Samuel baru keluar dari dalam kamar mandi. Tubuhnya hanya ditutupi oleh handuk, dari pinggang sampai atas lutut. Nesya kembali terperangah ketika dirinya melihat bidang dada Samuel yang kekar itu. Nesya masih duduk di depan cermin meja riasnya. Bayangan Samuel terlihat jelas didalam cermin. dengan susah payah Nesya menelan saliva nya ketika melihat Samuel berjalan menuju ke arahnya.
"Duh... kok dia makin mendekat kesini sih, apakah malam ini akan terjadi," ucap Nesya dalam hatinya.
Samuel semakin mendekat saja, ketika mendekat Samuel langsung memeluk Nesya dari arah belakang, "Apakah aku boleh memelukmu seperti ini?" tanya Samuel berbisik.
"Kau kan suamiku. Tentu boleh," ucap Nesya terdengar sangat kaku.
"Tapi aku hanya suami bayaran kamu, Nesya." Samuel mencium aroma wangi di tubuh Nesya, aroma wangi itu membuat Samuel semakin ingin terus memeluk Nesya.
"Iya tapi pernikahan kita itu sah." Nesya terkekeh. Nesya mulai merasakan kenyamanan ketika dirinya di peluk oleh suami bayarannya itu.
tiba-tiba Nesya merasakan ada sesuatu hangat yang keluar dari area sensitifnya.
"Aduh!" Nesya tepuk jidat.
"Kenapa?" tanya Samuel.
"Sam sepertinya aku sedang datang tamu. Sebentar ya aku cek dulu ke kamar mandi." Samuel melepaskan pelukannya. Nesya beranjak bangun dan buru-buru masuk kedalam kamar mandi.
Samuel membuang nafas kasar dan langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Huhu... sepertinya tidak jadi deh," ucap Samuel. Padahal Samuel sudah membayangkan kalau malam ini akan menjadi malam panjang untuknya.
Dan ternyata benar, Nesya sedang datang tamu bulanan. Nesya harus menunggu sampai seminggu agar dirinya bisa merasakan yang namanya first night.
****
Pagi ini Samuel harus mengantar Tiara cek up ke Rumah Sakit, hari ini hari jadwalnya Tiara kontrol bekas jahitannya. Soal ini Nesya tidak mengetahuinya, hari ini Nesya sangat disibukan dengan pekerjaannya di kantor. Samuel juga tidak menceritakan soal kondisi Tiara yang habis operasi usus buntu yang masih memerlukan pengawasan dari dokter.
"Kak kapan Kak Sam sama Kak Nesya pindah ke rumah baru. Tiara bosan, Tiara lebih baik tinggal di panti di bandingkan tinggal di rumah mewah itu, Tiara merasa kesepian," ucap Tiara lirih sembari bersandar di bahu Samuel.
Tiara dan Samuel saat ini sedang berada di dalam mobil, perjalanan menuju ke Rumah Sakit. Dan Samuel yang menyetir mobilnya.
"Mungkin besok lusa, Dek. Sabar ya adikku yang manis," ucap Samuel, Tiara pun mengangguk.
Hem,
Tak cukup lama Samuel dan Tiara tiba juga di Rumah Sakit, keduanya segera menuju ke ruang pemeriksaan di mana di dalam sana sudah ada sang Dokter yang sudah siap memeriksa kondisi Tiara.
"Anak mani, ayo rebahkan tubuhmu di sini, " titah Sang Dokter kepada Tiara.
Bocah kecil itu pun mengangguk dan segera menuruti apa yang diperintahkan Dokter Ghani. Dering ponselnya Samuel terdengar sangat berisik, dan ternyata yang menghubungi Samuel itu ternyata Nesya.
"Maaf Dok! Saya jawab telepon dulu, " ucap Samuel kepada Dokter.
Dokter Ghani pun mengangguk, Samuel segera keluar dari ruangan pemeriksaan. Ponselnya terus berdering, Samuel segera menggeser tombol warna hijau.
"Lama banget sih jawab teleponnya, " kesal Nesya ketika teleponnya sudah di jawab oleh Samuel.
