Itulah status yang aku kirim di akun Papa sambil kuberi gambar saat kami berlibur di Puncak.
.
.
Pagi hari ….
Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan. Sebelum suamiku berangkat kerja, aku menunjukkan chat yang ada di ponsel Papa.
“Pa, ini chat dari siapa?” tanyaku pada Papa sembari menunjukkan chat antara dia dan Khamila. Sebenarnya aku tahu bahwa itu chat dari Khamila, tetapi aku pura -pura bertanya.
“Oh, itu chat dari istrinya Si Burhan,” balas Papa.
“Kenapa diladenin sih, Pa,” ucapu sambil menyodorkan nasi goreng untuk sarapan.
“Apa-apaan sih, Ma, itukan chat lama,” elak Papa sambil mengunyah nasi goreng yang aku sodorkan.
“Iya, tapi ngapain Papa ngeladenin dia, diakan udah bersuami,” jawabku sewot.
“Papa tahu, tapi apa salahnya kalau ayah membantu.”
“Kok setiap hari sih, Pa,” cecarku penasaran karena memang hampir setiap hari nebeng.
“Iya memang setiap hari karena arahnya sama dengan arah tempat kerja Papa. Suaminya tahu, kok.”
Oalah, lha kenapa dia posting di facebooknya seperti itu? Apakah suaminya tidak membaca? Wah, dasar wanita gatel.
“Lha itu pas dia minta bareng sama pulangnya, itu pas dari mana, Pa?”
Aku masih penasaran, akan kucecar terus Papa hingga aku tahu masalahnya. Sejauh ini aku percaya dengan Papa.
“Owh, itu,” jawab lelaki tampan yang kini menjadi pendamping hidupku, lalu menyesap kopi susu di hadapannya seusai makan.
“Dia itu habis dari rumah saudaranya, kebetulan rumahnya dekat dengan kantor Papa, lalu dia nebeng,” lanjutnya.
“Lha itu nebeng sama Papa tiap hari ke mana?” cecarku. Kukorek keterangan dari Papa. Awas kamu Khamila, bikin status hoax.
“Ya itu yang tadi Papa jelaskan. Tiap hari dia ke tempat saudaranya karena saudaranya itu habis lahiran. Saudaranya itu sendiri di rumah, suaminya kerja di luar negeri,” ungkap Papa.
Setelah itu dia berdiri dan mengambil tas yang telah aku sediakan serta bersiap ke kantor.
“Tunggu, Pa, kenapa dia tidak bareng sama suaminya? Lalu apakah Papa pernah beli bakso dengannya?”
Aku kembali bertanya pada Papa. Aku bertanya pada Papa sesuai dengan status di facebooknya Khamila.
“Nanya apaan sih, Ma, kayak gitu aja di tanyain.”
“Pa, ini terkait dengan statusnya Mama Azzah—Si Khamila itu. Setiap apapun, dia itu selalu update status termasuk ketika bareng sama Papa, termasuk ketika beli bakso,” jawabku kesal dan sedikit marah. Kulihat Papa kurang suka dengan pertanyaanku.
“Memang dia bikin status apa?”
“Dia bilang makasih atas traktirannya sembari mengupload foto bakso rudal,” ucapku ngegas.
Papa menggelengkan kepalanya, “Ya Allah, kayak gitu aja marah,” ucapnya.
“Ya iyalah, Pa, enak aja, makan bakso sama suami orang,” ujarku menahan emosi.
“Sini, deh, Papa jelasin. Memang iya Papa yang bayarin. Pas waktu itu dia nebeng Papa pulang dari rumah saudaranya, kebetulan di jalan, Si Azzah—anaknya itu minta dibelikan bakso. Dia bilang uangnya ketinggalan, ya sudah Papa bayarin.
Kenapa dia selalu nebeng sama Papa, karena arah tempat kerja Pak Burhan—suaminya Khamila itu berlawanan dengan rumah sudaranya, jelas?”
Wah, berarti memang Si Khamila-nya saja yang kegatelan. Kurang ajar sekali dia, sudah bikin status tidak jelas. Awas kamu, akan kubalas.
