Geram sekali aku membacanya, kesal! Begitu bangganya ia dengan suaminya. Rasanya ingin kukomentari statusnya dan kuupload foto saat suaminya bersama wanita itu di café, huh!
Melihat status Mama Azzah di f******k, rasanya jadi males mau ngerjain sesuatu. Kesalnya nggak ilang-ilang.
“Mama Azzah, hati-hati kalau nyetatus, nanti ada yang suka sama suaminya, lho.”
Akhirnya aku berkomentar seperti itu di status Mama Azzah.
Tak lama ia memberi emot tertawa di komentarku.
‘Ya Ampun, komentarku malah ditertawakan. Ya sudahlah, nanti kalau ketahuan bisa nangis guling-guling.’
Menjelang Dhuhur semua pekerjaanku selesai termasuk memasak. Sebenarnya memasak hanya untuk makan siangku saja karena suami dapat makan di kantor dan Adit dapat di sekolah. Untuk makan malam, nanti aku masak dadakan atau masakan siang diangetin.
“Mau ngapain di rumah, ya, rasanya kok bete. Ehm, mendingan aku jemput Adit lalu belanja bulanan dan nanti pulangnya ikut Papa. Bawa mobil sendiri males.
Jam tiga sore dengan menggunakan ojek online aku ke sekolahan Adit untuk menjemputnya, setelah itu aku belanja ke supermarket. Kuhubungi Mas Adnan agar menjemputku di Supermarket jam lima sore.
Setelah berputar-putar mencari barang kebutuhan, aku dan Adit menuju ke cafe untuk istirahat dan jajan karena Adit minta dibelikan es krim.
“Ma, lihat, ada Mama Azzah,” ucap Adit sembari menunjuk kearah Khamila yang sedang duduk di kursi yang tersedia di supermarket.
“Iya, Dit, mata kamu jeli juga, ya, hehe,” balasku.
Mau apa dia, apakah janjian sama seseorang? Kenapa dia selalu membayang-bayangi hidupku, sih.
Tadi pagi saat aku ke toko emas, tidak sengaja ketemu dengannya. Nah, ini pas aku belanja, ketemu dia lagi.
Kulihat jam menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit. Coba ku telpon papa ah, mengingatkan. Kucari nomer telpon Papa lalu kutekan.
“Assalaamualaikum, Pa,” sapaku.
“Waalaikumsalam salam, iya, Ma.”
“Pa, aku sama Adit nunggu di café Aldan dekat supermarket, ya.”
“Astaghfirullah, iya, hampir lupa. Baiklah, Papa otewe.”
Setelah itu telpon kumatikan.
Kulihat Khamila juga bolak-balik melihat jam, sebenarnya dia janjian sama siapa, sih, jangan-jangan dia mau nebeng sama Mas Adnan. Huuh, geram. Namun aku tidak boleh suudzon, tapi jika memang ia mau nebeng Mas Adnan, wah kebangetan!
Jam lima lima belas menit, kulihat mobil Mas Adnan parkir di depan supermarket. Kemudian ia menuju ke café Aldan tempatku minum dan beli jajan.
Melihat Mas Adnan, Khamila langsung menemuinya dan entah apa yang ia bicarakan. Aku sama Adit langsung menemui Papa dan Khamila yang sedang ngobrol. Kulihat Khamila kaget melihat kehadiran kami.
“Eh, ada Bu Khamila, sedang belanja?” sapaku. Sebenarnya aku sudah tahu dari tadi, tetapi pura-pura tidak tahu.
Khamila salah tingkah.
“Oh iya, Ma, tadi Bu Khamila chat Papa katanya mau nebeng pulang dari belanja,” sahut Mas Adnan. Darahku mendidih, geram, sebal. Ngapain sih nebeng sama Mas Adnan, tidak tahu malu. Untungnya aku juga belanja, jadi ketahauan.
“Owh, gitu? Lha Pak Burhan kemana, ya? Kenapa tidak minta dijemput sama dia?” ucapku sebal. Kulipat kedua tanganku.