"Sorry! Tadi ada dosen, " jawab Samuel mengelak.
"Masih di kampus? " tanya Nesya terdengar ketus.
"Masih, kenapa emang? " tanya Samuel.
"Jam 12 siang kau harus ke kantor. Kita di undang makan siang oleh rekan bisnis ku, dan ingat penampilan kau harus keren. Sebab si Desy dan Leonard akan hadir juga di acara makan siang itu, " ucap Nesya.
"Baik, Nona Nesya, " ucap Samuel pasrah.
"Ok! "
Tut~
Nesya mematikan teleponnya. Samuel kembali masuk kedalam ruang pemeriksaan.
"Bagaimana Dok? " tanya Samuel kepada Dokter Ghani tentang kondisi Tiara.
"Bekas jahitannya sudah mengering. Tapi tetap perhatikan pola makannya, " ucap Dokter Ghani.
Setelah selesai memeriksa kondisi Tiara, Samuel bergegas menuju ke panti untuk menitipkan Tiara di sana.
"Hore! Jadi kita ke panti Kak? " seru Tiara, bocah itu begitu happy ketika dirinya akan dititipkan ke Panti. Tiara tidak betah di rumah mewah itu, di sana Tiara di urus seorang baby sister.
"Iya, Dek! " Samuel melebarkan senyum. Dirinya ikut senang jika melihat adik perempuannya ceria seperti itu.
Berbeda dengan Nesya, saat ini dirinya sedang merias wajahnya biar terlihat lebih cantik. Nesya juga sudah mengganti pakaian kerjanya menggunakan gaun dress. Sebab ini acara non formal jadi Nesya tidak perlu menggunakan pakaian kerjanya.
"Penampilanku tidak boleh kalah dengan penampilan si Desy, " gumamnya. Dress polos berwarna hitam itu sangat cocok di tubuh Nesya.
Sekretaris Nesya yang bernama Feby masuk kedalam ruangan Nesya untuk memberikan sebuah berkas untuk Nesya tandatangani. Feby begitu terpesona dengan penampilan atasannya yang terlihat glamor, cantik dan seksi.
"Sungguh cantik, " sahut Feby sembari menaruh satu berkas di atas meja kerjanya Nesya.
"Serius nih? " seru Nesya.
"Serius! Miss Bos begitu cantik, sangat cantik, " seru Feby memuji kecantikan Nesya yang menakjubkan.
"Oh terima kasih, Feby! "
Samuel baru saja tiba di kantor tempat Nesya bekerja. Samuel segera menuju ke ruangan kerja Nesya yang berada di lantai 5. Ketika Samuel berada di dalam lift, dering ponselnya berbunyi. Ada telepon dari Nesya. "Iya Baby, ada aku lagi di dalam lift, " ucap Samuel ketika dirinya sudah menjawab telepon dari Nesya. "Lama banget sih, " ucap Nesya sinis. "Macet! Baby macet. " Samuel kesal juga dengan sikap Nesya yang tidak sabaran seperti itu. Tut! Nesya menekan tombol warna merah, dirinya memutuskan sambungan teleponnya. "Dadar perawan tua," kesal Samuel. Di tempat makan siang yang nantinya dihadiri Nesya juga. Di sana sudah tampak Leonard dan Desy, keduanya menggunakan warna pakaian yang senada. Rupanya Desy dan Leonard tidak mau kalah juga. Kedatangan Leonard dan Desy disambut hangat ol
Suasana malam terasa begitu dingin, angin lembut menerobos celah-celah jendela kamar yang setengah terbuka. Nesya masih berbaring membelakangi Samuel, wajahnya sedikit kusut, namun matanya tak mampu menutup sepenuhnya. Hati kecilnya bergejolak, tak mampu sepenuhnya mengabaikan kehadiran pria di sampingnya. Samuel, meski terlihat cuek, perlahan mulai merasakan perubahan suasana di kamar itu. "Ingat, Nesya, ingat, dia hanya suami bayaran. Bukan suami sesungguhnya," batin Nesya menggerutu. Tanpa ia sadari, Samuel — suami bayarannya sedang memandangi punggung Nesya yang masih terlihat tegang. Sepertinya Ia merasakan sesuatu yang berbeda malam ini. Bukan hanya dingin yang menelusup ke dalam tubuhnya, tetapi juga ketegangan di antara dirinya dan wanita yang selalu Ia bilang 'Perawan tua' yang sudah terjalin belum lama ini.Ya, Samuel akui, ini hanya pernikahan kontrak, dan ada batasan yang harus Samuel jaga. “Nona Nesya,” gumam Samuel pelan, nyaris berbisik.Nesya tak merespons, tetap d
