dihiasi balon warna-warni, tawa anak-anak terdengar menggema di halaman belakang yang dipenuhi dekorasi bertema bajak laut—tema favorit Samudra.Nesya memandang dari jendela dapur, tersenyum melihat putranya yang tengah berlarian dengan teman-temannya. "Sudah lima tahun," katanya pelan sambil mengaduk minuman, seolah tak percaya waktu berlalu begitu cepat. “Samudra sudah besar, ya, Sam?"Samuel, yang tengah merapikan dasi dan menyiapkan diri untuk menyambut tamu, mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggang Nesya dari belakang. "Iya, dan rasanya baru kemarin kita membawanya pulang dari rumah sakit," ucapnya lembut, mencium puncak kepala Nesya."Aku masih ingat bagaimana kamu panik waktu aku kontraksi. Sekarang, l
Di ruang tunggu rumah sakit, Samuel berjalan bolak-balik, berulang kali melirik pintu ruang operasi dengan ekspresi gelisah. Mommy Gresya duduk di salah satu kursi dengan tangan terlipat di pangkuannya, bibirnya komat-kamit berdoa, menahan perasaan cemas yang menggantung di udara."Samuel, duduklah dulu, nak. Kamu nggak bisa terus-terusan seperti ini," kata Mommy Gresya lembut, berusaha menenangkan Samuel yang tak bisa berhenti bergerak.Samuel menggeleng. "Aku nggak bisa, Mom. Aku terlalu khawatir. Nesya... dia pasti kesakitan di dalam sana. Aku seharusnya bisa melakukan sesuatu. Kenapa harus operasi cesar?""Ini yang terbaik untuknya dan bayi kalian. Dokter sudah bilang begitu. Kamu harus percaya."Samuel menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tapi hatinya tetap berdebar kencang. "Aku tahu... Aku cuma nggak bisa tenang. Semua ini terasa begitu cepat."Mommy Gresya berdiri dan meraih tangan Samuel, menggenggamnya erat. "Samuel, kamu harus kuat. Nesya butuh kamu saat ini. K
Beberapa bulan kemudian... Nesya sedang duduk di ruang tamu, menyesap teh hangat sambil menikmati pagi yang tenang. Tiba-tiba, perutnya terasa kencang, disusul dengan nyeri yang merambat ke punggung bawah. Dia terdiam sejenak, menaruh cangkirnya dan meraba perutnya yang besar, berusaha menenangkan diri. Mungkin hanya Braxton Hicks, pikirnya—kontraksi palsu yang biasa terjadi di akhir kehamilan. Namun, rasa sakit itu semakin lama semakin kuat, membuatnya meringis dan sedikit mengerang."Samuel!" panggilnya, suaranya bergetar karena mulai merasa panik.Samuel, yang sedang berada di dapur, segera menghampiri Nesya. "Apa yang terjadi, sayang?" tanyanya, tatapannya penuh kekhawatiran. Dia berlutut di samping Nesya, meraih tangannya yang dingin.Nesya menatap Samuel dengan mata berkaca-kaca. "Aku... aku rasa kontraksi ini berbeda, Sam. Sakit sekali... lebih dari sebelumnya."Samuel langsung waspada. "Ini mungkin sudah waktunya. Kamu pasti mulai melahirkan," ujarnya, meski tetap berusaha te
Suasana rumah Nesya dan Samuel semakin tenang dan penuh cinta sejak Samuel memutuskan berhenti bekerja sebagai pelayan kafe. Ia sekarang fokus menyelesaikan kuliahnya, dan di sela-sela itu, Samuel juga mengambil peran sebagai suami siaga untuk Nesya yang tengah hamil besar. Setiap pagi, Samuel selalu menyiapkan sarapan untuk Nesya, mengantar dan menjemputnya ke dokter, dan belajar lebih banyak tentang bisnis keluarga Nesya. Ia tahu, Nesya ingin menyerahkan tanggung jawab besar itu padanya.Saat mereka sarapan di dapur yang hangat dan penuh dengan aroma kopi, Samuel melihat Nesya memandanginya dengan senyum kecil."Ada apa?" Samuel bertanya sambil menyuapkan roti panggang ke mulutnya.Nesya menggeleng pelan. "Aku cuma merasa sangat beruntung punya kamu di hidupku. Kamu sekarang belajar banyak soal bisnis perusahaan, dan kamu begitu perhatian padaku. Aku benar-benar berterima kasih."Samuel tersenyum lembut, lalu meraih tangan Nesya. "Aku juga sangat bersyukur, Nes. Aku tahu kamu sudah