“Pak Burhan sift dua, berangkat jam tiga sore,” ucap Mas Adnan.
“I … iya, Mama Adit,” balas Khamila malu dan gugup.
“Mama Azzah, njenengan kalau di f******k atau di W*, berani bikin status pamer dan sombong, tapi kok pekerjaannya ngedeketin suami orang, sih. Apa nggak malu?”
Aku emosi.
“Ma, kalau emosi jangan di sini,” cegah Mas Adnan.
“Mas, harusnya Mas nolak kalau Khamila minta nebeng.”
Aku semakin ngegas, tak peduli meski di tempat umum.
“Dengerin Dania, Khamila ikut nebeng karena suaminya sift dua,” balas Papa sembari memeluk dan menenangkanku agar aku bisa lebih menahan diri.
“Khamila, kalau suamimu sift dua, harusnya kamu belanja pada saat suamimu belum berangkat, jangan jadikan alasan suami sift dua lalu untuk nebeng suami orang. Awas, nanti aku viralkan kamu ke emak-emak komplek,” ujarku ketus.
“Ja … jangan, Mama Adit,” balas Khamila.
“Tadi pagi kamu bikin status kalau suamimu itu sayang sama kamu, mana buktinya? Suami belanja saja nebeng suami orang!” Aku semakin bertambah emosi.
“Papa, ayo pulang! Bu Khamila, nanti aku pesankan ojek online dan aku yang bayarin!”
Aku naik ke mobil dan duduk di depan, Adit di belakang sopir.
“Jalan, Pa!”
Aku terdiam di dalam mobil menahan sebal dan kesal bin jengkel. Rasanya ingin kuremas-remas mulut wanita itu, beraninya hanya di medsos, main belakang.
Maksudnya apa coba, chatting suami orang minta nebeng.
“Pa! sudah kukatakan kalau Khamila mau nebeng, mbokya jangan dibolehin, sih!”
Masih dengan perasaan kesal.
“Iya, iya! Mungkin kalau tadi Mama nggak telpon, papa pasti lupa, tadi istrinya Pak Burhan itu chat Papa pas jam duaan, tapi nggak Papa balas, kok.”
“Coba lihat hape Papa.” Kuambil hape Papa yang berada di saku jas lalu kubuka-buka chat w******p.
Selama ini Mas Adnan membebaskanku untuk membuka-buka chattingannya, inbox dan f******k. Ia jarang online, bahkan bisa dibilang tidak pernah main sosmed. Kadang aku yang memakainya untuk ngepoin orang.
Pertama kubuka w******p, benar saja, banyak sekali chatingan dari Si Khamila itu, untung nggak di buka sama Papa.
[Mas, boleh saya nebeng besok pagi? Saya mau beli kue untuk arisan.]
Ini chat beberapa hari lalu, tetapi tidak dibalas oleh Papa. Kata tetangga, ia menghentikan Papa di jalan.
[Mas, besok pagi aku mau ke mall, ada janjian sama teman.]
Ini pasti tadi pagi pas ketahuan aku.
[Mas, nanti sore jam lima aku mau ikut pulang, ya, aku belanja di supermarket.]
Ini barusan. Dasar! Khamila, dari dulu kamu tidak berubah setelah kamu merebut Burhan dariku, lalu kamu ingin mencari perhatian Mas Adnanku?
Burhan—suami Khamila adalah tunanganku dahulu. Hubunganku dengan Burhan sangat dekat, dengan keluarga besarpun demikian. Setelah lulus kuliah, kami sama-sama bekerja di perusahaan yang begerak di bidang industri textil. Bagian kami berbeda. Burhan bagian engineering dan aku akunting, sementara Khamila bagian staff lapangan. Secara jabatan, Khamila masih di bawahku.
Karena aku dan Burhan sudah sama-sama mapan, akhirnya kami bersepakat untuk menikah.
