Suara rintik hujan membuat ku membuka mata perlahan. Ini sepertinya kediaman Hafla apalagi dengan berbagai dokumen di sana sini. Dan ya Fatih yang tidur di sofa. Ehh pelanggaran lu Sya. Bisanya suami tidur di sofa.
Ku tarik selimut yang membalut tubuhku dan menyampirkan ke tubuhnya sebelum beranjak keluar. Masih jam 4, berarti harusnya aku sudah mulai masak. Masalahnya ngga ada kah yang bisa ganti baju ini heh.
11 12 dengan rumahku hanya saja keluarga Hafla jauh lebih agamis berbeda dengan ku yang lebih javanes. Tapi di sini ngga ada ruang terbuka penghubung kayak di rumahku. Its okey kolam ikan cukup membuatku terpukau.
"Rafsya sudah bangun Nak?,"tanya Aina dengan senyum lembut nya menyapa ku. Bunda mertua ku memang sangat lemah lembut ges. Di pagi yang cerah senyumnya sudah mencerahkan dunia. "Sudah Bun. Oiya bun kalo sarapan biasanya masak apa,"tanyaku.
"Waduh kok kamu sibuk masak. Udah ngga usah mending bangunin Fatih. Kayaknya semalam riweh dengan tugas mahasiswa nya makanya sampai begadang. Biasanya kami di rumah sarapan pakai susu sama roti aja kok.
Udah buruan bangunin Fatih gih,"ucap Aina mendorong ku halus kembali ke kamar. Mau ngga mau ya harus manut sama mertua. Btw tugas? Ada tugas apa kok aku ngga tau ehh.
"Pak sudah mau Subuh Pak,"ucapku menepuk kaki nya pelan. Baru ku tepuk kaki nya langsung bangun. Kalo aku? Hadeh ngga usah ditanya betapa malasnya diri ku kalo di rumah ibu. Sampai ditarik dari kasur kalo Satria sama Satya yang bangunin.
Liatlah muka Fatih ternyata ganteng saudara. Dan kamu kemana aja Rafsya baru tau suami mu ganteng nya Masya Allah??? Bahkan dengan rambut acak-acakan itu sudah cukup membuat ku deg-degan.
Ini aku baru setuju. Orang ganteng mah bebas. "Rafsya baju kamu sudah saya taruh di rumah. Saya Cuma bawakan itu saja,"ucap Fatih memunculkan kepala sebelum masuk ke kamar mandi menunjuk paper bag di ujung.
Sembari menunggu nya selesai mandi, aku mengambil beberapa potong pakaian untuk dipakai nya ke kampus. Baru aja mau liat baju apa yang dibawakan malah penasaran liat hp ku yang menyala.
Ozon O3
Rafael
Rafsya tugas Pak Fatih
Hilda
Ehh ngga aktif cuy
Kieran
Duh mana ngga aktif lagi
Airin
Haeh tamat sudah kau Rafsya
Hari ini
Tugas apa coy
Rafael
Tadi malam bapak kirim tugas di Gcr
Kerjakan 5 soal materi kemarin Sya
Mati kek mana dong
Hilda
Hubungin bapaknya langsung aja Sya
Lagian kamu kemana sih woy
Ada urusan penting
Thanks
Sembari menunggu Fatih keluar, aku berusaha mengerjakan semua tugas ya meskipun terlambat. "Mau mengerjakan apa di pagi buta?,"tanya Fatih membuat ku mendongak. "Gusti Allah. Itu pak tugas semalam,"ucapku merutukinya.
"Bisa ngga pakai baju dulu atau ngga kaos lah minimal baru keluar,"ucapku merutuk pelan. "Batas aurat seorang laki-laki dari pusar sampai lutut. Tugas? Kenapa baru mengerjakan sekarang,"tanya Fatih. "Karena semalam saya ketiduran Pak,"ucapku bersikeras mengerjakan 5 nomor itu.
"Trus? Itu sebuah alasan? Teman mu bahkan sudah mengumpulkan sebelum jam 3,"ucap Fatih. "Makanya Pak please lah mana saya tau kalo ada tugas. Notifikasi HP saya juga kok tumben mati,"ucapku menggenggam tangan nya. "Ehh maksudnya. Tugas saya pak,"ucapku menyodorkan kertas tugas ku.
"Kamu tau kan hal yang membatalkan wudhu,"ucap Fatih berkacak pinggang. "Itu hehe. Tapi pak please tugas ku,"ucapku. "Saya mau sholat Subuh,"ucap Fatih berlalu.
"Pak tugas saya,"ucapku mengejar nya sampai bawah namun usai begitu dia naik sepeda pergi ke masjid. Niat hati mau mengejarnya tapi baru ingat ngga pakai jilbab. "Rafsya ngapain sayang,"tanya Aina melihat ku seperti orang gila di pintu bawa kertas tugas.