Acara syukuran untuk kandungan Nesya yang sudah memasuki usia tujuh bulan digelar dengan meriah. Dekorasi indah berwarna lembut menghiasi rumah mereka, dan tamu-tamu mulai berdatangan. Musik lembut mengalun di latar belakang, menyambut kerabat dan teman yang datang dengan wajah ceria. Samuel dan Nesya berdiri di pintu masuk, menyambut setiap tamu dengan senyum hangat."Selamat, Nesya! Kamu kelihatan sangat bahagia," ujar salah satu teman lama Nesya, sembari memeluknya dengan hangat.Nesya tersenyum lebar, tangannya dengan lembut menyentuh perutnya yang membesar. "Terima kasih. Aku memang sangat bahagia, semua ini seperti mimpi."Samuel berdiri di sampingnya, memegang tangannya dengan erat. "Kami benar-benar bersyukur atas semua dukungan dari kalian semua. Ini momen yang sangat spesial bagi kami," kata Samuel sambil memandang Nesya dengan penuh cinta.Di tengah suasana yang ceria itu, Leonard dan Desy tidak bisa menutupi rasa iri mereka. Mereka berdiri di sudut ruangan, menatap acara s
Seminggu telah berlalu.Berita tentang pernikahan Nesya dan Samuel menyebar cepat, seperti api yang tersulut angin. Leonard dan Desy, yang merasa iri dengan kebahagiaan Nesya, memanfaatkan masa lalu hubungan kontrak Nesya dan Samuel untuk merusak reputasi Nesya dan Samuel. Mereka mulai menyebarkan kabar bahwa Samuel, yang dianggap hanya seorang pelayan kafe, sebenarnya dibayar oleh Nesya untuk berpura-pura menjadi suaminya. Tujuannya? Agar Nesya tidak dicap sebagai "perawan tua" oleh lingkungan sosialnya. Desy bahkan membawa bukti berupa dokumen perjanjian lama mereka dan menunjukkan kepada publik.Tak butuh waktu lama, berita tersebut menjadi viral di media sosial. Orang-orang mulai membicarakan hubungan mereka dengan nada cemoohan, menyindir bahwa pernikahan itu hanya sebuah sandiwara.Berita itu langsung menyebar ke mana-mana, menjadi pembicaraan di media sosial, di kantor Nesya, bahkan di kafe tempat Samuel bekerja. Desy dengan senang hati memamerkan “bukti” bahwa Nesya membayar S
Satu bulan berlalu sejak percakapan serius antara Nesya, Samuel, dan Mommy Gresya. Kehidupan mereka tampak semakin harmonis, hubungan mereka yang sebelumnya diliputi kebohongan kini terasa lebih terbuka dan dipenuhi cinta. Samuel pun tidak pernah meninggalkan sisi Nesya, berusaha memberikan perhatian dan kasih sayang yang penuh.Pukul tujuh pagi, Nesya yang tengah duduk di meja makan bersama Samuel mulai merasa pusing. Pandangannya berkunang-kunang dan perutnya terasa mual hebat. “Aku nggak enak badan,” Nesya berbisik sambil menekan perutnya. Samuel yang sedang menikmati sarapan langsung menoleh. "Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya khawatir. Nesya menggelengkan kepala, tetapi sebelum dia sempat berkata apa-apa, tubuhnya terasa lemas dan pandangannya semakin buram. “Aku... ” ucapnya pelan sebelum tubuhnya benar-benar limbung dari kursi.Samuel yang panik segera berdiri dan menangkap tubuh Nesya sebelum jatuh. “Nesya! Nesya!” panggilnya dengan suara penuh kepanikan. Dia segera menggendong
Ruangan rumah sakit yang tadinya hening perlahan diwarnai oleh suara langkah-langkah perawat yang lalu-lalang. Di kamar rawat biasa, Mommy Gresya sudah siuman dan dipindahkan dari ruang ICU. Wajahnya tampak lebih segar, meski matanya masih menyiratkan kekecewaan yang mendalam. Nesya duduk di samping tempat tidurnya, menggenggam tangan sang ibu dengan hati-hati."Mommy... Aku benar-benar minta maaf," suara Nesya terdengar lemah namun tulus. Ia menunduk, tidak berani menatap langsung ke mata ibunya. Mommy Gresya menghela napas panjang, menatap jendela dengan tatapan yang kosong. “Kenapa kamu nggak cerita dari awal, Nesya? Kamu pikir, menutupi ini semua akan membuatku bahagia?”Nesya menelan ludah, hatinya terasa berat. “Aku nggak bermaksud menyakiti Mommy... Aku hanya takut, takut kalau Mommy nggak setuju dengan keputusan yang aku buat. Waktu itu... semuanya terasa seperti satu-satunya jalan keluar.”Mommy Gresya memutar tubuhnya perlahan, menatap Nesya dengan tatapan yang tajam. “Pern