Samuel baru saja tiba di kantor tempat Nesya bekerja. Samuel segera menuju ke ruangan kerja Nesya yang berada di lantai 5. Ketika Samuel berada di dalam lift, dering ponselnya berbunyi. Ada telepon dari Nesya.
"Iya Baby, ada aku lagi di dalam lift, " ucap Samuel ketika dirinya sudah menjawab telepon dari Nesya.
"Lama banget sih, " ucap Nesya sinis.
"Macet! Baby macet. " Samuel kesal juga dengan sikap Nesya yang tidak sabaran seperti itu.
Tut!
Nesya menekan tombol warna merah, dirinya memutuskan sambungan teleponnya.
"Dadar perawan tua," kesal Samuel.
Di tempat makan siang yang nantinya dihadiri Nesya juga. Di sana sudah tampak Leonard dan Desy, keduanya menggunakan warna pakaian yang senada. Rupanya Desy dan Leonard tidak mau kalah juga. Kedatangan Leonard dan Desy disambut hangat oleh Pak Wirya yang mengundang mereka makan siang bersama sekalian merayakan atas dirinya yang mendapatkan tender besar.
"Selamat datang Tuan Leonard dan Nona Dedy," sapa Pak Wirya dengan sangat ramahnya.
"Selamat Pak Wirya atas kemenangan nya." Leonard dan Pak Wirya saling berjabat tangan.
Tak lama, Nesya dan Samuel juga datang keduanya tak kalah mesra dan terlihat sangat serasi apalagi dengan pakaian keduanya yang senada. Samuel terus saja menggandeng mesra tangan Nesya, sehingga membuat Desy dan Leonard iri melihatnya.
"Selamat datang, Nona Nesya dan Tuan Samuel," sapa Tuan Wirya menyambut kedatangan pasangan yang kerap di perbincangkan warga Net.
"Selamat Pak Wirya atas tendernya," ucap Nesya memberikan semangat kepada Pak Wirya.
"Terima kasih, Nona Nesya!"
Leonard dan Desy terus saja melirik sinis, keduanya tampak tidak suka dengan kedatangan Nesya dan suami berondongnya itu.
"Beruntung sekali sih si Nesya," ucap Desy dalam hatinya.
Acara makan bersama dengan seluruh rekan kerja berjalan dengan lancar, setelah selesai dengan acara tersebut Nesya dan Samuel memutuskan untuk pulang saja.
***
Malam telah tiba rasanya malam ini cuacanya begitu sangat dingin. Mungkin malam ini malam terakhir Nesya tidur di kamar ini sebab mulai besok keduanya akan pindah ke rumah baru. Mommy Gresya juga sebenarnya tidak rela jika Nesya harus meninggalkan rumah ini. Namun, jika terus tinggal bersama Nesya semakin tidak bebas, dirinya harus bersikap manis kepada Samuel.
"Kau tidak mau tidur disini disebelahku?" tanya Nesya kepada Samuel yang sedang merebahkan tubuhnya di atas sopa.
"Enggak ah! Takut khilaf," jawab Samuel santai sembari memainkan ponselnya.
"Khilaf juga gak masalah kali, kan status kita sudah sah di mata agama maupun hukum." Nesya merasa sangat ingin jika Samuel tidur disebelahnya. Saat ini, ia sedang membutuhkan kehangatan meskipun sedang datang tamu bulanan. Tapi cukup dengan pelukan saja agar dirinya tidak merasa dingin lagi.
"Enggak ah! Males," ucap Samuel cuek sehingga membuat Nesya semakin gemas saja.
"Ya sudah, aku tidur duluan," cetus Nesya nada kesal.
Nesya tidur miring membelakangi Samuel yang masih merebahkan tubuhnya di atas sopa. Samuel menutupi tubuhnya dengan selimut tebal.