Namun Khamila datang dan mengacaukan hubungan kami. Setiap hari dengan berbagai alasan, ia selalu nebeng Burhan. Kebetulan aku sama Burhan jarang pulang bersama karena Burhan sering lembur dan aku tidak pernah lembur.
Hal ini dimanfaatkan oleh wanita tak tahu malu itu. Suatu hari ketika Burhan pulang malam, Khamila mengajaknya untuk mampir ke kost-kostan. Entah syetan apa yang merasuki, akhirnya terjadilah hubungan yang tidak diinginkan.
Saat itu Burhan tidak jujur padaku. ketika pernikahan kami tinggal menghitung hari, Khamila datang dan meminta pertanggung jawaban pada Burhan bahwa ia hamil.
Burhan tidak percaya kalau Khamila hamil, lalu Khamila menunjukkan test pack yang bergaris dua. Ketika itu hancurlah hatiku, hancur-sehancurnya. Ingin rasanya aku bunuh diri, tetapi aku masih ingat ada Allah.
Butuh waktu lama untuk bisa menyadarkanku waktu itu. Aku mengundurkan diri dari perusahaan lalu ikut bude ke luar propinsi. Di sanapun aku masih kepikiran Burhan—lelaki yang sangat aku cintai.
Setahun aku menganggur dan hanya berdiam diri di rumah bude, hingga suatu hari aku dikenalkan oleh Bude, seorang lelaki tampan yang bekerja di perusahaan sebagai Bussines Manager. Ia adalah Mas Adnan—suamiku tercinta.
Menikah dengannya, hidupku sangat berwarna. Ia lelaki yang baik hati dan sangat perhatian, tidak pelit dan dermawan. Namun, ada hal yang aku tidak suka darinya, ia tidak pernah menolak permintaan orang seperti halnya permintaan Khamila yang selalu pingin nebeng padanya.
Aku tak mengerti, kenapa Allah pertemukan kembali aku dengan Burhan di sini, di perumahan ini dan kenapa juga aku harus ketemu dengan Khamila, wanita yang dulu pernah menghancurkan hubunganku dengan Burhan.
Aku juga tidak tahu, mungkin ini sudah jalannya, ternyata Mas Adnan adalah atasan dari Mas Burhan.
Namun Mas Adnan belum tahu kalau Burhan adalah masa lalu aku.
Kini, yang aku tidak mengerti, kenapa Si Khamila seperti ingin mengulang kejadian masa lalu. Rasanya kesal sampai ke ubun-ubun jika melihat kelakuannya.
Mungkin aku memang harus memberi pelajaran padanya agar menyesal.
“Ma, kok melamun,” tegur Mas Adnan.
“Ehm, enggak, kok,” balasku sembari tersenyum padanya.
Setelah tadi membaca chat di w******p, aku membuka aplikasi f******k. Beberapa hari lalu aku mengirim status di akun f******k Mas Adnan. Wah, banyak sekali yang komen dan kasih reaksi.
Asem, Si Khamila kasih reaksi love.
Oh iya, kemarin Si Khamila sempat inbox di akun Mas Adnan, coba kubuka inbox akun facebooknya Mas Adnan, ah.
[Mas, enak ya, Mbak Dania dapet suami kayak Mas.]
Ini status pas habis acara arisan. Sama Mas Adnan belum di buka.
[Mas Burhan itu sangat pelit dan perhitungan, dia tidak romantis.]
Ih, curhat tentang suaminya kok sama suami orang. Lagipula siapa suruh kamu merebut Burhan dariku, giliran sekarang nyesel.
Aku tahu, berarti status-status dia di f******k maupun di w******p adalah palsu.
[Maaf ya, Mas, mengganggu.]
Jelas mengganggu banget. Baiklah, akan kubalas chat-chat dari kamu.
“Seius amat, sih,” tanya Mas Adnan yang sedang menyetir meski sesekali memandang kearahku.
“Hehe,” jawabku.
“Sepertinya sudah tidak kesal,” balas Mas Adnan.