“Udah, ya, Papa berangkat,” pamit Papa buru-buru.
“Eh, Pa, tunggu!” cegahku.
“Ada apa lagi, sudah jelas, kan? Udah, ah, nanti Papa telat.”
“Itu, Pa, chat terkhir dari Khamila, katanya ia bilang terimakasih atas uangnya.”
“Ooo, itu? Itu Papa ngasih ke yayasan anak yatim. Katanya dia panitianya, dia ngajuin proposal,” ujar Papa sambil menggelengkan kepalanya. “Dasar wanita, mulutnya gak bisa dijaga. Sudah! Papa mau berangkat. Uh,” ujar Papa sedikit kesal. Mungkin karena kuinterogasi juga karena ulah Khamila yang setiap hari upload status di f******k. Akupun tersenyum lega mendengar pejelasan Papa. Jadi, Khamila hanya mengada-ada dan cari sensasi. Aku di blokir agar tidak melihat statusnya yang mengada-ada itu, ha ha ha.
“Iya, Pa, hati-hati di jalan, ya.”
Aku menyalaminya dengan ta’zim, kucium punggung tangannya dan ia mencium keningku mesra.
Setelah Papa ke kantor dan Adit—putraku berangkat sekolah, kubereskan semua piring kotor dan sisa sayur serta nasi yang ada di meja makan. Kucuci piring dan gelas bekas makan serta semua perkakas untuk memasak.
Hari ini rencanaya ada rapat emak-emak komplek sekaligus arisan RT. Acanya habis Dhuhur, jadi aku harus menyelesaikan semua pekerjaan rumahku. Aku orang yang tidak suka berantakan--ketika rumah aku tinggalkan, semua harus dalam keadaan rapi.
‘Ok, sebelum melakukan pekerjaan rutin, bikin status dulu, ah.
“Hoaks, jangan suka bikin hoaks, ya! Nanti kena akibatnya!.”
Bodo amat Si Khamila lihat statusku apa enggak, yang penting aku sudah lega.
Waktunya beberes.
Kali ini aku menyapu kemudian mengepel lantai dari lantai bawah sampai lantai atas. Rumahku memang besar dan lebar, tetapi aku kerjakan sendiri itung-itung olah raga. Sembari menyapu dan mengepel, aku mencuci pakaian dengan mesin cuci. Jadi dua pekerjaan dapat diselesaikan sekaligus.
Setelah beres mengepel lantai, aku lanjutkan mencuci pakaian yang tadi sudah aku masukkan ke mesin cuci. Mencuci dengan mesin cuci memang praktis, tinggal giling--langsung selesai dan sekaligus dikeringkan.
Setelah ku jemur, aku langsung mandi. Hari ini aku tidak masak karena nanti ada arisan emak-emak. Biasanya dapat nasi kotak.
Sembari menunggu dhuhur, aku rebahan di ruang tengah sembari membuka chat w******p.
Rupanya banyak chat masuk, aku tidak sempat membukanya karena tadi sibuk urusan rumah tangga.
[Mama Adit, jangan lupa nanti ada arisan RT sekaligus meeting emak-emak komplek, datang, ya ….] Begitu isi chat Mama Ais—tetangga depan rumah.
[Ok] balasku.
Tak lupa aku membuka chat di WA grup emak-emak komplek yang chatnya sudah ratusan. ‘Waduh, manjatnya capek, nih,' batinku. Karena memang banyak sekali obrolan.
Aku scroll ke atas, rupanya ada chat dari Khamila—Mama Azzah.
[Emak-emak, jangan lupa nanti habis Duhur arisan serta meeting di tempat saya, ya]
‘Oalah, rupanya di tempat Khamila, to, bukankah kemarin katanya di rumah Mama Kinan? Tapi Kebetulan, aku pingin lihat kayak apa rumahnya, karena selama ini sombong sekali.’
[Ok] balas Mama Ais.
[Sediakan yang enak-enak ya, Ma,] balas Mama Kinan serta beberapa ibu-ibu yang lain.
Aku cukup nyimak saja.
Setelah itu, aku melihat-lihat story WA.