Jam menunjukan pukul 10 malam, rasa dingin sudah mulai masuk ke tulang-tulang rusuknya, bulu kuduknya juga sudah merinding. Padahal AC kamar sudah dimatikan tapi tetap saja rasa dingin itu masih terasa. Di luar hujan turun cukup deras disertai petir juga, Samuel yang tidak bisa menahan rasa dinginnya langsung pindah posisi. Samuel tidur di atas tempat tidur disebelah Nesya.
"Ternyata setelah memeluknya seperti ini terasa hangat sekali, rasa dinginku seketika berubah menjadi hangat," gumam Samuel ketika dirinya memberanikan diri memeluk Nesya.
Nesya berusaha untuk menahan senyumnya, dirinya terbangun kala mendapat pelukan hangat dari Samuel, tapi Nesya tetap pura-pura tidur. Ia sangat takut jika Samuel melepaskan pelukannya ketika mengetahui jika Nesya bangun.
"My God! Kenapa rasanya begitu hangat seperti ini," ucap Nesya dalam hatinya.
Tiara merasa tidak betah selama beberapa hari ini tinggal bersama dengan baby siter, Tiara meminta Baby Sister itu untuk menghubungi Samuel.
"Tapi ini sudah malam, pasti Kak Samuel sudah tidur," ucap Baby Sister itu kepada Tiara yang sedari tadi merengek.
"Tapi Tiara ingin bertemu dengan Kak Samuel." Bocah itu terus saja merengek dan keras kepala. Sehingga sang baby sister memutuskan untuk menghubungi Samuel.
Dering ponsel Samuel mengganggu tidur Samuel dan Nesya yang pulas. Keduanya sama-sama membuka matanya secara bersamaan, Samuel masih memeluk tubuh Nesya.
"Katanya tidak mau tidur sebelahku karena takut khilaf, tapi nyatanya ini apa? kau tidur disebelahku sampai memeluk tubuhku dengan erat seperti ini," cetus Nesya membuat Samuel merasa malu.
"Sorry! Khilaf!" Samuel langsung saja melepaskan pelukannya dan segera beranjak bangun, Samuel mengambil ponselnya yang ia taruh di atas sopa.
"Kenapa pindah sih," kesal Nesya dalam hatinya.
Suasana malam terasa begitu dingin, angin lembut menerobos celah-celah jendela kamar yang setengah terbuka. Nesya masih berbaring membelakangi Samuel, wajahnya sedikit kusut, namun matanya tak mampu menutup sepenuhnya. Hati kecilnya bergejolak, tak mampu sepenuhnya mengabaikan kehadiran pria di sampingnya. Samuel, meski terlihat cuek, perlahan mulai merasakan perubahan suasana di kamar itu. "Ingat, Nesya, ingat, dia hanya suami bayaran. Bukan suami sesungguhnya," batin Nesya menggerutu. Tanpa ia sadari, Samuel — suami bayarannya sedang memandangi punggung Nesya yang masih terlihat tegang. Sepertinya Ia merasakan sesuatu yang berbeda malam ini. Bukan hanya dingin yang menelusup ke dalam tubuhnya, tetapi juga ketegangan di antara dirinya dan wanita yang selalu Ia bilang 'Perawan tua' yang sudah terjalin belum lama ini.Ya, Samuel akui, ini hanya pernikahan kontrak, dan ada batasan yang harus Samuel jaga. “Nona Nesya,” gumam Samuel pelan, nyaris berbisik.Nesya tak merespons, tetap d