“Kesel sih iya, tapi masak iya harus berlarut-larut,” ungkapku.
Karena aku punya cara untuk mengobati rasa kesalku ini yakni dengan membalas inboxnya dia, haha.
[Bu Burhan.] Biarlah kusebut itu saja namanya.
[Dania Ivanka Putri Ariani mendapatkanku itu merupakan takdir dari Allah SWT dan sudah tercatat ribuan tahun lalu sebelum bumi tercipta. Jika menurut Bu Burhan itu merupakan keberuntungannya, maka saya ucapkan Alhamdulillah.]
Itu balasan chat yang pertama tadi.
[Pak Burhan tidak romantis? Romantis itu seperti apa, sih! Romantis itu tidak hanya mengumbar kata, memuji atau berpuisi. Perbuatan romantis itu banyak macamnya, misal: tiba-tiba Pak Burhan membelikan makana kesukaan, itu namanya romantis.
Jika Pak Burhan pelit, itu bukan ranah saya, maaf.]
Itu balasan chat kedua.
[Mohon maaf, tolong jangan sering chat saya karena istri saya kurang suka.]
Itu balasan chat yang terakhir.
Chat dibaca olehnya, wah cepat sekali. Berarti ia selalu online. Namun chat dariku menggunakan akun Mas Adnan belum dibalas. Aku yakin tidak akan dibalas.
Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.
======
Nantikan Part 7-nya yah, berikan komentar terbaiknya. Komentar gregetnya
Tak terasa sampailah kami di rumah. Aku membuka pintu pagar, kemudian pintu garasi. Mas Adnan memarkirkan mobil pajero sportnya di samping mobil honda jazzku.Sampai rumah pas Maghrib, kemudian kami beberes. Kusiapkan keperluan Mas Adnan untuk ke Masjid.Adzan berkumandang, “Adit, ke Masjid sana, sama Papa!” perintahku. Adit yang sedang mainan hape milik Papanya dengan malas segera beranjak. Mas Adnan dan Adit ke Masjid bersamaan.Kulihat sebentar story WA sebelum mengambil air wudhu.“Bersyukur dengan apa yang telah Allah anugerahkan.”Begitu isi statusnya Khamila. Tumben bener, jangan-jangan lagi ada masalah dengan Burhan. Ah, bodo amat.Setelah ini aku wudhu dan bersiap untuk sholat.Setelah sholat, tilawah bareng dengan Mas Adnan dan juga Adit.Ya Allah, bersyukur sekali mendapat suami seperti Mas Adnan. Kalau dipikir, hadirnya Khamila ada hikmahnya juga. Mungkin jika tida
“Oke, nih aku kirim ke kalian.”Nggak kerasa acara sudah mau selesai. Karena keasyikan ngobrol sampai kami tidak mengikuti acara.“Yuk kita makan-makan,” ajak Atika.“Aku ada suami, kalau mau makan-makan, sekalian ma suamiku,” ucapku.“Boleh, tuh, sekalian biar aku kenal sama suamimu.”Aku meninggalkan acara, kutelpon Mas Adnan untuk mengetahui posisinya sekarang dimana. Sementara Burhan masih mengekor. Ya Ampun, tuh orang ngapain ngekorin kita, nggak ada teman apa?Tiba-tiba aku dikagetkan dengan hadirnya wanita muda yang waktu itu aku lihat saat di Mall.Wanita tersebut menghampiri Burhan, sementara itu Burhan salah tingkah.Aku penasaran, lalu kutemui Burhan.“Mas, jangan bilang kalau dia selingkuhanmu, yah,” ucapku pada Burhan.“Siapa dia, Mas,” tanya wanita muda yang kutaksir usianya dua puluh tiga tahunan.
