"Rafsya,"panggil Fatih membuatku berbalik usai konsultasi dengan Lewis. Padahal sedari tadi sudah enggan mendekatinya malah dengan sengaja pria itu meminta ku berbincang. "Saya pak,"ucapku berdiri di depan nya. "Tunggu temanmu keluar dulu,"ucap Fatih membuat ku duduk dengan wajah bosan.
"Pak sudah keluar semua. Ngapain lagi saya disini,"ucapku. "Setelah ini ada pemeriksaan bulanan dari instansi. Kemarin sebelum nikah ngga sempet ngurus makanya kartunya baru jadi. Nanti ke sana jam setengah 2 an saja,"ucap Fatih menyerahkan sebuah kartu yang menampilkan wajahku sama seperti di kartu tanda mahasiswa. Nasib nikah masih mahasiswa.
"Pemeriksaan apa Pak? Saya tidak sedang sakit,"ucapku merasa sehat. "Seharusnya sebelum menikah kemarin perlu vaksin tetanus. Tapi lihat kebijakan dokternya seperti apa ya,"ucap Fatih membuat menatapnya tak percaya. Jarum suntik memang bagi semua orang rasanya tidak seberapa. Tapi bagi ku lebih baik terke
“Ada tamu kah?,”ucapku begitu melihat pintu rumah terbuka lebar. “Ya masuk kalo mau tau,”ucap Fatih memasuki rumah. Baru aja mengikuti langkah Fatih masuk, aku sudah dikagetkan dengan seorang wanita yang memeluk erat dirinya.“Ehh,”ucap Amayra terlonjak sedangkan aku hanya terpaku. Perasaan itu foto bukan pajangan loh ya. Bukan posesif hanya saja baru menyadari dia gadis yang semalam. “Syarifah saya baru pulang,”ucap Fatih membuatnya melepas pelukan nya.Tau kah kalian yang namanya Syarifah itu behh. Sungguh mempesona dan tampak cerdas seperti yang terlihat. “Ini sepupu?,”tanya Syarifah menunjukku. “Dia Rafsya istri ku. Rafsya ini Syarifah teman kuliah ku,”ucap Fatih datar duduk di sofa ruang tamu.“Istri? By kamu ngga salah kan. 7 tahun terus kamu tiba-tiba nikah gitu aja. Ouh pantes semalam kamu ngga mau aku datang ke rumah mu karena ini,&rdquo
“Totalnya Rp 250.000,”ucap mbak mbak jaga kasir. “Aku aja. meskipun bukan apa-apa buat anaknya bos KPC tapi lumayan buat jajan,”ucap Arian membuat ku tertegun. Mahardika memang melihat kemandirian setiap orang tapi juga penghasilan.Ngga salah dia mau anaknya bahagia. Sekalipun begitu, Mahardika ngga pernah menetapkan target. Ya singkat cerita itu juga yang membuat Arian segan dengan ku. “Ngga boleh begitu. Btw ngapain ke sini?Temenin cewek atau istri nih,”tanyaku keluar dari swalayan. “Aku kan masih tunggu engineer nya emas hitam,”ucap Arian membuatku terbungkam. Gimana kalo dia tau kabar pernikahan ku?“Kayaknya lepas aja deh Mas,”ucapku tersenyum kecut. “Maksudnya,”ucap Arian mengerutkan kening nya. Aku mengangkat tangan ku sebelah kanan menunjukkan cincin emas melingkar dengan mata berkaca-kaca.“Hey. Jangan sedih aku
"Nah ini nih yang cewek-cewek kalo sudah jadi istri. Boleh tersenyum boleh berdandan secantik mungkin. Dekati suami nya, jangan suka membuat murka seorang suami. Karena itu hanya membawa pada dosa saja,”ucap Pak Naufal.Ini daritadi sengaja dipojokkan ke bagian istri mulu. “Nah itu didengari Rafsya,”ucap Fatih yang melihat dari balik layar laptop nya. “Kerjaan bapak ini sungguh unik sekali,”ucapku tersenyum kecut membuatku menghela nafas sebal.“Ya Rafsya Anitya coba berikan pendapat,”Mati kenapa pula nama ku disebut di zoom. “Menurut saya Pak kedudukan suami dan istri sama atau sejajar,”ucapku berpikir keras. “Bohong bohong,”ucap Fatih dengan reseknya malah mengganggu ku. “Rafsya dengan siapa di rumah,”tanya Naufal menggoda ku. “Dengan kakak Pak,”ucapku. “Kakak ya? Sejak kapan saya dilahirkan ibu kamu,”ucap Fatih tak mau