“Emak-emak cantik bin modis, nanti arisan di rumahku, ya.”
Itu status Khamila. ‘Rupanya nomerku sudah di buka blokirannya,' batinku.
“Sudah kinclong.”
Status selanjutnya sembari mengupload suasana di dalam rumahnya. Sepertinya di ruang tamu. Kulihat di gambar telah di gelar karpet bermotif batik membentang di ruangan yang kira-kira luasnya tiga kali lima. Jajanan kering telah tersaji di tengah karpet.
“Masih lebar rumahku,” ucapku lirih.
Aku teringat penjelasan Papa tadi, ternyata apa yang di posting Khamila itu hanya hoak. Mungkin ia hanya ingin mendapat pengakuan dari followernya, kasihan sekali, sampai segitunya ia membuat berita hoak.
“Bikin status, ah,” gumamku lirih.
Ku foto lantai ruang tamu yang tadi ku pel.
“Alhamdulillah, semua bersih dan rapi meski ruangannya lebar dan berlantai dua. Istri yang baik adalah yang selalu memperhatikan kebersihan rumahnya agar suami betah.”
Ku uplaod foto ruang tamu yang bersih dan kinclong dengan tatanan sofa manis berwarna krem berjajar rapi dan lemari hias yang di dalamnya terdapat hiasan-hiasan cantik serta koleksi piring serta gelas hias.
Hmmm.
Tak lama ada notifikasi masuk dengan balasan chat atas statusku di story WA.
[Mantul] Dari Mama Ais.
[Wauw] Dari Mama Kinan.
[Tidak ada yang mampu menandingi Mama Adit] Balas Mama Rena.
Aku tersenyum sendiri membaca balasan mereka lalu ku balas satu per satu.
[Terimakasih, say]
Sudah jam setengah satu, aku harus bersiap.
Sebelum aku melangkah ke kamar untuk berganti pakaian, aku lihat kembali story WA.
Hehe, sudah ada dua puluh lima orang yang melihat statusku termasuk Mama Azzah.
Eh, dia bikin status baru.
“Sombong dan suka pamer itu nggak baik, ya.”
Begitu statusnya Khamila, akupun tertawa terbahak-bahak.
‘Hoy, itu, kan kamu!’ batinku.
Udah, ah, ngeladeni dia tidak ada habisnya, tetapi aku ingin membalas setiap statusnya karena memang dia itu menyebalkan. Apalagi kemarin bikin status yang melibatkan suamiku. Bikin gara-gara saja sama aku. Awas!
Apalagi kemarin bikin status yang melibatkan suamiku. Bikin gara-gara saja sama aku. Awas!‘Astaga sudah jam satu kurang, aku belum dandan’Aku bangkit dan menuju ke kamar untuk berganti pakaian.Kulihat chat di WAG emak-emak komplek, Si Khamila kirim pesan, [Ayo emak-emak, ini sudah ada Mama Rena]Aku buru-buru ganti pakaian dengan pakaian yang baru kubeli seminggu yang lalu di butik teman.Gamis motif polos warna peach dengan model klok ditambah kerudung syari dengan bahan wolpeach grade A. Pas di badanku yang memang lansing dan tinggi proporsional.Kupoles wajahku dengan make up tipis tapi terlihat elegan. Pemakaian eyeliner, eyeshadow, pemerah pipi dan lipstik warna pink. Aku mematut diri di cermin sembari berputar-putar.“Hemmm, rapi dan cantik,” gumamku.Aku senyum-senyum sendiri, biarlah aku memuji diri sendiri, kalau ada Mas Adnan, dia pasti memujiku.Oh ya, ada yang lu
‘Rasanya ada yang kurang,’ batinku. ‘Berkat, iya, nasi berkat atau nasi kotak. Sudah kesepakatan kalau arisan dapetnya nasi berkat, lha ini kok nggak dapet, wah, gimana ini.’Ibu-ibu komplek membubarkan diri, wajah mereka penuh tanda tanya, mungkin sama halnya denganku.Aku dan Bu Ais masuk ke mobil, “Monggo ibu-ibu, saya duluan, ya,” sapaku pada ibu-ibu komplek yang kami temui di jalan.“Mama Ais, kayaknya ada yang kurang, deh,” tanyaku pada Mama Ais. Kami saling memandang dan Mama Ais mengiyakan.“Nasi berkat, iya kan?” ucap Mama AisKami tertawa bersamaan, hingga tak terasa sampailah di kediaman Mama Ais. Mama Ais keluar dari mobil. “Makasih ya, Mama Adit,” lanjut Mama Ais sembari melambaikan tangan. Aku melajukan mobil hingga sampai. Setelah ku parkir, aku masuk ke dalam.