Aku harus bicara sama Burhan agar istrinya tidak terus-terusan meneror keluargaku atau mendekati suamiku. Dulu menghancurkan hubunganku dengan Burhan, sekarang mendekati suamiku, maunya apa, sih.Tanpa sepengetahuan Mas Adnan, aku chat Burhan. Kebetulan aku tahu nomernya dari hape Mas Adnan.[Assalamualaikum, aku Dania, bisakah kita bicara? Balas GPL]Itu chat yang aku kirim ke Burhan.[Walaikum salam, Hy Dania, untukmu apa sih yang nggak bisa? Kapan?]Semprul, nggak nyadar apa kalau istrinya dah dua.[Hari ini, kamu sift berapa?][Aku sift dua. Oke, nanti ketemu di café dekat Supermarket, gimana? Jam 14.00 sebelum aku berangkat kerja.][Oke.]Setelah Duhur aku bersiap menuju café yang telah kita sepakati. Aku meluncur menggunakan mobil jazzku.Seperempat jam sebelum jam dua, aku telah siap di café. Aku memesan minuman kesuakaanku--jus alpukat.Jam dua kurang lima menit, kulihat dari ke
Aku menuju ke ruang keluarga dan menangis.Kubuka benda pipih yang ada di saku celana lalu aku bikin status.“Fitnahmu akan kau sesali suatu hari nanti.” Setelah itu kukirim caption gambarku dengan gambar Anggita, kebetulan kemarin aku sempat berfoto dengannya.Meski Khamila belum tahu siapa wanita itu, setidaknya ini adalah kode buat dia.Aku masih kesal dengan Mas Adnan yang menyalahkanku.Saat aku di ruang keluarga dan menangis, seseorang tiba-tiba menepuk pundakku.“Dania.”Aku menengok sumber suara dan ternyata adalah Mas Adnan. Aku masih kesal dengannya.“Seorang wanita bersuami dilarang janjian sama suami orang apalagi ketemuan. Makanya Papa menasehati Mama seperti itu,” ucap Mas Adnan sembari memandangku.“Lha itu Mas tahu. Selama ini apa yang dilakukan Khamila? Bukankah dia sering chat Papa? Sering nebeng sama Papa? Bahkan akhir-akhir ini dia
“Kenapa, sih, dari dulu selalu saja ingin merebut milikku?”Sekali lagi Khamila diam. “Burhan, urus istrimu! Dalam waktu 1 x 24 jam belum kamu bersihkan nama baikku, akan kuviralkan chatinganmu dengan suamiku agar warga tahu kalau kamu penggoda suami orang!” ancamku.“Huuuuuuu!” Terdengar suara teriakan orang-orang. Astaghfirullahal’adziim, rupanya banyak ibu-ibu menguping pembicaraan kami.“Oala, ternyata Khamila itu tukang fitnah, huuu,” kata seorang wanita yang tadi pagi kutemui di tukang sayur.“Hooh, ternyata kita kemakan sama omongannya, huuu,” kata yang lain menimpali.Sementara aku sedikit puas melampiaskan kekesalanku.“Ibu-ibu, tolong bubar, ya, ini bukan tontonan.”Kuusir ibu-ibu komplek secara halus.Sementara Khamila diam dan menunduk.“Khamila! Kamu keterlaluan,” pekik Burhan. “Selama
“Mah, jangan membicarakan orang! Kalau nggak Papa panggil, pasti ngobrolnya nggak selesai-selesai.”Aku hanya mengernyitkan dahi.Kami jalan-jalan memutari kota Jakarta. Tak lupa, aku bikin status.“Mingguan jalan-jalan bersama keluarga.”Kemudian mampir di restoran seafood. Lalu bikin status lagi.“Aku di sini.” Sembari upload saat kami makan. Ketika kami sedang asyik makan, aku dikejutkan oleh kedatangan Burhan dengan Anggita.“Astaghfirullah, Burhan! Pa lihat! itu Burhan sama Anggita,” ucapku sedikit berteriak karena kaget. Kucolek Papa yang sedang asyik makan. Mas Adnan melihat kearah yang aku tunjuk.“Pa, itu Si Anggita, madunya Khamila,” ucapku. Tunggu, akan kuambil gambarnya.“Ma, jangan dibuat status!” pinta Papa sambil memelototiku. Ia khawatir kalau aku buat status, nanti heboh. “ Biarlah itu urusan keluarganya Bu