Musik dari Spotify terus mengalir dengan pikiran ku yang juga kesana kemari. "Rafsya daripada kamu ngelamun mending tidur,"ucap Fatih membuatku menghela nafas panjang. "Pak. Ananta lucu kan,"ucapku menyebut anak Bima. "Kenapa memangnya?,"tanya Fatih membuatku menoleh sejenak. "Pak boleh tidak kita punya debay lucu gitu juga,"ucapku sontak membuat Fatih mengerem mobil nya mendadak."Kayaknya kita perlu bicara sebentar, "ucap Fatih mengajakku pergi ke sebuah Cafe yang buka sepanjang malam. Entahlah apa aku mulai aneh atau bagaimana. "Dek. Gini gini sebelum kamu minta debay kamu sudah tau belum bagaimana proses persalinan?,"tanya Fatih ku gelengkan pelan. "Liat ini salah satu contoh persalinan secara normal,"ucap Fatih menunjukkan video proses persalinan yang bertaruh nyawa belum lagi dengan robek di bagian intim membuat ku merinding sendiri."Atau caessar,"ucap Fatih menunjukkan video lain berisi operasi caessar proses kelahiran dengan p
Fatih POVSajak lagu Andmesh mengalun sepanjang jalan meskipun gadis disebelah ku matanya setengah terpejam. Entahlah, sepertinya diriku perlahan mulai peduli dengan gadis itu. Seperti ada sesuatu yang mulai membuatku ingin terus berlama-lama menghabiskan waktu bersama. Kalau saja dia tidak sakit kemarin, pasti aku juga tidak tau bagaimana manis wajahnya saat manja.Pepohonan pinus dengan rerumputan hijau yang menghiasi sepanjang jalan tampak memukau mata. Deretan motor beberapa mahasiswa ku juga sudah saling menyesuaikan untuk diparkirkan. Sesuai dengan kesepakatan, memilih menginap untuk semalam. "Permisi Pak. Mau ke resort dulu?,"tawar Rafael bersama beberapa mahasiswa menghampiri ku."Boleh. Dek saya titip Rafsya dulu ya,"ucapku menitipkan pada mahasiswi yang tengah asyik bersantai. "Siap Pak. Rafsya ngga hilang kok Pak,"ucap Kieran ku angguki sejenak. "Ada yang bisa
Hawa dingin semilir angin pesisir membuatku perlahan membuka mata. Ku raba ranjang sebelah yang telah kosong. "Saya di sini loh. Kangen ya,"ucapan itu membuatku hanya mengisyaratkan jari menyilang di depan kening ku. Enggan membuka mata, sembari asyik bergelung selimut sayup-sayup telinga ku mendengar Fatih masih asyik bersenandung.Perlahan mata ku terbuka melihat Fatih menghampiri dengan baju koko dan peci yang masih melekat rapi. "Masih jam setengah 3 Dek. Saya tadi bangunnya terlalu cepat,"ucap Fatih membuatku menggeliat pelan. "Bapak mau tidur lagi?,"tanyaku di anggukinya pelan membuatku bergeser. Baru saja kembali memejamkan mata, ku rasakan sebuah tangan melingkari pinggang."Katanya mau tidur,"tanya Fatih terkekeh geli. Biasanya aku dalam posisi sedekat mungkin dengan Fatih saat malam. Hanya saja untuk posisi seperti ini terasa janggal untuk ku. Mau berbalik pasti semakin dekat wajahnya ku lihat. Sedangkan saat membelakanginya baga