"Semalam ketiduran baru ngga tau kalo ada tugas,"ucapku. "Oalah. Sudah sekarang mandi dulu, habis itu nanti bilang ke Fatih pelan-pelan. Habis dari masjid biasanya menonton berita sama Ayah,"ucap Aina ku angguki.
Sembari merutuk aku kembali ke kamar dengan niat mau mandi tapi baru di pintu aku lupa. Dimana dia menyimpan baju yang tadi dimaksud. Ini mah bukan pagi yang cerah yang selalu ku baca di W*****d tapi pagi yang menyebalkan. Nasib punya suami dosen lagian ngga ada kah yang lain gitu. Semisal aku kan rada fresh dan penuh lelucon dengan laki-laki yang sama-sama penuh lelucon?
-&-
Selepas sholat Subuh, ku singkap lengan baju ku perlahan sambil menyalakan musik dari Spotify.
Unbelievable sights
Indescribable feeling
Soaring, tumbling, freewheeling
Through an endless diamond sky
"Akh tahan Sya tahan,"ucapku mengusap salep ke luka di bagian lengan ku yang tinggal 80% kering. "Sini biar saya yang oleskan,"ucap Fatih di belakang ku membuat ku bergegas masuk ke dalam kamar mandi lagi dan menutup nya rapat.
"Biar saya yang oleskan atau tugas mu ngga saya terima,"ucap Fatih mengetuk pintu kamar mandi. "Ngga papa dah ngga diterima. Ini terlalu menjijikkan buat dilihat Pak Auh ashh,"ucapku menahan pedih.
"Apanya yang menjijikkan,"ucap Fatih. "Pak beneran deh. Bapak kalo liat pasti langsung ngga nafsu makan,"ucapku meniup kecil setelah ku beri salep. "Ngga nafsu makan? Saya sudah pernah liat waktu di rumah sakit.
Lupakan semua kalimat mu. Cepat keluar,"ucap Fatih membuat ku tersentak. "Tapi kan bapak bukan wali saya. Kenapa boleh dan kenapa bapak melihat luka saya,"ucapku menutup luka. "Saya bilang ke dokter saya suami kamu dan saya juga yang membuka baju kamu.
Dengan begitu asam sulfat nya ngga berdampak semakin buruk. Keluar atau saya dobrak,"ucap Fatih ku angguki. "Itu kan masih basah ngga seberapa. Ini kalo kering jauh lebih menjijikkan,"ucapku membuka pintu kamar mandi.
"Hmm Pak tugas saya berarti aman kan,"ucapku mengangsurkan kertas hasil karya 5 menit ku. Ku ikuti langkahnya yang berhenti kursi tempatnya belajar dan bekerja. Berbagai jenis dokumen dan berkas tak dikenal berada di atas mejanya.
"Reset?,"ucapku bergumam melihat namanya di atas salah satu penelitian. "Mana tugasmu,"tanya Fatih. Semalam apa dia kesambet ya? Atau memang aslinya begini? Haeh sama suami sendiri ngga kenal Rafsya?????
"Nanti saya koreksi. Kenapa masih belum mandi?,"tanya Fatih. "Belum sempat ganti baju, mau ganti baju lupa dimana bapak taruh,"ucapku. "Ini baju kamu,"ucap Fatih mengangsurkan baju ganti dalam paper bag.
Namun membuat ku semakin melotot. "Pak saya tidak bisa memakai nya,"ucapku. "Terserah,"ucap Fatih santai mengecek jawaban tugasku. "Tapi Pak ini bukan alasan. Bapak sengaja mau saya pakai baju ini ke kampus,"ucapku mendatangi nya sambil mengangsurkan lingerie yang ada di dalam paper bag.
"Astagfirullah. Pasti kerjaan teman-teman ini,"ucap Fatih tampak kesal. Apalagi dengan ku?
"KAKAK KAPAN NIKAH???? NGGA NGUNDANG AKU LAGI !!??? Ehh ehh sudah ada istrinya ternyata,"ucap seorang gadis seusia ku. "Hallo Mbak ehh apa nih panggilnya. Saya Amayra,"ucapnya mengangsurkan tangan langsung ku balas.
"Siapa nama kakak,"tanya Amayra. "Rafsya Anitya,"ucap Fatih membalas. "Ouh oke Kak Rafsya. Btw kakak kejam kali masa istrinya masih pakai baju kebaya gitu. Ngga jelas memang Kak Fatih lama-lama,"ucap Amayra.
"Nah bagus. Amayra mumpung kamu asal masuk. Ada ngga beberapa baju mu?,"ucap Fatih. "Ada sih memang kenapa dengan baju yang kakak kasih. Tumben pilihan kakak ditolak cewek,"ucap Amayra mengambil paper bag dan melotot begitu melihat yang ada di dalamnya.