Samuel terbangun dengan perasaan yang berbeda dari biasanya. Matahari baru saja menampakkan diri, sinarnya perlahan menyusup melalui celah-celah tirai kamar yang masih setengah tertutup. Di sampingnya, Nesya masih terbaring, napasnya terdengar pelan dan tenang, seolah mimpi-mimpi malam sebelumnya memberikan ketenangan bagi dirinya. Padahal, Nesya hanya pura-pura tidur. Samuel menoleh, memperhatikan wajah Nesya yang damai dalam tidurnya. Perlahan, ia menyadari apa yang baru saja terjadi antara mereka. Tadi malam bukan hanya sekadar pelepasan hasrat, tapi juga momen yang mengubah cara pandangnya terhadap Nesya. Ada sesuatu yang berbeda saat ia menyentuh Nesya, perasaan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia mendekatkan tubuhnya ke Nesya, memeluknya dari belakang dengan hangat. “Nona Nesya...” bisiknya lembut di telinga wanita itu, suaranya penuh dengan kehangatan yang baru ditemukannya. Nesya membuka matanya. Ia menarik napas dalam, menyadari sesuatu yang membuatnya sedikit terkejut
Nesya dan Samuel akhirnya keluar dari kamar, rambut Nesya masih basah karena baru saja selesai mandi. Samuel mengikuti di belakangnya dengan wajah santai dan tersenyum. Mereka berdua berjalan menuju ruang makan di mana Mommy Gresya sudah menyiapkan sarapan. Mommy Gresya memperhatikan keduanya dengan tatapan hangat, meskipun dalam hatinya ia tahu betul apa yang mungkin telah terjadi. "Selamat pagi," sapanya sambil meletakkan piring roti panggang di meja. "Kalian terlihat segar pagi ini." Mommy Gresya menggoda.Nesya merasa pipinya mulai memanas mendengar ucapan itu, tapi dia tetap berusaha menjaga sikap. "Pagi, Mom. Maaf ya kalau kita agak telat."Mommy Gresya tersenyum tipis dan melirik Nesya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Tidak apa-apa, Sayang."Setelah selesai sarapan bersama, Nesya dan Samuel bersiap-siap untuk pindah ke rumah baru. Mereka tahu bahwa pindah adalah keputusan yang tepat, agar tidak terlalu berada di bawah pengawasan Mommy Gresya yang selalu saja mencurigai h
Sudah beberapa minggu terakhir, Desy sudah mulai terlihat berubah. Biasanya selalu hangat dan selalu membuat Leonard merasa bergairah, hanya Desy yang bisa memberikan kenikmatan surga dunia padanya. Kini, sikap Desy terasa dingin dan merasa jauh. Leonard merasa bosan, terjebak dalam situasi yang monoton. Dia merindukan kehangatan yang pernah ada, dan tanpa sadar, pikiran itu membawanya kembali pada Nesya, mantan kekasihnya.Hingga Leonard memutuskan untuk mengunjungi perusahaan Nesya. Ketika dia melangkah masuk ke ruang kerja CEO, matanya langsung menangkap sosok Nesya yang sedang serius memeriksa dokumen. Dia terlihat anggun dengan setelan bisnis yang rapi, tetapi ada aura kesedihan di wajahnya.“Nesya,” sapa Leonard, mencoba tersenyum meski hatinya bergetar.Nesya menoleh, terkejut melihat kehadiran Leonard. “Leonard! Sudah lama sekali. Ada yang bisa aku bantu?”Dia terlihat profesional, tetapi Leonard bisa merasakan ada kerinduan di balik tatapannya. “Aku hanya ingin menyapa. Apa k
Pukul sepuluh malam, suasana kamar terasa sedikit tegang. Samuel berbaring di sisi Nesya, tangannya perlahan menyentuh punggung wanita itu, mencoba mencari kehangatan seperti biasanya. Namun, kali ini berbeda. Nesya bergerak menjauh, tubuhnya tegang. “Samuel, aku lelah,” ucap Nesya tanpa menatapnya, suaranya terdengar datar. Ini artinya Nesya menolak keinginan Samuel. Samuel terkejut. Ini bukan kali pertama ia meminta, namun reaksi Nesya kali ini benar-benar berbeda. “Lelah? Ada apa, Nes? Kamu biasanya nggak menolak.”Nesya diam sejenak, lalu menarik selimut lebih erat ke tubuhnya. “Aku cuma lelah, oke? Nggak setiap malam harus seperti ini.”Samuel menghela napas, bingung dengan sikap Nesya yang berubah. Dia tahu pernikahan mereka hanyalah kontrak, tapi selama empat bulan terakhir, keduanya cukup akrab dan sering berbagi keintiman tanpa masalah. Kini, ada jarak yang Nesya ciptakan, dan Samuel tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.“Baik, aku paham,” jawab Samuel akhirnya, suarany