Pemandangan ranjang kotak-kotak hitam dengan rak buku yang bersusun rapi menampilkan betapa bahagianya sebelum menikah. Sebuah laporan sementara tertinggal di atas meja dengan tanda tangan Fatih di sana membuatku terkekeh pelan. Sungguh memalukan sekali rasanya aku pernah berdegup kencang setiap melihat namanya disana.Belum lagi berbagai pernak-pernik yang tertinggal belum ku ambil menggambarkan betapa indahnya masa yang ku jalani. "Inget masa lajang kah Sya?,"tanya Airin membuatku mengangguk pelan. "Dulu sering sekali tidur dini hari, sekarang jam sepuluh sudah di suruh tidur,"ucapku. "Pak Fatih kan butuh teman tidur juga Sya. Mengerti coba,"ucap Airin terkekeh."Memangnya bayi pake teman segala. Di rumah Pak Fatih banyak sekali bukunya. Tapi mukanya ngga kayak kutu buku,"ucapku menyimpan berbagai jenis barang ke dalam koper. "Lah tapi muka apa kalo gitu,"tanya Airin. "Tetap cool gitu,"ucapku tanpa sengaja memandang potret foto yang ku a
Berhubung acara ulang tahun jurusannya malam, Fatih sengaja memintaku berangkat bersama dengannya. Tentu juga dengan banyak sekali drama. Pasalnya aku sudah tampil cantik dengan kemeja malah diminta berganti dengan batik. Dengan catatan baju batik yang ku pakai memiliki motif menyatu dengannya."Pak ini mau ke acara jurusan ngga papa pakai baju sama? Saya ganti baju aja ya,"ucapku membuatnya menahan tangan ku terus bertingkah. "Ay coba kasih paham kakak iparmu,"ucap Fatih. "Kak Rafsya pakai baju itu aja ngga papa. Lagian kalo warna batik sama kan bisa jadi karena memang motif dari toko berbeda kan. Jadi ngga usah ragu lah kak. Kapan lagi tampil match bareng,"ucap Amayra satu frekuensi dengan Fatih."Ya sudah aku ngalah. Pak saya turun sini saja,"ucapku melihat Airin dan Hilda yang sudah tampak lelah menunggu ku tiba. "Ngga kejauhan?,"tanya Fatih ku gelengkan. Baru saja turun langsung kena ledekan dua makhluk di dep
Rafsya POV Nafasku masih naik turun setelah beberapa menit lalu bertaruh nyawa. Lihatlah lelaki di sampingku tak hentinya mencium kening ku penuh sayang. 2 jam sebelumnya dia tak henti memberi semangat dan terus setia menggenggam erat tangan ku. Lantunan rasa syukur dua buah hati terlahir normal ke dunia. Nyaris seperti operasi tumor otak beberapa bukan yang lalu. Diriku nyaris melahirkan seorang diri karena perutku tiba-tiba mulas sementara Fatih tengah pergi karena sebuah kegiatan. Bukan Fatih yang salah, memang seharusnya lahirnya itu 10 hari lagi. Tapi beginilah warna warni takdir. "Mas kamu bahagia?,"tanyaku di angguki nya membuat setetes air mata jatuh di ujung mata. "Dek pasti sakit sekali kan?,"tanya Fatih ku gelengkan. "Saya dari semalam mikir. Usia kita beda jauh otomatis kamu akan lebih dulu merasakan tua. Membayangkan melewati masa tua sendiri. Hanya ditemani dengan anak-anak. Rasa sakitnya itu terbayar sud
Fatih POV Mataku memandang manis gadis yang bersandar tenang. Kalau saja Asmita tidak memintanya diam mungkin sekarang entah kemana dia akan beranjak. Hijab pasmina yang melingkari kepalanya tidak lagi meluncur seperti saat memakai jilbab segitiga. Namun tetap saja, seharian duduk manis di kediaman Mahardika yang memang tengah ada acara kumpul keluarga.Seharian ini jiwa indie nya kadang membuat ku terhanyut. Entah berapa lagu yang terlantun sementara melihat semua orang berlalu lalang kesana kemari. H2SO4 dan kenangan itu bagaimana bisa lupa. Awal jumpa dengan gadis ini. Karena selama ini aku hanya tau dari dosen lain tentang nya. Entah bagaimana bisa diriku yang masuk mimpi gadis belia itu.Hingga membuat dirinya jatuh hati lebih dulu padaku. Padahal dia saja tidak tau wajahku yang mana. Menurutku mimpi itu datang dari Allah sebagai jawaban. Karena saat ini memang diriku yang berdiri di sebelah