"HAH!!! AYAH BUNDA. KAK FATIH MULAI GILAAA,"ucap Amayra berlari ke bawah.
"Aiy Aiy. Pfft tunggu aja kalian,"ucap Fatih mengajak ku ikut turun ke bawah. "Fatih,"ucap Aini. "Bukan begitu Bun. Itu salah baju, makanya aku minta Amayra pinjamkan dulu bajunya buat Rafsya,"ucap Fatih.
"Fatih bisa panggil lebih baik,"tanya Himawan. "Hmm maksudnya itu lah,"ucap Fatih. "Kalian ngga boleh panggil Pak sama Rafsya ya. Biasakan panggil minimal Kak atau ngga Mas. Kamu juga Fatih,"ucap Aini.
"Mas?,"ucapku menampilkan mimik aneh. "Siap-siap 5 menit saya mau ke kampus,"ucap Fatih. "Pak ehh Kak. Saya ngga ke kampus hari ini,"ucapku. "Nah berarti kakak ipar sama aku aja.,"ucap Amayra.
"Amayra jangan kamu ajak neko-neko Raf Maksudnya itu,"ucap Fatih mengingatkan. "Okey,"ucap Amayra setuju mengajak ku ke meja makan. "Fatih luka nya Rafsya gimana? Sudah sembuh?,"tanya Aini.
"Luka?,"ucap Amayra. "Amayra nanti ikut bunda,"ucap Himawan. "Luka saya sudah tinggal 20% lagi Yah,"ucapku. "Loh Fatih bukannya ibu tadi minta kamu bantuin Rafsya?,"tanya Aini.
"Ohh itu Bun waktu tadi Kak Fatih masuk kamar, udah selesai,"ucapku. "Terlalu banyak bicara Sya. Tadi Rafsya yang malah mengunci diri di kamar mandi,"ucap Fatih. 'Jujur amat suami ter zheyenk,'ucapku dalam hati.
"Rafsya ngga papa dibantuin Fatih ya sayang. Dia bukan orang asing buat mu,"ucap Aini ku angguki. "Kak mau nya habis nikah semalam itu muka yang seger gitu nah. Kok malah mupeng kayak kena sawan gitu sih,"ucap Amayra.
"Iya harusnya kamu seger gitu hawa pengantin baru. Ini malah aku kayak liatnya kulkas sama matahari pagi,"ucap Himawan. "Mungkin terlalu banyak jadwal mendatang. Yah Bun Ai, aku berangkat,"ucap Fatih berlalu.
"Pak saya ngga juga kah?,"ucapku mengangkat tangan ku seperti anak SD habis buat baik ngga disebut gurunya. "AHAHAHA NGAKAK ASLI,"ucap Amayra tertawa terpingkal-pingkal. "Amayra,"ucap Aini.
"Kakak keterlaluan lah. Belum 24 jam lupa sudah nikahi anak orang,"ucap Amayra. "Belum terbiasa bukan lupa,"ucap Fatih. "Makanya dibiasakan,"ucap Himawan. "Tuh lah. Kak Rafsya cantik nan comel masa dilupakan,"ucap Amayra ku abaikan.
Ku datangi dirinya yang masih berdiri di dekat meja untuk menyalami nya. Fatih pun ikut menunduk kan kepala, mengecup kening ku pelan. "Hati-hati di rumah. Jangan ikut kalo diajak aneh-aneh sama Amayra,"ucapnya saat mencium kening ku sebelum berlalu.
Maklum dia tinggi nya 180 cm nah aku Cuma 150 cm. "Kakak ini he. Kak Rafsya kayak boneka porselen aja dibiarkan jangan sampai pecah. Jangan sampai lecet. Wajar sih tapi aku kan ngga se bar-bar itu Bun,"ucap Amayra.
"Udah Ay. Lagian Rafsya juga belum sembuh total,"ucap Aini. "Oke oke. Kak Rafsya suka nonton ngga,"tanya Amayra. "Random,"ucapku singkat. "Hum bisa nih kapan-kapan kita nobar. Kak Fatih itu sebenarnya romance abis.
Cuma kayaknya jadwal nya kelewat padat makanya sampai kayak zombie gitu,"ucap Amayra ku angguki."Asli cocok dah. Bun dimana Kak Fatih ketemu Kak Rafsya,"tanya Amayra. "Lab lah dimana lagi,"ucap Aini. "Analis nya?,"tanya Amayra. "Mahasiswi nya,"ucapku.
"WHA,"ucap Amayra terlonjak. "Kalo gitu Bun. Amayra boleh nikah sama Dokter Alfred ngga? Kakak kan boleh,"tanya Amayra. "Heh kamu masih terlalu muda. Kakak mu kan sudah waktunya menikah lagian kamu sudah yakin pilihan kamu bagus?,"tanya Himawan.