Aku sama Mas Adnan saling pandang, heran. Sementara Khamila masih menangis dan mengiba minta tolong. Ada apa ini, kenapa Khamila kesini dan menangis. Jangan-jangan modus. “Mama Adit, Mas Adnan, itu, Mas Burhan,” ucap Khamila masih dengan air mata bercucuran. “Ada apa dengan Burhan, Khamila?” tanyaku. Namun aku sudah punya feeling, mungkin perselingkuhannya telah diketahui Khamila. “Mas Burhan, ternyata dia selingkuh.” Tangisan Khamila meledak kembali sampai sesak. “Lihat ini Dania, Mas Adnan.” Khamila menunjukkan foto Burhan bersama Anggita ketika di restoran seafood tadi. Aku tecengang begitupun dengan Mas Adnan, lalu kami saling pandang. “Kamu dapet foto itu darimana?” tanyaku penasaran, padahal saat foto itu diambil, posisiku juga ada di sana. “Ada yang kirim, Mama Adit.” Masih denga
Langsung kublokir facebooknya Khamila, Puas!..Keesokan pagi saat di ruang makan.“Mas, kemarin Khamila inbox katanya mau nebeng, tolong jangan mau,” ucapku.“Memang inbox apa?” tanyanya sembari mengunyah makanan.“Katanya mau nebeng ke rumah Saudaranya.”“Ya.”Lega. Khamila, saya pastikan nanti Mas Adnan tidak akan memberi tebengan untukmu.Usai sarapan, Mas Adnan pamit, dan putraku berangkat ke sekolah naik jemputan.Semua telah kubereskan, untuk pakaian, aku ambil jasa laundry.Ya Allah, ada-ada saja ujian dalam rumah tangga. Khamila, wanita itu, entah kenapa selalu hadir dalam hidupku. Sejak saat aku sama Burhan, ia datang mengganggu bahkan sampai merendahkan diri sendiri dan hamil. Kini, ketika aku sama Mas Adnan, iapun mengganggu. Aku tidak tahu, ada apa sebenarnya dengan hatinya.“Assalaamualaikum, Bu Dania.&rd
Status Facebook TetanggaPart 52--------oOo-------Burhan berkomentar di statusku. Ah, jawabnya nanti saja biar banyak dulu. Aku menuju ke ruang keluarga dan merebahkan badan di kasur depan televisi. Memasaknya nanti sore saja sebab hanya aku saja yang makan, Mas Adnan dan Adit pulang sore, jadi memasak untuk makan malam.Wah, Mas Adnan bikin status, tumben. Status Mas Adnan muncul di berandaku. Lho, ini, kan status lama. Kalau tidak salah saat itu sedang jalan-jalan di Puncak. Karena ada yang komentar, makanya muncul di beranda.Zaskiya Putri, siapa dia. Kenapa dia komentar di statusnya Mas Adnan?"Hay, Bro, apa kabar? Kamu masih seperti dulu."Begitu isi komentarnya. Mas Adnan memberi apresiasi dengan memberi "like" di komentar Zaskiya."Bro, itu istrimu, ya, hmmm cantik juga."Komentar selan