"Rafsya sudah sembuh yee,"ucapku bersorak bangga sembari berlalu mendekati jendela karena keringat mulai mengucur deras. Aku akan mengejutkan Fatih saat dia pulang dari menemani Amayra nanti. Menunggu dirinya tiba, kembali berpaku di depan meja rias sembari melepas penutup kepala. Bekas operasi yang tercetak jelas membuatku terlihat mirip Voldemort.Sisir yang biasanya ku gunakan untuk membuat berbagai jenis bentuk rambutku kini tidak lagi berguna. Tidak lagi merasa sedih, ku sampingkan rasa pilu yang menggerogoti benak sembari mengusapkan potongan lidah buaya ke seluruh bagian kepala ku. "Rafsya Dek saya pulang,"ucap Fatih terdengar memasuki rumah membuatku segera menutup kembali kepala.Dengan langkah pasti, bisa ku lihat wajah Fatih menarik senyum lebar tak ingin mendekat lebih jauh. Sengaja ingin melihat ku berjalan dengan lancar ke arahnya. "Kak ngap ya ya kembali ngontrak di bumi,"ucap Amayra menepi membiarkan ku melangkah lebih cepat hingga terhent
Rafsya POVSuasana saat pemeriksaan pagi hari yang biasanya diisi dengan ketenangan menjadi penuh tawa. "Wah lagi pemeriksaan ya. Mbak Aini, ini kah orangnya?,"tanya Asmita membuatku ingin tenggelam ke Palung Mariana saja. Sementara sosok yang dimaksud hanya tersenyum lebar. "Dokter dulu temannya Amayra?,"tanya Aini memulai interogasi."Saya dulu hanya kenal Amayra adek tingkat saya,"ucap Kenan. "Adek tingkat atau apa tuh? Masa kakak tingkat sama adek tingkat bahas organisasi atau kuliah di bioskop,"ucap Fatih kian membuat wajah Kenan memerah. "Hanya teman saja Pak,"ucap Kenan mengganti status membuatku terkekeh pelan."Teman tapi mesra kah Dok?,"tanya Asmita sungguh membuat pria di depan ku kehabisan kata-kata. "Saya dulu rekannya Amayra saja Pak Bu. Tapi setelah itu kami lost contact karena saya harus menyelesaikan studi di luar negeri dan baru bertemu lagi karena tidak sengaja menangani kakak iparnya,"ucap Kenan akhirnya mengaku.
"Rafsya saya pulang,"Kalimat itu sontak membuatku menarik senyum lebar. Bagaimana pergi ke rumah sakit disebut pulang? Sepertinya dia terlalu banyak tertular diriku. "Baru dari kampus Mas?,"tanya Arkan yang sedari tadi menemani ku bersama Amayra. "Nggak juga. Pulang mandi dulu Kan. Masa mau ketemu sama cewek cantik bau asem,"ucap Fatih membuatku terkekeh pelan."Cewek cantik yang mana Le?,"tanya Mahardika membuat Fatih menoleh melihat Mahardika sudah berdiri dengan penuh pertanyaan. "Yang itu Pak. Saya hanya punya cewek cantik. Eh empat Pak. Ibu, Bunda, Amayra dan yang paling cantik Rafsya,"ucap Fatih. "Ehm manisnya kelewatan gombalnya Mas,"ucap Arkan membuatku terkekeh pelan."Kamu sudah makan belum Le?,"tanya Mahardika. "Saya makan bareng sama Dek Rafsya aja,"ucap Fatih membuatku menggeleng heran. "Kan, Nduk Ay ayo pindah kamar. Orang kasmaran susah kalau dipisahkan,"ucap Mahardika berlalu pergi menyisakan ku dengan Fatih. "Sudah check up belum sama dok