"Yakin tapi ngga seyakin Kak Rafsya kayaknya. Mimpi apa juga Kak Rafsya dapat modelan imut begini,"ucap Amayra. "Amayra. Rafsya itu mahasiswi yang bunda bilang tempo hari. Tapi sebenarnya bunda bersyukur sekali. Cuma mungkin jalan takdirnya begini,"ucap Aini.
"Iya heh. Makanya aku bilang ketemu dimana. Btw kak Rafsya rumahnya dimana pun,"tanya Amayra. "Makanya kalo di ajak jangan nolak pakai acara ngga percaya lagi,"ucap Himawan. "Ya kan aku kira becanda ehh sekalinya waktu liat fotonya kaget bukan main.
Tapi waktu liat tuh muka nya lebih dewasa sekalinya baby face banget. Jadi kakak ipar zheyenk dimana rumahnya? Siapa tau kalo aku main-main ke daerah sana, trus malas pulang kan bisa bertamu,"ucap Amayra. "Di jalan Antrasit no 7,"ucapku.
"Whops bentar Antrasit mana nih. Depan nya Transmart itu juga ada jalan Antrasit, di perumahan KPC juga jalan Antrasit. Tapi jelas sama sultan nya ye kan,"ucap Amayra. "Mana ada. Dulu aja aku pengen jadi engineer disana selepas lulus, tapi sekarang ngga tau Aiy. Jadi istri yang baik jauh lebih baik,"ucapku.
"Ehem. Rafsya kalo selepas wisuda mau ngambil yang lain ngga papa kok,"ucap Himawan. "Ngga papa Yah. Untuk sekarang, Rafsya Cuma mikir gimana caranya jadi istri yang baik buat Kak Fatih,"ucapku mantap.
"Nah bener Kak. Lagian Kak Fatih itu suami idaman juga kok. Jadi ada temen main ku kan. Bersyukur kali aku,"ucap Amayra. "Ya sudah itu Aiy. Nanti jangan ajak kakak ipar mu kemana-mana. Lukanya belum sembuh, bisa kena amuk Fatih nanti,"ucap Aini.
"Ay ay captain,"ucap Amayra membuat ku ikut tersenyum lebar. 'Satu server nih,'ucapku dalam hati. "Kak Rafsya mau langsung atau mau nanti-nanti,"tanya Amayra. "Ehm bentar aku beres-beres dulu,"ucapku membereskan meja.
"Ehh ehh ngga usah sayang. Kayaknya Amayra mau ajak kamu keluar dulu sebelum ke rumah tuh,"ucap Aini tak bisa ku tolak. Mau ngga mau setelah pamitan aku berlalu keluar mengikuti Amayra.
"Ehh mantu nya Mbak Aini kah itu,"
"Iya Bulek. Kak itu adeknya Bunda,"ucap Amayra ku angguki. "Ish cantiknya mantu. Coba kemarin ngga delay pesawat nya sempat liat ponakan ku akad kemarin. Tapi ga papa lah liat mantu sama video nya sudah senang,"ucapnya ku senyumi.
"Mbak Aini ada ?,"tanyanya ku angguki sebelum dirinya berlalu. "Oh iya. Bulik punya jamu bagus nanti kalo ke sini lagi jangan lupa minta. Bagus untuk pasangan pasangan muda biar cepet dapat momongan,"ucapnya membuatku ingin melongo tapi ntar kelihatan sekali ngga ada akhlaq.
Barulah setelah Bulik pergi, ku lihat wajah cengengesan Amayra menatapku. "Diambil ya kak jangan lupa loh. Biar cepet dapat momongan,"ucap Amayra tergelak kencang. "Asem koen,"ucapku kesal tersenyum kecut.
Rumah sederhana dengan kolam ikan dan taman hijau di luar cukup membuat ku terpesona begitu pintu gerbang terbuka otomatis. Belum lagi gazebo yang teduh dengan rerumputan hijau menambah kesan cinta alam."Kak Rafsya suami tersayangmu kangen nih. Lagian kenapa juga ngga saling tuker nomer Whatsapp sih,"ucap Amayra menyodorkan HP nya. "Rafsya saya kemarin sudah nyusun semua baju dari rumah kamu di lemari.Nanti kalo ada kurang nya atur aja sendiri. Amayra ngajak kamu kemana tadi,"tanya Fatih. "Kemana? Cuma ke apotek beli salep karena yang kemarin habis,"ucapku. "Yee suudzon mulu sih,"celetuk Amayra."Ya sudah. Nanti jam setengah 5 saya pulang. Langsung bersihkan diri saja sesuaikan senyaman mu saja. Assalamualaikum,"ucap Fatih menutup panggilan. Dia meminta ku bersih-bersih atau akan membuat tugas yang akan datang. "Waalaikumussalam,"ucapku masuk ke dalam rumah yang membawa suasana sejuk dan penuh nuansa hijau.