Ketika di sebuah belokan menuju jalan raya, mobil Mas Adnan ada yang menghentikan. Seorang wanita yang sudah tak asing lagi buatku. Khamila, wanita sombong itu, gila, penampilannya memuakkan, udah emak-emak tapi dandanannya kayak ABG.“Khamila?” Pekikku, “Mas, apakah ia sering menghentikan mobil Papa di sini?” cecarku pada pria yang telah menikahiku selama tujuh tahun itu.“Iya, dan ia memaksaku, kadang langsung masuk ke mobil.”Kurang ajar bener.“Oke, Pa, kita berhenti,” perintahku. Ia tidak akan melihatku dari luar. Akhirnya mobilpun berhenti.Tiba-tiba Khamila membuka pintu mobil dan ia terkejut ketika mendapatiku berada di mobil.Aku tersenyum sembari melipat kedua tangan di dada.“Hay,” sapaku padanya.“Eh, Mama Adit,” ucapnya sambil salah tingkah menahan malu.“Mau kemana, Ma” tanyaku.“Ehm,
Bab 1 Akhirnya selesai juga pekerjaanku. Dari pagi ublek-uthek di dapur mempersiapkan sarapan. Meski suamiku bergaji besar , tetapi kami tidak memiliki pembantu. Memang aku yang menginginkan dengan alasan agar aku bisa gerak dan tidak mager dan juga uangnya bisa digunakan untuk yang lain. Waktunya rebahan sambil nunggu Dhuhur, lagi pula mau apa lagi? nyuci, memasak, menjemur pakaian, menggosok, menyapu, mengepel, semuanya sudah. “Capek,” gumamku. Aku menuju ke ruang tengah, ruang khusus untuk keluarga dan tiduran di kasur yang memang telah tersedia. Sembari tiduran kubuka-buka medsos. Ada status menarik dari Mama Azzah---tetangga sebelah. Ratu sosmed kalau kami menyebutnya. Aku dan dia satu komplek, tetapi beda blok. Rumahku di cluster depan, tentu saja cluster termahal sedangkan dia cluster biasa. Kami ada grup WA emak-emak komplek dan mengadakan arisan RT sebulan sekali. “Alhamdulillah ya, Pi, akhirnya kesampean juga beli baru.” Begitu isi statusnya sembari menyertakan fo
Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!Melihat status Mama Azzah di facebook, rasanya jadi males mau ngerjain sesuatu. Kesalnya nggak ilang-ilang.“Mama Azzah, hati-hati kalau nyetatus, nanti ada yang suka sama suaminya, lho.”Akhirnya aku berkomentar seperti itu di status Mama Azzah.Tak lama ia memberi emot tertawa di komentarku.‘Ya Ampun, komentarku malah ditertawakan. Ya sudahlah, nanti kalau ketahuan bisa nangis guling-guling.’Menjelang Dhuhur semua pekerjaanku selesai termasuk memasak. Sebenarnya memasak hanya untuk makan siangku saja karena suami dapat makan di kantor dan Adit dapat di sekolah. Untuk makan malam, nanti aku masak dadakan atau masakan siang diangetin.“Mau ngapain di rumah, ya, rasanya kok bete. Ehm, mendingan aku
Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.Sampai rumah pas Maghrib, kemudian kami beberes. Kusiapkan keperluan Mas Adnan untuk ke Masjid.Adzan berkumandang, “Adit, ke Masjid sana, sama Papa!” perintahku. Adit yang sedang mainan hape milik Papanya dengan malas segera beranjak. Mas Adnan dan Adit ke Masjid bersamaan.Kulihat sebentar story WA sebelum mengambil air wudhu.“Bersyukur dengan apa yang telah Allah anugerahkan.”Begitu isi statusnya Khamila. Tumben bener, jangan-jangan lagi ada masalah dengan Burhan. Ah, bodo amat.Setelah ini aku wudhu dan bersiap untuk sholat.Setelah sholat, tilawah bareng dengan Mas Adnan dan juga Adit.Ya Allah, bersyukur sekali mendapat suami seperti Mas Adnan. Kalau dipikir, hadirnya Khamila ada hikmahnya juga. Mungkin jika tida
