“Larutan NaCl 0.02M terlebih dahulu dilakukan standarisasi,”ucapku bolak-balik sepanjang kamar, sementara Fatih sibuk dengan laptop nya. “Bukan 0,02 Sya. 0,002 M. Tidurlah saya ngga menerima telat bangun,”ucap Fatih mengemasi bukunya. “Tapi kalo saya ngga bisa dikeluarkan. Gimana sih Pak,”ucapku berdecak mendapat tatapan aneh nya. “Sudah cukup. Cepat tidur,”ucap Fatih membuat ku ikut bergegas ke atas ranjang setelah tak lama kemudian lampu dimatikan.
“Erlenmeyer, buret, corong pisah, labu ukur,”ucapku bergumam sembari menatap ke langit-langit kamar yang dihiasi temaram lampu. “Rafsya Anitya. Mau tidur sendiri atau saya tidurkan,”gumam Fatih menatapku lekat. “Rafsya tidur,”ucapku memundurkan diri malah ditarik mendekat. “Mau jatuh dari ranjang? Ayolah Rafsya kamu bukan anak kecil yang susah disuruh tidur kan. Sekali lagi kamu bergumam atau bertingkah lagi, saya pastikan kamu akan sangat menyesal,”ucap Fatih membuat ku menenggelamkan seluruh kepala ku ke dalam selimut.
Di saat mata ku mulai tertutup baru ku sadari sesuatu. Rafsya Anitya sebagai seorang gadis baik hati dan tidak sombong bagaimana kau bisa tampak biasa saja sedangkan kamu berada satu ranjang dengan pria normal. Right pria normal bukan yang berani mengambil first kiss nya. “IBU, RAFSYA TAKUTTT,”ucapku berteriak sembari terlonjak dari selimut membuat ku jatuh ke lantai bersama dengan Fatih yang juga terlilit dalam selimut yang sama.
“Rafsya Anitya jangan salahkan saya kali ini,”ucap Fatih dengan rahang mengeras membuat ku dengan cepat berlari ke kamar tamu. “Amayra,”panggilku was-was sembari mengetuk keras pintu kamar nya. “Hey hey mau kemana di tengah malam begini Rafsya. Ayo kembali tidur,”ajak Fatih ku gelengkan. “Rafsya besok praktikum. Ayo kemarilah,”ucap Fatih mengangsurkan tangan nya.
“Tapi Pak. Itu,”ucapku menggeleng keras. “Saya ngga akan ambil apa yang kamu maksud sekarang. Cukup?,”tanya Fatih ku angguki. Perlahan ku taruh tangan ku di atas uluran tangan nya dan di tuntun kembali ke kamar. "Sini guling nya ku taruh di tengah,"ucap Fatih membuat ku mengangguk. "Sekarang naik,"ucap Fatih membuat ku patuh sementara lampu kembali di matikan. "Kamu masih mau pakai hijab?
Sedangkan saya aja sudah liat kamu dengan berbagai model hari ini?,"tanya Fatih membuat ku menarik pelan hijab ku dan kembali berbaring. "Sekarang tidur,"ucap Fatih ku angguki. “Pak,”ucapku saat suasana mulai tenang. “Panggilan macam apa itu. Saya bukan bapak kamu kecuali kamu mau jadi ibu dari anak anak saya,”ucap Fatih dengan mata terpejam menggenggam tangan ku membuat ku merona.
Asem di godain lagi. “Bapak kan dosen saya jadi lebih baik panggil nya pak,”ucapku.
“Terserah,”ucap Fatih. “Pak saya berdosakan kalo ngga kasih hak mu kan. Aku juga ngga pernah bener jadi istri. Dodol kali kau Sya,”ucapku mengetuk jidat ku. Bukannya menjawab, Fatih malah lebih memilih menjadikan ku guling sembari memindahkan guling dari posisi nya. “Dengan begini kamu sudah menyicil hak mu kan. Sekarang tidur. Jangan ngomong lagi,”ucap Fatih mendekap ku membuat nafas ku tercekat.ومهما كان مهما صار انت حبيبتى انت
Di usapnya kepala sembari bibir nya bergumam nasyid sama seperti kemarin dia mengusap kepala ku pelan. Apa lelaki ku hanya akan romantis saat malam hari saja? "Pak ngga takut saya baper,"tanya ku mendongak. "Ngga. Saya justru yang takut saat kamu terbawa rasa tapi saya masih ragu dengan semua itu,"ucap Fatih. "Ya bapak mah aku di gantung kalo gitu mah,"ucapku ngga terima.