“Larutan NaCl 0.02M terlebih dahulu dilakukan standarisasi,”ucapku bolak-balik sepanjang kamar, sementara Fatih sibuk dengan laptop nya. “Bukan 0,02 Sya. 0,002 M. Tidurlah saya ngga menerima telat bangun,”ucap Fatih mengemasi bukunya. “Tapi kalo saya ngga bisa dikeluarkan. Gimana sih Pak,”ucapku berdecak mendapat tatapan aneh nya. “Sudah cukup. Cepat tidur,”ucap Fatih membuat ku ikut bergegas ke atas ranjang setelah tak lama kemudian lampu dimatikan.“Erlenmeyer, buret, corong pisah, labu ukur,”ucapku bergumam sembari menatap ke langit-langit kamar yang dihiasi temaram lampu. “Rafsya Anitya. Mau tidur sendiri atau saya tidurkan,”gumam Fatih menatapku lekat. “Rafsya tidur,”ucapku memundurkan diri malah ditarik mendekat. “Mau jatuh dari ranjang? Ayolah Rafsya kamu bukan anak kecil yang susah disuruh tidur kan. Sekali lagi kamu bergumam atau bertingkah lagi, saya pastika
"Sya dari bapak kah itu?,"senggol Airin begitu usai praktikum melihat gelang di tanganku. "Hmm iyalah masa iya aku beli ginian,"ucapku. "Selera bapak bagus ya,"ucap Airin. "Banget, apalagi dia suamiku,"ucapku terkekeh geli. "Cie sudah mengakui,"ledek Airin membuatku tersenyum kecil. "Setelah praktikum kali ini silahkan laporan sementara dikumpulkan paling lambat besok jam 23.59 Wita,"ucap Fatih."Baik Pak,""Kerja kelompoknya gimana ini?,"tanyaku bersama teman satu kelompok. "Iya nah. Kamu ngga ngekost lagi kan. Atau kita bagi tugas aja,"ucap Kieran. "Iya gin. Aku dasar teori,"ucapku. "Nah sisanya tinggal kami yang kerjain. List aja di grup baru kumpul di wa semuanya paling lambat besok pagi jam 8,"ucap Rafael. "Oke oke. Ya udah duluan ya,"ucap Kieran pergi lebih dulu.Sementara diri ku tentu saja belok memutar balik sebelum masuk ruang dosen. "Weh mau kemana,"tanya Rafael melihat ku malah berbalik arah. "Biasalah,
"Rafsya,"panggil Fatih membuatku berbalik usai konsultasi dengan Lewis. Padahal sedari tadi sudah enggan mendekatinya malah dengan sengaja pria itu meminta ku berbincang. "Saya pak,"ucapku berdiri di depan nya. "Tunggu temanmu keluar dulu,"ucap Fatih membuat ku duduk dengan wajah bosan."Pak sudah keluar semua. Ngapain lagi saya disini,"ucapku. "Setelah ini ada pemeriksaan bulanan dari instansi. Kemarin sebelum nikah ngga sempet ngurus makanya kartunya baru jadi. Nanti ke sana jam setengah 2 an saja,"ucap Fatih menyerahkan sebuah kartu yang menampilkan wajahku sama seperti di kartu tanda mahasiswa. Nasib nikah masih mahasiswa."Pemeriksaan apa Pak? Saya tidak sedang sakit,"ucapku merasa sehat. "Seharusnya sebelum menikah kemarin perlu vaksin tetanus. Tapi lihat kebijakan dokternya seperti apa ya,"ucap Fatih membuat menatapnya tak percaya. Jarum suntik memang bagi semua orang rasanya tidak seberapa. Tapi bagi ku lebih baik terke
“Ada tamu kah?,”ucapku begitu melihat pintu rumah terbuka lebar. “Ya masuk kalo mau tau,”ucap Fatih memasuki rumah. Baru aja mengikuti langkah Fatih masuk, aku sudah dikagetkan dengan seorang wanita yang memeluk erat dirinya.“Ehh,”ucap Amayra terlonjak sedangkan aku hanya terpaku. Perasaan itu foto bukan pajangan loh ya. Bukan posesif hanya saja baru menyadari dia gadis yang semalam. “Syarifah saya baru pulang,”ucap Fatih membuatnya melepas pelukan nya.Tau kah kalian yang namanya Syarifah itu behh. Sungguh mempesona dan tampak cerdas seperti yang terlihat. “Ini sepupu?,”tanya Syarifah menunjukku. “Dia Rafsya istri ku. Rafsya ini Syarifah teman kuliah ku,”ucap Fatih datar duduk di sofa ruang tamu.“Istri? By kamu ngga salah kan. 7 tahun terus kamu tiba-tiba nikah gitu aja. Ouh pantes semalam kamu ngga mau aku datang ke rumah mu karena ini,&rdquo