“Oke, nih aku kirim ke kalian.”Nggak kerasa acara sudah mau selesai. Karena keasyikan ngobrol sampai kami tidak mengikuti acara.“Yuk kita makan-makan,” ajak Atika.“Aku ada suami, kalau mau makan-makan, sekalian ma suamiku,” ucapku.“Boleh, tuh, sekalian biar aku kenal sama suamimu.”Aku meninggalkan acara, kutelpon Mas Adnan untuk mengetahui posisinya sekarang dimana. Sementara Burhan masih mengekor. Ya Ampun, tuh orang ngapain ngekorin kita, nggak ada teman apa?Tiba-tiba aku dikagetkan dengan hadirnya wanita muda yang waktu itu aku lihat saat di Mall.Wanita tersebut menghampiri Burhan, sementara itu Burhan salah tingkah.Aku penasaran, lalu kutemui Burhan.“Mas, jangan bilang kalau dia selingkuhanmu, yah,” ucapku pada Burhan.“Siapa dia, Mas,” tanya wanita muda yang kutaksir usianya dua puluh tiga tahunan.
Aku harus bicara sama Burhan agar istrinya tidak terus-terusan meneror keluargaku atau mendekati suamiku. Dulu menghancurkan hubunganku dengan Burhan, sekarang mendekati suamiku, maunya apa, sih.Tanpa sepengetahuan Mas Adnan, aku chat Burhan. Kebetulan aku tahu nomernya dari hape Mas Adnan.[Assalamualaikum, aku Dania, bisakah kita bicara? Balas GPL]Itu chat yang aku kirim ke Burhan.[Walaikum salam, Hy Dania, untukmu apa sih yang nggak bisa? Kapan?]Semprul, nggak nyadar apa kalau istrinya dah dua.[Hari ini, kamu sift berapa?][Aku sift dua. Oke, nanti ketemu di café dekat Supermarket, gimana? Jam 14.00 sebelum aku berangkat kerja.][Oke.]Setelah Duhur aku bersiap menuju café yang telah kita sepakati. Aku meluncur menggunakan mobil jazzku.Seperempat jam sebelum jam dua, aku telah siap di café. Aku memesan minuman kesuakaanku--jus alpukat.Jam dua kurang lima menit, kulihat dari ke
Status Facebook TetanggaPart 52--------oOo-------Burhan berkomentar di statusku. Ah, jawabnya nanti saja biar banyak dulu. Aku menuju ke ruang keluarga dan merebahkan badan di kasur depan televisi. Memasaknya nanti sore saja sebab hanya aku saja yang makan, Mas Adnan dan Adit pulang sore, jadi memasak untuk makan malam.Wah, Mas Adnan bikin status, tumben. Status Mas Adnan muncul di berandaku. Lho, ini, kan status lama. Kalau tidak salah saat itu sedang jalan-jalan di Puncak. Karena ada yang komentar, makanya muncul di beranda.Zaskiya Putri, siapa dia. Kenapa dia komentar di statusnya Mas Adnan?"Hay, Bro, apa kabar? Kamu masih seperti dulu."Begitu isi komentarnya. Mas Adnan memberi apresiasi dengan memberi "like" di komentar Zaskiya."Bro, itu istrimu, ya, hmmm cantik juga."Komentar selan