"Memangnya kamu yakin kasih hati kamu untuk pria tua seperti saya,"tanya Fatih. "Biar tua tetap saja suami mau gimana pun saya tetap milih bapak. Jujur saya baper kalo bapak mau tau. Cuma saya takut semua itu bertepuk sebelah tangan,"ucapku jujur. "Saya belum bisa Rafsya,"ucap Fatih.
Ku lingkarkan tangan mendekati nya tanpa ragu. "Saya tau bapak masih memikirkan gadis lain dan saya ngga masalah. Asalkan bapak selalu makan apa yang saya masak kan untuk Anda. Jangan pernah menolak semua pelayanan yang saya lakukan meskipun banyak salah.
Dengan begitu aku setidaknya punya harapan meskipun palsu,"ucapku menitik air mata. Aku tau, ngga mungkin laki-laki se perfect Fatih ngga punya wanita idaman. Dengan bertanggung jawab, dia ingin berusaha melupakan orang yang selalu di impikan demi diri ku. Aku ngga berhak sebenarnya tapi kehidupan menyeret ku kemari.
Ku rasakan tubuh ku semakin di dekap. "Maafkan saya,"ucap Fatih menambah lelehan air mata ku semakin menguat. "Saya ngga bermasalah. Its okey hanya satu aja. Setidaknya bapak menerima semua yang saya lakukan untuk Anda. Sudah menepati kebahagiaan yang di maksud saat prosesi akad,"ucapku membenamkan kepala ku di dada bidang nya.
"Sekali lagi maafkan saya. Belum bisa tanggung jawab dengan benar,"ucap Fatih mengecup kening ku. "Belum lebaran Pak,"ucapku cengengesan membuatnya mencubit hidungku pelan. "Kebiasaan Sya,"ucap Fatih terkekeh geli. Baru dua hari menikah jelas berbeda rasa insom sendiri dengan ditemani.
"Bapak tidur aja gin. Saya insomnia, nanti tidur dengan sendirinya,"ucapku. "Besok kamu praktikum Rafsya. Nanti kesiangan, mending sekarang tidur ya,"ucap Fatih sabar seolah tengah menidurkan seorang anak kecil usia 6 tahun. Dengan tubuh yang sudah kayak cicak mati menempel di tubuhnya, Fatih mengusap kepala ku lembut kali ini bibirnya tak henti melantunkan nasyid yang sama hingga mataku terpejam.
-&-
Udara yang semakin dingin membuat kedua mataku terbuka. Hangat..
Ehh sepanjang malam aku di peluk Fatih? Ku tatap lama wajahnya yang nyaman dalam tidurnya seksama. "Mas suami ganteng banget kalo lagi diem,"ucapku sebelum beranjak turun untuk bersiap menyiapkan sarapan. "Rafsya jangan sibuk buat sarapan,"gumam Fatih membuatku urung dan kembali melihatnya tertidur pulas.
"Masih malam Rafsya. Kembali tidur,"ucap Fatih bergumam. Iya sih masih jam setengah 2. Mau ngga mau aku kembali masuk ke dalam pelukan hangat nya. Gila deh kayaknya otak ku. Kenapa aku malah nyaman di pelukan nya Fatih coba. Astagfirullah sungguh memalukan aja kamu Sya.
Secara Fatih pria dewasa dan kamu hanya remaja tahap akhir. Anggap usia Fatih beda beberapa tahun dengan Bapakmu. Bayangin kenapa juga aku bisa nyaman berada di sana. "Over thinking?,"tanya Fatih menatapku. "Ngga cuma. Masa iya aku dipeluk dengan orang yang beda beberapa tahun dari orang tua ku,"ucapku.
"Karena saya suami kamu Rafsya. Kenapa badan kamu kecil sekali Rafsya,"tanya Fatih membuat ku mencebik. "Bapak mah bahas kecil lagi, ucapku. "Bukan. Pas di peluk cuma agak repot kalo mau cium kening mu dalam kondisi berdiri,"ucap Fatih. "Sama aja itu. Pak semalam sebelum tidur, Bunda mau kita ikut datang di acara aqiqah Bulik Yani.
Bisa ndak,"tanyaku. "Bisa. Tapi kamu pulang dari sana jangan over thinking sama ucapan yang ada selama di acara. Momongan memang perlu dalam hubungan tapi adakalanya kita mendekatkan diri pada Allah dan satu sama lain. Training jadi orang tau gitu,"ucap Fatih.
"Kalo itu mah saya bodo amat,"ucapku cuek merasa agak kurang nyaman dengan bahasan. "Ya sudah. Tidur nanti saya bangunin kalo sudah mau adzan Subuh,"ucap Fatih kembali mengusap kepala ku membuat cepat melompat ke alam mimpi.
-&-
“Pagi Bu Fatih,”
Asem siapa lagi yang mergokin aku turun dari mobil Fatih. “Pagi Bu Liona,”ucapku salah tingkah kan. “Santai loh Dek ini bukan di jam mata kuliah saya. Pak Fatih sengaja parkir nya muepet paling pojok nih,”goda Liona.