“Totalnya Rp 250.000,”ucap mbak mbak jaga kasir. “Aku aja. meskipun bukan apa-apa buat anaknya bos KPC tapi lumayan buat jajan,”ucap Arian membuat ku tertegun. Mahardika memang melihat kemandirian setiap orang tapi juga penghasilan.Ngga salah dia mau anaknya bahagia. Sekalipun begitu, Mahardika ngga pernah menetapkan target. Ya singkat cerita itu juga yang membuat Arian segan dengan ku. “Ngga boleh begitu. Btw ngapain ke sini?Temenin cewek atau istri nih,”tanyaku keluar dari swalayan. “Aku kan masih tunggu engineer nya emas hitam,”ucap Arian membuatku terbungkam. Gimana kalo dia tau kabar pernikahan ku?“Kayaknya lepas aja deh Mas,”ucapku tersenyum kecut. “Maksudnya,”ucap Arian mengerutkan kening nya. Aku mengangkat tangan ku sebelah kanan menunjukkan cincin emas melingkar dengan mata berkaca-kaca.“Hey. Jangan sedih aku
"Nah ini nih yang cewek-cewek kalo sudah jadi istri. Boleh tersenyum boleh berdandan secantik mungkin. Dekati suami nya, jangan suka membuat murka seorang suami. Karena itu hanya membawa pada dosa saja,”ucap Pak Naufal.Ini daritadi sengaja dipojokkan ke bagian istri mulu. “Nah itu didengari Rafsya,”ucap Fatih yang melihat dari balik layar laptop nya. “Kerjaan bapak ini sungguh unik sekali,”ucapku tersenyum kecut membuatku menghela nafas sebal.“Ya Rafsya Anitya coba berikan pendapat,”Mati kenapa pula nama ku disebut di zoom. “Menurut saya Pak kedudukan suami dan istri sama atau sejajar,”ucapku berpikir keras. “Bohong bohong,”ucap Fatih dengan reseknya malah mengganggu ku. “Rafsya dengan siapa di rumah,”tanya Naufal menggoda ku. “Dengan kakak Pak,”ucapku. “Kakak ya? Sejak kapan saya dilahirkan ibu kamu,”ucap Fatih tak mau
Musik dari Spotify terus mengalir dengan pikiran ku yang juga kesana kemari. "Rafsya daripada kamu ngelamun mending tidur,"ucap Fatih membuatku menghela nafas panjang. "Pak. Ananta lucu kan,"ucapku menyebut anak Bima. "Kenapa memangnya?,"tanya Fatih membuatku menoleh sejenak. "Pak boleh tidak kita punya debay lucu gitu juga,"ucapku sontak membuat Fatih mengerem mobil nya mendadak."Kayaknya kita perlu bicara sebentar, "ucap Fatih mengajakku pergi ke sebuah Cafe yang buka sepanjang malam. Entahlah apa aku mulai aneh atau bagaimana. "Dek. Gini gini sebelum kamu minta debay kamu sudah tau belum bagaimana proses persalinan?,"tanya Fatih ku gelengkan pelan. "Liat ini salah satu contoh persalinan secara normal,"ucap Fatih menunjukkan video proses persalinan yang bertaruh nyawa belum lagi dengan robek di bagian intim membuat ku merinding sendiri."Atau caessar,"ucap Fatih menunjukkan video lain berisi operasi caessar proses kelahiran dengan p