Terjawab sudah semua alasan hal yang mengganjal dalam benakku selama ini. Alasan dirinya mengambil uang dengan nominal sebesar itu, rambutnya rontok, juga bercak darah yang ku temukan di bekas tisu di meja rias juga pasti miliknya. Ditemani dengan Kiran, Lewis, dan Liona diriku duduk terdiam sembari mendonorkan darah."Pak Fatih sebelumnya ngga tau Rafsya punya penyakit ini?,"tanya Lewis ku gelengkan pelan sembari tersenyum. "Saya memang tau Rafsya belakangan ini agak pucat, rambutnya rontok, belum lagi mertua saya bilang dia ada transaksi dengan nominal besar. Hanya saja saya ngga tau dia sengaja menyembunyikan penyakitnya dari saya,"ucapku gamang."Mungkin Rafsya punya alasan Pak. Lagipun ngga mungkin Rafsya akan bertindak sendiri kalau memang alasannya ngga kuat,"ucap Liona menenangkan. "Kakak,"ucap Amayra memelukku erat membuatku terbangun dari diam ku. "Maaf Kak,"ucap Amayra tersedu dalam tangis. "Kenapa kamu juga ikut ngga mau kasih
Air mata ku hanya bisa terus luruh saat mendengar Fatih merapalkan doa meminta pada Allah untuk setiap detail kebahagiaan ku. Sementara diriku hanya duduk di atas ranjang menahan pedih karena tak bisa menunaikan sholat dan saling mendoakan di atas sajadah yang sama. Apalagi setelah itu dilanjutkan dengan merdunya ketika melantunkan ayat suci Al Quran.Aku tidak bisa membayangkan jika hari ini aku akan telat pulang karena masih dalam proses penyembuhan. Sudah 2 jam diri ku hanya dalam posisi yang sama melihat sosok pria yang selalu berharap semua yang terbaik untukku. Membayangkan wajahnya pucat pasi ketika tau aku akan memasuki ruang operasi pasti hanya membuatku makin hancur."Dek saya pergi ke masjid dulu ya,"ucap Fatih membuatku mengangguk paham sembari mengambil beberapa perlengkapan lain menyelipkan ke kamar Amayra. "Ay sudah bangun kah?,"tanyaku mengetik pintu sembari membawa tas berisi seluruh keperluan ku. "Sudah Kak. Sini biar ngga
"Rafsya kamu masih di dalam,"Panggilan berulang itu membuatku terbangun dengan bekas mimisan mengalir melintasi wajahku. "Iya Mas sebentar lagi beneran keluar ini,"ucapku segera mencuci wajah. Bisa-bisanya malah tertidur di kamar mandi. Yang ada malah semakin memperburuk keadaan saja Rafsya. Sembari melihat wajahku tampak baik-baik saja segera ku putar knop pintu melihatnya cemas."Kamu baik-baik saja Rafsya?,"tanya Fatih ku angguki. "Selalu baik saya Mas,"ucapku membuatnya menghela nafas lega. "Ayo tidur,"ucap Fatih menarik tanganku menuju ranjang. "Loh kok Mas sudah ganti baju,"tanyaku. "Barusan pulang Pak Adimas sama Bu Andin nya,"ucap Fatih membuatku melirik ke arah jam dinding. Pantas saja. Sudah jam setengah dua belas malam.Selama itu aku tertidur di dalam kamar mandi dan sekarang di tempat yang seharusnya malah sulit ku jumpai kata nyaman untuk tidur? Astaga kebodohan apa ini Rafsya. Sembari melirik Fatih tampak d
Sungguh menyebalkan.Hanya satu kalimat itu saja yang ingin ku ungkapkan saat membuka mata. "Masih marah,"ucap Fatih menyenggol lengan ku. "Entah. Katanya iya Rafsya sayang nanti dibangunin,"ucapku sebal. "Iya kan tapi saya bangunin,"ucap Fatih masih terus terkekeh mencebik. "Kenapa toh ini? Masih sebel Nak,"tanya Aini bergabung dengan kami di ruang tengah."Itu Bun. Coba kalau begini kayak berat sekali,"ucapku mengomentari make up di wajahku yang terpasang begitu saja. Ya Anda tidak salah. Memang setelah kami pulang, di rumah sudah menyiapkan dengan sebaik mungkin. Hanya saja Amayra sengaja tidak diberi tahu dulu. "Cantik kok. Bunda yang suruh Mas Fatih biarkan aja. Karena Bunda kayaknya capek sekali,"ucap Aini membuatku mengedipkan kedua mata tak percaya."Iya kan Fat. Cantik mantu Bunda,"ucap Aini. "Cantik sekali dong Bun. Apalagi kalau lagi ngambek,"ucap Fatih tak tahan menaikkan sudut bibirku membuatnya tergelak. "Bun Amayra kata