Status Facebook TetanggaPart 51-----oOo-----Sekembalinya dua keluarga yang berseteru itu, aku dan Mas Adnan saling memandang. Mas Adnan memegang keningnya. Nampaknya ia sangat pusing."Sudahlah, Mas, memang begini kalau menjadi bapaknya warga. Sabar, ya. Jadikan setiap persoalan menjadi sebuah pengalaman," ujarku sambil mengelus pundaknya. Ia mengangguk perlahan.Kami ke ruang keluarga kemudian aku ke ruang makan untuk mengambil ponselku yang tergeletak di meja ruang makan.Saat membuka kunci ponsel, terlihat notifikasi masuk. Sekitar lima belas menit yang lalu. Oh, rupanya dari Bu Ning.[Bu Dania, tolong rayu suamiku agar membatalkan talaknya.]Lho, kok minta tolongnya ke aku, apa hubungannya denganku?[Bu Dania, please, aku benar-benar pusing. Mas Topik marah besar padaku.] Kembali pesan
"Assalaamualaikum." Terdengar suara teriakan seorang perempuan yang tidak asing. Akupun bangkit dan berlalu menuju ke luar. Ternyata ada Bu Tutik dan Bapak Wasito. Wajah mereka tampak tegang.Kubuka pagar dan kupersilakan mereka untuk masuk."Silakan duduk," ucapku. "Ada perlu apa Mama Rena," tanyaku."Pak RT mana Mama Adit," tanya Mama Rena. Terlihat dari wajahnya, ia seperti ingin menceritakan sesuatu. Seperti dugaanku, pasti tentang Mama Adel yang menyebarkan gosip mengenai kuburan Orang tuanya."Sebentar, Mas Adnan sedang makan." Akupun pamit ke dapur untuk membuat minuman sekaligus menemui suamiku."Siapa, Ma," tanya Mas Adnan yang rupanya telah selesai makan."Bu Tutik sama suaminya, mereka ingin ketemu Papa, temui geh," suruhku. Kutuang air panas ke teko untuk membuat teh."Baik, Papa temui dulu ya, Ma," ujar
Aku dan Mas Adnan ke rumah Mama Rena untuk ta'ziyah.Sesampainya di sana, para pelayat sudah banyak yang datang.Ada juga Khamila Mama Adel dan juga suaminya.Kulihat Mama Rena begitu tegar, mungkin karena ibunya sudah lama sakit sehingga mungkin ini adalah yang terbaik."Kami sekeluarga ikut berduka cita yang sedalam-dalamnya ya Mama Rena, sabar ya," ucapku sambil memeluknya dan mengelus punggungnya."Terima kasih mama Adit," balas Mama Rena.Pada saat itu terdengar percakapan antara suaminya mama Rena dengan Mas Adnan."Pak Warsito yang menggali kubur apakah sudah ada?" Kepada suaminya Mama Rena. Suaminya Mama Rina tampak kebingungan karena memang belum mendapatkan orang yang akan menggali kubur. Orang yang biasa menggali kubur sedang keluar kota.Pada saat itu pak Dayat datang dan ikut bergabu
Ternyata Mama Adel tidak datang,ia berjanji akan ke rumah selepas Asar. Aku dan Mas Adnan memutuskan untuk mendatangi rumahnya setelah Maghrib dan tadi sudah mengirim pesan...Usai sholat Maghrib, aku dan Mas Adnan menuju ke rumah Mama Adel. Sesampainya di sana, mereka tidak ada di rumah. Rumah mereka terkunci. Mas Adnan mencoba menghubunginya tetapi tidak dapat tersambung.Beberapa menit kemudian, Khamila dan Burhan datang. Mas Adnan juga mengundang mereka."Kok sepi," tanya Khamila yang masih duduk di atas motor."Kurang tahu, pintu rumahnya terkunci. Ke rumah saja yuk," ajak Mas Adnan. Khamila dan Burhan saling memandang dan akhirnya mengangguk.Akhirnya kami balik dan diikuti oleh keduanya.Sesampainya di rumah, kupersilakan keduanya untuk duduk. Aku ke dapur untuk mengambil air minum dan beberapa makanan ringan. Setelah itu aku keluar dan mempersilakan keduanya untuk minum dan menyantap makanan ringan yang aku sediakan.