Rafsya POV Nafasku masih naik turun setelah beberapa menit lalu bertaruh nyawa. Lihatlah lelaki di sampingku tak hentinya mencium kening ku penuh sayang. 2 jam sebelumnya dia tak henti memberi semangat dan terus setia menggenggam erat tangan ku. Lantunan rasa syukur dua buah hati terlahir normal ke dunia. Nyaris seperti operasi tumor otak beberapa bukan yang lalu. Diriku nyaris melahirkan seorang diri karena perutku tiba-tiba mulas sementara Fatih tengah pergi karena sebuah kegiatan. Bukan Fatih yang salah, memang seharusnya lahirnya itu 10 hari lagi. Tapi beginilah warna warni takdir. "Mas kamu bahagia?,"tanyaku di angguki nya membuat setetes air mata jatuh di ujung mata. "Dek pasti sakit sekali kan?,"tanya Fatih ku gelengkan. "Saya dari semalam mikir. Usia kita beda jauh otomatis kamu akan lebih dulu merasakan tua. Membayangkan melewati masa tua sendiri. Hanya ditemani dengan anak-anak. Rasa sakitnya itu terbayar sud
Fatih POV Mataku memandang manis gadis yang bersandar tenang. Kalau saja Asmita tidak memintanya diam mungkin sekarang entah kemana dia akan beranjak. Hijab pasmina yang melingkari kepalanya tidak lagi meluncur seperti saat memakai jilbab segitiga. Namun tetap saja, seharian duduk manis di kediaman Mahardika yang memang tengah ada acara kumpul keluarga.Seharian ini jiwa indie nya kadang membuat ku terhanyut. Entah berapa lagu yang terlantun sementara melihat semua orang berlalu lalang kesana kemari. H2SO4 dan kenangan itu bagaimana bisa lupa. Awal jumpa dengan gadis ini. Karena selama ini aku hanya tau dari dosen lain tentang nya. Entah bagaimana bisa diriku yang masuk mimpi gadis belia itu.Hingga membuat dirinya jatuh hati lebih dulu padaku. Padahal dia saja tidak tau wajahku yang mana. Menurutku mimpi itu datang dari Allah sebagai jawaban. Karena saat ini memang diriku yang berdiri di sebelah
"Rafsya sudah sembuh yee,"ucapku bersorak bangga sembari berlalu mendekati jendela karena keringat mulai mengucur deras. Aku akan mengejutkan Fatih saat dia pulang dari menemani Amayra nanti. Menunggu dirinya tiba, kembali berpaku di depan meja rias sembari melepas penutup kepala. Bekas operasi yang tercetak jelas membuatku terlihat mirip Voldemort.Sisir yang biasanya ku gunakan untuk membuat berbagai jenis bentuk rambutku kini tidak lagi berguna. Tidak lagi merasa sedih, ku sampingkan rasa pilu yang menggerogoti benak sembari mengusapkan potongan lidah buaya ke seluruh bagian kepala ku. "Rafsya Dek saya pulang,"ucap Fatih terdengar memasuki rumah membuatku segera menutup kembali kepala.Dengan langkah pasti, bisa ku lihat wajah Fatih menarik senyum lebar tak ingin mendekat lebih jauh. Sengaja ingin melihat ku berjalan dengan lancar ke arahnya. "Kak ngap ya ya kembali ngontrak di bumi,"ucap Amayra menepi membiarkan ku melangkah lebih cepat hingga terhent
Rafsya POVSuasana saat pemeriksaan pagi hari yang biasanya diisi dengan ketenangan menjadi penuh tawa. "Wah lagi pemeriksaan ya. Mbak Aini, ini kah orangnya?,"tanya Asmita membuatku ingin tenggelam ke Palung Mariana saja. Sementara sosok yang dimaksud hanya tersenyum lebar. "Dokter dulu temannya Amayra?,"tanya Aini memulai interogasi."Saya dulu hanya kenal Amayra adek tingkat saya,"ucap Kenan. "Adek tingkat atau apa tuh? Masa kakak tingkat sama adek tingkat bahas organisasi atau kuliah di bioskop,"ucap Fatih kian membuat wajah Kenan memerah. "Hanya teman saja Pak,"ucap Kenan mengganti status membuatku terkekeh pelan."Teman tapi mesra kah Dok?,"tanya Asmita sungguh membuat pria di depan ku kehabisan kata-kata. "Saya dulu rekannya Amayra saja Pak Bu. Tapi setelah itu kami lost contact karena saya harus menyelesaikan studi di luar negeri dan baru bertemu lagi karena tidak sengaja menangani kakak iparnya,"ucap Kenan akhirnya mengaku.