Status Facebook TetanggaPart 51-----oOo-----Sekembalinya dua keluarga yang berseteru itu, aku dan Mas Adnan saling memandang. Mas Adnan memegang keningnya. Nampaknya ia sangat pusing."Sudahlah, Mas, memang begini kalau menjadi bapaknya warga. Sabar, ya. Jadikan setiap persoalan menjadi sebuah pengalaman," ujarku sambil mengelus pundaknya. Ia mengangguk perlahan.Kami ke ruang keluarga kemudian aku ke ruang makan untuk mengambil ponselku yang tergeletak di meja ruang makan.Saat membuka kunci ponsel, terlihat notifikasi masuk. Sekitar lima belas menit yang lalu. Oh, rupanya dari Bu Ning.[Bu Dania, tolong rayu suamiku agar membatalkan talaknya.]Lho, kok minta tolongnya ke aku, apa hubungannya denganku?[Bu Dania, please, aku benar-benar pusing. Mas Topik marah besar padaku.] Kembali pesan
"Assalaamualaikum." Terdengar suara teriakan seorang perempuan yang tidak asing. Akupun bangkit dan berlalu menuju ke luar. Ternyata ada Bu Tutik dan Bapak Wasito. Wajah mereka tampak tegang.Kubuka pagar dan kupersilakan mereka untuk masuk."Silakan duduk," ucapku. "Ada perlu apa Mama Rena," tanyaku."Pak RT mana Mama Adit," tanya Mama Rena. Terlihat dari wajahnya, ia seperti ingin menceritakan sesuatu. Seperti dugaanku, pasti tentang Mama Adel yang menyebarkan gosip mengenai kuburan Orang tuanya."Sebentar, Mas Adnan sedang makan." Akupun pamit ke dapur untuk membuat minuman sekaligus menemui suamiku."Siapa, Ma," tanya Mas Adnan yang rupanya telah selesai makan."Bu Tutik sama suaminya, mereka ingin ketemu Papa, temui geh," suruhku. Kutuang air panas ke teko untuk membuat teh."Baik, Papa temui dulu ya, Ma," ujar
Aku dan Mas Adnan ke rumah Mama Rena untuk ta'ziyah.Sesampainya di sana, para pelayat sudah banyak yang datang.Ada juga Khamila Mama Adel dan juga suaminya.Kulihat Mama Rena begitu tegar, mungkin karena ibunya sudah lama sakit sehingga mungkin ini adalah yang terbaik."Kami sekeluarga ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya ya Mama Rena, sabar ya," ucapku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya."Terima kasih mama Adit," balas Mama Rena.Pada saat itu terdengar percakapan antara suaminya mama Rena dengan Mas Adnan."Pak Warsito yang menggali kubur apakah sudah ada?" Kepada suaminya Mama Rena. Suaminya Mama Rina tampak kebingungan karena memang belum mendapatkan orang yang akan menggali kubur. Orang yang biasa menggali kubur sedang keluar kota.Pada saat itu pak Dayat datang dan ikut bergabu
Ternyata Mama Adel tidak datang,ia berjanji akan ke rumah selepas Asar. Aku dan Mas Adnan memutuskan untuk mendatangi rumahnya setelah Maghrib dan tadi sudah mengirim pesan...Usai sholat Maghrib, aku dan Mas Adnan menuju ke rumah Mama Adel. Sesampainya di sana, mereka tidak ada di rumah. Rumah mereka terkunci. Mas Adnan mencoba menghubunginya tetapi tidak dapat tersambung.Beberapa menit kemudian, Khamila dan Burhan datang. Mas Adnan juga mengundang mereka."Kok sepi," tanya Khamila yang masih duduk di atas motor."Kurang tahu, pintu rumahnya terkunci. Ke rumah saja yuk," ajak Mas Adnan. Khamila dan Burhan saling memandang dan akhirnya mengangguk.Akhirnya kami balik dan diikuti oleh keduanya.Sesampainya di rumah, kupersilakan keduanya untuk duduk. Aku ke dapur untuk mengambil air minum dan beberapa makanan ringan. Setelah itu aku keluar dan mempersilakan keduanya untuk minum dan menyantap makanan ringan yang aku sediakan.