Aku di dalam rumah sampai sore menunggu Mas Adnan pulang. Perasaan resah dan gelisah menyeruak dalam dada. Jam empat, Mas adnan tak kunjung pulang. Jam Limapun tak pulang. Kemana Mas Adnan, kenapa jam segini belum juga pulang?Berbagai macam pemikiran-pemikiran negatif berkecamuk dalam otakku.Aku yang sedang duduk di ruang tamu, mandengar bel berbunyi. Sepertinya ada yang datang dan aku keluar.Alhamdulillah, Mas Adnan pulang, Aku menantikannya sekak tadi. Aku mengahambur dan segera memeluknya, mencium pipinya.“Eh, Ma, aku baru pulang dan badan masih bau, lho,” ungkap Mas Adnan dengan heran. Mungkin karena tingkahku yang tidak seperti biasanya.“Kenapahape ditinggal, jadinya aku nggak bisa komunikasi,” ujarku sambil merengut dan masih merangkulnya. Mas Adnan masih berdiri sambil memegang tas kerjanya.“Kamu kangen?” Ledek suamiku“Iya,” ujarku manja. Aslinya benar-benar aku merasa resa
Setelah semua barang keperluanku telah aku beli, kemudian aku meluncur ke rumah Khamila.Sesampainya di sana ternyata rumahnya terkunci.‘Kemana Khamila, apa mungkin ia sedang belanja?’Coba aku telpon. Kukeluarkan ponselku dari saku celana jeans yang aku pakai. Langsung kucari namanya.“Assalamualaikum.” Langsung dijawab olehnya. “Ada apa Mama Adit?” tanyanya.“Waalailkum salam. Aku ada di rumahmu, sekarang kamu ada di mana?” tanyaku.“Lah, kenapa nggak dari tadi? Sekarang aku lagi belanja di swalayan,” jawabnya. Waduh, tidak bisa ketemu. Padahal aku ingin menyelesaikan persoalanku dan juga ingin tahu, siapa pria misterius yang menggangguku.Aku juga ingin meminta agar ia menghapus statusnya sekarang, tetapi jika itu aku lakukan, ia pasti tambah senang. Ia itu senang jika aku sulit.&l
Status Facebook TetanggaBenar-benar makin runyam, herannya kenapa Kamila sampai tahu. Wah, si Burhan tidak bisa dipercaya ini.Aku semakin pusing dengan persoalan ini. Jika Khamila tahu, berita ini bakalan cepat tersebar.'Ah baiknya aku memang harus cerita ke Mas Adnan.'Kudekati suamiku yang sedang tertidur pulas. Kulirik jam di dinding, rupanya bentar lagi Asar, memang harus dibangunkan."Mas, bangun sayang, sudah jam 14.40," panggilku sembari menggerak-gerakkan badannya agar cepat bangun.Mas Adnan hanya menggeliat, lalu melirikku dan merangkul."Mas, masih siang, jangan seperti ini, ah." Aku meronta. Dikhawatirkan Adit tiba-tiba pulang karena memang sudah waktunya pulang."Memangnya kenapa? Kan pintu pagar dikunci?" ucapnya. Namun matanya masih terpejam."Mas,ka
“Sudah cukup Pak, Bu! Kalau njenengan berdua ingin bertengkar, silakan di rumah saja,” lerai Suamiku. Kedua pasangan suami istri itupun akhirnya diam. “Silakan, ada apa njenegan ke sini? Apakah ada masalah?”“Pastinya ada, Pak. Saya mau lapor kalau suami saya selingkuh!” sahut Bu Ning. Pandangannya mengarah ke Pak Dayat.Oh Allah, soal perselingkuhan kenapa harus bawa-bawa RT, sih, ini sudah keberapa kali laporan seperti itu.“Ma, berapa kali Papa katakan kalau Papa itu tidak selingkuh. Mana buktinya? Mama itu selalu suudzon. Dulu dituduh selingkuh dengan langganan tukang sayur, sekarang? Ujug-ujug Mama nuduh selingkuh, lalu selingkuh dengan siapa?” Nampaknya Pak Dayat memang sangat kesal dan marah.“Justru Mama yang nggak mau ngak