‘Auh suami ku kalo baru turun begitu pesona nya ngga nahan. Ngga salah aku di siram asam sulfat,’benakku mulai meracau gila melihat Fatih keluar dengan jas lab di lengan dan tas ransel di punggung nya.
“Aduh kalo saya parkir di tengah bisa heboh mahasiswanya Bu. Dek kotak lab nya,”ucap Fatih. “Hah iya maaf maaf lupa,”ucapku mesem kecil. “Pengantin baru masih malu-malu,”ucap Liona terkekeh. “Pak Bu. Saya izin mendahului,”ucapku bergegas menjauh. Bisa kena netizen kampus kalo tau aku bareng dosen ganteng nya jurusan. “Bu Fatih kok buru-buru mau kemana,”ucap Rafael menyapa ku.
“Bu Fatih mbah mu. Sembarangan kamu El,”ucapku tenang. “Ngga usah ngelak gitu nah. Kemarin lusa, aku datang ke rumah Pak Fatih ngantar tugas. Sudah ada itu foto pernikahan. Trus pak Fatih bilang jangan cerita ke mahasiswa lain,”ucap Rafael. “Hust udah ngga usah dibahas please,”ucapku. “Tapi aku cerita ke Airin sama Hilda,”ucap Rafael membuat ku terpaku. “El kamu tau sendiri kan. Aku nikah juga bukan kemauan ku. Kamu tau aku dibawa ke rumah tanpa tau disana orang tua sudah siap.
Tinggal menunggu setuju,”ucapku menepi dari keramaian. “Tapi mereka temen mu,”ucap Rafael. “Justru itu aku ngga berani cerita,”ucapku. “Percuma juga aku ngga ngasih tau. Cepat atau lambat mereka juga tau,”ucap Rafael membuat ku menekuk wajah dan berjalan menuju lab tanpa semangat. Pantesan semalam ku chat ngga ada di balas sama sekali. Tapi aku juga ngga bisa terus terang perihal hubungan ku dengan Fatih. “Rafsya,”Panggil Airin santai seolah tidak ada yang salah.
“Maaf ya aku ngga bisa cerita langsung waktu itu,”ucapku menunduk dalam. “Weh kita awalnya mau marah. Cuma ya kalo kita jadi kamu pasti juga sama. Its okey,”ucap Hilda. “Kalian ngga malu temenan sama aku?,”tanyaku. “Why?,”tanya Airin bingung. “Iya kan secara aku nikah dadakan. Kalian ngga takut malu temenan sama orang yang nikah dadakan kayak aku,”tanyaku. “Namanya juga takdir ngga bisa dikira-kira,”ucap Hilda.
“Kita siap tunggu kamu cerita kok,”ucap Airin memeluk ku hangat. “Kurang asem Rafael. Untung ngga dikasih ke orang lain,”ucapku. “Tenang Rafael bisa ku urus,’ucap Hilda membuat ku mengernyitkan sebelah alisku. “Ngomong-ngomong aku sudah jadian hehe,”ucap Hilda cengengesan. “Hilih dulu katanya gila leh Rafael, sekarang malah jadian,”ucapku mencibirnya. “Ehh Bu Fatih ngomongin pretest, sama asdos ngga begitu susah kata kelas sebelah,”ucap Airin. “Bu Fatih gigi mu. Baguslah. Aku semalam belajar ngga fokus sama sekali,”ucapku. “Kenapa? Oiya pasti mau romance dulu lah Rin. Manten anyar,”ucap Hilda.
“Manten anyar? Bukan woy itu karena aku kan harus jalan kesana kemari kalo belajar. Nah dia tuh fokus diam terus anteng. Ish baru tuh hilang sudah fokus ku liat gantengnya belajar,”ucapku menutup perbincangan karena analis sudah berdiri di depan kami juga dengan beberapa asdos. Hmm kira-kira Fatih ada asdos nya ngga ya. Ehh kocak, ini kan praktikum Pak Fatih ya jelas semuanya asisten dosen nya lah. “Rafsya Anitya Sagara,”panggil salah satu asdos. “Saya Kak,”ucapku mengangkat tangan.
“Rafsya menghadap Pak Fatih nanti beliau yang kasih pretest mu,”ucapnya membuat ku melongo. Mau ngga mau kalo sudah dibilang begitu aku harus menghadap my husband. Baru juga masuk ke ruangan dosen sudah kena hawa hawa ngga enak.
“Bu Fatih mau cari bapak ya,”ucap Nadia. “Iyalah Bu. Masa iya cari saya kan repot jadinya,”ucap Lewis. Tuh kan apa ku bilang. “Diminta asdos menghadap Pak Fatih Bu,”ucapku membuat seisi ruangan riweh.