Aku di dalam rumah sampai sore menunggu Mas Adnan pulang. Perasaan resah dan gelisah menyeruak dalam dada. Jam empat, Mas adnan tak kunjung pulang. Jam Limapun tak pulang. Kemana Mas Adnan, kenapa jam segini belum juga pulang?Berbagai macam pemikiran-pemikiran negatif berkecamuk dalam otakku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mandengar bel berbunyi. Sepertinya ada yang datang dan aku keluar.Alhamdulillah, Mas Adnan pulang, Aku menantikannya sekak tadi. Aku mengahambur dan segera memeluknya, mencium pipinya.“Eh, Ma, aku baru pulang dan badan masih bau, lho,” ungkap Mas Adnan dengan heran. Mungkin karena tingkahku yang tidak seperti biasanya.“Kenapahape ditinggal, jadinya aku nggak bisa komunikasi,” ujarku sambil merengut dan masih merangkulnya. Mas Adnan masih berdiri sambil memegang tas kerjanya.“Kamu kangen?” Ledek suamiku“Iya,” ujarku manja. Aslinya benar-benar aku merasa resa
Setelah semua barang keperluanku telah aku beli, kemudian aku meluncur ke rumah Khamila.Sesampainya di sana ternyata rumahnya terkunci.‘Kemana Khamila, apa mungkin ia sedang belanja?’Coba aku telpon. Kukeluarkan ponselku dari saku celana jeans yang aku pakai. Langsung kucari namanya.“Assalamualaikum.” Langsung dijawab olehnya. “Ada apa Mama Adit?” tanyanya.“Waalailkum salam. Aku ada di rumahmu, sekarang kamu ada di mana?” tanyaku.“Lah, kenapa nggak dari tadi? Sekarang aku lagi belanja di swalayan,” jawabnya. Waduh, tidak bisa ketemu. Padahal aku ingin menyelesaikan persoalanku dan juga ingin tahu, siapa pria misterius yang menggangguku.Aku juga ingin meminta agar ia menghapus statusnya sekarang, tetapi jika itu aku lakukan, ia pasti tambah senang. Ia itu senang jika aku sulit.&l
Status Facebook TetanggaBenar-benar makin runyam, herannya kenapa Kamila sampai tahu. Wah, si Burhan tidak bisa dipercaya ini.Aku semakin pusing dengan persoalan ini. Jika Khamila tahu, berita ini bakalan cepat tersebar.'Ah baiknya aku memang harus cerita ke Mas Adnan.'Kudekati suamiku yang sedang tertidur pulas. Kulirik jam di dinding, rupanya bentar lagi Asar, memang harus dibangunkan."Mas, bangun sayang, sudah jam 14.40," panggilku sembari menggerak-gerakkan badannya agar cepat bangun.Mas Adnan hanya menggeliat, lalu melirikku dan merangkul."Mas, masih siang, jangan seperti ini, ah." Aku meronta. Dikhawatirkan Adit tiba-tiba pulang karena memang sudah waktunya pulang."Memangnya kenapa? Kan pintu pagar dikunci?" ucapnya. Namun matanya masih terpejam."Mas,ka
“Sudah cukup Pak, Bu! Kalau njenengan berdua ingin bertengkar, silakan di rumah saja,” lerai Suamiku. Kedua pasangan suami istri itupun akhirnya diam. “Silakan, ada apa njenegan ke sini? Apakah ada masalah?”“Pastinya ada, Pak. Saya mau lapor kalau suami saya selingkuh!” sahut Bu Ning. Pandangannya mengarah ke Pak Dayat.Oh Allah, soal perselingkuhan kenapa harus bawa-bawa RT, sih, ini sudah keberapa kali laporan seperti itu.“Ma, berapa kali Papa katakan kalau Papa itu tidak selingkuh. Mana buktinya? Mama itu selalu suudzon. Dulu dituduh selingkuh dengan langganan tukang sayur, sekarang? Ujug-ujug Mama nuduh selingkuh, lalu selingkuh dengan siapa?” Nampaknya Pak Dayat memang sangat kesal dan marah.“Justru Mama yang nggak mau ngak