"Rafsya saya pulang,"Kalimat itu sontak membuatku menarik senyum lebar. Bagaimana pergi ke rumah sakit disebut pulang? Sepertinya dia terlalu banyak tertular diriku. "Baru dari kampus Mas?,"tanya Arkan yang sedari tadi menemani ku bersama Amayra. "Nggak juga. Pulang mandi dulu Kan. Masa mau ketemu sama cewek cantik bau asem,"ucap Fatih membuatku terkekeh pelan."Cewek cantik yang mana Le?,"tanya Mahardika membuat Fatih menoleh melihat Mahardika sudah berdiri dengan penuh pertanyaan. "Yang itu Pak. Saya hanya punya cewek cantik. Eh empat Pak. Ibu, Bunda, Amayra dan yang paling cantik Rafsya,"ucap Fatih. "Ehm manisnya kelewatan gombalnya Mas,"ucap Arkan membuatku terkekeh pelan."Kamu sudah makan belum Le?,"tanya Mahardika. "Saya makan bareng sama Dek Rafsya aja,"ucap Fatih membuatku menggeleng heran. "Kan, Nduk Ay ayo pindah kamar. Orang kasmaran susah kalau dipisahkan,"ucap Mahardika berlalu pergi menyisakan ku dengan Fatih. "Sudah check up belum sama dok
Terjawab sudah semua alasan hal yang mengganjal dalam benakku selama ini. Alasan dirinya mengambil uang dengan nominal sebesar itu, rambutnya rontok, juga bercak darah yang ku temukan di bekas tisu di meja rias juga pasti miliknya. Ditemani dengan Kiran, Lewis, dan Liona diriku duduk terdiam sembari mendonorkan darah."Pak Fatih sebelumnya ngga tau Rafsya punya penyakit ini?,"tanya Lewis ku gelengkan pelan sembari tersenyum. "Saya memang tau Rafsya belakangan ini agak pucat, rambutnya rontok, belum lagi mertua saya bilang dia ada transaksi dengan nominal besar. Hanya saja saya ngga tau dia sengaja menyembunyikan penyakitnya dari saya,"ucapku gamang."Mungkin Rafsya punya alasan Pak. Lagipun ngga mungkin Rafsya akan bertindak sendiri kalau memang alasannya ngga kuat,"ucap Liona menenangkan. "Kakak,"ucap Amayra memelukku erat membuatku terbangun dari diam ku. "Maaf Kak,"ucap Amayra tersedu dalam tangis. "Kenapa kamu juga ikut ngga mau kasih
Air mata ku hanya bisa terus luruh saat mendengar Fatih merapalkan doa meminta pada Allah untuk setiap detail kebahagiaan ku. Sementara diriku hanya duduk di atas ranjang menahan pedih karena tak bisa menunaikan sholat dan saling mendoakan di atas sajadah yang sama. Apalagi setelah itu dilanjutkan dengan merdunya ketika melantunkan ayat suci Al Quran.Aku tidak bisa membayangkan jika hari ini aku akan telat pulang karena masih dalam proses penyembuhan. Sudah 2 jam diri ku hanya dalam posisi yang sama melihat sosok pria yang selalu berharap semua yang terbaik untukku. Membayangkan wajahnya pucat pasi ketika tau aku akan memasuki ruang operasi pasti hanya membuatku makin hancur."Dek saya pergi ke masjid dulu ya,"ucap Fatih membuatku mengangguk paham sembari mengambil beberapa perlengkapan lain menyelipkan ke kamar Amayra. "Ay sudah bangun kah?,"tanyaku mengetik pintu sembari membawa tas berisi seluruh keperluan ku. "Sudah Kak. Sini biar ngga
"Rafsya kamu masih di dalam,"Panggilan berulang itu membuatku terbangun dengan bekas mimisan mengalir melintasi wajahku. "Iya Mas sebentar lagi beneran keluar ini,"ucapku segera mencuci wajah. Bisa-bisanya malah tertidur di kamar mandi. Yang ada malah semakin memperburuk keadaan saja Rafsya. Sembari melihat wajahku tampak baik-baik saja segera ku putar knop pintu melihatnya cemas."Kamu baik-baik saja Rafsya?,"tanya Fatih ku angguki. "Selalu baik saya Mas,"ucapku membuatnya menghela nafas lega. "Ayo tidur,"ucap Fatih menarik tanganku menuju ranjang. "Loh kok Mas sudah ganti baju,"tanyaku. "Barusan pulang Pak Adimas sama Bu Andin nya,"ucap Fatih membuatku melirik ke arah jam dinding. Pantas saja. Sudah jam setengah dua belas malam.Selama itu aku tertidur di dalam kamar mandi dan sekarang di tempat yang seharusnya malah sulit ku jumpai kata nyaman untuk tidur? Astaga kebodohan apa ini Rafsya. Sembari melirik Fatih tampak d
Sungguh menyebalkan.Hanya satu kalimat itu saja yang ingin ku ungkapkan saat membuka mata. "Masih marah,"ucap Fatih menyenggol lengan ku. "Entah. Katanya iya Rafsya sayang nanti dibangunin,"ucapku sebal. "Iya kan tapi saya bangunin,"ucap Fatih masih terus terkekeh mencebik. "Kenapa toh ini? Masih sebel Nak,"tanya Aini bergabung dengan kami di ruang tengah."Itu Bun. Coba kalau begini kayak berat sekali,"ucapku mengomentari make up di wajahku yang terpasang begitu saja. Ya Anda tidak salah. Memang setelah kami pulang, di rumah sudah menyiapkan dengan sebaik mungkin. Hanya saja Amayra sengaja tidak diberi tahu dulu. "Cantik kok. Bunda yang suruh Mas Fatih biarkan aja. Karena Bunda kayaknya capek sekali,"ucap Aini membuatku mengedipkan kedua mata tak percaya."Iya kan Fat. Cantik mantu Bunda,"ucap Aini. "Cantik sekali dong Bun. Apalagi kalau lagi ngambek,"ucap Fatih tak tahan menaikkan sudut bibirku membuatnya tergelak. "Bun Amayra kata