Samuel terbangun dengan perasaan yang berbeda dari biasanya. Matahari baru saja menampakkan diri, sinarnya perlahan menyusup melalui celah-celah tirai kamar yang masih setengah tertutup. Di sampingnya, Nesya masih terbaring, napasnya terdengar pelan dan tenang, seolah mimpi-mimpi malam sebelumnya memberikan ketenangan bagi dirinya. Padahal, Nesya hanya pura-pura tidur. Samuel menoleh, memperhatikan wajah Nesya yang damai dalam tidurnya. Perlahan, ia menyadari apa yang baru saja terjadi antara mereka. Tadi malam bukan hanya sekadar pelepasan hasrat, tapi juga momen yang mengubah cara pandangnya terhadap Nesya. Ada sesuatu yang berbeda saat ia menyentuh Nesya, perasaan yang tak pernah ia duga sebelumnya. Ia mendekatkan tubuhnya ke Nesya, memeluknya dari belakang dengan hangat. “Nona Nesya...” bisiknya lembut di telinga wanita itu, suaranya penuh dengan kehangatan yang baru ditemukannya. Nesya membuka matanya. Ia menarik napas dalam, menyadari sesuatu yang membuatnya sedikit terkejut
Nesya dan Samuel akhirnya keluar dari kamar, rambut Nesya masih basah karena baru saja selesai mandi. Samuel mengikuti di belakangnya dengan wajah santai dan tersenyum. Mereka berdua berjalan menuju ruang makan di mana Mommy Gresya sudah menyiapkan sarapan. Mommy Gresya memperhatikan keduanya dengan tatapan hangat, meskipun dalam hatinya ia tahu betul apa yang mungkin telah terjadi. "Selamat pagi," sapanya sambil meletakkan piring roti panggang di meja. "Kalian terlihat segar pagi ini." Mommy Gresya menggoda.Nesya merasa pipinya mulai memanas mendengar ucapan itu, tapi dia tetap berusaha menjaga sikap. "Pagi, Mom. Maaf ya kalau kita agak telat."Mommy Gresya tersenyum tipis dan melirik Nesya dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Tidak apa-apa, Sayang."Setelah selesai sarapan bersama, Nesya dan Samuel bersiap-siap untuk pindah ke rumah baru. Mereka tahu bahwa pindah adalah keputusan yang tepat, agar tidak terlalu berada di bawah pengawasan Mommy Gresya yang selalu saja mencurigai h
Sudah beberapa minggu terakhir, Desy sudah mulai terlihat berubah. Biasanya selalu hangat dan selalu membuat Leonard merasa bergairah, hanya Desy yang bisa memberikan kenikmatan surga dunia padanya. Kini, sikap Desy terasa dingin dan merasa jauh. Leonard merasa bosan, terjebak dalam situasi yang monoton. Dia merindukan kehangatan yang pernah ada, dan tanpa sadar, pikiran itu membawanya kembali pada Nesya, mantan kekasihnya.Hingga Leonard memutuskan untuk mengunjungi perusahaan Nesya. Ketika dia melangkah masuk ke ruang kerja CEO, matanya langsung menangkap sosok Nesya yang sedang serius memeriksa dokumen. Dia terlihat anggun dengan setelan bisnis yang rapi, tetapi ada aura kesedihan di wajahnya.“Nesya,” sapa Leonard, mencoba tersenyum meski hatinya bergetar.Nesya menoleh, terkejut melihat kehadiran Leonard. “Leonard! Sudah lama sekali. Ada yang bisa aku bantu?”Dia terlihat profesional, tetapi Leonard bisa merasakan ada kerinduan di balik tatapannya. “Aku hanya ingin menyapa. Apa k