Sembari melewati godaan para makhluk Allah berprofesi sebagai dosen, aku akhirnya sampai ke meja nya juga. “Saya sudah denger kamu semalam jadi nilai kamu sudah masuk,”ucap Fatih. “Lah trus saya ngapain ke sini Pak,”tanyaku. “Masih ada 15 menit. Ikut saya,"ajak Fatih membuat ku manut.
"Sarapan dulu ya. Saya tadi cuma sempet buat bubur ayam saja,"ucap Fatih menunjukkan bubur ayam yang di taruh dalam sebuah tempat. "Bapak pintar masak ternyata,"ucapku. "Sudah lah. Saya lupa bawa sendok lebih. Karena kebiasaan sarapan di kampus, saya cuma punya satu sendok,"ucap Fatih.
Jadi maksudnya? Aku dan dia makan satu piring sama satu sendok?
"Buka mulut kamu Rafsya,"ucap Fatih membuat ku ragu. Aku semakin kesini semakin baper bertemu dengan manis nya perlakuan Fatih ya meskipun kami berdua juga hanya sekedar tau nama.
Tok tok
"Permisi Pak pretest sudah selesai,"ucap asdos di luar membuat ku panik. "Nanti saya temui kalian lagi,"ucap Fatih santai padahal aku jauh lebih takut 100%. "Bapak tadi sepupu bapak sudah kami minta bertemu dengan Anda. Apa sudah?,"tanya asdos. "Sudah kok. Silahkan tinggalkan tempat 5 menit lagi saya kesana,"ucap Fatih. "Baik Pak,"ucapnya sebelum bunyi derap kaki menjauh.
"Sepupu?,"ucapku cengo. "Saya perlu menjaga identitas mu Rafsya. Sebelum nya saya sudah bilang pernah mengakui kamu sebelumnya,"ucap Fatih. "Yang di rumah sakit,"tanyaku. "Benar dan kemana kamu yang ngga peduli saya melepas kemeja mu melihat kulit putih menawan,"ucap Fatih. "Stop pak stop. Malu saya,"ucapku bersemu.
"Saya hanya menjelaskan pernah mengakui status kamu,"ucap Fatih. "Baik Pak. Cukup cukup,"ucapku membalik tubuh sementara wajahku sudah merona. Swear kalo kalian jadi aku sudah fly over kayaknya. "Maju kan tangan mu,"ucap Fatih membuat ku mengangsurkan tangan kanan ku. Sebuah gelang dengan nama ku di tengah nya tersemat indah di tangan ku.
"Terimakasih Pak,"ucapku tersenyum lebar. "Ku kira ngga pas. Tapi ternyata pas di tangan mu,"ucap Fatih. "Saya suka Pak. Tapi jujur saya ngga pernah terbiasa pakai perhiasan. Tapi ini saya pakai kok,"ucapku meyakinkan. "Kalo kamu ngga nyaman jangan dipaksa. Kamu menerima nya saja saya sudah senang,"ucap Fatih.
"Ngga lah Pak. Beda pemberian orang lain dengan Bapak,"ucapku. Pepet terus Sya sampai baper. "Apa bedanya?,"ucap Fatih. "Karena bapak suami saya,"ucap ku beranjak mendekati nya dan mencium singkat pipi nya. "Pak itu saya duluan,"ucap ku salah tingkah sendiri. Tingkah tingkah siapa malah salah tingkah sendiri. Memalukan.