Selama beberapa minggu terakhir, Nesya semakin menjauh dari Samuel. Suasana di rumah menjadi dingin, penuh ketegangan yang tak terucapkan. Samuel mulai tidak nyaman dengan sikap Nesya, namun ia terpaksa bertahan karena sudah terikat kontrak. Tepat pukul delapan malam, keduanya duduk di sofa di dalam kamar. Samuel berusaha memulai pembicaraan, tetapi Nesya hanya menatap layar ponselnya.“Nes, kita perlu bicara,” ujar Samuel, berusaha menembus kebisuan.Nesya mengalihkan pandangannya, tetapi tidak menjawab. Samuel merasakan hatinya tertekan.“Kamu semakin jauh, dan kamu terlihat asing. Ada yang salah pada diriku?”“Tidak ada,” jawab Nesya singkat, masih dengan nada datar.Samuel menghela napas, merasa frustrasi. “Kalau tidak ada, kenapa kamu lebih memilih menghabiskan waktu di luar, kamu jarang pulang ke rumah ini? Apa kamu masih berhubungan dengan Leonard?”Mendengar nama Leonard, wajah Nesya seketika berubah. “Samuel, itu urusan aku. Jangan terus-menerus mengungkitnya,” katanya denga
16Samuel sudah melangkah ke arah pintu, tetapi tiba-tiba, Nesya bergegas dan memegang lengannya. Dia menarik Samuel kembali, tubuhnya bergetar seolah menahan sesuatu yang tak mampu ia katakan sebelumnya.“Sam, tunggu,” suara Nesya bergetar, meski terlihat keraguan di sorot matanya. “Aku... aku tidak tahu kenapa aku begitu bodoh. Kenapa aku bisa terjebak lagi dengan Leonard. Semua ini seharusnya tidak terjadi.”Samuel berhenti, menatap Nesya dengan tatapan marah, kesal dan juga kecewa. “Nesya, kalau kamu memang memilih dia, katakan saja. Jangan buat aku bingung. Aku sudah cukup bertahan selama ini. Ya memang, aku dibayar. Tapi, apa salah jika aku berharap? Apa laki-laki seperti aku tidak pantas untuk kamu?”Nesya menunduk, lalu tiba-tiba, dia memeluk Samuel erat-erat. Pelukannya membuat Samuel terdiam sejenak. “Aku salah, Sam. Aku yang bodoh. Leonard tidak seharusnya kembali ke dalam hidupku. Aku sadar, kamu yang selalu ada buatku, tapi aku terlalu buta untuk menyadarinya.”Samuel ter
17Di kediaman Mommy Gresya, suasana terasa tegang saat salah satu pelayan rumah menemukan majikannya tergeletak di lantai kamar Nesya. Dokumen surat kontrak perjanjian antara Nesya dan Samuel terbuka di lantai, menghadap ke atas. Pelayan langsung panik dan segera menghubungi Nesya lewat telepon. Nesya yang masih di kantor bersama Samuel, segera mengangkat panggilan tersebut.“Nona Nesya, Nyonya Gresya pingsan! Kami menemukannya di kamar Anda. Dokumen surat kontrak perjanjian Anda dengan Tuan Samuel ada di lantai, dan—”“APA?!” Nesya berteriak histeris, membuat Samuel langsung menatapnya dengan tatapan khawatir. “Bagaimana keadaan Mommy sekarang?”“Nyonya Gresya sudah tidak sadarkan diri. Kami segera membawanya ke rumah sakit,” jawab pelayan tersebut dengan nada cemas.Nesya seketika panik, wajahnya langsung terlihat pucat. “Cepat bawa Mommy ke rumah sakit. Aku akan menyusul. Panggil sopir dan pelayan lainnya untuk memastikan dia sampai dengan selamat. Sekarang juga!”Tanpa membuang