Pukul sepuluh malam, suasana kamar terasa sedikit tegang. Samuel berbaring di sisi Nesya, tangannya perlahan menyentuh punggung wanita itu, mencoba mencari kehangatan seperti biasanya. Namun, kali ini berbeda. Nesya bergerak menjauh, tubuhnya tegang. “Samuel, aku lelah,” ucap Nesya tanpa menatapnya, suaranya terdengar datar. Ini artinya Nesya menolak keinginan Samuel. Samuel terkejut. Ini bukan kali pertama ia meminta, namun reaksi Nesya kali ini benar-benar berbeda. “Lelah? Ada apa, Nes? Kamu biasanya nggak menolak.”Nesya diam sejenak, lalu menarik selimut lebih erat ke tubuhnya. “Aku cuma lelah, oke? Nggak setiap malam harus seperti ini.”Samuel menghela napas, bingung dengan sikap Nesya yang berubah. Dia tahu pernikahan mereka hanyalah kontrak, tapi selama empat bulan terakhir, keduanya cukup akrab dan sering berbagi keintiman tanpa masalah. Kini, ada jarak yang Nesya ciptakan, dan Samuel tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.“Baik, aku paham,” jawab Samuel akhirnya, suarany
Selama beberapa minggu terakhir, Nesya semakin menjauh dari Samuel. Suasana di rumah menjadi dingin, penuh ketegangan yang tak terucapkan. Samuel mulai tidak nyaman dengan sikap Nesya, namun ia terpaksa bertahan karena sudah terikat kontrak. Tepat pukul delapan malam, keduanya duduk di sofa di dalam kamar. Samuel berusaha memulai pembicaraan, tetapi Nesya hanya menatap layar ponselnya.“Nes, kita perlu bicara,” ujar Samuel, berusaha menembus kebisuan.Nesya mengalihkan pandangannya, tetapi tidak menjawab. Samuel merasakan hatinya tertekan.“Kamu semakin jauh, dan kamu terlihat asing. Ada yang salah pada diriku?”“Tidak ada,” jawab Nesya singkat, masih dengan nada datar.Samuel menghela napas, merasa frustrasi. “Kalau tidak ada, kenapa kamu lebih memilih menghabiskan waktu di luar, kamu jarang pulang ke rumah ini? Apa kamu masih berhubungan dengan Leonard?”Mendengar nama Leonard, wajah Nesya seketika berubah. “Samuel, itu urusan aku. Jangan terus-menerus mengungkitnya,” katanya denga
16Samuel sudah melangkah ke arah pintu, tetapi tiba-tiba, Nesya bergegas dan memegang lengannya. Dia menarik Samuel kembali, tubuhnya bergetar seolah menahan sesuatu yang tak mampu ia katakan sebelumnya.“Sam, tunggu,” suara Nesya bergetar, meski terlihat keraguan di sorot matanya. “Aku... aku tidak tahu kenapa aku begitu bodoh. Kenapa aku bisa terjebak lagi dengan Leonard. Semua ini seharusnya tidak terjadi.”Samuel berhenti, menatap Nesya dengan tatapan marah, kesal dan juga kecewa. “Nesya, kalau kamu memang memilih dia, katakan saja. Jangan buat aku bingung. Aku sudah cukup bertahan selama ini. Ya memang, aku dibayar. Tapi, apa salah jika aku berharap? Apa laki-laki seperti aku tidak pantas untuk kamu?”Nesya menunduk, lalu tiba-tiba, dia memeluk Samuel erat-erat. Pelukannya membuat Samuel terdiam sejenak. “Aku salah, Sam. Aku yang bodoh. Leonard tidak seharusnya kembali ke dalam hidupku. Aku sadar, kamu yang selalu ada buatku, tapi aku terlalu buta untuk menyadarinya.”Samuel ter