"Sya dari bapak kah itu?,"senggol Airin begitu usai praktikum melihat gelang di tanganku. "Hmm iyalah masa iya aku beli ginian,"ucapku. "Selera bapak bagus ya,"ucap Airin. "Banget, apalagi dia suamiku,"ucapku terkekeh geli. "Cie sudah mengakui,"ledek Airin membuatku tersenyum kecil. "Setelah praktikum kali ini silahkan laporan sementara dikumpulkan paling lambat besok jam 23.59 Wita,"ucap Fatih."Baik Pak,""Kerja kelompoknya gimana ini?,"tanyaku bersama teman satu kelompok. "Iya nah. Kamu ngga ngekost lagi kan. Atau kita bagi tugas aja,"ucap Kieran. "Iya gin. Aku dasar teori,"ucapku. "Nah sisanya tinggal kami yang kerjain. List aja di grup baru kumpul di wa semuanya paling lambat besok pagi jam 8,"ucap Rafael. "Oke oke. Ya udah duluan ya,"ucap Kieran pergi lebih dulu.Sementara diri ku tentu saja belok memutar balik sebelum masuk ruang dosen. "Weh mau kemana,"tanya Rafael melihat ku malah berbalik arah. "Biasalah,
"Rafsya,"panggil Fatih membuatku berbalik usai konsultasi dengan Lewis. Padahal sedari tadi sudah enggan mendekatinya malah dengan sengaja pria itu meminta ku berbincang. "Saya pak,"ucapku berdiri di depan nya. "Tunggu temanmu keluar dulu,"ucap Fatih membuat ku duduk dengan wajah bosan."Pak sudah keluar semua. Ngapain lagi saya disini,"ucapku. "Setelah ini ada pemeriksaan bulanan dari instansi. Kemarin sebelum nikah ngga sempet ngurus makanya kartunya baru jadi. Nanti ke sana jam setengah 2 an saja,"ucap Fatih menyerahkan sebuah kartu yang menampilkan wajahku sama seperti di kartu tanda mahasiswa. Nasib nikah masih mahasiswa."Pemeriksaan apa Pak? Saya tidak sedang sakit,"ucapku merasa sehat. "Seharusnya sebelum menikah kemarin perlu vaksin tetanus. Tapi lihat kebijakan dokternya seperti apa ya,"ucap Fatih membuat menatapnya tak percaya. Jarum suntik memang bagi semua orang rasanya tidak seberapa. Tapi bagi ku lebih baik terke
“Ada tamu kah?,”ucapku begitu melihat pintu rumah terbuka lebar. “Ya masuk kalo mau tau,”ucap Fatih memasuki rumah. Baru aja mengikuti langkah Fatih masuk, aku sudah dikagetkan dengan seorang wanita yang memeluk erat dirinya.“Ehh,”ucap Amayra terlonjak sedangkan aku hanya terpaku. Perasaan itu foto bukan pajangan loh ya. Bukan posesif hanya saja baru menyadari dia gadis yang semalam. “Syarifah saya baru pulang,”ucap Fatih membuatnya melepas pelukan nya.Tau kah kalian yang namanya Syarifah itu behh. Sungguh mempesona dan tampak cerdas seperti yang terlihat. “Ini sepupu?,”tanya Syarifah menunjukku. “Dia Rafsya istri ku. Rafsya ini Syarifah teman kuliah ku,”ucap Fatih datar duduk di sofa ruang tamu.“Istri? By kamu ngga salah kan. 7 tahun terus kamu tiba-tiba nikah gitu aja. Ouh pantes semalam kamu ngga mau aku datang ke rumah mu karena ini,&rdquo
“Totalnya Rp 250.000,”ucap mbak mbak jaga kasir. “Aku aja. meskipun bukan apa-apa buat anaknya bos KPC tapi lumayan buat jajan,”ucap Arian membuat ku tertegun. Mahardika memang melihat kemandirian setiap orang tapi juga penghasilan.Ngga salah dia mau anaknya bahagia. Sekalipun begitu, Mahardika ngga pernah menetapkan target. Ya singkat cerita itu juga yang membuat Arian segan dengan ku. “Ngga boleh begitu. Btw ngapain ke sini?Temenin cewek atau istri nih,”tanyaku keluar dari swalayan. “Aku kan masih tunggu engineer nya emas hitam,”ucap Arian membuatku terbungkam. Gimana kalo dia tau kabar pernikahan ku?“Kayaknya lepas aja deh Mas,”ucapku tersenyum kecut. “Maksudnya,”ucap Arian mengerutkan kening nya. Aku mengangkat tangan ku sebelah kanan menunjukkan cincin emas melingkar dengan mata berkaca-kaca.“Hey. Jangan sedih aku
"Nah ini nih yang cewek-cewek kalo sudah jadi istri. Boleh tersenyum boleh berdandan secantik mungkin. Dekati suami nya, jangan suka membuat murka seorang suami. Karena itu hanya membawa pada dosa saja,”ucap Pak Naufal.Ini daritadi sengaja dipojokkan ke bagian istri mulu. “Nah itu didengari Rafsya,”ucap Fatih yang melihat dari balik layar laptop nya. “Kerjaan bapak ini sungguh unik sekali,”ucapku tersenyum kecut membuatku menghela nafas sebal.“Ya Rafsya Anitya coba berikan pendapat,”Mati kenapa pula nama ku disebut di zoom. “Menurut saya Pak kedudukan suami dan istri sama atau sejajar,”ucapku berpikir keras. “Bohong bohong,”ucap Fatih dengan reseknya malah mengganggu ku. “Rafsya dengan siapa di rumah,”tanya Naufal menggoda ku. “Dengan kakak Pak,”ucapku. “Kakak ya? Sejak kapan saya dilahirkan ibu kamu,”ucap Fatih tak mau
Musik dari Spotify terus mengalir dengan pikiran ku yang juga kesana kemari. "Rafsya daripada kamu ngelamun mending tidur,"ucap Fatih membuatku menghela nafas panjang. "Pak. Ananta lucu kan,"ucapku menyebut anak Bima. "Kenapa memangnya?,"tanya Fatih membuatku menoleh sejenak. "Pak boleh tidak kita punya debay lucu gitu juga,"ucapku sontak membuat Fatih mengerem mobil nya mendadak."Kayaknya kita perlu bicara sebentar, "ucap Fatih mengajakku pergi ke sebuah Cafe yang buka sepanjang malam. Entahlah apa aku mulai aneh atau bagaimana. "Dek. Gini gini sebelum kamu minta debay kamu sudah tau belum bagaimana proses persalinan?,"tanya Fatih ku gelengkan pelan. "Liat ini salah satu contoh persalinan secara normal,"ucap Fatih menunjukkan video proses persalinan yang bertaruh nyawa belum lagi dengan robek di bagian intim membuat ku merinding sendiri."Atau caessar,"ucap Fatih menunjukkan video lain berisi operasi caessar proses kelahiran dengan p
Fatih POVSajak lagu Andmesh mengalun sepanjang jalan meskipun gadis disebelah ku matanya setengah terpejam. Entahlah, sepertinya diriku perlahan mulai peduli dengan gadis itu. Seperti ada sesuatu yang mulai membuatku ingin terus berlama-lama menghabiskan waktu bersama. Kalau saja dia tidak sakit kemarin, pasti aku juga tidak tau bagaimana manis wajahnya saat manja.Pepohonan pinus dengan rerumputan hijau yang menghiasi sepanjang jalan tampak memukau mata. Deretan motor beberapa mahasiswa ku juga sudah saling menyesuaikan untuk diparkirkan. Sesuai dengan kesepakatan, memilih menginap untuk semalam. "Permisi Pak. Mau ke resort dulu?,"tawar Rafael bersama beberapa mahasiswa menghampiri ku."Boleh. Dek saya titip Rafsya dulu ya,"ucapku menitipkan pada mahasiswi yang tengah asyik bersantai. "Siap Pak. Rafsya ngga hilang kok Pak,"ucap Kieran ku angguki sejenak. "Ada yang bisa
Hawa dingin semilir angin pesisir membuatku perlahan membuka mata. Ku raba ranjang sebelah yang telah kosong. "Saya di sini loh. Kangen ya,"ucapan itu membuatku hanya mengisyaratkan jari menyilang di depan kening ku. Enggan membuka mata, sembari asyik bergelung selimut sayup-sayup telinga ku mendengar Fatih masih asyik bersenandung.Perlahan mata ku terbuka melihat Fatih menghampiri dengan baju koko dan peci yang masih melekat rapi. "Masih jam setengah 3 Dek. Saya tadi bangunnya terlalu cepat,"ucap Fatih membuatku menggeliat pelan. "Bapak mau tidur lagi?,"tanyaku di anggukinya pelan membuatku bergeser. Baru saja kembali memejamkan mata, ku rasakan sebuah tangan melingkari pinggang."Katanya mau tidur,"tanya Fatih terkekeh geli. Biasanya aku dalam posisi sedekat mungkin dengan Fatih saat malam. Hanya saja untuk posisi seperti ini terasa janggal untuk ku. Mau berbalik pasti semakin dekat wajahnya ku lihat. Sedangkan saat membelakanginya baga
Rafsya POV Nafasku masih naik turun setelah beberapa menit lalu bertaruh nyawa. Lihatlah lelaki di sampingku tak hentinya mencium kening ku penuh sayang. 2 jam sebelumnya dia tak henti memberi semangat dan terus setia menggenggam erat tangan ku. Lantunan rasa syukur dua buah hati terlahir normal ke dunia. Nyaris seperti operasi tumor otak beberapa bukan yang lalu. Diriku nyaris melahirkan seorang diri karena perutku tiba-tiba mulas sementara Fatih tengah pergi karena sebuah kegiatan. Bukan Fatih yang salah, memang seharusnya lahirnya itu 10 hari lagi. Tapi beginilah warna warni takdir. "Mas kamu bahagia?,"tanyaku di angguki nya membuat setetes air mata jatuh di ujung mata. "Dek pasti sakit sekali kan?,"tanya Fatih ku gelengkan. "Saya dari semalam mikir. Usia kita beda jauh otomatis kamu akan lebih dulu merasakan tua. Membayangkan melewati masa tua sendiri. Hanya ditemani dengan anak-anak. Rasa sakitnya itu terbayar sud
Fatih POV Mataku memandang manis gadis yang bersandar tenang. Kalau saja Asmita tidak memintanya diam mungkin sekarang entah kemana dia akan beranjak. Hijab pasmina yang melingkari kepalanya tidak lagi meluncur seperti saat memakai jilbab segitiga. Namun tetap saja, seharian duduk manis di kediaman Mahardika yang memang tengah ada acara kumpul keluarga.Seharian ini jiwa indie nya kadang membuat ku terhanyut. Entah berapa lagu yang terlantun sementara melihat semua orang berlalu lalang kesana kemari. H2SO4 dan kenangan itu bagaimana bisa lupa. Awal jumpa dengan gadis ini. Karena selama ini aku hanya tau dari dosen lain tentang nya. Entah bagaimana bisa diriku yang masuk mimpi gadis belia itu.Hingga membuat dirinya jatuh hati lebih dulu padaku. Padahal dia saja tidak tau wajahku yang mana. Menurutku mimpi itu datang dari Allah sebagai jawaban. Karena saat ini memang diriku yang berdiri di sebelah
"Rafsya sudah sembuh yee,"ucapku bersorak bangga sembari berlalu mendekati jendela karena keringat mulai mengucur deras. Aku akan mengejutkan Fatih saat dia pulang dari menemani Amayra nanti. Menunggu dirinya tiba, kembali berpaku di depan meja rias sembari melepas penutup kepala. Bekas operasi yang tercetak jelas membuatku terlihat mirip Voldemort.Sisir yang biasanya ku gunakan untuk membuat berbagai jenis bentuk rambutku kini tidak lagi berguna. Tidak lagi merasa sedih, ku sampingkan rasa pilu yang menggerogoti benak sembari mengusapkan potongan lidah buaya ke seluruh bagian kepala ku. "Rafsya Dek saya pulang,"ucap Fatih terdengar memasuki rumah membuatku segera menutup kembali kepala.Dengan langkah pasti, bisa ku lihat wajah Fatih menarik senyum lebar tak ingin mendekat lebih jauh. Sengaja ingin melihat ku berjalan dengan lancar ke arahnya. "Kak ngap ya ya kembali ngontrak di bumi,"ucap Amayra menepi membiarkan ku melangkah lebih cepat hingga terhent
Rafsya POVSuasana saat pemeriksaan pagi hari yang biasanya diisi dengan ketenangan menjadi penuh tawa. "Wah lagi pemeriksaan ya. Mbak Aini, ini kah orangnya?,"tanya Asmita membuatku ingin tenggelam ke Palung Mariana saja. Sementara sosok yang dimaksud hanya tersenyum lebar. "Dokter dulu temannya Amayra?,"tanya Aini memulai interogasi."Saya dulu hanya kenal Amayra adek tingkat saya,"ucap Kenan. "Adek tingkat atau apa tuh? Masa kakak tingkat sama adek tingkat bahas organisasi atau kuliah di bioskop,"ucap Fatih kian membuat wajah Kenan memerah. "Hanya teman saja Pak,"ucap Kenan mengganti status membuatku terkekeh pelan."Teman tapi mesra kah Dok?,"tanya Asmita sungguh membuat pria di depan ku kehabisan kata-kata. "Saya dulu rekannya Amayra saja Pak Bu. Tapi setelah itu kami lost contact karena saya harus menyelesaikan studi di luar negeri dan baru bertemu lagi karena tidak sengaja menangani kakak iparnya,"ucap Kenan akhirnya mengaku.
"Rafsya saya pulang,"Kalimat itu sontak membuatku menarik senyum lebar. Bagaimana pergi ke rumah sakit disebut pulang? Sepertinya dia terlalu banyak tertular diriku. "Baru dari kampus Mas?,"tanya Arkan yang sedari tadi menemani ku bersama Amayra. "Nggak juga. Pulang mandi dulu Kan. Masa mau ketemu sama cewek cantik bau asem,"ucap Fatih membuatku terkekeh pelan."Cewek cantik yang mana Le?,"tanya Mahardika membuat Fatih menoleh melihat Mahardika sudah berdiri dengan penuh pertanyaan. "Yang itu Pak. Saya hanya punya cewek cantik. Eh empat Pak. Ibu, Bunda, Amayra dan yang paling cantik Rafsya,"ucap Fatih. "Ehm manisnya kelewatan gombalnya Mas,"ucap Arkan membuatku terkekeh pelan."Kamu sudah makan belum Le?,"tanya Mahardika. "Saya makan bareng sama Dek Rafsya aja,"ucap Fatih membuatku menggeleng heran. "Kan, Nduk Ay ayo pindah kamar. Orang kasmaran susah kalau dipisahkan,"ucap Mahardika berlalu pergi menyisakan ku dengan Fatih. "Sudah check up belum sama dok
Terjawab sudah semua alasan hal yang mengganjal dalam benakku selama ini. Alasan dirinya mengambil uang dengan nominal sebesar itu, rambutnya rontok, juga bercak darah yang ku temukan di bekas tisu di meja rias juga pasti miliknya. Ditemani dengan Kiran, Lewis, dan Liona diriku duduk terdiam sembari mendonorkan darah."Pak Fatih sebelumnya ngga tau Rafsya punya penyakit ini?,"tanya Lewis ku gelengkan pelan sembari tersenyum. "Saya memang tau Rafsya belakangan ini agak pucat, rambutnya rontok, belum lagi mertua saya bilang dia ada transaksi dengan nominal besar. Hanya saja saya ngga tau dia sengaja menyembunyikan penyakitnya dari saya,"ucapku gamang."Mungkin Rafsya punya alasan Pak. Lagipun ngga mungkin Rafsya akan bertindak sendiri kalau memang alasannya ngga kuat,"ucap Liona menenangkan. "Kakak,"ucap Amayra memelukku erat membuatku terbangun dari diam ku. "Maaf Kak,"ucap Amayra tersedu dalam tangis. "Kenapa kamu juga ikut ngga mau kasih
Air mata ku hanya bisa terus luruh saat mendengar Fatih merapalkan doa meminta pada Allah untuk setiap detail kebahagiaan ku. Sementara diriku hanya duduk di atas ranjang menahan pedih karena tak bisa menunaikan sholat dan saling mendoakan di atas sajadah yang sama. Apalagi setelah itu dilanjutkan dengan merdunya ketika melantunkan ayat suci Al Quran.Aku tidak bisa membayangkan jika hari ini aku akan telat pulang karena masih dalam proses penyembuhan. Sudah 2 jam diri ku hanya dalam posisi yang sama melihat sosok pria yang selalu berharap semua yang terbaik untukku. Membayangkan wajahnya pucat pasi ketika tau aku akan memasuki ruang operasi pasti hanya membuatku makin hancur."Dek saya pergi ke masjid dulu ya,"ucap Fatih membuatku mengangguk paham sembari mengambil beberapa perlengkapan lain menyelipkan ke kamar Amayra. "Ay sudah bangun kah?,"tanyaku mengetik pintu sembari membawa tas berisi seluruh keperluan ku. "Sudah Kak. Sini biar ngga
"Rafsya kamu masih di dalam,"Panggilan berulang itu membuatku terbangun dengan bekas mimisan mengalir melintasi wajahku. "Iya Mas sebentar lagi beneran keluar ini,"ucapku segera mencuci wajah. Bisa-bisanya malah tertidur di kamar mandi. Yang ada malah semakin memperburuk keadaan saja Rafsya. Sembari melihat wajahku tampak baik-baik saja segera ku putar knop pintu melihatnya cemas."Kamu baik-baik saja Rafsya?,"tanya Fatih ku angguki. "Selalu baik saya Mas,"ucapku membuatnya menghela nafas lega. "Ayo tidur,"ucap Fatih menarik tanganku menuju ranjang. "Loh kok Mas sudah ganti baju,"tanyaku. "Barusan pulang Pak Adimas sama Bu Andin nya,"ucap Fatih membuatku melirik ke arah jam dinding. Pantas saja. Sudah jam setengah dua belas malam.Selama itu aku tertidur di dalam kamar mandi dan sekarang di tempat yang seharusnya malah sulit ku jumpai kata nyaman untuk tidur? Astaga kebodohan apa ini Rafsya. Sembari melirik Fatih tampak d
Sungguh menyebalkan.Hanya satu kalimat itu saja yang ingin ku ungkapkan saat membuka mata. "Masih marah,"ucap Fatih menyenggol lengan ku. "Entah. Katanya iya Rafsya sayang nanti dibangunin,"ucapku sebal. "Iya kan tapi saya bangunin,"ucap Fatih masih terus terkekeh mencebik. "Kenapa toh ini? Masih sebel Nak,"tanya Aini bergabung dengan kami di ruang tengah."Itu Bun. Coba kalau begini kayak berat sekali,"ucapku mengomentari make up di wajahku yang terpasang begitu saja. Ya Anda tidak salah. Memang setelah kami pulang, di rumah sudah menyiapkan dengan sebaik mungkin. Hanya saja Amayra sengaja tidak diberi tahu dulu. "Cantik kok. Bunda yang suruh Mas Fatih biarkan aja. Karena Bunda kayaknya capek sekali,"ucap Aini membuatku mengedipkan kedua mata tak percaya."Iya kan Fat. Cantik mantu Bunda,"ucap Aini. "Cantik sekali dong Bun. Apalagi kalau lagi ngambek,"ucap Fatih tak tahan menaikkan sudut bibirku membuatnya tergelak. "Bun Amayra kata